Chapter II PDF
Chapter II PDF
2.1 Konsep
Ramlan (1983 : 48) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik
terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok
kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk
kata atau pokok kata baru. Misalnya kata minuman. Kata ini terdiri dari dua unsur,
ialah minum yang merupakan kata dan –an yang merupakan satuan terikat. Maka
morfem –an diduga merupakan afiks. Setiap afiks berupa satuan terikat, artinya
dalam tuturan biasa tidak dapat berdiri sendiri, dan secara garamatikal selalu melekat
pada satuan lain. Afiks-afiks yang terletak di lajur paling depan disebut prefiks
karena selalu melekat di depan bentuk dasar; yang terletak di jalur tengah disebut
infiks karena selalu melekat di tengah bentuk dasar, dan yang terletak di lajur
belakang disebut sufiks karena selalu melekat di belakang bentuk dasar. Ketiga
macam afiks itu biasa juga disebut awalan, sisipan, dan akhiran (Ramlan, 1983 : 50).
Menurut Cahyono (1995 : 141) morfem terikat itu ialah afiks. Morfem ini
tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memiliki arti sebelum melekat pada satuan lain.
pembubuhan akhir, dan pembubuhan terbelah (Parera, 1988 dalam Cahyono, 1995 :
145). Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat Fromkin dan Rodman (1998:519
Sementara itu, Muslich (2008 : 41) mengemukakan bahwa afiks ialah bentuk
kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal, yang merupakan unsur
langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang memiliki
Afiksasi (affixation) adalah penambahan dengan afiks (affix). Afiks itu selalu
berupa morfem terikat, dan dapat ditambahkan pada awal kata (prefiks; prefix) dalam
proses yang disebut prefiksasi (prefixation), pada akhir kata (sufiks; suffix) dalam
proses yang disebut sufiksasi (suffixation), untuk sebagian pada awal kata serta untuk
sebagian pada akhir kata (konfiks, ambifiks, atau simulfiks; confix, ambifix, simulfix)
ambifixation, simulfixation), atau di dalam kata itu sendiri sebagai suatu “sisipan”
(infiks; infix) dalam proses yang disebut infiksasi (infixation) (Verhaar, 1988 : 60).
leksem menjadi kata kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2)
menjadi kategori tertentu, sehingga berstatus kata (atau bila telah berstatus kata
berganti kategori), (3) sedikit banyak berubah maknanya (1996 : 28). Selanjutnya ia
menambahkan bahwa proses afiksasi bukanlah hanya sekadar perubahan bentuk saja,
melainkan juga pembentukan leksem menjadi kelas kata tertentu (1996 : 32). Jenis
ajektiva atau kelas kata lain. Contoh berikut terdapat dalam bahasa
e. Konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka bentuk dasar
dan satu di belakang bentuk dasar; dan berfungsi sebagai salah satu
morfem terbagi.
Proses afiksasi dimungkinkan oleh dua hal pokok yaitu adanya afiks
(imbuhan) dan bentuk dasar. Proses pembubuhan afiks (afiksasi) ialah peristiwa
pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar (Muslich,
2008 : 38). Menurutnya, segala morfem imbuhan, baik imbuhan awal (prefiks),
imbuhan tengah (infiks), imbuhan akhir (sufiks), maupun imbuhan terbelah (konfiks
Bahasa Nias merupakan salah satu bahasa yang digunakan oleh sekelompok
Sumatera yang dikenal dengan nama Pulau Nias. Dalam wikipedia (2010) dikatakan
bahwa Pulau Nias disebut dengan istilah Tanö Niha yang berasal dari kata Tanö
Penduduk asli pulau Nias dikenal dengan sebutan suku Nias. Suku Nias
adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih
tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö, yang mengatur segala segi
Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik (suatu istilah yang
batu-batu besar). Hal ini dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada
batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai
sekarang.
utamanya hingga saat ini. Hal tersebut didukung oleh alam Nias yang menawarkan
komunikasi. Bahasa yang dikenal dengan ciri khasnya yang tidak memiliki konsonan
di akhir fonem ini juga merupakan bahasa pertama bagi anak-anak. Namun, dengan
penduduk yang semakin dinamis dan perkembangan teknologi yang sekarang bisa
menjalar ke pelosok-pelosok.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi struktural.
Morfologi struktural merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji struktur
dan proses pembentukan kata. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk
kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun
fungsi semantik (Ramlan, 1983 : 16). Ilmu morfologi menyangkut struktur “internal”
(Verhaar, 2001 : 11). Verhaar (2001) juga berpendapat bahwa cabang yang namanya
gramatikal. Morfologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji bentuk bahasa
serta pengaruh perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata. Sasaran
pengkajian dalam morfologi ialah kata dan morfem (Cahyono, 1995 : 140).
yang satu dengan morfem yang lain disebut proses morfologis. Pembentukan kata-
kata ini melalui beberapa proses yaitu proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses
pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal
variasi fonem maupun tidak. Proses pemajemukan ialah penggabungan dua kata yang
pembubuhan afiks. Hal ini sejalan dengan topik yang diteliti oleh peneliti, yaitu
proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar,
a. Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut
“prefiksasi”.
penyatu; prefiks {ke-} dalam kedua, ketiga; prefiks {se-} seperti dalam
disebut “ sufiksasi”.
Contoh: sufiks {-an}, seperti dalam akhiran dan tuntutan, {-wan} dan {-
wati} seperti dalam wartawan dan wartawati; {-ku}, {-mu} dan {-nya}
Proses pembubuhan afiks pada morfem lain sering diikuti dengan perubahan-
perubahan fonem. Perubahan itu bisa berupa perubahan fonem ke fonem lain,
penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Contoh: morfem afiks {meN-} yang
memiliki tiga fonem, yaitu /m/, /e/, dan /N/, setelah bergabung dengan bentuk dasar
potong, fonem /N/ berubah menjadi /m/, sehingga pertemuan itu menghasilkan kata
memotong. Dengan demikian, pada proses morfologis itu terjadi pula proses
morfofonemis yang berupa perubahan fonem, yaitu perubahan fonem /N/ menjadi
Proses pembubuhan afiks meliputi fungsi dan arti. Fungsi ialah kemampuan
morfem untuk membentuk kelas kata tertentu (Muslich, 2008 : 94). Dalam hal ini,
yang dimaksud dengan morfem yang membentuk kelas kata itu adalah morfem
imbuhan.
Contoh 1:
Bentuk dasar gergaji yang berkelas kata benda apabila mendapatkan morfem
imbuhan {meN-} akan menjadi kelas kata kerja (menggergaji). Dari contoh ini
dapat diketahui bahwa prefiks {meN-} berfungsi untuk membentuk kata kerja.
Bentuk dasar malas yang berkelas kata sifat apabila mendapatkan morfem
imbuhan {peN-} akan menjadi kelas kata benda (pemalas). Dari contoh ini dapat
Contoh 3:
Bentuk dasar makan yang berkelas kata kerja apabila mendapatkan morfem
imbuhan {-an} akan menjadi kelas kata benda (makanan). Dari contoh ini dapat
Contoh 4:
Bentuk dasar wibawa yang berkelas kata benda apabila mendapatkan morfem
imbuhan {ber-} akan menjadi kelas kata sifat (berwibawa). Dari contoh ini dapat
Contoh 5:
Bentuk dasar lelah yang berkelas kata sifat apabila mendapatkan morfem
imbuhan {ke-an} akan menjadi kelas kata kerja (kelelahan). Dari contoh ini dapat
Contoh 6:
Bentuk dasar ikat yang berkelas kata kerja apabila mendapatkan morfem
imbuhan {ter-} akan menjadi kelas kata sifat (terikat). Dari contoh ini dapat
dapat menyebabkan perubahan golongan kata. Perubahan golongan kata ini dapat
berupa perubahan dari golongan kata benda menjadi kata kerja ataupun sebaliknya,
dari golongan kata sifat menjadi kata benda ataupun sebaliknya, dan dari golongan
Perubahan-perubahan tersebut tentu saja tidak terlepas dari imbuhan yang melekati
Arti atau nosi adalah arti yang ditimbulkan oleh proses afiksasi. Arti ini
timbul sebagai akibat bergabungnya morfem satu dengan yang lain. Muslich (2008 :
66) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan arti pada pembicaraan ini bukanlah
arti suatu kata yang terdapat dalam kamus, arti leksikal, tetapi arti sebagai akibat
bergabungnya morfem satu dengan yang lain, arti struktural atau arti gramatikal.
Jika fungsi gramatik disebut sebagai fungsi, maka fungsi semantik disebut
sebagai arti atau nosi dalam proses pengimbuhan morfem. Arti morfem imbuhan
selalu bergantung pada kelas kata bentuk dasarnya. Selain itu, arti morfem imbuhan
Contoh 1:
Contoh 2:
Contoh 3:
meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Menurutnya, terdapat perbedaan dan
Namun, penelitiannya dibatasi pada afiks yang produktif saja, seperti prefiks, sufiks,
dan konfiks.
Minangkabau yang melingkupi bentuk, distribusi, fungsi dan nosi dari prefiks
tersebut.
Selain itu, dalam skripsi yang berjudul “Morfologi Bahasa Jawa Dialek
Gebang” (1981), Deliana meneliti morfologi dalam bahasa Jawa dialek Gebang yang
Prefiks Bahasa Nias dengan Prefiks Bahasa Pakpak Dairi” membahas persamaan
dan perbedaan prefiks antara kedua bahasa tersebut. Penelitian ini kemudian
dilanjutkan oleh Siahaan (1986) dalam skripsi yang judulnya sama, tetapi dengan
penguraian yang agak berbeda dari peneliti sebelumnya. Menurut Purba prefiksasi
adalah proses pembubuhan afiks atau imbuhan di depan kata dasar/pelekatan kepada
kata dasar dan membentuk kesatuan arti, sedangkan menurut Siahaan prefiksasi ialah
proses penambahan prefiks di awal bentuk dasar. Dari kedua skripsi tersebut
dijelaskan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antara prefiks bahasa Nias
dengan prefiks bahasa Pakpak Dairi. Prefiks dalam bahasa Nias terdiri atas /maN-/,
/mo-/, /me-/, /mu-/, /la-/, /i-/, /te-/, /faN-/, /fa-/, /aN-/, /a-/, /da-/, /saN-/, sedangkan
prefiks dalam bahasa Pakpak Dairi terdiri atas /meN-/, /i-/, /ter-/, /pe-/, /per-/, /me-/,
Bahasa Nias dengan Bahasa Dairi”. Menurutnya prefiks dalam bahasa Nias terdiri
atas /mo-/, /fa-/, /me-/, /faN-/, /maN-/, /i-/, /te-/, /mu-/, /saN-/, /da-/, /la-/, /a-/, /aN-/,
sedangkan prefiks bahasa Pakpak Dairi terdiri atas /men-/, /ter-/, /me-/, /pe-/, /per-/,
/i-/, /ki-/, /se-/, /N-/. Prefiks dari kedua bahasa tersebut memiliki persamaan dan
proses morfofonemik yang terjadi dalam prefiksasi kedua bahasa yang ditelitinya.
Selain itu, pemakaian lambang morfem dalam skripsi tersebut kurang tepat karena
dari pengamatan peneliti adalah setiap kata ‘prefiks’ dalam skripsi tersebut selalu
Butet Popy (1987), dalam skripsinya yang berjudul “Afiksasi Bahasa Pesisir
Sibolga” membahas tentang afiksasi yang terdapat dalam bahasa Pesisir Sibolga.
Menurutnya afiks atau imbuhan ialah bentuk linguistik yang dapat melekat pada
antara Bahasa Batak Karo dengan Bahasa Nias” membahas perbedaan dan
persamaan afiksasi antara kedua bahasa tersebut. Penelitiannya dibatasi pada prefiks,
infiks, dan sufiks. Sembiring menjelaskan bahwa afiksasi adalah pembubuhan afiks
bentuk dan arti. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa prefiks dalam bahasa Nias terdiri
atas /man-/, /me-/, /mo-/, /mu-/, /la-/, /i-/, /te-/, /fan-/, /fa-/, /an-/, /da-/, /san-/, /a-/;
infiks hanya satu, yaitu /-ga-/; sufiks terdiri atas /-o/, /-go/, /-fo/, /-ni/, /-si/, /-ma/, /-i/,
/-so/, /-ta/, /-wa/, /-to/, /-nia/, /-la/, /-sa/, /-a/. Menurutnya terdapat persamaan dan
skripsi ini dijelaskan proses afiksasi yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks
sedangkan penelitian Sembiring dibatasi pada prefiks, infiks dan sufiks saja. Dalam
skripsi Sembiring dibandingkan dua bahasa sedangkan pada penelitian ini tidak ada
perbandingan dua bahasa. Selain itu, dalam skripsi ini diuraikan proses
Karya Nh. Dini (1994), Harsani mengkaji proses morfologis pada novel tersebut
Bahasa Angkola” membahas tentang morfologi kata kerja bahasa Angkola yang
meliputi ciri morfologis, sintaksis, semantis, dan bentuk kata kerja. Ia juga
Perbandingan prefiks antara dua bahasa dilakukan oleh Siagian (2009) dalam
Bahasa Batak Toba”. Ia membandingkan antara prefiks bahasa Indonesia dan prefiks
bahasa Batak Toba dengan menjelaskan persamaan dan perbedaan prefiks dari kedua
bahasa tersebut.
khususnya afiksasi, mencakup jenis-jenis afiks itu sendiri serta hal-hal yang meliputi
proses pengimbuhannya, seperti bentuk afiks, distribusi afiks, juga fungsi dan makna
afiks tersebut. Hasil penelitian tersebut dapat menjadi informasi dan acuan bagi
Dalam penelitian ini, peneliti sendiri mengkaji tentang afiksasi dalam bahasa
Nias dialek Gunungsitoli yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Proses
pembubuhan afiks dalam bahasa Nias ini mencakup bentuk, distribusi, fungsi, dan
nosi.