Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempah-rempah yang dipakai untuk


meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai, laos,
kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Bahan penyedap bukan hanya
merupakan satu zat melainkan suatu komponen tertentu yang mempunyai sifat yang
khas.Bahan penyedap adalah zat atau komponen yang dapat memberikan rasa atau
aroma tertentu pada bahan makanan. Oleh karena itu,penyedap dapat dipindahkan ke
komponen bahan lain seperti makanan dan minuman.

Suatu makanan mempunyai rasa asin,manis,asam atau pahit dengan aroma yang
khas,sehingga dapat dikatakan bahwa rasa sedap (flavor) merupakan gabungan dari
perasaan yang terdapat dalam mulut termasuk mouth feel. Mouth feel saat makan
adalah perasaan kasar-licin, lunak-liat, ataupun cair-kental.

Selain zat penyedap rasa dan aroma,terdapat pula zat penyedap rasa yang
penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu penyedap rasa
monosodium glutamat (MSG). Zat ini tidak berasa, tetapi jika sudah ditambahkan
pada makanan maka akan menghasilkan rasa yang sedap. Penggunaan MSG yang
berlebihan telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome” yaitu suatu gangguan
kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut.Zat penyedap buatan dibedakan
menjadi dua macam, yaitu zat penyedap aroma dan zat penyedap rasa. Zat penyedap
aroma buatan terdiri dari senyawa golongan ester, antara lain oktil asetat (aroma buah
jeruk), iso amil asetat (aroma buah pisang), dan iso amil valerat (aroma buah apel). Zat
penyedap rasa yang banyak digunakan adalah monosodium glutamate (MSG) atau
lebih populer dengan nama vetsin dengan berbagai merek yang beredar di pasar.

Vetsin atau dalam istilah kimia biasa disebut Monosodium Glutamat (MSG)
merupakan garam natrium dari asam glutamat (asam amino non-esensial). Bahan
yang paling penting untuk membuat MSG, yaitu asam glutamat yang berupa asam
amino yang ada pada tumbuhan, hewan, minyak bumi, dan pada tubuh manusia. MSG
atau biasa disebut "mecin" di kalangan masyarakat Indonesia biasanya digunakan
sebagai bahan penyedap masakan.
Rasa lezat dan gurih pada makanan sebagian besar berasal dari Monosodium
Glutamat (MsG) atau penyedap rasa yang ditambahkan kedalam masakan atau
makanan ringan. Dilain pihak penggunaan MsG banyak menimbulkan kontroversi di
masyarakat, karena sebagian besar masyarakat menganggap penggunaan MsG yang
berlebihan bisa menimbulkan efek negative terhadap kesehatan manusia (Amaliafitri,
2010).

MsG banyak menimbulkan kontroversi baik bagi para produsen maupun


konsumen pangan karena sebagian dari masyarakat percaya bahwa bila
mengkonsumsi makanan yang mengandung MsG, mereka sering menunjukkan
gejala-gejala alergi. Di Cina gejala alergi ini dikenal dengan nama Chinese Restaurant
Syndrome (CRS). Sindroma ini mempunyai gejala antara lain, merasakan mati rasa di
daerah belakang leher yang menjalar hingga lengan dan punggung. Namun, biasanya
gejalanya akan hilang sendiri setelah dua jam. Setelah muncul istilah CRS ini barulah
MsG menjadi isu kesehatan yang mengglobal. Banyak pihak yang akhirnya
meninggalkan konsumsi MsG karena termakan isu CRS, terutama di negara-negara
Barat (Amaliafitri, 2010).

Penggunaan beberapa bahan pengawet kimia sintetik masih dalam kontroversi baik
jenis maupun dosis yang digunakan terutama oleh pelaku-pelaku industri rumah tangga
dan industri pangan menengah. Diduga beberapa bahan pengawet kimia sintetik dapat
berpotensi meracuni tubuh secara akumulatif jika penggunaannya terus menerus dalam
waktu lama. Atas pertimbangan ini banyak tekanan terhadap perusahaan pengolahan
pangan untuk tidak menggunakan bahan pengawet kimia sintetik tertentu dan
menggantikannya dengan bahan yang lebih alami untuk tujuan pengawetan (Murhadi et.
al,2004). Hal ini membuka peluang penelitian dan pengembangan alternatif pengawet
berbasis bahan-bahan alamiah yang dianggap lebih aman bagi konsumen.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan penyedap rasa dan aroma?

2. Apa tujuan pemakaian pengawet dan penyedap rasa dam aroma?

3. Apa syarat pemakaian pengawet dan penyedap rasa dan aroma?


4. Apakah kontroversi tentang penyedap rasa dan aroma atau dampaknya terhadap
kesehatan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu penyedap rasa

2. Untuk mengetahui tujuan pemakaian pengawet dan penyedap rasa

3. Untuk mengetahui syarat pemakaian pengawet dan penyedap rasa aroma

4. Untuk mengetahui kontoversi penyedap rasa aroma atau dampaknya terhadap


kesehatan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyedap Rasa dan Aroma

Zat penyedap buatan dibedakan menjadi dua macam, yaitu zat penyedap aroma
dan zat penyedap rasa.

 Zat penyedap aroma buatan terdiri dari senyawa golongan ester, antara lain
oktil asetat (aroma buah jeruk), iso amil asetat (aroma buah pisang), dan iso
amil valerat (aroma buah apel).
 Zat penyedap rasa yang banyak digunakan adalah monosodium glutamate
(MSG) atau lebih populer dengan nama vetsin dengan berbagai merek yang
beredar di pasar.
2.1.1 Penyedap rasa

Vetsin atau dalam istilah kimia biasa disebut Monosodium Glutamat (MSG)
merupakan garam natrium dari asam glutamat (asam amino non-esensial).MSG yang
kita kenal dengan sebutan Vetsin atau Micin yang rumus kimianya HCOCPCH (NH2)
2 COO-NA hasil campuran asam glutamat dan natrium Hidruksid.Bahan yang paling
penting untuk membuat MSG, yaitu asam glutamat yang berupa asam amino yang ada
pada tumbuhan, hewan, minyak bumi, dan pada tubuh manusia. MSG atau biasa
disebut "mecin" di kalangan masyarakat Indonesia biasanya digunakan sebagai bahan
penyedap masakan.

Pada dasarnya, MSG tidak memiliki rasa. Namun, asam glutamat bebas yang
tercampur ke dalam masakan akan ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan
menimbulkan sensasi gurih dan lezat ketika masakan tersebut dikonsumsi.
Kemunculan Monosodium Glutamat (MSG) sendiri sebenarnya memiliki sejarah yang
sangat panjang.

Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo,


menemukan kunci kelezatan makanan Jepang yang ternyata mengandung asam
glutamat di dalamnya. Sejak saat itu, Jepang mulai memproduksi asam glutamat
melalui ekstraksi dari bahan alamiah. Namun, akibat permintaan pasar yang terus
memuncak, ditemukanlah cara produksi L-glutamic acid yang menjadi inti dari MSG
yang berbentuk butiran putih mirip garam melalui fermentasi pada tahun 1956.
MSG dibuat yaitu dengan cara :

 MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh


bakteri (Brevibacterium lactofermentum). Dalam peroses fermentasi ini,
pertama-tama akan dihasilkan Asam Glutamat. Asam Glutamat yang terjadi
dari proses fermentasi ini, kemudian ditambah soda (Sodium Carbonate),
sehingga akan terbentuk Monosodium Glutamat (MSG). MSG yang terjadi ini,
kemudian dimurnikan dan dikristalisasi, sehingga merupakan serbuk
kristal-murni, yang siap di jual di pasar.
 SEBELUM bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses
fermentasi pembuatan MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus
diperbanyak (dalam istilah mikrobiologi: dibiakkan atau dikultur) dalam
suatu media yang disebut Bactosoytone. Proses pada Butir 2 ini dikenal
sebagai proses pembiakan bakteri, dan terpisah sama-sekali (baik ruang
maupun waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah bakteri itu tumbuh dan
berbiak, maka kemudian bakteri tersebut diambil untuk digunakan sebagai
agen-biologik pada proses fermentasi membuat MSG (Proses pada Butir 1).

2.1.2 Penyedap Aroma

Zat penyedap aroma buatan terdiri dari senyawa golongan ester, antara lain :

a) Oktil Asetat, makanan akan berasa dan beraroma seperti buah jeruk
jika dicampur dengan zat ini
b) Etil Butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas
pada makanan
c) Amil Asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang

d) Amil Valerat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah apel

2.2 Pengawet

Zat pengawet merupakan aditif makanan yaitu bahan yang ditambahkan dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Pada
umumnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua yaitu aditif sengaja dan aditif
tidak sengaja. Zat aditif sengaja yaitu zat aditif yang diberikan dengan sengaja yang
mempunyai maksud dan tujuan tertentu misalnya untuk meningkatkan konsistensi,
nilai gizi, cita rasa dan lain sebagainya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja yaitu
aditif yang terdapat dalam makanan yang jumlahnya sangat kecil sebagai akibat dari
proses pengolahan.
Bahan pengawet pada makanan dan minuman berfungsi menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus
menjaga nutrisi makanan. Natrium Benzoat dikenal juga dengan nama Sodium
Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam asam Sodium
Benzoic, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh
FDA dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan minuman selama lebih
dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme (jamur).
Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang satu
dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau
menghentikan pertumbuhan mikroba. Larutan garam NaCl dan gula yang digunakan
sebagai bahan pengawet seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma dalam sel
mikrroorganisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dari sel dan sel menjadi kering atau
mengalami dehidrasi. Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada
pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan
kapang yang tumbuh padabahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan pH
yang disertai dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen (H+), dan dijumpai bahwa pH
rendah lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan mikroorgansme. Asam
digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk
mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitasnya suatu asam dalam menurunkan
pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi asam dan konsentrsi
yaitu jumlah asam dalam volume tertentu (misalnya molaritas). Jadi, asam keras lebih
efktif dalam menurunkan pH apabila dibandingkan dengan asam lemah pada
konsentrasi yang sama7Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan
bahan pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan
organisme-organisme pencemar. Oleh karena itu, sangat penting bahwa populasi
mikroorganisme dari bahanpangan yang akan diawetkan harus dipertahankan
minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis.

2.3 Tujuan Pemakaian Pengawet dan Penyedap Rasa Aroma

2.3.1 Tujuan Pengawetan

Pengawetan bertujuan untuk menghambat atau mencegah terjadinya


kerusakan,mempertahankan mutu,menghindarkan terjadinya keracunan serta
mempermudah penanganan dan penyimpanan bahan makanan :

Menurut Buckle, (1985 : 20-21) bahwa tujuan pengawetan bahan pangan secara
komersial adalah :

1. Untuk mengawetkan bahan pangan selama perjalanan dari produsen ke konsumen


,dengan menghindarkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan dalam hal
keutuhannya,nilai gizi atau mutu organoleptik secara metode ekonomis yang
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme,mengurangi perubahan-perubahan
kimia,fisik,fisiologis,faal dan pencemaran

2. Untuk mengisi kekurangan produksi terutama kesulitan akibat musim

3. Untuk menjamis sejauh mungkin,agar kelebihan produksi lokal atau kelebihan


musim tidak terbuang

4. Untuk memudahkan penanganan,yang dilakukan terutama melalui berbagai


bentuk pengemasan

2.3.2 Tujuan pemakaian penyedap rasa

Beberapa tujuan bahan penyedap dalam bahan makanan adalah bersifat


memperbaiki, membuat lebih bernilai atau lebih diterima dan lebih
menarik.Adapun peranan bahan penyedap dalam pengolahan bahan makanan
adalah :

1. Membentuk flavor baru atau menetralisir bila bergabung dengan


komponen dalam bahan makanan.
2. Sebagai modifikator, pelengkap atau penguat flavor.
3. Menutupi atau menyembunyikan flavor bahan makanan yang tidak
disukai dan over taste yang kurang disenangi, asal bukan dari
kerusakan atau membusuknya makanan.

2.4 Syarat Pemakaian Pengawet dan Penyedap Rasa Aroma

Menurut WHO, batas aman konsumsi MsG bagi orang dewasa adalah 0-120 mg
per kg berat badan atau sekitar dua sendok teh untuk orang dengan berat badan 50 kg.
WHO sendiri tidak merekomendasikan bayi di bawah umur 12 minggu untuk
mengonsumsi MsG. Anak-anak yang kebanyakan mengonsumsi MsG atau vetsin,
akan kekurangan hormone thyroxin dan parathyroid yang berdampak negative
kepertumbuhan tulang dan perkembangan tubuh. Hal tersebut karena tubuh
kehilangan kalsium dan fosfor (Amaliafitri, 2010).
Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena bukan untuk makanan
alias berbahaya seperti boraks dan formalin (Widyaningsih & Murtini, 2006). Jumlah
zat pengawet ditambahkan kedalam suatu bahan pangan tidak berpengaruh pada
pernyataan bahwa suatu zat pengawet kimia telah ditambahkan, asal standar
identitasnya ditetapkan untuk produk bahan pangan tersebut. Bila penambahan suatu
zat pengawet kimia tidak terdaftar sebagai suatu bahan campuran yang ada, zat kimia
tersebut tidak boleh ditambahkan pada bahan pangan yang dipasarkan (Norman,
2008).Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan
pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat
patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya
maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan
pangan, misalnya pembusukan (Cahyadi, 2006)Tanpa bahan tambahan pangan
khususnya bahan pengawet maka bahan yang tersedia di pasar atau di swalayan akan
menjadi kurang menarik, tidak dapat dinikmati secara layak, dan tidak awet. Bahan
pengawet yang ditambahkan umumnya sama dengan bahan pengawet pangan yang
sebenarnya sudah terdapat dalam bahan pangan, tetapi jumlahnya sangat kecil
sehingga kemampuan mengawetkan sangat rendah (Cahyadi, 2006).

2.5 Kontroversi tentang penyedap rasa/dampak terhadap kesehatan

MsG banyak menimbulkan kontroversi baik bagi para produsen maupun


konsumen pangan karena sebagian dari masyarakat percaya bahwa bila
mengkonsumsi makanan yang mengandung MsG, mereka sering menunjukkan
gejala-gejala alergi. Di Cina gejala alergi ini dikenal dengan nama Chinese Restaurant
Syndrome (CRS). Sindroma ini mempunyai gejala antara lain, merasakan mati rasa di
daerah belakang leher yang menjalar hingga lengan dan punggung. Namun, biasanya
gejalanya akan hilang sendiri setelah dua jam. Setelah muncul istilah CRS ini barulah
MsG menjadi isu kesehatan yang mengglobal. Banyak pihak yang akhirnya
meninggalkan konsumsi MsG karena termakan isu CRS, terutama di negara-negara
Barat (Amaliafitri, 2010).

BPOM Indonesia juga menentukan batas penggunaan MSG secukupnya.


Sesuai dengan fungsinya sebagai bumbu masak yang menyedapkan rasa. Batasan ini
sama dengan penggunaan garam dan gula dalam masakan. Ada tiga tempat produksi
Ajimonomoto yang diperlihatkan. Diawali dari Ajinex, di mana para tamu dapat
melihat panel kontrol pengendali proses MSG. Dilanjutkan dengan area penerimaan
tetes tebu yang merupakan bahan baku MSG. Lokasi berikutnya, MASAKO yang
memperlihatkan bahwa bumbu ini dibuat dari daging ayam dan daging sapi asli,
bukan hanya dari perasa daging.

Tampak dari ruang kaca bagaimana daging ayam dan daging sapi diterima
setelah sebelumnya melalui proses pengecekan kualitas oleh bagian QC. Selanjutnya
daging sapi tersebut digiling dan daging ayam direbus kemudian dipisahkan dari
tulang-tulangnya dan diolah menjadi bentuk butiran. Penggunaan bahan penyedap di
dalam makanan sudah sangat luas. Penambahan bahan penyedap menyebabkan cita
rasa lebih menarik. Monosodium glutamat (MSG) adalah bahan penyedap yang paling
populer sekarang ini. Pemberian MSG dapat meningkatkan persepsi rasa manis dan
asin serta mengurangi rasa asam dan pahit dari makanan (Bhattacharya et al., 2011).
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium asal glutamat. Penggunaan MSG
menimbulkan sikap pro dan kontra akan manfaat dan mudaratnya (Santoso, 1989).

Pada dosis tertentu mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG


menyebabkan perasaan terbakar, tekanan pada wajah dan nyeri pada dada. Gejala ini
dikenal dengan Chinese restaurant syndrome. Sehingga diperkirakan terdapat
hubungan antara dosis dan efek yang ditimbulkan serta adanya variasi dosis antar
individu dalam menimbulkan efek. Oleh karena itu, keamanan penggunaan MSG
masih menjadi kontroversi baik secara lokal maupun global (Schaumburg et al., 1969).
Pemberian MSG per oral pada tikus putih jantan umur 2 tahun ditemukan kelainan
pada hepar dan ginjal yaitu berupa pelebaran sinusoid yang mengandung banyak
eritrosit (Sukawan, 2008).

Pemberian MSG pada dosis 16 g/kg BB pada tikus dewasa selama 14 hari
berturut-turut dapat menghambat perkembangan sel-sel hepar.Bahkan pada dosis 32
g/kg BB selama 14 hari dapat merangsang efek parasimpatik dan menghasilkan
asetilkolin dalam darah sehingga kolinesterase meningkat dalam plasma, masuk ke
dalam hepar dan menyebabkan dilatasi vena sentral, lisis eritrosit,kerusakan hepatosit
secara akut, nekrosis serta atropi (Eweka & Ominiabohs, 2008). Hal ini menunjukkan
bahwa konsumsi MSG dosis tinggi dapat mengganggu hepar. Hepar adalah organ
pusat dari metabolisme tubuh.
Di dalam organ ini terjadi proses proses sintesa, modifikasi, penyimpanan,
pemecahan serta ekskresi dari berbagai macam zat yang dibutuhkan untuk hidup
(Tambajong, 1995). Di dalam hepar terjadi metabolisme sebagian obat dan toksikan.
Jenis senyawa toksik ini yang biasanya dapat mengganggu fungsi hepar (Lu,1994).
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan ketahanan tubuh,khususnya
organ hepar, dari bahaya berbagai toksikan termasuk salah satunya MSG. Pemberian
MSG pada dosis 4 hingga 8 mg/g BB pada mencit jantan secara subkutan selama 6
hari dapat meningkatkan peroksidasi lipid dalam mikrosom-mikrosom hepar
(Simanjuntak, 2010). Pemberian vitamin C dengan dosis 0,2 mg/gBB secara oral
dapat menanggalkan efek senyawa radikal bebas (Fauzi, 2008). Oleh karena itu
diduga vitamin C dapat mencegah terjadinya gangguan pada sel hepar serta
melindungi dari kerusakan yang diakibatkan pemberian MSG.

11

Kedua zat pengawet tersebut sebenarnya aman dikonsumsi jika dalam dosis yang
kecil dan sesuai standar dimana sudah umum di berbagai negara digunakan untuk
pengawet bumbu, kecap, saos dan minuman. Untuk dosis penggunaannya memang
dimasing-masing negara berbeda, dibandingkan dari bahayanya zat pengawet tersebut
justru akan lebih berbahaya jika produk yang diproduksi secara masal dan di ekspor
ke berbagai negara tersebut tidak ditambahkan pengawet, melihat suhu dan cuaca
yang sangat cepat berubah maka kemungkinan makanan tersebut sebelum sampai
kekonsumen sudah mengalami kebusukan dan timbulnya jamur dan bakteri yang
sangat berbahaya, oleh karena itu zat pengawet sebenarnya mau tidak mau harus
ditambahkan dalam suatu produk untuk menjaga mutu, pH dan konsistensi kadar gizi
agar tetap terjaga dengan baik.

Mitos yang selama ini dianut oleh masyarakat awam dan sebagian klinisi atau dokter
bahwa MSG berbahaya adalah salah. Ternyata MSG atau vetsin aman untuk
digunakan atau dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Berbagai mitos tentang efek
samping MSG tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat, sehingga seluruh badan
pengawasan makanan dunia masih menggolongkan MSG sebagai bahan yang
“Generally Regarded as Safe” (GRAS) dan tidak menentukan berapa batas asupan
hariannya. Bila terjadi kontroversi tentang suatu masalah sebaiknya merujuk
perbedaan pendapat tersebut tertuju pada penelitian ilmiah atau rekomendasi resmi
institusi kesehatan internasional yang kredibel. Dalam dunia kedokteran modern
pendapat seorang dokter ahli atau bahkan seorang profesorpun tidak akan berlaku
selama bertentangan dengan fakta ilmiah atau rekomendasi resmi institusi kesehatan
yang kredibel.

Kandungan glutamat yang tinggi itulah yang menyebabkan rasa gurih dalam segala
macam masakan. Glutamat itu sendiri termasuk dalam kelompok asam amino non
esensial penyusun protein yang terdap[at juga dalam bahan makanan lain seperti
daging, susu, keju, ASI dan dalam tubuh kita pun mengandung glutamat. Di dalam
tubuh, glutamat dari MSG dan dari bahan lainnyadapat dimetabolime dengan baik
oleh tubuh dan digunakan sebagai sumber energi usus halus.

Senyawa ini adalah gabungan dari sodium/natrium (garam), asam amino glutamate
dan air. Penegas cita rasa gurih ini dibuat melalui proses fermentasi tetes tebu oleh
bakteri Brevi-bacterium lactofermentum yang menghasilkan asam glutamat.
Kemudian, dilakukan penambahan garam sehingga mengkristal. Itu sebabnya, MSG
sering ditemukan dalam bentuk kristal putih.

Di Indonesia penggunaan MSG terbuat dari tetes tebu dan singkong melalui proses
fermentasi. Jika dirunut dari sejasrahnya, pada awalnya MSG diambil dari rumput laut,
kemudian diubah menggunakan sumberl lain karena mengingat keterbatasan rumput
laut ap[abila dipakai terus menerus akan menyebabkan kerusakan ekosistem laut.

Fakta bahwa MSG aman dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek negatif bagi
kesehatan sayangnya tidak diketahui oleh banyak masyarakat. Hal ini dikemukakan
oleh sang Penemu MSG, pada dasarnya MSG diciptakan untuk membantu penyerapan
nutrisi makanan secara maksimal oleh tubuh.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Berbagai mitos tentang efek samping MSG tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat,
sehingga seluruh badan pengawasan makanan dunia masih menggolongkan MSG
sebagai bahan yang “Generally Regarded as Safe” (GRAS) dan tidak menentukan
berapa batas asupan hariannya. Bila terjadi kontroversi tentang suatu masalah
sebaiknya merujuk perbedaan pendapat tersebut tertuju pada penelitian ilmiah atau
rekomendasi resmi institusi kesehatan internasional yang kredibel. Dalam dunia
kedokteran modern pendapat seorang dokter ahli atau bahkan seorang profesorpun
tidak akan berlaku selama bertentangan dengan fakta ilmiah atau rekomendasi resmi
institusi kesehatan yang kredibel.

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan
pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat
patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya
maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan
pangan, misalnya pembusukan (Cahyadi, 2006)Tanpa bahan tambahan pangan
khususnya bahan pengawet maka bahan yang tersedia di pasar atau di swalayan akan
menjadi kurang menarik, tidak dapat dinikmati secara layak, dan tidak awet. Bahan
pengawet yang ditambahkan umumnya sama dengan bahan pengawet pangan yang
sebenarnya sudah terdapat dalam bahan pangan, tetapi jumlahnya sangat kecil
sehingga kemampuan mengawetkan sangat rendah (Cahyadi, 2006).
Daftar Pustaka

Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Cetakan
Pertama . PT. Bumi Aksara. Jakarta

Widyaningsih, T.W, dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin


PadaProduk Pangan. Trubus Agirasana, Surabaya.

https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3674/Bab%201
.pdf?sequence=5

http://repository.unika.ac.id/14849/2/13.70.0004%20Michael%20Heryanto%20BAB
%20I.pdf

https://92aditia.files.wordpress.com/2011/11/tugas-kbm_penyedap1.pdf

Anda mungkin juga menyukai