Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEREKONOMIAN INDONESIA

“Kebijaksanaan Fiskal”

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
PEMBAHASAN

2.1 Pola Penerimaan Pemerintah


Kebijaksanaan fiskal pada umumnya (juga di Indonesia) terdiri dari kebijaksanaan
penerimaan dan pengeluaran negara/pemerintah. Penerimaan pemerintah Indonesia dibedakan
menjadi
1. Penerimaan dalam negeri, yang tidak lain daripada seluruh penerimaan baik yang berupa
pajak ataupun penerimaan bukan pajak, dan
2. Hibah, yang merupakan bantuan pihak ketiga (yang tidak mengikat) kepada pemerintah
baik yang datang dari dalam negeri maupun yang dari luar negeri. Anggaran untuk dua
komponen ini dari 2002-2007 (dalam miliar rupiah) adalah sebagai berikut:
Data mengenai penerimaan dalam negeri dan hibah disajikan dalam bentuk yang lebih
rinci pada Tabel 9.4, di mana ternyata bahwa jumlah penerimaan negara dari tahun 2002
selalu mengalami kenaikan dari Rp298.605 miliar menjadi Rp694.088 miliar pada tahun
2007, atau menjadi dua kali lipat dalam enam tahun atau rata-rata kenaikan sebesar 50
persen. Dari jumlah ini hanya sebagian kecil (kurang dari satu persen) merupakan hibah
yang ternyata mengalami kenaikan pada tiga tahun pertama untuk kemudian mengalami
penurunan pada dua periode terakhir.
Tabel 9.4: Anggaran Pemerintah Dalam Negeri dan Hibah, 2002-2007
Penerimaan Dalam Negeri Hibah
Tahun Jumlah
Miliar Rp Persen Miliar Rp Persen
2002 298.528 0,9997 78 0,0003 298.605
2003 340.929 0,9986 468 0,0014 341.396
2004 349.300 0,9982 634 0,0018 349.934
2005 532.671 0,9862 7.455 0,0138 540.126
2006 654.882 0,9936 4.233 0,0064 659.115
2007 690.265 0,9945 3.823 0,0055 694.088
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007

Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi:

1. Penerimaan dari perpajakan (baik pajak langsung maupun tidak langsung, baik di dalam
negeri maupun pajak dari perdagangan internasional), dan
2. Penerimaan bukan pajak (PNBP), semua penerimaan negara yang bukan pajak seperti
halnya uang sekolah (SPP), penerimaan dari penjualan bibit oleh departemen yang
membuat pembibitan untuk rakyat, aset milik pemerintah yang dijual kepada rakyat
seperti misalnya rumah dinas, mobil dinas, dan sebagainya. Anggaran untuk dua
komponen ini untuk 2002-2007 (dalam miliar rupiah) adalah seperti pada Tabel 9.5.
Tabel 9.5: Anggaran Penerimaan Dari Pajak dan Bukan Pajak, 2002-2007
Dari Pajak Dari Bukan Pajak Jumlah
Tahun
Miliar Rp Proporsi Miliar Rp Proporsi Miliar Rp
2002 210.088 0,7037 88.44 0,2963 298.528
2003 242.048 0,7099 98.88 0,2901 340.929
2004 272.175 0,7790 77.125 0,2210 349.300
2005 351.974 0,6608 180.697 0,3392 532.671
2006 425.053 0,6491 229.829 0,3509 654.882
2007 492.011 0,7128 198.254 0,2872 690.265
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Dari angka-angka dalam tabel 9.5 ternyata bahwa baik anggaran penerimaan negara dari
perpajakan maupun bukan pajak telah mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat dalam kurun
waktu enam tahun dari 2002 sampai 2007, yakni untuk penerimaan negara dari perpajakan telah
menjadi 2,34 kali dari jumlah tahun 2002, sedangkan dari sumber bukan pajak telah menjadi
2,24 dari jumlah tahun 2002. Ini berarti usaha-usaha intensifikasi dan ekstensifikasi penagihan
pajak dan bukan pajak telah membuahkan hasil, meskipun tidak tertutup kemungkinan perbaikan
di masa akan datang.
Dari sudut jumlah penerimaan pajak telah terjadi kenaikan yang terus menerus dari tahun
2002 sejumlah Rp210.088 miliar menjadi Rp492.001 miliar pada tahun 2007, sedangkan angka-
angka untuk bukan pajak juga terus mengalami peningkatan dari Rp88.440 miliar pada tahun
2002 menjadi Rp198.254 miliar pada tahun 2007. Perbandingan di antara keduanya adalah
sekitar dua pertiga untuk pajak dan sisanya sepertiga dari sumber bukan pajak.
Selanjutnya penerimaan negara dari pajak dibedakan menjadi:

1. Pajak Dalam Negeri, yang terdiri dari komponen: Pajak Penghasilan (Pph) dari Migas
dan Nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan, Cukai, dan Pajak Lainnya, dan
2. Pajak dari perdagangan internasional, pajak impor dan pungutan administrasi ekspor.

2
Untuk periode 2002 sampai dengan 2007 anggaran penerimaan pemerintahdari pajak dalam
negeri dan pajak perdagangan internasional ditunjukkan oleh Tabel 9.6, di mana ternyata
bahwa lebih dari sembulan puluh lima persen merupakan pajak dari dalam negeri dan sisanya
kurang dari lima persen berasal dari pajak perdagangan internasional. Anggaran Pendapatan
dari Perpajakan dalam Negeri untuk 2002-2007 ditunjukkan pada Tabel 9.7. di mana sekitar
50 persen dari pajak dalam negei datang dari pajak penghasilan perorangan dan perusahaan,
dari jumlah mana sebagian besar berasal dari pajak atas migas.

Tabel 9.6: Anggaran Penerimaan dari Pajak, 2002-2007


Pajak Perdagangan
Pajak Dalam Negeri
Tahun Internasional Jumlah
Miliar Rp Proporsi Miliar Rp Proporsi
2002 199.512 0,9497 10.575 0,0503 210.088
2003 230.934 0,9541 11.114 0,0459 242.048
2004 260.224 0,9561 11.951 0,0439 272.175
2005 334.403 0,9501 17.570 0,0499 351.974
2006 410.226 0,9651 14.827 0,0349 425.053
2007 474.551 0,9545 17.460 0,0355 492.011
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2008
Pajak pertambahan nilai juga memberikan kontribusi yang cukup besar (yakni sekitar 33
persen dari jumlah penerimaan pajak dalam negeri, kemudian diikuti oleh cukai (sekitar 12
persen). Sisanya sekitar 5 persen merupakan kontribusi dari pajak bumi dan bangunan
(sekitar 3 persen) dan Bea perolehan atas tanah dan bangunan dan pajak lainnya.

Tabel 9.7: Anggaran Pendapatan dari Perpajakn dalam Negeri, 2002-2007


2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pajak Dalam Negeri 199.512 230.934 260.224 334.403 410.226 474.551
−Pajak Penghasilan (Pph) 101.874 115.016 133.968 180.253 213.698 251.748
Nonmigas 84.404 95.293 120.835 143.017 175.012 214.481
Migas 17.469 19.723 13.133 37.236 36.686 37.268
−Pajak Pertambahan Nilai 65.153 77.082 86.273 102.671 132.876 152.057
−Pajak Bumi dan Bangunan 6.228 8.677 8.031 13.375 18.154 22.026
−Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan 1600 2.229 2.668 3.661 4.386 3.966
−Cukai 23.189 26.277 27.671 32.245 38.523 42.035
−Pajak Lainnya 1.469 1.654 1.614 2.198 2.590 2.720
Sumber: BPS seperti BI.LPI 2007

3
Sedangkan pajak dari perdagangan internasional adalah sebagai berikut di mana sebagian
besar karena bea masuk untuk impor, sedangkan pajak ekspornya hanyalah sekedar bea
administrasi ekspor seperti terlihat pada Tabel 9.8 berikut.

Tabel 9.8: Anggaran Pendapatan dari Pajak Perdagangan Internasional


2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pajak Perdagangan Internasional 10.575 11.114 11.951 17.57 14.827 17.46
−Bea Masuk 10.344 10.885 11.636 16.591 13.853 14.416
−Pajak Ekspor 231 230 315 980 1.244 3.042
Sumber: BPS seperti BI.LPI 2007

Komponen penerimaan negara dari bukan pajak beserta jumlah (dalam miliar rupiah) dapat
dilihat pada Tabel 9.9 di bawah ini. Dari tabel tersebut kelihatan bahwa komponen
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang paling besar adalah dari sumber daya alam, di mana
minyak bumi mempunyai pangsa lebih dari 60 persen, kemudian diikuti oleh gas alam sekitar
20 persen dari total sumbangan sumber daya alam. Komponen lain dari penerimaan bukan
pajak, selain dari penerimaan dari SDA, adalah bagian laba BUMN, surplus Bank Indonesia,
dan PNBP lainnya (lihat tabel).

Tabel 9.9: ANggaran Pendapatan dari Bukan Pajak (Rp miliar), 2002-2007
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Penerimaan Bukan Pajak 88.440 98.880 77.125 180.697 229.829 198.254
−Penerimaan dari SDA 64.755 67.739 47.241 144.361 165.695 115.053
*Minyak Bumi 47.686 48.871 28.248 102.196 122.964 78.235
*Gas Alam 12.325 12.631 15.754 36.364 36.825 29.484
*SDA lainnya 4.744 6.238 3.238 5.801 5.906 7.334
−Bagian laba BUMN 9.760 12.833 11.454 12.000 20.800 21.800
−Surplus Bank Indonesia − − − − − 13.669
−PNBP lainnya 13.925 18.308 18.430 24.336 43.334 47.731
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007

2.2 Pola Pengeluaran Pemerintah


Anggaran belanja negara/pemerintah terdiri dari anggaran untuk pemerintah pusat dan
anggaran untuk pemerintah daerah. Dimana anggaran pemerintah untuk pemerintah pusat sekitar
dua kali dari anggaran untuk pemerintah daerah, seperti yang ditunjukkan oleh tabel 9.10 di
bawah ini. Dalam kurun waktu waktu enam tahun pemerintah telah mampu meningkatkan

4
anggaran belanjanya lebih dari dua kali lipat dari sebesar Rp322 triliun pada tahun 2002 menjadi
lebih dari Rp752 triliun pada tahun 2007. Kelipatan ini juga berlaku baik untuk belanja
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Tabel 9.10: Anggaran Belanja Pemerintah, 2002-2007 (Miliar rupiah)


2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Belanja Negara 322.180 376.505 374.351 565.070 699.099 752.373
−Pemerintah Pusat 223.976 256.191 255.309 411.667 478.250 498.172
−Pemerintah Daerah 98.204 120.314 119.042 153.402 220.850 254.201
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggarana belanja untuk pemerintah pusat, demikian juga keadaannya untuk pemerintah
daerah, dibedakan menjadi untuk pengeluaran rutin (administrasi pemerintahan) dan untuk
pengeluaran pembangunan. Anggaran rutin pemerintah pusat relatif tetap untuk 2002, 2003, dan
2004, sekitar 180an triliun rupiah kemudian melonjak tajam ke tahun 2005-P (perubahan yang
telah disetujui DPR) menjadi di atas 325 triliun rupiah dan pada anggaran 2007-P menjadi di atas
426 triliun rupiah. Perubahan dengan kecepatan yang hamper sama juga terjadi pada anggaran
belanja untuk pembangunannya.
Tabel 9.11: Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2002-2007 (Miliar Rp)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Anggaran Belanja Pusat 223.976 256.191 255.309 411.667 478.250 498.172
−Rutin 186.651 186.944 184.438 326.924 408.470 426.488
−Pembangunan 37.325 69.247 70.871 84.743 69.780 71.684

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007

Rincian Anggaran Belanja Rutin Pemerintah Pusat ditunjukkan pada Tabel 9.12 berikut. Hal
perlu mendapat perhatian di sini adalaha anggaran rutin untuk pembayaran bunga hutang dalam
dan luar negeri. Jumlah pembayaran bunga hutang ini sekitar 90 triliun rupiah dari anggaran
rutin sejumlah 186 triliun rupiah pada tahun 2002, mengalami penurunan untuk tiga tahun
beturut-turut (2003, 2004, 2005) menjadi sekitar 60an triliun rupiah dari anggaran rutin 2005-P
sekitar 326 triliun untuk kemudian meningkat ke level semula untuk tahun 2007-P, menjadi lebih
dari 83 triliun rupiah. Terjadi perubahan pembayaran bunga hutang dari untuk hutang luar negeri
(makin menurun) diganti dengan untuk hutang dalam negeri (makin meningkat).

5
Komponen lain yang perlu mendapat perhatian dalam anggaran rutin pemerintah pusat
adalah untuk pembayaran subsidi (BBM dan NonBBM) yang selalu mengalami peningkatan dari
sekitar 44 triliun rupiah pada anggaran 2002 menjadi sekitar 120 triliun rupiah untuk anggaran
205-P dan terus berada di atas 100 triliun sampai 2007-P. Anggaran untuk pembayaran bunga
hutang dan untuk subsidi menelan sebagaian besar anggaran rutin. Katakanlah untuk anggaran
2002, anggaran untuk dua komponen ini lebih dari 130 triliun rupiah dari anggaran rutin yang
jumlahnya hanya 186 triliun rupiah (sekitar 65 persen), dan untuk anggaran 2005-P jumlah ini
mendekati 190 triliun rupiah dari anggaran rutin sebesar 326 triliun rupiah (sekitar 65 persen).
Jumlah ini berada jauh di atas anggaran untuk pembayarannn gaji pegawai, yang untuk anggaran
2005-P hanya berjumlah 61 triliun, dan untuk anggaran 2007-P berjumlah 98 triliun.

Tabel 9.12: Anggaran Belanja Pengeluaran Rutin (miliar rupiah)


2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Pengeluaran Rutin 186.651 186.944 184.438 326.924 408.470 426.488
−Belanja Pegawai 39.480 47.662 56.738 61.167 79.075 97.983
−Belanja Barang 12.777 14.992 17.280 43.312 55.992 61.824
−Pembayaran Bunga 87.667 65.351 65.651 60.982 82.495 83.555
Utang Dalam Negeri 25.406 46.356 41.276 43.307 58.155 58.803
Utang Luar Negeri 62.621 18.995 24.375 18.675 24.340 24.752
−Subsidi 43.628 43.899 26.362 119.089 107.628 105.073
BBM 31.162 30.038 14.527 89.194 80.609 55.604
Non BBM 12.466 9.901 10.995 23.643 21.367 49.469
−Pajak Ditanggung Pemerintah − 3.96 840 6.253 5.651 0
−Bantuan Sosial − − − − 41.018 52.272
−Pengeluaran Rutin Lainnya 3.099 15.042 18.407 43.374 42.262 25.781
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran pembangunan untuk pemerintah pusat yang terdiri dari pembiayaan rupiah dan
pembiayaan proyek (dana luar negeri) ditunjukkan pada Tabel 9.13.
Tabel 9.13: Anggaran Belanja Pengeluaran Pembangunan, 2002-2007 (miliar Rp)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Pengeluaran Pembangunan 37.325 69.247 70.871 84.743 69.780 71.684
Pembiayaan Rupiah 25.608 47.510 50.500 54.747 55.258 70.826
Pembiayaan Proyek 11.717 21.737 20.371 29.997 25.475 23.205
* Angka pengeluaran pembangunan, pembiayaan rupiah dan proyek untuk 2006 dan 2007
sudah sesuai dengan aslinya (kalau dijumlahkan tidak cocok).

6
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran belanja negara untuk pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari dana perimbangan
dan dana otonomi khusus (+penyeimbang). Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana
alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi
Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada
provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan pemerintahan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi
Umum (DAU) adalah dana yang di alokasikan pada setiap daerah Otonom di Indonesia sebagai
dana pembangunan. Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksaan otonomi khusus suatu daerah. Contohnya : Aceh, dan Papua. Anggaran untuk
pembiayaan pemerintah daerah untuk 2002 - 2007-P secara rinci ditunjukkan pada Tabel 9.14.

Tabel 9.14 Anggaran Belanja untuk Pemerintah Daerah (miliar rupiah)


2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Anggaran Belanja Daerah 98.204 120.314 119.042 153.402 220.850 254.201
Dana Perimbangan 94.657 111.070 112.187 146.160 216.798 244.608
−Dana Bagi Hasil 24.884 31.370 26.928 52.567 59.564 62.726
−Dana Alokasi Umum 69.159 76.978 82.131 88.766 145.664 164.787
−Dana Alokasi Khusus 613 2.723 3.128 4.828 11.570 17.094
Dana Otonomi Khusus dan
Penyeimbang 3.548 9.244 6.855 7.243 4.052 9.593
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran belanja negara untuk pembiayaan pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah. Pembiayaan ini dibicarakan dengan rinci pada Pasal 10 sampai Pasal 42, yang pada
prinsipnya menjelaskan bahwa dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus. Data mengenai anggaran belanja daerah untuk tahun 2002-2007
disajikan pada Tabel 9.14, dimana dana alokasi umum menempati porsi terbesar yang diikuti
oleh dana bagi hasil dan terakhir dana alokasi khusus.

7
2.3 Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah Sebagai Bagian dari Kebijakan
Fiskal
Sebagaimana kita ketahui bahwa anggaran belanja pemerintah (dan anggaran untuk lembaga
sosial) berbeda dengan anggaran belanja rumah tangga pribadi. Kalau dalam anggaran untuk
rumah tangga pribadi pertama-tama ditentukan penerimaan rumah tangga tersebut sebagai dasar
untuk menentukan anggaran pengeluarannya, maka keadaan sebaliknya berlaku untuk anggaran
rumah tangga pemerintah dan lembaga sosial, dimana pertama-tama ditentukan jumlah
pengeluaran yang diperlukan sebagai dasar untuk menentukan berapa besar dan dari mana saja
beban belanja tersebut bersumber. Dari sejak awal, katakanlah dari zaman raja-aja dahulu,
setelah menentukan (kalau dibuat anggaran) jumlah pengeluaran pemerintah, sumber pertama
yang terbayang adalah dari pajak. hanya saja pemerintahan modern, baru terpikirkan sumber
dana lain, seperti dari mencetak uang, dari pinjaman dalam negeri, dari pinjaman luar negeri, dan
sebagainya. Dalam tulisan ini, sebagaimana biasa dijumpai dalam literatur ekonomi makro.
Diumpamakan bahwa dana yang bersumber dari pajak cukup, dan hanya cukup, tidak lebih dan
tidak kurang, untuk beban pengeluaran pemerintah. Dengan kata lain diumpamakan terjadi
anggaran belanja seimbang. Baik pengeluaran pemerintah maupun pajak, keduanya mempunyai
pengaruh terhadap penghasilan nasional.

Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional. Pengeluaran pemerintah


rutin dan pembangunan dibayarkan kepada masyarakat (pegawai dan pelaksana pembangunan).
Mereka menerima tambahan pendapatan. Dari tambahan pendapatan tersebut mereka cenderung
untuk melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Kecenderungan tambahan
konsumsinya disebut MPC (Marginal Propensity to Consume) dan kecenderungan tambahan
untuk menabung disebut MPS (Marginal Propensity to Save). MPC biasanya dinyatakan dalam
proporsi terhadap penghasilan (Y), demikian juga MPS dinyatakan dalam proporsi terhadap
penghasilan (Y), sehingga MPC + MPS = 1 kali besarnya penghasilan. Tambahan konsumsi
yang dilakukan oleh orang pertama tadi diterima oleh orang lain kepada siapa konsumsi tersebut
dilakukan (orang kedua). Orang kedua ini, karena menerima tambahan pendapatan, juga
cenderung melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Tambahan konsumsinya
merupakan tambahan pendapatan bagi yang menerimanya (orang ketiga), yang karena ada
tambahan pendapatan, juga cenderung untuk melakukan tambahan konsumsi dan tambahan
tabungan. Begitu selanjutnya proses berjalan sampai jumlah yang tidak tehingga. Jumah

8
kenaikan penghasilan masyrakat sebagai akibat dari adanya pengeluaran pemerintah adalah
jumlah pengeluaran pemerintah itu dikalikan dengan faktor pengganda. Dengan
mengumpamakan bahwa MPC dan MPS untuk setiap orang yang dikatakan di atas sama (orang
ke 1, 2,3…), maka dengan memakai manipulasi aljabar dasar diperoleh faktor pengganda sebesar
k = 1/MPS. Kalau setiap orang yang menerima tambahan penghasilan mempunyai
kecenderungan untuk menabung sebesar 20 persen dari tambahan penghasilannya, maka k =
1/0,20 = 0,5.

Pengaruh Pajak terhadap Penghasilan Nasional. Untuk membiayai pengeluarannya,


pemerintah menarik pajak dari rakyat. Pajak ini mempunyai sifat mengurangi pendapatan dari
mereka yang membayar pajak itu (orang 1). Karena pendapatannya berkurang, mereka
cenderung mengurangi konsumsi (sebesar MPC kali berkurangnya penghasilan), dan mereka
cenderung untuk mengurangi menabung (sebesar MPS kali berkurangnya penghasilan), yang
mempunyai akibat lanjutan terhadap mereka yang terkena pengurangan penghasilan. Demikian
prosesnya berjalan, sama seperti logika pada pengeluaran pemerintah, sampai pada orang yang
ke tidak terhingga), jumlah penghasilan masyarakat berkurang karena ada pajak adalah sebesar
pajak itu dikalikan dengan faktor pengganda. Dengan perumpamaan yang sama seperti pada
pengeluaran pemerintah, faktor penggandanya dapat diperoleh dengan manipulasi aljabar dasar
sebesar k = -(1/MPS – 1). Kalau setiap orang yang penghasilan berkurang sebesar tambahan
pajak, mempunyai kecenderungan untuk mengurangi menabung sebesar 20 persen dari jumlah
pengurangan penghasilannya, maka k untuk pajak = -(1/0,20 – 1) = -4.

Pengganda untuk anggaran berimbang. Oleh karena dalam anggaran berimbang, contoh kita
di atas, jumlah pengeluaran pemerintah sama dengan jumlah pajak, maka akibat dari anggaran
belanja yang seimabang terhadap penghasilan nasional adalah: (Jumlah kenaikan penghasilan
nasional karena pengeluaran pemerintah) dikurangi (jumlah pengurangan penghasilan nasional
karena adanya pajak). Karena yang pertama adalah sebesar (1/MPS) kali jumlah pengeluaran
pemerintah, dan yang disebut belakanganadalah –(1/MPS – 1 ), maka tambahan penghasilan neto
karena anggaan seimbang adalah (1/MPS) – (1/MPS – 1) = 1 kali anggaran berimabng tersebut.
dengan kata lain faktor pengganda untuk anggaran berimbang adalah (+1).

Tabungan Pemerintah dan Pembangunan Ekonomi. Pembangunan ekonomi satu negara


dapat dibiayai oleh sumber-sumber dari dalam negeri dan dari luar negeri. Sumber pembiayaan

9
pembangunan ekonomi dari dalam negeri dapat berupa tabungan perseorangan, tabungan
perusahaan, dan tabungan pemerintah, sedangkan yang bersumber dari luar negeri bisa berupa
bantuan dan pinjaman luar negeri, penanaman modal langsung dari luar negeri atau penanaman
modal tidak langsung dari luar negeri.
Yang dimaksud dengan tabungan pemerintah adalah semua penerimaan dari dalam negeri
dikurangi dengan semua pengeluaran rutin. Namun untuk Indonesia masih dikurangi lagi dengan
anggaran belanja untuk daerah yang harus dikeluarkan oleh pemerintah pusat tiap tahun (bersifat
rutin). Tabungan pemerintah untuk tahun 2002-2007 disajikan pada Tabel 9.15, yang ternyata
terus mengalami peningkatan dari hanya 13,6 triliun rupiah pada tahun 2002 sampai mencapai
52,3 triliun rupiah pada tahun 2005 dan kembali mengalami penurunan menjadi hanya 25,6
triliun pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 hanya menjadi 9,6 tiliun. Jadi pemerintah telah
menyisakan penerimaan dalam negerinya untuk sebagian ditabung. Dalam persentase jumlah
tabungan pemerintah ini berkisar dari sedikit di bawah 5 persen pada tahun 2002, terus
mengalami peningkatan sampai menjadi 13 persen pada tahun 2004, lalu mengalami penurunan
menjadi hanya 1,3 persen dari total penerimaan dalam negeinya. Kalau kita bandingkan jumlah
tabungan pemerintah ini dengan jumlah pembiayaan rupiah dalam rencana pembangunan
tahunannya, ternyata, seperti terlihat pada Tabel 9.15, julah tabungan pemeintah ini selalu lebih
kecil. Ini berarti bahwa tiap tahun (dari 2002 sampai 2007) pemerintah harus menggali sumber-
sumber pembiayaan dalam negeri untuk menalangi pembiayaan rupiah dari rencana
pembangunannya, yang mungkin berupa pinjaman dari Bank Indonesia atau pinjaman jangka
pendek yang biasa disebut Treasury Bill.
Tabel 9.15: Tabungan Pemerintah Indonesia, 2002-2007 (miliar Rp)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
1. Penerimaan dalam negeri 298.528 340.929 349.300 532.671 654.882 690.265
2. Pengeluaran rutin 186.651 186.944 184.438 326.924 408.470 426.488
3. Anggaran belanja untuk daerah 98.204 120.314 119.042 153.402 220.850 254.201
4. = 2 + 3 284.855 307.258 303.480 480.326 629.320 680.689
5. Tabungan (1-4) - miliar Rp 13.673 33.671 45.820 52.345 25.562 9.576
% dari penerimaan dalam negeri 4,58% 9,88% 13,12% 9,83% 3,90% 1,39%
6. Pengeluaran Pembangunan 37.325 69.247 70.871 84.743 69.780 71.684
7. = 5:7 x 100 % (persen) 36,63% 48,62% 64,47% 61,18% 36,63% 13,36%
8. Pembiayaan rupiah 25.608 47.510 50.500 54.747 55.258 70.826
9. Pembiayaan proyek 11.717 21.737 20.371 29.997 25.475 23.205
Sumber: Diolah dari Tabel 9.1

10
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, Ketut. 2016. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press

Imaduddin. Pola Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah, Neraca Pembayaran, Indonesia,


dan Neraca Perdagangan Indonesia. 10 April 2017.
http://imaduddin3110.blogspot.co.id/2015/03/pola-penerimaan
pemerintahpengeluaranne_20.html

11

Anda mungkin juga menyukai