Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembesaran tiroid difus paling sering disebabkan oleh stimulasi
berkepanjangan oleh TSH ( atau agen yang mirip TSH). Stimulasi semacam
ini mungkin disebabkan oleh salah satu ari kausa-kausa hipotiroidisme (mis.,
TSH-R [stim] Ab pada penyakit graves, Hcg pada tumor sel benih, atau TSH
pada adenoma hipofisis). Selain itu goiter dapat terjadi pada pasien yang
secara klinis eutiroid. Defisiensi iodin adalah penyebab tersering goiter di
negara-ngara yang sedang berkembang. Diet yang mengandung iodin yang
kurang dari 10µg/ hari menghambat sintesis hormon tiroid, yang
menyebabkan peningkatan kadar TSH dan hipertropi tiroid. Iodinasi garam
telah melenyapkan masalah ini disebagian negara maju. ( Ganong, 2010)
Penyakit gondok biasa ( nontoxic goiter atau simple goiter) merupakan
pembesaran kelenjar tiroid yang bukan disebabkan oleh inflamasi atau
neoplasma dan umumnya digolongkan sebagai kelainan yang bersifat
endemik atau sporadik. Defek yang diturunkan dapat menyebabkan
insufisiensi sintesis tiroksik ( T4) atau kerusakan metabolisme yodium.
Karena banyak keluarga cenderung berkelompok dalam suatu daerah
geografik yang tunggal, maka faktor familial ini dapat turut mengkontribusi
pada insidensi penyakit gondok endemic dan sporadik ( Kowalak, 2011)
Penyakit goiter endemik ( kekurangan iodium), tipe penyakit goiter yang
sering ditemukan terutama pada kawasan geografis yang kekurangan iodium (
seperti daerah Great Lakes di Amerika Serikat) merupakan penyakit gondok
yang dinamakan simple goiter atau goiter koloid. Selain merupakan akibat
defisiensi iodium, simple goiter dapat pula disebabkan konsumsi zat
goitrogenik dalam jumlah yang besar oleh pasien dengan kelenjar tiroid yang
rentan. Zat ini mencakup pemberian iodium atau litium secara berlebihan
untuk pengobatan keadaan manik-depresif ( Brunner & Suddarth, 2001).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan struma?
2. Bagaimana prevalensi dari struma?

1
3. Apa etiologi dari struma?
4. Apa manifestasi klinis dari struma?
5. Bagaimana patofisiologi dari struma?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada klien struma?
7. Apa saja komplikasi yang terjadi akibat penyakit struma?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien struma?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari struma.
2. Untuk mengetahui prevalensi dari struma.
3. Untuk mengetahui penyebab dari struma.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari struma.
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari struma.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan akibat penyakit struma.
7. Untuk mengetahui komplikasi pada klien struma.
8. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien
struma.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Struma
Penyakit struma atau goiter dan masyarakat umum biasa menyebutnya
dengan gondok adalah suatu penyakit pembesaran kelenjar tiroid yang
disebabkan oleh berbagai faktor seperti defisiensi iodin, sekresi hormone
tiroid yang berlebih dan ingesti goitrogen.
Berikut definisi goiter menurut para ahli:
 Struma diffuse toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh
sekresi hormon-hormon tiroid yang terlalu banyak. Histologic keadaan ini
adalah sebagai suatu hipertrofi dan hiperplasi dari kelenjar parenkim
( Mubarak, 2015)
 Penyakit gondok biasa ( nontoxic goiter atau simple goiter). Merupakan
pembesaran kelenjar tiroid yang bukan disebabkan oleh inflamasi atau
neoplasma dan umumnya digolongkan sebagai kelainan yang bersifat
endemik atau sporadic ( Kowalak, 2011)
 Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan
pembengkakan di bagian depan leher ( Dorland, 2002)

2.2 Prevalensi Struma

2
Situasi hipertiroid di Indonesia. Hasil pemeriksaan TFH pada riskesdas
2007 mendapatkan 12,8% laki-laki dan 14,7% perempuan memiliki kadar TFH
rendah yang menunjukkan kecurigaan adanya hipertiroid. Namun, menurut hasil
riskesdas 2013, hanya terdapat 0,4% penduduk Indonesia yang buria 15 tahun
atau lebih yang berdasarkan wawancara mengakui terdiagnosis hipertiroid.
Meskipun secara presentasi kecil, namun secara kuatintas cukup besar. Jika pada
tahun 2013 jumlah penduduk usia lebih dari 15 tahun sebanyak 176.689.336 jiwa
maka terdapat lebih dari 700 orang terdiagnosis hipertiroid dengan rincian
masing-masing provinsi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
No Provinsi % Jumlah penduduk Perkiraan jumlah
lebih dari 15 tahun penduduk lebih dari 15
tahun terdiagnosis
hipertiroid
1. Aceh 0,3 3.177.085 9531
2. Sumatera Utara 0,3 8.939.623 26819
3. Sumatera Barat 0,3 3.427.772 10283
4. Riau 0,1 4.107.117 4107
5. Jambi 0,2 2.312.659 4625
6. Sumatera Selatan 0,1 5.479.724 5480
7. Bengkulu 0,2 1.249.238 2498
8. Lampung 0,2 5.560.440 11121
9. Bangka Belitung 0,4 944.839 3779
10. Kepulauan Riau 0,2 1.368.920 2738
11. DKI Jakarta 0,7 7.609.272 53265
12. Jawa Barat 0,5 32.162.328 160812
13. Jawa Tengah 0,5 24.089.433 120447
14 DIY 0,7 2.777.211 19440
15. Jawa Timur 0,6 28.855.895 173135
16 Banten 0,4 8.074.025 32296
17. Bali 0,4 3.068.044 127272
18. NTB 0,2 3.202.734 6405
19. NTT 0,4 3.116.580 12466
20. Kalimantan Barat 0,1 3.072.565 3073
21. Kalimantan 0,2 1.608.217 3216
Tengah
22. Kalimantan 0,2 2.722.366 5445
Selatan
23. Kalimantan Timur 0,3 2.753.491 8260
24. Sulawesi Utara 0,5 1.698.831 8494
25. Sulawesi Tengah 0,4 1.861.021 7444

3
26. Sulawesi Selatan 0,5 5.738.932 28695
27. Sulawesi 0,3 1.539.436 4618
Tenggara
28. Gorontalo 0,3 754.682 2264
29. Sulawesi Barat 0,3 800.638 2402
30. Maluku 0,2 1.061.677 2123
31. Maluku Utara 0,2 718.103 1436
32. Papua Barat 0,2 557.486 1115
33. Papua 0,2 2.148.954 4298
INDONESIA 0,4 176.689.336 706757

2.3 Etiologi Struma


Menurut Ganong ( 2010: 635) terdapat dua faktor yang berkaitan dengan
penyebab terjadinya goiter yaitu:
1. goiter yang berkaitan dengan hipotiroidisme atau eutiroidisme
a. defisiensi iodin
b. kelebihan iodin
c. goitrogen dalam makanan atau minuman seperti kol, lobak cina,
singkong
d. obat goitrogenik seperti:
o tioamida: propiltiourasil
o tiosianat: nitroprusid
o turunan anilin: sulfonilurea, sulfonamide, asam aminosalisilat,
fenilbutazon, aminoglutetimid
e. litium
f. penyakit kongenital seperti:
o gangguan transport iodida
o gangguan organisasi iodide akibat ketiadaan atau berkurangnya
peroksidase atau produksi peroksidase abnormal
o pembentukan tiroglobulin abnormal
o gangguanhubungan timbal-balikiodotirosin
o gangguan proteolysis tiroglobulin
o gangguan deiodinasi iodotirosin
g. resistensi hipofisis dan jarinagn perifer terhadap hormone tiroid
2. goiter yang berkaitan dengan hipertiroidisme
a. penyakit graves
b. goiter multinodular toksik
c. tumor sel benih
d. adenoma hipofisis
e. tiroiditis

4
2.4 Manifestasi Klinis Struma
1. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik
akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul
fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir
selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat
pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta
insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas.
Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi
glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di
ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan
dipercepat.
2. Keringat
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan
metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh
tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya menyebabkan
pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat.
3. Konstipasi
Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat
kurangnya atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh
usus. Maka dari itu system eliminasi pada penderita struma terganggung.
4. Gemetar
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu,
timbul tremor halus pada tangan
5. Gelisah
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia
saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat
aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena
hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah terangsang.
Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
6. Berat badan menurun
Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak
tubuh) menyebabkan berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan
menuju aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga
menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik

5
sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan
pembentukan dan ekresi urea.
7. Mata membesar
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang
sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa
jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus
dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola
mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan,
dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun
terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH.
Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola mata,
infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan
jaringan ikat retrobulbar.
8. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
9. Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan )
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus,
jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang
akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
10. Suara serak
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga
terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi
serak atau parau.

2.5 Patofisiologi Struma

Kelenjar hipofisis Tirotropsin/ TSH Defisiensi iodium

mengontrol pelepasan hormon dari Aktivitas tiroid

kelenjar tiroid

Produksinya

Pembesaran kelenjar tiroid


6

Ganggauan jalan napas Obstruksi trakea


Ganggauan komunikasi verbal
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan penanganan penyakit gondok biasa ( simple goiter) menurut Ganong (
2010) adalah mengurangi hyperplasia tiroid:
 Penggantian hormone tiroid dari luar ( eksogenus) dengan levotiroksin
( terapi pilihan) menghambat sekresi TSH dan memberikan kesempatan
istirahat kelenjar tiroid.
 Pemberian yodida dengan dosis kecil ( larutan yodium lugol atau kalium
yodida) yang umumnya akan meredakan penyakit gondok akibat defisiensi
yodium.
 Tindakan menghindari obat atau makanan yang diketahui bersifat
goitrogenik.
 Untuk gondok yang berukuran besar yang tidak responsive terhadap terapi,
diperlukan tiroidektomi sub-total.Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang
melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid.
Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total
tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid,
hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik

Pertimbangan khusus, perawatan pasien meliputi


 Ukur lingkaran leher pasien setiap hari untuk memeriksa kemungkinan
pembesaran kelenjar tiroid yang progresif dan cek timbulnya nodul yang
keras dalam kelenjar tersebut, yang dapat menunjukkan karsinoma.
 Untuk mempertahankan kadar hormon yang konstan, instruksikan pasien
agar meminum preparat hormone tiroid menurut program dokter pada
waktu yang sama setiap hari. Sarankan pasien agar meghindari minum
obat yang mengandung zat besi ( yang meliputi preparat vitamin prenatal)
atau agar tidak meminum obat tersebut bersama psilium yang bersifat
hidrofilik ( Metamucil) atau bersama jus grapefruit ( jeruk besar yang
asam). Ajarkan pasien dan keluarganya untuk mengenali dan segera
melaporkan tanda-tanda tirotoksikosis, yang meliputi peningkatan
frekuensi denyut nadi, palpitasi, diare, berkeringat, tremor, agitasi, dan
sesak napas.
 Instrruksikan pasien penderita gondok endemic agar menggunakan garam
beryodium untuk memenuhi kebutuhan harian sebesar 150 hingga 300
mkg yodida yang diperlukan guna mencegah penyakit gondok. Pantau

7
keadaan pasien yang menggunakan obat-obat goitrogenik untuk
mendeteksi tanda-tanda penyakit gondok sporadik.

2.7 Komplikasi
Karena penyakit gondok biasa atau simple goiter tidak mengubah keadaan
metabolism pasien, komplikasi hanya disebabkan oleh pembesaran kelenjar
tiroid yang menekan jaringan disekitar, menurut Kowalak ( 2011) komplikasi
tersebut meliputi:
 Ditress pernapasan
 Disfagia
 Penggelembungan vena, pembentukan sirkulasi vena koleteral dalam dada
 Kongesti pada wajah, sianosis, dan akhirnya distress ( tanda pemberton)
ketika pasien mengangkat kedua lengannya hingga menyentuh sisi kepala.

2.8 Konsep Askep


A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Anamnese
a. Identifikasi pasien.
b. Keluhan utama pasien.
Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan
karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu
kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama
dengan pasien saat ini.
f. Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik
sehingga ada kemungkinan pasien merasa malu dengan orang lain.

B. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

8
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya
composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi,
pernafasan dan suhu yang berubah.
b. Kepala dan leher
Pada pasien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan
adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang
direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu
diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c. Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek
dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d. Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan
didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan
sakit.
e. Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan
dengan efek anestesi yang hilang.
g. Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi
otot.
h. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
i. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi
i. Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat,
makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid.
j. Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.

9
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu
meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan
kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi,
iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi
pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
l. Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

C. Pemeriksaan diagnostik
1. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran
suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-
Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas
dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C. Pada penelitian
Alves didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas.
Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi
ini adalah paling sensitif dan spesifik.
2. Pemeriksaan sidik tiroid.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah 24 jam secara foto
grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid.
3. Biopsy dan Sitologi Tiroid
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan
dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena
lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi
aleh ahli sitologi,

10
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan jalan napas yang berhubungan dengan obstruksi trakea
sekunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan
sessak napas, pernapasan cuping hidung sampai dengan sianosis
2. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, serta
kerusakan nervus laryngeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara
dan hilang suara
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak
pembedahan , edema otot, dan terputusnya jaringan saraf, yang ditandai
ekspresi wajah tampak tegang

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasionalisasi


o Keperawata Kriteria Keperawatan
n Hasil
1 Gangguan Mempertaha 1. Monitor 1. Mengetahui
jalan napas nkan jalan pernapasan dan perkembang
yang napas paten kedalaman dan an dari
berhubungan kecepatan napas gangguan
dengan 2. Dengarkan pernapasan
obstruksi suara napas, 2. Ronki bisa
trakea mungkin sebagai
sekunder terdapat ronki indikasi
terhadap 3. Observasi adanya
perdarahan, kemungkinan sumbatan
spasme adanya stridor, jalan napas
sianosis 3. Indikasi
4. Atur posisi semi adanya
fowler sumbatan
5. Bantu klien pada trakea
dengan teknik atau laring
napas dan batuk 4. Memberikan
efektif suasana
6. Melakukan yang lebih
suction pada nyaman
trakea dan 5. Memudahka
mulut n
7. Perhatikan klien pengeluaran
dalam hal sekret,
menelan apakah memeliharan
ada kesulitan bersihan
jalan napas,
dan ventilasi
6. Sekresi yang

11
menumpuk
mengurangi
lancarnya
jalan napas
7. Mungkin
ada indikasi
perdarahan
sebagai efek
samping
operasi
2 Gangguan Mampu 1. Kaji 1. Suara parau
komunikasi menciptakan pembicaraan dan sakit
verbal metode klien secara pada
sehubungan komunikasi periodik tenggorokan
dengan dimana 2. Lakukan merupakan
nyeri, serta kebutukan komunikasi faktor kedua
kerusakan dapat dengan singkat dari edema
nervus dipahami dengan jawaban jaringan/
laryngeal ya/ tidak sebagai efek
3. Kunjungi klien pembedahan
sesering 2. Mengurangi
mungkin respon
4. Ciptakan bicara yang
lingkungan terlalu
yang tenang banyak
3. Mengurangi
kecemasan
klien
4. Klien dapat
mendengar
dengan jelas
komunikasi
antara
perawat dan
klien
3 Gangguan Melaorkan 1. Atur posisi semi 1. Mencegah
rasa nyaman nyeri hilang/ fowler, ganjal hiperekstensi
(nyeri) terkontrol kepala atau leher dan
sehubungan leher dengan melindungi
dengan bantal kecil integritas
dampak 2. Kaji respon pada jahitan
pembedahan verbal/ pada luka
, edema otot, nonverbal 2. Mengevalua
dan lokasi, si nyeri,
terputusnya intensitas, dan menentukan
jaringan lamanya nyeri rencana
saraf 3. Instruksikan tindakankeef
pada klien agar ektifan

12
menggunakan terapi
tangan untuk 3. Mengurangi
menahan leher ketegangan
pada saat alih otot
posisi 4. Makanan
4. Beri makan/ yang halus
cairan yang lebih baik
halus seperti bagi klien
eskrim yang
5. Lakukan menjalani
kolaborasi kesulitan
dengan dokter menelan
untuk 5. Mengurangi
pemberian rasa nyeri
analgesik

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit struma atau goiter dan masyarakat umum biasa menyebutnya
dengan gondok adalah suatu penyakit pembesaran kelenjar tiroid yang
disebabkan oleh berbagai faktor seperti defisiensi iodin, sekresi hormone
tiroid yang berlebih dan ingesti goitrogen. Kebanyakan dari penderita goiter
adalah dikarenakan defisiensi iodin

3.2 Saran
1. Diharapkan pembaca dapat mengerti tentang struma dan mencegahnya
dan deteksi dini pada penyakit ini.
2. Perawat dan tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat memberikan
penanganan yang tepat untuk mengatasi penyakit Struma.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatann Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:


EGC.
Dongoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:
EGC.
Ganong, William F. 2010. Patofisiologi Penyakit. Jakarta: EGC.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mubarak, Wahit I. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap dalam
Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

13

Anda mungkin juga menyukai