Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi
dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat dan sakit
sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan
klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang
lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan
kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya.
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan
yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa
merupakan bagian integral kesehatan. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia
menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas
kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak
terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.
Memasuki millenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan
Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah
cara pandang, pola piker atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat
masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor,
dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindangan kesehatan.
Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi
pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan
lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar
yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku
proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah risiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam
upaya kesehatan. Dalam mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi
pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Mendorong
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan
kesehatan individu, keluarga dan masyaralat beserta lingkungannya (Dinkes, 2005).

Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah kesehatan dan
menjadi aktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga. Dalam keluarga,
ibu merupakan anggota masyarakat yang salah satu perannya adalah mengurus rumah tangganya
sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah tangga. Dengan mewujudkan perilaku yang
sehat, maka dapat menurunkan angkakesakitan suatu penyakit dan angka kematian akibat
kurangnya kesadaran dalam pelaksaan hidup bersih dan sehat serta dapat meningkatkan
kesadaran dan kemauan bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang
optimal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut masyarakat?
2. bagaimana Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat?
3. Bagaimana Peran Bidan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak?
BAB II
PEMBAHASAN

Tantangan pembangunan pada hakikatnya adalah mencapai ‘kesehatan bagi semua’, yakni
terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat, hingga dapat meraih hidup yang produktif dan
berbahagia.

Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan strategi dalam setiap
aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi diperlukan strategi pemerataan kesehatan
dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan
maupun masyarakat sendiri, guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan, dan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.

Mengingat kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep kesehatan sekarang ini,
tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan, tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu
lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan kemasyarakatan, yaitu seperti ilmu sosiologi,
antropologi, psikologi, perilaku, dan lain-lain. Kegunaan ilmu-ilmu tersebut dalam kesehatan dan
kemasyarakatan adalah sebagai penunjang peningkatan status kesehatan masyarakat.

Salah satu cabang dari sosiologi dan antropologi adalah sosial budaya dasar, yang
membahas tentang kebudayaan dan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Seperti yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya, unsur-unsur kebudayaan adalah meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan
olehh masyarakat-masyarakat, yang merupakan hasil budi atau akal manusia.
Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat menunjang tingginya
status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang optimal, keadaan sosial-ekonomi yang
tinggi, dan kesehatan lingkungan yang baik. Dengan demikian, pelayanan kesehatan menjadi
sangat khusus sehingga dapat memenuhi kebutuhan klien.
Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang ada
kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain;
ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit menerima informasi-informasi dan
tekhnologi baru.
Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat
dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit
atau masalah kesehatan bukan saja dari sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan
cara menghilangkan penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir tentang bagaimana hubungan
sosial budaya, geografi, demografi, dan persepsi masyarakat dengan masalah yang sedang
dihadapi.
Melihat luasnya masalah kesehatan yang dihadapi, maka sebagai petugas kesehatan harus
mempelajari ilmu-ilmu lain yang terkait dengan kesehatan. Sehingga pelayanan yang diberikan
memberikan hasil yang optimal.
A. Konsep Sehat-Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yang
beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan
dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai
aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek (6). Definisi WHO (1981): Health is a state of
complete physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease or
infirmity.

WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani,
rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap
sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan dipandang sebagai
disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari
tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah
kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan
oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat
menjalankan peran normalnya secara wajar. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan
fenomena yang dapat ikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil
berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat tradisional
menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan Personalistik. Penyebab bersifat
Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah
makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas
dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat
tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang
berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang
dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan
badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan
seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.
Konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi
suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat),
atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya
mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak
lama. Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer),
merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu
yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di Kabupaten Soppeng,
dalam kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis menunjukkan
bahwa timbul dan diamalkannya leprophobia secara ketat karena menurut salah seorang tokoh
budaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala ikut tercakup di
dalamnya. Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri
sedang haid, mereka (kedua mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yang
bertujuan guna terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang menuruti proses
komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai penanggung dosa.
Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari ibu-bapak merupakan awal derita akibat
leprophobia. Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri keluarga yang merasa
tercemar bila salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat dosa
melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang fanatik Islam dirasakan sebagai
beban trauma psikosomatik yang sangat berat. Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya
didiagnosis kusta. Pada penelitian Penggunaan Pelayanan Kesehatan Di Provinsi Kalimantan
Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990), hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur
menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau
makan, tidak mau tidur, rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit
kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas dingin, pusing, lemas,
kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara
Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu
jika menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah-muntah, gatal, luka, gigi
bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak. Seorang pengobat tradisional yang juga
menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai
masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-
tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit
makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Pada
penyakit batin tidak ada tanda-tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada
yang gaib. Pada orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu badan normal, makan
dan tidur normal, penglihatan terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-
sakit badan
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di
Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan
individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak
yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang
dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau "kantong
kering" (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3
bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.). Untuk mengobati sakit yang termasuk
dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok,
pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus
dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya
tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.
Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut:
a. Sakit demam dan panas.
Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin.
Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang dingin atau
beli obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem meskipun gejalanya panas tinggi,
supaya panasnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut juga sakit adem karena gejalanya
badan panas.

b. Sakit mencret (diare).


Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas,
makan udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain.
Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan pucuk daun jambu dikunyah
ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah Larutan
Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan lain-lain. Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya
proporsi campurannya tidak tepat.
c. Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan
oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu
jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan
bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring.

d. Sakit tampek (campak)


Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas terik,
atau kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam kawak,
meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun suwuk, yang menurut kepercayaan
dapat mengisap penyakit

B. Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat


Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk
yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut, masalah lain yang perlu
diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan
yang belum memadai terutama pada golongan wanita, kebiasaan negatif yang berlaku di
masyarakat, adat istiadat, perilaku, dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Keadaan sosial budaya masyarakat tidak seluruhnya bersifat negatif, namun ada juga
yang positif yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan, yaitu semangat gotog
royong dan kekeluargaan, serta sikap musyawarah dalam mengambil keputusan. Pembangunan
dalam suatu negara selain berdampak positif juga menimbulkan hal-hal negatif seperti timbulnya
daerah kumuh (slum area) di perkotaan akibat pesatnya urbanisasi, polusi karena pesatnya
perkembangan industri, banyak ibu-ibu karier yang tidak dapat mengasuh dan memberikan ASI
secara optimal kepada anaknya, masalah kesehatan jiwa yang menonjol dan penyalahgunaan
obat.
Masalah-masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dapat
dibedakan menjadi:
. Kesehatan Ibu dan Anak
Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu maternal
berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000 kematian pertahunnya. Selain
itu, dengan perkembangan penduduk dan pembangunan akan mengakibatkan berbagai macam
sampah yang dapat mengganggu kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator
kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka tersebut
dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.
Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan merupakan penyebab
utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan penyebabnya, yaitu pendarahan,
infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat
menambah resiko terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari
11gr%.
Angka kematian bayi pada akhir pelita V masih cukup tinggi, yaitu 58 per seribu kelahiran
hidup. Sekitar 38% penyebab kematian bayi adalah akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi yaitu tetanus. Angka bayi lahir hidup dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
adalah 8,2 %. Angka kematian balita masih didapatkan sebesar 10,,6 per 1000 anak balita.
Seperti halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita adalah penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi saluran pernafasan, polio, dan lain-lain. Selain angka
kematian, angka kelahiran dan angka kesuburan masih dirasakan pula sebagia masalah kesehatan
ibu dan anak. Angka kelahiran kasar didapatkan berkisar antara 26-32 per 1000 penduduk dan
angka kesuburan sebesar 3,49. Masih tingginya angka kematian dan kesuburan di Indonesia
berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,
khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai,
tingkat kepercayaan masyarakat tergadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang
masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah
pendudukkebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang
dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah,
mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi. Berdasarkan survei
rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta huruf pada wanita dewasa adalah
sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu
tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas,
tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya.
Menurut hasil survei rumah tangga, tahun 1986 sebanyak 54% ibu hamil telah memeriksakan
dirinya, dengan frekuensi kunjungan rata-rata 3,17 kali. Pengkajian KB-Kestahun 1986 tentang
pemanfaatan tempat pemeriksaan menunjukkan yaitu Puskesmas 59,7%, fasilitas swasta 28,9%,
sedangkan Posyandu 11,2%. Namun manfaat Posyandu untuk imunisasi bayi sudah cukup tinggi
yaitu 60,9%. Rendahnya pemanfaatan Posyandu untuk pemeriksaan kehamilan disebabkan
karena tidak tersedianya ruangan yang tertutup atau memadai. Hasil survei rumah tangga tahun
1986, tentang angka imunisasi didapatkan: untuk imunisasi DPT 3 sebesar 34,9%, polio 331,6%,
TT2 22,7%, BCG 75%.

Bila dilihat dari data di atas, cakupan TT2 lebih rendah bila dibandingkan dengan cakupan
pemeriksaan kehamilan. Cakupan TT2 yang rendah bila dibandingkan dengan cakupan
pemeriksaan ibu hamil, disebabkan petugas KIA belum mendapatkan instruksi atau kesepmatan
untuk dapat memberikan imunisasi TT2. Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku
masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di
masyarakat.
Dampak Negatif dan Dampak Positif Demam
Dampak Positif Demam

Keberadaan demam berperan penting dalam proses penyembuhan penyakit. Fungsi pertahanan
tubuh manusia bekerja lebih baik pada temperatur tinggi/demam dibandingkan suhu normal.
Komponen-komponen sistem kekebalan tubuh, seperti sel darah putih (leucocyt) dan lymphocyt
(salah satu jenis sel darah) akan bekerja lebih baik melawan kuman dalam keadaan suhu tubuh
yang meningkat ketimbang suhu tubuh normal. Selain itu, jumlah interferon, yang merupakan
salah satu substansi antivirus dan antikanker dalam darah, juga akan meningkat dengan adanya
demam. Jadi tidak berlebihan jika dikatakan bahwa menurunkan suhu tubuh ketika anak demam
terlalu cepat lewat pemberian obat penurun panas justru akan melemahkan sistem kekebalan
tubuhnya.

Terjadinya demam memiliki tujuan untuk membunuh virus, bakteri atau kuman yang menyerang.
Demam menjadi sebuah reaksi alamiah tubuh terhadap adanya infeksi. Sehingga ketika seorang
anak mengalami infeksi, keberadaan demam sangat bermanfaat demi kesembuhannya. Selain itu,
demam yang terjadi karena infeksi bakteri atau virus, pada umumnya tidak akan menyebabkan
kerusakan otak atau kerusakan fisik permanen seperti anggapan yang telah dianut selama ini.
Hanya demam di atas 42,2 derajat Celcius yang telah diketahui dapat menyebabkan kerusakan
otak.

Namun yang jadi masalah sekarang adalah paradigma atau pemahaman negatif orang tua
terhadap demam yang sudah terlanjur ada dan turun-temurun. Demam anak menimbulkan fobia
bagi banyak orang tua. Pemahaman bahwa demam harus segera diturunkan sudah tertanam di
benak orang tua, demam diartikan sebagai penyakit, penyebab kerusakan otak, mempengaruhi
kecerdasan anak, dan lain-lain. Kegelisahan orang tua inilah yang bisa menjadi penyebab
kesalahan dalam menangani demam pada anak. Anak yang panas badannya langsung dicekoki
obat penurun panas tanpa memastikannya terlebih dulu. Padahal, berdasarkan uraian pada
pembahasan sebelumnya jelas bahwa demam bukanlah musuh yang harus diperangi. Karena itu
penggunaan obat penurun panas sebaiknya betul-betul diberikan secara rasional. Bahkan
beberapa negara sudah membuat peraturan agar para dokter tidak gampang meresepkan obat
untuk anak-anak yang sedang demam. Penggunaan obat penurun panas diberikan ketika demam
mencapai 40,5 derajat Celcius atau lebih.
Merubah paradigma dan pemahaman tentang demam ini bukanlah hal yang mudah, karena
pemahaman tersebut sudah terlanjur mendarah daging dalam masyarakat. Akan tetapi, penjelasan
tentang manfaat dari demam itu sendiri tetap harus diberikan kepada para orang tua, juga tentang
dampak negatif pemberian obat penurun panas pada anak. Dengan begitu, diharapkan demam
tidak lagi menjadi momok yang menyebabkan fobia bagi orang tua.

Komplikasi dan Dampak Negatif Demam

Segala sesuatu pasti memiliki sisi positif dan negatif, begitupun dengan terjadinya demam.
Meskipun demam adalah mekanisme pertahanan yang dibutuhkan sebagai salah satu bentuk
perlawanan tubuh terhadap infeksi, tetapi terjadinya demam juga disertai dengan hal-hal yang
negatif. Dampak negatif demam meliputi hal-hal yang signifikan, diperlukan perhatian tinggi
dari orang tua yang menanganinya. Di antaranya adalah:

1. Meningkatkan resiko dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Terjadinya dehidrasi


disebabkan oleh peningkatan penguapan cairan tubuh saat anak demam, sehingga anak
bisa kekurangan cairan. Untuk mengetahui anak mengalami dehidrasi yang paling mudah
adalah dengan melihat intensitas kencing anak. Berkurangnya kencing anak dan air
kencing berwarna lebih gelap daripada biasanya adalah tanda anak mengalami dehidrasi.
Penanganan utama pada anak demam adalah dengan memberikan asupan cairan dalam
jumlah yang memadai. Anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan sebaiknya
tidak memaksa anak untuk makan. Untuk bayi yang demam, pemberian ASI dilakukan
lebih banyak atau sering. Selain minum, orang tua juga bisa memberikan sup atau buah-
buahan yang banyak mengandung air kepada anak.
2. Adanya kemungkinan kekurangan oksigen. Hal ini terjadi pada anak yang demam dengan
penyakit paru-paru atau penyakit jantung.
3. Menyebabkan kerusakan neurologis (syaraf). Kerusakan otak karena demam bisa terjadi
ketika demam mencapai lebih dari 42 derajat Celsius. Akan tetapi hal ini sangat jarang
terjadi. Sampai saat ini belum ada bukti penelitian yang menunjukkan bahwa demam di
bawah 42 derajat Celsius bisa menyebabkan kerusakan otak.
4. Kejang demam. Kejang demam umumnya terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun
(balita), terutama pada umur di antara 6 bulan dan 3 tahun, khususnya pada temperatur
rektal di atas 40 derajat selsius. Selanjutnya kejang demam biasanya hilang dengan
sendirinya, dan tidak menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf).

Perawatan Bayi Demam Yang Berhubungan Dengan Konsep Sehat Sakit Dari Segi Budaya

Konsep Sehat-Sakit

Menurut orang Jawa, “sehat “ adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan batin. Bahkan,
semua itu berakar pada batin. Jika “batin karep ragu nututi”, artinya batin berkehendak, raga /
badan akan mengikuti. Sehat dalam konteks raga berarti “ waras“. Apabila seseorang tetap
mampu menjalankan peranan sosialnya sehari-hari, misalnya bekerja di ladang, sawah, selalu
gairah bekerja, gairah hidup, kondisi inilah yang dikatakan sehat. Dan ukuran sehat untuk anak-
anak adalah apabila kemauannya untuk makan tetap banyak dan selalu bergairah untuk bermain.
Untuk menentukan sebab-sebab suatu penyakit ada dua konsep, yaitu konsep personalistik dan
konsep naluralistik. Dalam konsep personalistik, penyakit disebabkan oleh makhluk supernatural
(makhluk gaib, dewa), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat ) dan manusia
(tukang sihir, tukang tenung). Penyakit ini disebut “ora lumrah“ atau “ora sabaene“ (tidak wajar /
tidak biasa). Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara gaib atau supernatural,
misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi personalistik jenis penyakit ini terdiri
dari kesiku, kebendhu, kewalat, kebulisan, keluban, keguna-guna, atau digawe wong, kampiran
bangsa lelembut dan lain sebagainya. Penyembuhan dapat melalui seorang dukun atau “wong
tuo“.
Pengertian dukun bagi masyarakat Jawa adalah yang pandai atau ahli dalam mengobati penyakit
melalui “Japa Mantera“, yakni doa yang diberikan oleh dukun kepada pasien. Ada beberapa
kategori dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing-masing:
a. Dukun bayi: khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang berhubungan dengan
kesehatan bayi , dan orang yang hendak melahirkan.

b. Dukun pijat / tulang (sangkal putung): Khusus menangani orang yang sakit terkilir, patah
tulang, jatuh atau salah urat.

c. Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna atau “digawa uwong“.
d. Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena kemasukan roh halus.

Sedangkan konsep naturalistik, penyebab penyakit bersifat natural dan mempengaruhi kesehatan
tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan racun, bisa, kuman atau kecelakaan. Di samping
itu ada unsur lain yang mengakibatkan ketidakseimbangan dalam tubuh, misalnya dingin, panas,
angin atau udara lembab. Oleh orang Jawa hal ini disebut dengan penyakit “Lumrah“ atau biasa.
Adapun penyembuhannya dengan model keseimbangan dan keselarasan, artinya dikembalikan
pada keadaan semula sehingga orang sehat kembali. Misalnya orang sakit masuk angin,
penyembuhannya dengan cara “kerokan“ agar angin keluar kembali. Begitu pula penyakit badan
dingin atau disebut “ndrodok” (menggigil, kedinginan), penyembuhannya dengan minum jahe
hangat atau melumuri tubuhnya dengan air garam dan dihangatkan dekat api .
2.1.2 Pengobatan Tradisional

Beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat Jawa yang tidak terlepas dari tumbuhan dan
buah-buahan yang bersifat alami adalah: daun dadap sebagai penurun panas dengan cara
ditempelkan di dahi. brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri, peredam panas,
dan penambah nafsu makan airnya diminum 2 kali sehari satu sendok makan, dapat ditambah
sedikit gula batu dan dapat juga digunakan sebagai penambah nafsu makan jahe untuk
menurunkan demam / panas , biasanya dengan diseduh lalu diminum ataupun dengan diparut dan
detempelkan di ibu jari kak.

Dalam perwatan bayi yanmg demam pada dasarnya bayi belum bias menerima minuman atau zat
tanaman seperti brotowali, maka di anjurkan ibu yang mengkonsumsi agar dapat tersalurkan
melalui asi. kecuali daun dadap bias dilaklukan menepelkan pada dahi bayi.
Contoh pengaruh positif dan negatf dalam budaya local

Dalam budaya lokal terdapat pengaruh negatif dan positif terhadap perawatan bayi
demam.

Berikut dampak negatif terhadap perawatan bayi demam menggunakan boreh dalam budaya
bali.

Boreh adalah semacam ramuan yang dikenal masyarakat Bali, dan merupakan warisan
leluhur dari jaman dulu. Boreh adalah ramuan yang dibuat halus yang dioleskan (Meboreh) pada
bagian tubuh tertentu, membiarkannya menjadi kering setelah itu mengoleskannya (mengurut)
untuk membersihkan lapiran boreh yang telah mengering tersebut tanpa menggunakan air.
Boreh ada bermacam macam dan biasanya dibuat untuk orang sakit. Misalnya Bayi yang sakit
pilek dan flu maka sang ibu terutama didaerah pedesaan akan membuat boreh untuk anaknya
yang terbuat dari beras, kencur dan cara membuatnya ada yang diulek ada juga dengan dikunyah
, lalu dibalurkan pada kaki, punggung dan kadang ditempelkan diatas kepala si bayi.

Dalam budaya bali memang banyak yang menggunakan cara ini tapi perawatan
menggunakan boreh juga memliki sisi negatif terhadap bayi yang mengalami demam, jika bayi
memiliki riwayat alergi atau kulit bayi rentan inveksi bayi akan mengalaim gatal dan kemerahan
pada kulit akibat terpapar boreh yang tidak cocok pada kulit bayi.

Berikut dampak positif terhadap perawatan bayi demam menggunakan boreh dalam
budaya bali

Boreh ada bermacam macam dan biasanya dibuat untuk orang sakit seperti demem flu yang
terbuat dari beras, kencur dan cara membuatnya ada yang diulek ada juga dengan dikunyah , lalu
dibalurkan pada tubuh bayi dari dahi, leher, kitiak, dada, perut, puggung, tangan, dan kaki pada
bayi yang mengalami demam.

Penggunaa boreh dalam budaya bali meiliki dampak positif karena cara pembuatan yang
tidak cukup mudah dan tidak membutuhkan banyak uang, penggunaan boreh dalam budaya bali
memang sudah dipercaya dalam perawatan bayi demam dan memberikan reaksi nyaman pada
bayi karena campuran kencur, beras dan air memberikan rasa segar pada tubuh bayi yang di
baluri.

PERAN PERAWAT DALAM KEPERAWATAN ANAK


1. Pemberi perawatan
Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan keperawatan kepada individu,
keluarga,kelompok atau masyarakat sesuai dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang
bersifat sederhana sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai pemberi perawatan
adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan dasar seperti memberi makan, membantu
pasien melakukan ambulasi dini.

1. Sebagai Advocat keluarga


Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk memebantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan daninfo rmasi yang diperlukan
untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapt ditunjukkan dengan memberikan
penjelasan tentang prosedur operasi yang akan di lakukan sebelum pasien melakukan operasi.

1. Pendidik
Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan kepada
klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainya. Salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku
merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat harus bisa berperan sebagai
pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan
tentang penanganan diare merupakan salah satu contoh peran perawat sebagai pendidik (health
educator)

1. Konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan
sehat sakitnya. Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan
tindakan keperawatan. Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada;
masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).

1. Kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain berupaya mengidentfikasi
pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat terhadap pelayanan yang
diperlukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai
professional pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh, perawat berkolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak dengan nefrotik syndrome. Perawat
berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik
pada anak yang menderita infeksi

1. Peneliti

Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (innovator) dalam ilmu keperawatan
karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkunganya.
Kegiatan ini dapat diperoleh diperoleh melalui penelitian. Penelitian, pada hakekatnya adalah
melakukan evalusai, mengukur kemampuan, menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana
efektifitas tindakan yang telah diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakan
orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan aspirasi
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu
mengikuti perkembangan memanfaatkan media massa atau media informasi lain dari berbagai
sumber. Selain itu perawat perlu melakukan penelitian dalam rangka mengembagkan ilmu
keperawatan dan meningkatkan praktek profesi keperawatan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian
profesional yang beragpam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat
erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah
sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari
berbagai aspek (6). Definisi WHO (1981): Health is a state of complete physical,
mental and social well-being, and not merely the absence of disease or infirmity.
Berikut dampak 17egative terhadap perawatan bayi demam menggunakan
boreh dalam budaya bali. Boreh adalah semacam ramuan yang dikenal
masyarakat Bali, dan merupakan warisan leluhur dari jaman dulu.
Berikut dampak positif terhadap perawatan bayi demam menggunakan boreh
dalam budaya bali. Penggunaa boreh dalam budaya bali meiliki dampak positif
karena cara pembuatan yang tidak cukup mudah dan tidak membutuhkan banyak
uang, penggunaan boreh dalam budaya bali memang sudah dipercaya dalam
perawatan bayi demam dan memberikan reaksi nyaman pada
Peran perawat dalam keperawatan anak
1. Pemberi perawatan
2. Sebagai Advocat keluarga
3. Pendidik
4. Konseling
5. Kolaborasi
6. Peneliti
DAFTAR PUSTAKA

Entjang Indan. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakthi

Murwani, Arita, S.kep. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogjakarta: Fitramaya

Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai

  • Berfikir PDF
    Berfikir PDF
    Dokumen12 halaman
    Berfikir PDF
    santi
    Belum ada peringkat
  • Tugas UGD
    Tugas UGD
    Dokumen21 halaman
    Tugas UGD
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Gadar
    Gadar
    Dokumen11 halaman
    Gadar
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Aplikasi Konsep Perilaku Dalam Asuhan Keperawatan: Kelompok 8
    Aplikasi Konsep Perilaku Dalam Asuhan Keperawatan: Kelompok 8
    Dokumen14 halaman
    Aplikasi Konsep Perilaku Dalam Asuhan Keperawatan: Kelompok 8
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • WOC
    WOC
    Dokumen6 halaman
    WOC
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen37 halaman
    Bab 2
    Iik Blegedes
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen4 halaman
    Kasus
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • 1766 6587 1 PB
    1766 6587 1 PB
    Dokumen7 halaman
    1766 6587 1 PB
    Mega Rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen37 halaman
    Bab 2
    Iik Blegedes
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen4 halaman
    Kasus
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Gawat Darurat
    Gawat Darurat
    Dokumen10 halaman
    Gawat Darurat
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • BTLS
    BTLS
    Dokumen54 halaman
    BTLS
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen13 halaman
    Makalah
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen6 halaman
    Makalah
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Bls
    Bls
    Dokumen11 halaman
    Bls
    NoviPrincessCandyCandy
    Belum ada peringkat
  • LP Persalinan Normal
    LP Persalinan Normal
    Dokumen22 halaman
    LP Persalinan Normal
    Dewi Pradnyani
    100% (4)
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen5 halaman
    Jurnal
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Indra
    Indra
    Dokumen24 halaman
    Indra
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • LP Partus Normal
    LP Partus Normal
    Dokumen25 halaman
    LP Partus Normal
    TrisaBeo
    Belum ada peringkat
  • Bcls
    Bcls
    Dokumen8 halaman
    Bcls
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Aplikasi Konsep Perilaku Manusia Dalam Hal Psikomotor
    Aplikasi Konsep Perilaku Manusia Dalam Hal Psikomotor
    Dokumen21 halaman
    Aplikasi Konsep Perilaku Manusia Dalam Hal Psikomotor
    Yayuk I. L.
    100% (1)
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen13 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Berfikir PDF
    Berfikir PDF
    Dokumen12 halaman
    Berfikir PDF
    santi
    Belum ada peringkat
  • Carpet
    Carpet
    Dokumen11 halaman
    Carpet
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Transkultur
    Transkultur
    Dokumen11 halaman
    Transkultur
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen29 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Konsep Asuhan Keperawatan Pada Inversio Uteri: Kelompok 6
    Konsep Asuhan Keperawatan Pada Inversio Uteri: Kelompok 6
    Dokumen6 halaman
    Konsep Asuhan Keperawatan Pada Inversio Uteri: Kelompok 6
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat
  • Askep
    Askep
    Dokumen8 halaman
    Askep
    rai
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen13 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Putu Suartini
    Belum ada peringkat