Anda di halaman 1dari 5

Abad ke-21 disebut sebagai era-nya teknologi.

Perubahan cepat terjadi dan seseorang harus dapat


beradaptasi dengan hal tersebut dengan memiliki kemampuan untuk mendukung keadaan tersebut.
ACTS (n.d) menyatakan kemampuan abad ke -21 dikategorikan ke dalam 4 kategori besar, yaitu: pertama,
cara berpikir, yaitu kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan belajar.
Kedua, cara kerja, yaitu komunikasi dan kolaborasi. Ketiga, alat untuk bekerja, yaitu teknologi informasi
dan komunikasi (ICT) dan literasi informasi. Keempat, keterampilan untuk hidup di dunia, yaitu
kewarganegaraan, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial. Kemampuan-
kemampuan tersebut menuntut manusia untuk dapat berkolaborasi dan berhubungan dengan cepat
dengan sesama.

Kemampuan yang disebutkan di atas merupakan bekal orang dewasa dalam menghadapi kehidupan
nyata. Banyaknya keterampilan yang diperlukan, maka seyogyanya sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan formal melatihkan peserta didik keterampilan-keterampilan tersebut. Tidak berarti
kemampuan dalam tingkatan kompleks, tetapi tingkat dasar yang kuat. Karena peserta didik tingkat
dasar dan menengah tidak dengan sendirinya berkembang tetapi perlu dilatihkan agar siap menghadapi
situas kehidupan nyata di masa yang akan datang. Oleha karena itu, para stakeholders (orang tua, guru,
pemerintah) perlu untuk mengetahui seberapa jauh sistem pendidikan mereka dalam mempersiapkan
siswanya untuk situasi kehidupan nyata. Salah satu kemampuan yang memang mewakili kemampuan-
kemampuan diabad 21 adalah kemampuan literasi sains, selain itu literasi sains juga merupakan
kemampuan yang dibutuhkan oleh orang dewasa untuk mengembangkan diri dan mendapatkan
perkerjaan. Seperti yang diungkapkan oleh NSES (NRC,1996) literasi sains merupakan kemampuan
esensial yang diperlukan orang dewasa untuk memberdayakan pribadi; memperoleh & melaksanakan
pekerjaan; berpartisipasi dalam kehidupan sos-bud-pol. Sehingga pengetahuan dan keterampilan yang
harus diberikan dari kecil agar menjadi orang yang melek sains, dimana keterampilannya dapat
digunakan, dan perlu dikembangkan untuk

kebutuhan sendiri. Sehingga dapat kita sadari apabila literasi sains ini merupakan keterampilan yang
menjadi salah satu fokus yang diukur dalam TIMSS dan PISA adalah keterampilan literasi sains. Literasi
sains memang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa-siswi dizaman sekarang. Selain itu alasan yang
melatarbelakangi hal tersebut yaitu:

1. Negara-negara berkembang yang sekarang maju baik dari segi teknologi, ekonomi, dan
pendidikannya telah menggunakan literasi sains seudah sejak lama. Seperti di Amerika, melalui projek
2061 (For All American: 1989) yang merupakan hasil riset untuk membuat standar pendidikan sains di
Amerika. Membelajarkan literasi sains di Amerika yang berfokus pada pencapaian literasi sains.
Kemudian di Australia literasi sains dijadikan tujuan pendidikan sains di Australia. Sedangkan di Cina
sudah diberlakukan sejak 5 tahun silam dengan tujuan 15 tahun kedepan jumlah penduduk yang melek
sains meningkat pesat.

2. Faktor-faktor yang berkembang di negara tertentu:


a. Pemahaman IPA menawarkan pemenuhan personal dan kegembiraan, keuntungan nuntuk
dibagikan dengan siapapun.

b. Negara-negara dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan dikehidupannya yang memerlukan


informasi ilmiah.

c. Cara berpikir ilmiah yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang berpengaruh terhadap
kepentingan orang banyak.

d. Pemahaman dalm IPA dan kemampuan dalam IPA yang diperlukan untuk perkembangan siswa
dalam memegang peranan penting dan produktif dimasa depan. Masyarakat membutuhkan pekerja
pemula yang siap kerja.

Saat ini, mutu pendidikan Indonesia paling lemah dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura, dan
Malaysia. Parameter umum sering yang digunakan adalah HDI (Human Index Development), PISA, dan
TIMSS (Rahiem, 2012). HDI ini melihat empat komponen, yaitu pendidikan, harapan hidup, dan satuan
harapan hidup. Indonesia pada 2013 berada di urutan 121 dari 185 negara (HDI Indonessia Naik Tiga
Peringkat, 2013). Capaian dalam HDI ini berada di bawah Negara tetangga seperit Malaysia, Singapura,
dan Thailand. Namun, hasil yang lebih khusus menilai mutu pendidikan adalah hasil PISA dan TIMSS.

Iklan

Perkembangan teknologi menjadi ciri tersendiri untuk abad ke-21, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) telah membawa pengaruh terhadap perkembangan dunia pendidikan di Indonesia.
Kondisi yang dialami bangsa Indonesia saat ini adalah belum banyaknya sumber daya manusia (SDM)
yang mampu mengikuti kemajuan IPTEK secara optimal. SDM yang dibutuhkan untuk bisa bersaing di era
globalisasi adalah SDM yang berkualitas, mampu berkompetisi secara global baik dari segi pikiran,
keahlian, maupun keterampilan. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas tentu erat kaitannya dengan
pendidikan yang berperan dalam melahirkan generasi penerus bangsa yang mampu berkompetisi di
dunia Internasional karena pendidikan berkontribusi besar dalam mempersiapkan kader bangsa.

Literasi Sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi


pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat
keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas
manusia (Firman, 2007). Literasi IPA (Scientific Literacy) didefinisikan sebagai kapasitas untuk
menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan
fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi karena
aktivitas manusia (OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003), literasi sains penting untuk dikuasai
oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan,
ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung
pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan hasil studi literasi sains yang diadakan oleh PISA (Programme for International Student
Assessment), tergambar bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam bersaing di tingkat Internasional
masih harus lebih ditingkatkan. Dalam beberapa periode tahun terakhir ini Indonesia menempati
peringkat bawah di antara negara-negara peserta studi literasi lainnya. Siswa Indonesia dengan
pencapaian skor literasi sains sekitar 400 poin berarti baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah
berdasarkan fakta sederhana (seperti nama, fakta, istilah, rumus sederhana) dan menggunakan
pengetahuan ilmiah umum untuk menarik atau mengevaluasi suatu kesimpulan.

Pembelajaran di sekolah melalui pelajaran IPA diharapkan dapat mengembangkan kemampuan


siswa menghadapi kemajuan IPTEK dengan literasi sains, berawal dari kurikulum di sekolah. Perubahan
kurikulum di Indonesia terjadi karena konsekuensi logis perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Dapat dikatakan bahwa kurikulum
merefleksikan dan merupakan produk pada suatu zaman. Hal ini bisa terlihat ketika mulai terdengar
istilah literasi sains untuk menghadapi permasalahan global, maka beberapa negara kemudian
menjadikan literasi sains sebagai tujuan kurikulum saat itu dan sampai saat ini.

Pembelajaran IPA perlu diimplementasikan dengan memperhatikan literasi sains yang ditandai
dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yaitu proses, produk dan sikap. PISA (2000)
menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu: (1) mengenal pertanyaan
ilmiah; (2) mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah; (3) menarik dan
mengevaluasi kesimpulan; (4) mengkomunikasikan kesimpulan yang valid; (5) mendemonstrasikan
pemahaman terhadap konsep-konsep sains. Tiga dimensi dalam sains atau IPA yaitu IPA sebagai proses,
IPA sebagai produk dan pengembangan sikap.

Adapun penjelasan dari tiga dimensi tersebut yaitu : IPA sebagai proses artinya siswa diharapkan
memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang
diperolehnya untuk menjelaskan masalah dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
dengan menggunakan metode ilmiah, yaitu mengindentifikasi masalah, merumuskan masalah,
menyusun hipotesis, merancang percobaan, melakukan eksperimen, menganalisis data dan menarik
kesimpulan. IPA sebagai produk artinya, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep sains dan
keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. IPA dalam pengembangan sikap artinya siswa diharapkan
mempunyai minat untuk mmpelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab.

Penguasaan kemampuan literasi sains dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pendekatan
atau metode pembelajaran sains yang digunakan oleh guru dalam membangun konsep pembelajaran.
Pembelajaran yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu siswa terkait topik pembelajaran dan
mendorong semangat siswa untuk memecahkan masalah yang disajikan guru diyakini mampu
membangun keterampilan proses sains yang merupakan bagian dari aspek kompetensi literasi sains.
Salah satu metode pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran sains adalah metode praktikum yang
menggunakan langkah-langkah metode ilmiah dalam membangun konsep pengetahuan.

Melalui kegiatan praktikum yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPA, akan melatih siswa
terbiasa untuk bisa merencanakan pembelajarannya, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi
pembelajarannya secara mandiri. Jadi, kemampuan literasi sains siswa pada aspek pengetahuan dan
kompetensi sains dapat dioptimalkan melalui penerapan pembelajaran berbasis kegiatan praktikum.

Kemampuan literasi sains juga mencakup kemampuan dalam memahami NOS (Nature of Science)
yang sejalan dengan konsep keterampilan inkuiri sains seperti merancang percobaan, mengumpulkan
dan menganalisis data, dan menggambar kesimpulan yang ditarik berdasarkan bukti ilmiah (Mc. Donald
& Dominguez dalam Salamon, 2007). Pembelajaran inkuiri ini juga sejalan dengan pembelajaran berbasis
konstruktivisme yang juga berpotensi untuk bisa mendorong munculnya berbagai keterampilan yang
dibutuhkan untuk bisa menguasai kemampuan literasi sains. Pembelajaran berbasis konstruktivisme
memfasilitasi siswa untuk bisa mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri dalam hubungannya dengan
dunia nyata.

Penerapan literasi sains dalam pembelajaran IPA di sekolah harus melalui kegiatan-kegiatan ilmiah
yang mencakup tiga komponen penting yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai produk dan pengembangan
sikap. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran di sekolah harus mendukung kemampuan literasi sains
siswa seperti praktikum, pembuatan karya ilmiah, problem solving, diskusi ilmiah dan lain sebagainya.

Literasi sains (Scientific Literacy) merupakan hal yang penting untuk dikuasai karena aplikasinya
yang luas dan hampir di segala bidang. Negara-negara maju terus berupaya meningkatkan kemampuan
literasi sains generasi muda dengan harapan agar bisa lebih kompetitif terutama dalam dunia kerja
global. Konsep literasi sains mengharapkan siswa untuk memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap
diri dan lingkungannya dalam menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari dan mengambil
keputusan berdasarkan pengetahuan sains yang telah dipahaminya.

Oleh karena itu agar siswa dapat meningkatkan penguasaan materi sains, kecakapan hidup,
kemampuan berpikir, dan kemampuan dalam melakukan proses-proses sains pada kehidupan nyata baik
sebagai individu, sosial dan masyarakat dunia, dan juga untuk mempersiapkan siswa menghadapi
kehidupan yang modern dengan perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat literasi sains
sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran sekolah – sekolah di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai