Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Islam. Kedua
komponen ini saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan
pendidikan yang diinginkan.

Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat
tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun
tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun.
Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya,
sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya

Berkaitan dengan hal di atas, maka peseta didik dalam pendidikan Islam memiliki aspek-aspek
penting yang perlu kita kaji dan kembangkan dalam kajian pendidikan. Oleh karena itu, pada
pembahasan kali ini kami akan menjelaskan tentang pengertian peserta didik dalam pendidikan
Islam, dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, dan keterbatasan dan kemungkinan
keberhasilan pendidikan, serta keutamaan dan etika dalam belajar dalam Pendidikan Agama
Islam.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari peserta didik dalam islam?


2. Aspek apa saja yang menjadi dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan?
3. Bagaimana keterbatasan dan kemungkinan keberhasilan dalam pendidikan?
4. Bagaimana keutamaan dan etika dalam belajar ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian dari peserta didik dalam pendidikan Islam..
2. Mengetahui aspek apa saja yang menjadi dasar kebutuhan anak untuk memperoleh
pendidikan.
3. Mengetahui tentang keterbatasan dan kemungkinan keberhasilan dalam pendidikan.
4. Mengetahui keutamaan dan etika dalam belajar.

1.4 Manfaat Penulisan

1
1. Dapat memberikan informasi tentang pengertian dari peserta didik dalam pendidikan
Islam.
2. Dapat memberikan informasi tentang aspek apa saja yang menjadi dasar kebutuhan anak
untuk memperoleh pendidikan.
3. Dapat memberikan informasi tentang keterbatasan dan kemungkinan keberhasilan
pendidikan.
4. Dapat memberikan informasi tentang keutamaan dan etika dalam belajar.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian peserta didik dalam islam

2
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara
terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan,
perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk
kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta
didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan
baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.

Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk
menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik. Peserta didik
cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang
dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-
kanak. Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya
di sekolah (pendidikan formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti Majelis
Taklim, Paguyuban, dan sebagainya.

Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi,
murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual
(mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedangkan menurut
istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya
untuk mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik
pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut
dengan mahasiswa.

Peserta didik adalah amanat bagi para pendidiknya. Jika ia dibiasakan untuk melakukan
kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhiratlah kedua orang tuanya dan juga setiap mu’alim dan murabbi yang
menangani pendidikan dan pengajarannya. Sebaliknya, jika peserta didik dibiasakan melakukan
hal-hal yang buruk dan ditelantarkan tanpa pendidikan dan pengajaran seperti hewan ternak yang
dilepaskan beitu saja dengan bebasnya, niscaya dia akan menjadi seorang yang celaka dan
binasa.

Sama halnya dengan teori barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi
kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik
merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk
menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah
peserta didik di sekolah, dan umat beragama menjadi peserta didik masyarakat sekitarnya, dan
umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.

Dengan demikian dalam konsep pendidikan Islam, tugas mengajar, mendidik, dan memberikan
tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih surga. Sebaliknya, menelantarkan hal tersebut

3
berarti sama dengan mejerumuskan diri ke dalam neraka. Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas
ini, terlebih lagi Nabi bersabda:

‫أبمكسرهممواابمببناَبءهكمم بوأبمحسسنهموا اببدببههمم‬

“Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik” (hadits diketengahkan oleh Ibnu
Majah 2/1211, tetapi Al-Albani menilainya dha’if)

Menurut Langeveld anak manusia itu memerlukan pendidikan, karena ia berada dalam keadaan
tidak berdaya (hulpeoosheid). Dalam Al-Quran dijelaskan:

‫طوسن أهلمبهاَتسهكمم بل تبمعلبهموبن بشميئئاَ بوبجبعبل لبهكهم اللسممبع بواملبمب ب‬


‫صاَبر بواملبمفئسبدةب لببعللهكمم تبمشهكهروبن‬ ‫اه أبمخبربجهكمم سممن به ه‬
‫بو ل‬

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.(QS. An-Nahl:
78)

Peserta didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari
pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah
sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan
agama peserta didik.

Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW., yang berbunyi:

(‫صبرانسسه ابمويهبمججبساَنسسه )رواه مسلم‬ ‫بماَسممن بممولهمودد اسلليهمولبهدعُلببى املفس م‬


‫طبرسة فباَ ببببواهه يههبجوبداسن ابمويهنب ج‬

Artinya: “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk
percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama
Yahudi, Nasrani, Majusi (HR. Muslim)

Menurut hadis ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah yang
disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadis itu adalah potensi. Potensi adalah
kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah-ibu dalam hadis ini
adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah,
menurut hadis ini, yang menentukan perkembangan seseorang.

Manusia mempunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyak potensi yang
dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu kecenderungan
menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Kecenderungan
beragama termasuk ke dalam kecenderungan menjadi baik.

Firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30:

‫ك الجديهن املقبيجهم بولبسكلن أبمكثببر اللناَ س‬


‫س بل يبمعلبهموبن‬ ‫س بعُلبميبهاَ بل تبمبسديبل لسبخمل س‬
‫ق ل‬
‫اس بذلس ب‬ ‫اس اللستيِ فبطببر اللناَ ب‬ ‫ك سللجديسن بحسنيئفاَ فس م‬
‫طبرةب ل‬ ‫فبأ بقسمم بومجهب ب‬

4
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30)

Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah
beragama, dan kemudian bergantung kepada para pendidiknya dalam mengembangkan fitrah itu
sendiri sesuai dengan usia anak dalam pertumbuhannya. Dasar-dasar pendidikan agama ini harus
sudah ditanamkan sejak peserta didik itu masih usia muda, karena kalau tidak demikian
kemungkinan mengalami kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang
diberikan pada masa dewasa. Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil
dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
peserta didik, seperti disebutkan dalam hadits Nabi:

(‫س بعُلبى قهلهموبسسهمم )الحديث‬


‫بخاَسطبهوااللناَ ب‬

“Berbicaralah kepada orang lain sesuai dengan tingkat perkembangan akalnya” (Al-Hadits)

2.2 Dasar-dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan

Secara koodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar koodrati
ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup
di dunia ini.

Rasulullah SAW bersabda:

َ،‫صرانسسه أو يهبمججبساَنسسه بكبماَ تبمنتبهح املببسهميبمةه ببسهميبمةه بجممبعاَهء هبمل تهسحسِسموبن سممن بجمدبعُاَبء‬ ‫بماَ سممن بممولهمودد إسلل يهمولبهد بعُبلى املفس م‬
‫طبرسة فبأ ببببواهه يههبجودانسسه أو يهنب ج‬
( ‫ ) رواه مسلم‬.‫ك الجدميهن املقبيجهم‬ ‫ق ا س ذل س ب‬‫س بعُلبميهب لب تبمبسدميبل لسبخمل س‬‫طبر اللناَ ب‬‫طبرسة اس اللتيِ فب ب‬‫َ بوامقبرهؤما إسمن سشمئتهمم فس م‬،‫ثهلم يبقهموهل أبو ههبرميبربة‬

Artinya : “Tiadalah seorang yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka akibat kedua
orang tuanyalah yang me-Yahudikannya atau me-Nasranikannya atau me-Majusikannya.
Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna, apakah kamu lihat binatang itu
tiada berhidung dan bertelinga? Kemudian Abu Hurairah berkata, apabila kamu mau bacalah
lazimilah fitrah Allah yang telah Allah ciptakan kepada manusia di atas fitrah-Nya. Tiada
penggantian terhadapo ciptaan allah. Itulah agama yang lurus (Islam).” (HR. Muslim)

Allah berfirman:

Artinya : “Tuhan itu melahirkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun.”(Q.S. An-Nahl: 78)

Dari hadis dan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa manusia itu untuk dapat menentukan status
manusia sebagaimana mestinya adalah harus mendapatkan pendidikan. Dalam hal ini jika
diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek yang antara lain dapat dikemukakan
sebagai berikut:

5
1.Aspek pedagogis

Dalam aspek ini, para ahli didik memandang manusia sebagai animal educandum: makhluk yang
memerlukan pendidikan. Dalam hal ini manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya
binatang yang dapat dididik. Sedangkan binatang pada umumnya adalah tidak dapat dididik,
melainkan hanya dilatihj secara dressur, artinya mengetrjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak
berubah.

2.Aspek Sosiologis dan Kultural

Menurut ahli sosiologi pada prinsipnya, manusia adalah homosocius, yaitu makhluk yang
berwatak dan berkemampuan dasar atau yang memiliki garizah (instink) untuk hidup
bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial manusia harus memiliki tanggung jawab sosial (social
responsibility) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (inter relasi) dan
saling pengaruh mempengaruhi.

3.Aspek Tauhid

Aspek tauhid ini adalah aspek yang mengakui bahwa manusia itu adalah makhluk yang ber-
Ketuhanan yang menurut istilah ahli disebut homo divinous (makhluk yang percaya adanya
Tuhan) atau disebut juga homo religoius artinya makhluk yang beragama. Adapun kemampuan
dasar yang menyebabkan manusia menjadi makhluk yang ber-Ketuhanan atau beragama adalah
karena di dalam jiwa manusia terdapat instink yang disebut instink religious atau garizah
Diniyah.

2.3 Keterbatasan Dan Kemungkinan Keberhasilan Pendidikan

1. Keterbatasan Pendidikan

Dalam pelaksanaan sebuah pendidikan, ada hal-hal yang membatasi. Batas-batas Pendidikan
dapat diartikan sebagai ketidakmampuan atau ketidakberdayaan pendidikan dalam melakukan
tugas-tugas pendidikan. Batas-batas yang mempengaruhi pendidikan tersebut adalah sebagai
berikut:

a. Pendidik

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing seorang anak untuk
mencapai kedewasaanya. Yang dimaksud pendidik disini adalah orang tua dan guru. Keduanya
memiliki peran yang sama penting dalam membantu proses pencapaian kedewasaan anak. Orang
tua tentu saja memegang peran utama dalam proses ini, karena orang tua merupakan tempat
pertama dan utama bagi seorang anak untuk bertinteraksi dengan pendidikan. Ketika anak berada
di sekolah, orang tua memiliki keterbatasan dalam melakukan pendidikan terhadap anak. Untuk
itulah guru melakukan peran pengganti sebagai orang tua yang akan melaksanakan pendidikan
bagi anak, di sekolah.

6
b. Aspek pribadi anak didik

Anak didik adalah sosok manusia/individu. Menurut Abu Ahmadi “Individu adalah orang yang
tidak tergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri
sendiri dan tidak dapat dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri”. Kondisi
inilah yang membatasi sebuah pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, sangat
tergantung pada seberapa jauh anak didik mampu menerima pendidikan yang diberikan. Anak
didik harus diakui keberadaannya. Mereka tidak bisa begitu saja diperintah untuk mengikuti
keinginan kita. Kita harus dapat memasuki dunia mereka, sehingga kita dapat mengetahui apa
yang mereka inginkan dan mereka sukai. Dengan demikian proses pendidikan akan bisa
berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

c. Alat pendidikan

Alat pendidikan merupakan suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan. Alat pendidikan digunakan untuk mendidik anak secara
pedagogis. Misalnya jika seorang ibu membersihkan dan merapikan rumah setiap hari dalam
rangka memberikan kenyamanan bagi keluarganya, maka ia telah menyediakan lingkungan
pendidikan (keluarga). Jika ibu ini menggunakan kegiatan membersihkan rumah ini untuk
menasehati anaknya agar menjaga kebersihan karena merupakan bagian dari keimanan, maka
memberikan nasehat merupakan alat pendidikan, dan kondisi rumah yang bersih merupakan alat
bantu pendidikan.

2.4 Keutamaan dan Etika dalam Belajar

A. Keutamaan Belajar

Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di
dunia maupun di akhirat. Sehubungan dengan itu, Allah SWT mengajarkan kepada adam dan
semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya
dalam kehidupan ini, baik tugas sebagai khalifah maupun tugas ubudiah . Oleh karena itu,
Rasulullah SAW menyuruh, menganjurkan, dan memotivasi umatnya agar menuntut ilmu
pengetahuan. Sehubungan dengan ini disebutkan dalam hadist, yaitu sebagai berikut.

‫س تببعللهمققوا املقهققمرآْبن‬
‫ض بوبعُللهمموهه اللناَ ب‬‫س تببعللهموا املفببرائس ب‬
‫اه بعُلبميسه بوبسللبم تببعللهموا املسعملبم بوبعُللهمموهه اللناَ ب‬
‫صللى ل‬ ‫اس ب‬‫بعُسن امبسن بممسهعودد بقاَبل سلى برهسوهل ل‬
‫ضدة لب يبسجبداسن أب بحئدا يبمف س‬
َ‫صهل ببمينبههبما‬ ‫ف امثبناَ سن سفى فبسر ي ب‬ ‫ظهبهر املفستبهن بحلتى يبمختبلس ب‬ ‫ص بوتب م‬ ‫ض بواملسعملهم بسيهمنتبقب ه‬ ‫بوبعُللهمموهه اللناَ ب‬
‫س بفاَسءجنى اممهرضؤ بممقهبو ض‬

Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ‘Tuntutlah ilmu pengetahuan
dan ajarkanlah kepada oraang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain.
Pelajarilah Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang
dan cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara dua orang tentang
suatu kewajiban, mereka tidak menemukan seorang pun yang dapat menyelesaikannya.’”(HR.
Ad-Daruquthni, dan Al-bahaqi) .

7
Dalam hadis ini ada tiga perintah belajar, yaitu perintah mempelajari al-‘ilm, al-fara’id, dan Al-
Quran. Menurut Ibnu Mas’ud, ilmu yang dimaksudkan di sini adalah ilmu syariat dan segala
jenisnya. Al-Fara’id adalah ketentuan-ketentuan, baik ketentuan islam secara umum maupun
ketentuan tentang harta warisan. Mempelajari Al-Quran mencakup menghafalnya. Setelah
dipelajari ajarkan pula kepada orang lain supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar
sahabat mempelajari ilmu karena beliau sendiri adalah manusia seperti manusia pada umumnya.
Pada suatu saat, beliau akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan
itu tidak akan hilang.

Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan dalam hadis di atas, setelah mempelajari, ilmu harus
diajarkan kepada orang lain. Rasulullah SAW mengkhawatirkan apabila beliau telah wafat dan
orang-orang tidak peduli dengan ilmu pengetahuan,maka tidak ada lagi orang yang mengerti
agama, sehingga umat akan kebingungan.

Selain perintah menuntut ilmu pengetahuan dalam hadis di atas, masih ada lagi hadis yang lebih
tegas tentang kewajiban menuntut ilmu, yaitu sebagai berikut.

‫ب املسعملسم فبسرمي ب‬
‫ضةض بعُبلى هكجل هممسلسدم‬ ‫اس بوبسللبم ب‬
‫طل ب ه‬ ‫صللى ل‬ ‫بعُمن هحبسمين بسن بعُجليِ بقاَبل بقاَبل برهسموهل ل‬
‫اس ب‬

Husain bin Ali meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap
orang Islam.” (HR. Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, abu Ya’la, Al-Qqudha’i, dan Abu Nu’aim Al-
Ashbahani) .

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menegaskan dengan dengan menggunakan kata faridhah
(wajib atau harus). Hal ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar-benar urgen
dalam kehidupan manusia, terutama orang yang beriman. Tanpa ilmu pengetahuan, seorang
mukmin tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan baik menurut ukuran ajaran Islam.
Apabila ada orang yang mengaku beriman tetapi tidak mau mencari ilmu, maka ia dipandang
telah melakukan suatu pelanggaran, yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Akibatnya, tentu mendapatkan kemurkaan-Nya dan akhirnya akan masuk ke dalam neraka.
Karena pentingnya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah mewajibkan umatnya belajar .

Adapun hadis-hadis lain yang berhubungan dengan keutamaan menuntut ilmu antara lain.

‫اه لبهه طبسر يئقاَ إس بلى املبجنلسة‬


‫س فسميسه سعُملئماَ بسهلبل ل‬
‫ك طبسر يئقاَ يبملتبسم ه‬
‫اه بعُلبميسه بوبسللبم بممن بسلب ب‬
‫صللى ل‬ ‫بعُمن أبسبيِ ههبرميبرةب بقاَبل برهسوهل ل‬
‫اس ب‬

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Barang siapa yang menempuh
jalan menuntut ilmu, akan dimudahkan Allah SWT untuknya ke surga.”( HR. Muslim, At-
Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Baihaqi) .

Menurut Ibnu Hajar, Kata َ‫ طبسرميقئققا‬diungkapkan dalam bentuk nakirah (indefinit), begitu juga
dengan kata ilmu agama, baik sedikit maupun banyak.

8
Kalimat َ‫طسر يئقا‬ ‫( بسلهل ل‬Allah memudahkan baginya jalan), yaitu Allah memudahkan baginya
‫اه لبهه ب‬
jalan di akhirat kelak atau memudahkan baginya jalan di dunia dengan cara memberi hidayah
untuk melakukan perbuatan baik yang dapat mengantarkan menuju surga. Hal ini mengandung
berita gembira bagi orang yang menuntut ilmu, bahwa Allah memudahkan mereka untuk mencari
dan mendapatkannya, karena menuntut ilmu adalah salah satu jalan menuju surga .

‫اه بسسه طبسريئقاَ إس بلى املبجنلسة بو‬ ‫ك ل‬ ‫ك طبسريئقاَ يبمبتبسغيِ سفيسه سعُملئماَ بسلب ب‬ ‫اه بعُلبميسه بوبسللبم يبهقوهل بممن بسلب ب‬ ‫صللى ل‬ ‫اس ب‬ ‫ت برهسوبل ل‬ ‫بعُمن أب سبيِ اللدمربداسء بقاَبل بسسممع ه‬
ِ‫ض بحتلققى السحيتبققاَ هن فسققي‬ ‫ت بوبمققمن فسققيِ املبمر س‬ ‫ب املسعملسم بو إسلن املبعلسبم بلييبمستبمغفسهر لبهه بممن سفيِ اللسبمبوا س‬ ‫ضهع أب مجنسبحق ببهاَ سر ب‬
‫ضاَئء لس ب‬
‫طاَ لس س‬ ‫إسلن املبمبل ئسبكىَةب لبتب ب‬
َ‫ضسل املقببمسر بعُبلى بساَئسسر املبكبو إسلن املهعلببماَبء بوبرثبةه املبمنبسبياَ سء إسلن املبمنبسبياَبء لبققمم يهبوجرهثواسدينبققاَئرابوبل سدمر هبئمققاَ إسنلبمققا‬‫ضهل املبعاَلسسم بعُبلى املبعاَبسسدبكفب م‬
‫املبماَسءبوفب م‬
‫بولر هثوا املسعملبم فببممن أب بخبذ بسبحظئظ بوافسدر‬

Abu Ad-Darda’, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,’Barang siapa yang
menempuh jalan menari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke surga. Sesungguhnya ,
malaikat merentangkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya, pencari
ilmu dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada dilangit dan bumi, bahkan ikan yang ada
dalam air. Keutamaan alim terhadap abid adalah bagaikan keutamaan bulan diantara semua
bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Mereka tidak mewariskan emas dan
perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu, hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.”’ (HR At-
Tirmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Daud, dan Ad- Darimi)

Dalam hadis di atas terdapat lima keutamaan orang menuntut ilmu, yaitu (1) mendapat
kemudahan untuk menuju sorga, (2) disenangi oleh para malaikat, (3) dimohonkan ampun oleh
makhluk Allah yang lain, (4) lebih utama daripada ahli ibadah, dan (5) menjadi pewaris nabi.
Menurut ilmu yang dimaksud di sini, menurut pengarang Tuhfah Al-Ahwazi adalah mencari
ilmu, baik sedikit maupun banyak dan menempuh jarak yang dekat atau jauh .

Ayat Al-Quran yang berhubungan dengan keutamaan menuntut ilmu antara lain:

‫ ٱسقبرسأ بوبرسِب ب‬٢ ‫ق‬


٥ ‫ بعُللبم ٱ س سلنسبسبن بماَ لب سم يبسعلب سم‬٤ ‫ ٱللسذيِ بعُللبم سبٱِسلقبلبسم‬٣ ‫ك ٱسلبسكبرهم‬ ‫ق ٱ س سلنسبسبن سمسن بعُلب د‬ ‫ٱسقبرسأ سبٱِسسسم بربج ب‬
‫ك ٱللسذيِ بخلب ب‬
‫ بخلب ب‬١ ‫ق‬

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, 2. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, 4. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.(QS.Al-‘Alaq : 1-5)
‫ه‬
َ‫ك بل سعُسلققبم لبنبققاَ إسلل بمققا‬
‫ قبققاَهلوما هسققسبسبحنب ب‬٣١ ‫صسدسقيبن‬ ‫ضهه سم بعُبلى ٱسلبمسلبئسبكسة فببقاَبل أبننبس‍هوسنيِ بسأ بسسبماَسء سههبهؤبلسء سإن هكنته سم س ب‬ ‫بوبعُللبم بءابدبم ٱسلبسسبماَبء هكللبهاَ ثهلم بعُبر ب‬
‫ت بوٱلبسر س‬
‫ض‬ ‫ب ٱللسققسبمسبو س س‬ ‫ بقاَبل سيهب‍بقاَبدهم أبننبسسئههم بسأ بسسبماَئسسه اسم فبلبلماَ أبننببأ بههم بسأ بسسبماَئسسه سم بقاَبل أبلب سم أبهقل للهك سم إسنجهيِ أبسعُلبهم بغسي ب‬٣٢ ‫ت ٱسلبعسليهم ٱسلبحسكيهم‬ ‫بعُللسمتبنبااَ إسنل ب‬
‫ك بأن ب‬
٣٣ ‫بوأبسعُلبهم بماَ تهسبهدوبن بوبماَ هكنته سم تبسكتههموبن‬

31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!, 32. Mereka menjawab: “Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;

9
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”, 33. Allah berfirman:
“Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku-
katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?( QS. Al-Baqarah: 31-33)

‫لسخبرةب بويبسرهجوما برسحبمةب بربج نسهۦِ قهسل هبسل يبسستبسويِ ٱللسذيبن يبسعلبهموبن بوٱللسذيبن بل يبسعلبهمونبن إسنلبماَ يببتققبذلكهر‬ ‫أبلمسن ههبو سقبنس ض‬
‫ت بءابناَبء ٱللسيسل بساَسجمدا بوبقاَئسمماَ يبسحبذهر ٱ س ه‬
٩‫ب‬ ‫أهموهلوما ٱسلبسل سبب س‬

9. (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran (Q.S Az-zumar :9)

B. Etika/adab Menuntut Ilmu

Adab menuntut ilmu terbagi menjadi dua antara lain :

1. Adab Penuntut Ilmu terhadap Dirinya Sendiri (Adab al-Muta’allim fii Nafsihi)

1. Menyucikan hati dari segala sifat-sifat tercela, agar mudah menyerap ilmu.
2. Meluruskan niat dalam mencari ilmu, yakni ikhlas hanya karena ingin mendapat ridha
Allah.
3. Menghargai waktu, dengan cara mencurahkan segala perhatian untuk urusan ilmu.
4. Memiliki sifat qana’ah dalam kehidupannya, dengan menerima apa adanya dalam urusan
makan dan pakaian, serta sabar dalam kondisi kekurangan.
5. Membuat jadwal kegiatan harian secara teratur, sehingga alokasi waktu yang dihabiskan
jelas dan tidak terbuang sia-sia.
6. Hendaknya memperhatikan makanan yang dikonsumsi, harus dari yang halal dan tidak
terlalu kenyang sehingga tidak berlebih-lebihan. Karena, makanan haram dan
mengkonsumsi berlebihan menyebabkan terhalang dari ilmu.
7. Bersifat wara’, yaitu menjaga diri dari segala sifatnya syubhat dan syahwat hawa nafsu.
8. Menghindari diri dari segala makanan yang dapat menyebabkan kebodohan dan
lemahnya hafalan, seperti apel, asam, dan cuka.
9. Mengurangi waktu tidur, karena terlalu banyak tidur dapat menyia-nyiakan usia dan
terhalang dari faedah.
10. Menjaga pergaulan, yaitu bergaul dengan orang-orang saleh yang memiliki antusias dan
cita-cita tinggi dalam ilmu, dan meninggalkan pergaulan dengan orang yang buruk
akhlaknya, karena hal itu berdampak buruk terhadap perkembangan ilmunya.

2. Adab Penuntut Ilmu terhadap Gurunya (Adab al-Muta’allim Ma,a Syaikhihi)


1. Memilih guru yang berkualitas, baik dari segi keilmuan dan akhlaknya.
2. Menaati perintah dan nasihat guru, sebagaimana taatnya pasien terhadap dokter spesialis.

10
3. Mengagungkan dan menghormati guru sebagaimana para ulama salaf mengagungkan
para guru mereka. Sebagai contohnya adalah apa yang pernah dilakukan oleh Imam
Syafi’i terhadap gurunya (Imam Malik), dimana beliau membuka buku pelajaran secara
perlahan-lahan tanpa terdengar suara lembaran kertas, karena mengagungkan gurunya,
dan agar tidak mengganggu konsentrasi gurunya yang sedang melangsungkan
pengajarannya. Bahkan, di antara ulama salaf ada yang bersedekah terlebih dahulu
sebelum berangkat ke majelis gurunya, seraya berdo’a, “Ya Allah, tutupilah aib guruku
dan jangan engkau halangi keberkahan ilmunya untukku.”
4. Menjaga hak-hak gurunya dan mengingat jasa-jasanya, sepanjang hidupnya, dan setelah
wafatnya, seperti mendoakan kebaikan bagi sang guru dan menghormati keluarganya.
5. Sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak yang buruk dari gurunya. Jika hal seperti ini
terjadi pada dirinya, hendaknya ia bersikap lapang dada dan memaafkannya serta tidak
berlaku su’uzhan terhadap gurunya tersebut.
6. Menunjukan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada gurunya yang telah
mengasuhnya dalam naungan keilmuan.
7. Meminta izin terlebih dahulu kepada guru, jika ingin mengunjunginya atau duduk di
majelisnya. Hendaknya duduk dengan sopan di hadapan guru. Ibn Jama’ah
mencontohkan duduk sopan tersebut, dengan cara duduk bersila dengan penuh tawadhu’,
tenang, diam, sedapat mungkin mengambil posisi terdekat dengan guru, penuh perhatian
terhadap penjelasan guru, tidak dibenarkan menoleh kesana-kemari tanpa keperluan yang
jelas, dan seterusnya.

8. Berkomunikasi dengan guru secara santun dan lemah lembut.


9. Ketika guru menyampaikan suatu pembahasan yang telah didengar atau sudah dihafal
oleh murid, hendaknya ia tetap mendengarkannya dengan penuh antusias, seakan-akan
dirinya belum pernah mendengar pembahasan tersebut.
10. Penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru menjawab atas pertanyaan, baik dari guru atau
dari peserta, sampai ada isyarat dari guru untuk menjawabnya.
11. Dalam hubungan membantu guru, hendaknya sang murid melakukannya dengan tangan
kanan.
12. Ketika bersama dengan guru dalam perjalanan, hendaknya murid berlaku sopan dan
senantiasa menjaga keamanan serta kenyamanan perjalanan sang guru.

BAB III

PENUTUP

11
3.1 Kesimpulan

Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya
dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik.

Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di
dunia maupun di akhirat. Sehubungan dengan itu, Allah SWT mengajarkan kepada adam dan
semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya
dalam kehidupan ini, baik tugas sebagai khalifah maupun tugas ubudiah. Oleh karena itu,
Rasulullah SAW menyuruh, menganjurkan, dan memotivasi umatnya agar menuntut ilmu
pengetahuan.

Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik
secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat
kelak. Peserta didik dalam perspektif Pendidikan Islam adalah sebagai objek sekaligus subjek
dalam proses pendidikan. Ia adalah orangyang belajar untuk menemukan ilmu, karena dalam
Islam di yakini ilmu hanya berasal dari Allah, maka seorang peserta didik mesti berupaya untuk
mendekatkan dirinya kepada Allah denan senantiasa mensucikan dirinya dan taat kepada
perintah-Nya.

3.2 Saran.

 Kami mengharapkan para pembaca dapat meningkatkan kreatifitas dan sikap kritisnya
dalam berpikir saat membuat karya ilmiah.

Daftar Pustaka
http://mayuzta.blogspot.com/2015/06/peserta-didik-dalam-pendidikan-islam_22

12
https://hidayatullahahmad.wordpress.com/2015/05/07/adab-dan-etika-dalam-menuntut-ilmu

http://wardahcheche.blogspot.com/2014/01/rangkuman-ilmu-ekonomi

http://sangaltari.blogspot.com/2014_10_01-archive

https://shohibdewirejekiblog.wordpress.com/2013/02/17/etika-menuntut-ilmu-dalam-islam-2

13

Anda mungkin juga menyukai