Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Keluarga Sakit pada keluarga Tn. M di
wilayah kerja Puskesmas Kedungkandang Malang.
___________________________ _________________________
NIP. NIP.
Kepala Ruang
___________________________
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
KELUARGA SAKIT (Benigna Prostate Hyperplasia / BPH)
A. Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil
dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana Elin, 2011).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari
50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium
uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).
B. Etiologi
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat
hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.
2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
D. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-
buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan
bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan
terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di
perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung
pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada
traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah
prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis
besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan
terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian
detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan
detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa
dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase
kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan
miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi
walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi
miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi
kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis
urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan
iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
E. Pathway
F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH adalah:
Seiring dengan semakin beratnya BPH dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis dalam vesiko urinaria
akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu,
stasis urin dalam vesiko urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme. Yang
dapat menyebabkan pyelonefritis (sjamsuhidrajat, 2005).
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada
pasien dengan BPH adalah :
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan
tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin
dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan
melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Data umum
a) Nama kepala keluarga, umur, alamat, dan telepon jika ada, pekerjaan dan pendidikan
kepala keluarga, komposisi keluarga, yang terdiri atas nama atau inisial, jenis
elamin, tanggal lahir atau umur, hubungan dengan kepala keluarga, status imunisasi
dari masing-masing anggota keluarga, dan genongram (genogram keluarga dalam
tiga generasi)
b) Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang
terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
c) Suku bangsa, mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut, serta mengidentifikasi
budaya suku bangsa terkait dengan kesehatan
d) Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
memengaruhi kesehatan.
e) Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh pendapatan, baik kepala keluarga
maupun anggota keluarga maupun anggota keluarga lainnya.
f) Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga tidak hanya dilihat
kapan keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjung tempat rekreasi, namun
menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakn aktivitas rekreasi.
d. Struktur keluarga
a) Pola-pola komunikasi keluarga, menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar
anggota keluarga
b) Struktur kekuatan keluarga, kemampuan anggota keluarga untuk mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku
c) Struktur peran, menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik
formal/informal
d) Struktur nilai atau norma keluarga, menjelaskan mengenai nilai dan norma yang
dianut keluarga yang berhubungan dengan kesehatan
e. Fungsi keluarga
a) Fungsi afektif, kaji gambaran diri keluarga, perasaan yang dimiliki
b) Fungsi sosialisasi, kaji bagaimana interkasi keluarga, sejauh mana anggota keluarga
belajar disiplin, norma, budaya dan prilaku
c) Fungsi perawatan kesehatan, kaji kemampuan keluarga dalam mengenal masalah
kesehatannya dan memelihara kesehatannya.
d) Fungsi reproduksi, kaji jumlah anak, bagaimana keluarga merencanakan jumlah
anggota keluarga
e) Fungsi ekonomi, kaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan
dan papan.
f. Stress dan koping keluarga
a) Stressor jangka pendek dan panjang
Jangka pendek: penyelesaian stressor yang dialami < ± 6 bulan
Jangka panjang: penyelesaian stressor yang dialami > ± 6 bulan
b) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stressor, kaji sejauh mana keluarga
berespon terhadap situasi
c) Strategi koping yang digunakan, bagaimana strategi koping yang digunakan
keluarga bila menghadapi permaslahan
d) Strategi adaptasi disfungsional, dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional
yang digunakan keluarga dalam menghadapi masalah.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko (D.0099)
2) Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif (D.0117)
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Keperawat Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
an
Perilaku Setelah dilakukan proses Dukungan Koping Keluarga (1.09260)
Kesehatan keperawatan selama 3x24 Observasi
Cenderung jam, masalah dapat teratasi - Identifikasi respons emosional terhadap kondisi
Berisiko dengan kriteria hasil: saat ini
- Penerimaan terhadap status - Identifikasi beban prognosis secara psikologis
kesehatan meningkat - Identifikasi pemahaman tentang keputusan
- Kemampuan melakukan perawatan setelah pulang
tindakan pencegahan masalah - Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien,
kesehatan meningkat keluarga dan tenaga kesehatan
- Kemampuan peningkatan Terapeutik
kesehatan meningkat - Dengarkan masalah, perasaan dan pertanyaan
- Pencapaian pengendalian keluarga
meningkat - Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak
menghakimi
- Diskusikan rencana medis dan perawatan
- Fasilitasi pengungkapan perasaan antar pasien dan
keluarga atau antar anggota keluarga
- Fasilitasi pengambilan keputusan dalam
merencanakan perawatan jangka panjang, jika perlu
- Fasilitasi anggota keluarga dalam mengidentifikasi
dan menyelesaikan konflik nilai
- Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar keluarga
(tempat tinggal, pakaian, makanan)
- Fasilitasi anggota keluarga melalui proses kematian
dan berduka, jika perlu
- Fasilitasi memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan perlatan yang diperlukan untuk
mempertahankan keputusan perawatan pasien
- Bersikap sebagai pengganti keluarga untuk
menenangkan pasien dan/atau jika keluarga tidak
dapat memberikan perawatan
- Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang
digunakan
- Berikan kesempatan berkunjung bagi anggota
keluarga
Edukasi
- Informasikan kemajuan pasien secara berkala
- Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang
tersedia
Kolaborasi
- Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu
Pemeliharaa Setelah dilakukan proses Promosi Perilaku Upaya Kesehatan
n Kesehatan keperawatan selama 3x24 (1.12472)
Tidak jam, masalah dapat teratasi Observasi
Efektif dengan kriteria hasil: - Identifikasi perilaku upaya kesehatan yang dapat
- Menunjukkan perilaku adpatif ditingkatkan
meningkat Terapeutik
- Menunjukkan pemahaman - Berikan lingkungan yang mendukung kesehatan
perilaku sehat meningkat - Orientasi pelayanan kesehatan yang dapat
- Kemampuan menjalankan dimanfaatkan
perilaku sehat meningkat Edukasi
- Perilaku mencari bantuan - Anjurkan persalinan ditolong oleh tenaga
meningkat kesehatan
- Menunjukkan minat - Anjurkan memberi bayi ASI eksklusif
meningkatkan perilaku sehat - Anjurkan menimbang balita setiap bulan
meningkat - Anjurkan menggunakan air bersih
- Memiliki sistem pendukung - Anjurkan mencuci tangan dengan air bersih dan
meningkat sabun
- Anjurkan menggunakan jamban sehat
- Anjurkan memberantas jentik nyamuk di rumah
seminggu sekali
- Anjurkan makan sayur dan buah setiap hari
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik setiap hari
- Anjurkan tidak merokok di dalam rumah
D. Implementasi
Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat.
E. Evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, tahap penilaian diberikan untuk
melihat keberhasilannya. Bila tidak/ belum berhasil, maka perlu disusun rencana baru yang
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA
H
ub
un
ga
Jenis
No Nama TTL n Pendidikan Pekerjaan
Kelamin
dg
n.
K
K
Tn. M Malang, 22 L Kepala Tamat SD Buruh harian
1.
September 1959 Keluarga lepas
Ny. S Kudus, 25 Juni 1962 P Istri Tamat SD IRT
2.
An. F Malang, 6 Maret 1994P Anak SLTA Karyawan
3.
swasta
3) Genogram
1 2
3 1: Tn. M
2: Ny. S
3:An. F
4) Tipe keluarga: Nuclear family
5) Latar belakang budaya/etnis:
suku Jawa
c. Data Lingkungan
1: Ruang tamu
1 2
2: Kamar tidur
3: Kamar tidur
4: Ruang keluarga
3
4
5: Kamar mandi
6: Dapur
5 7
8
1) Struktur Peran: Tn. M sebagai kepala keluarga, Ny. S sebagai istri dan
An. F sebagai anak.
2) Nilai/Norma Keluarga: kelas sosial keluarga yaitu menengah.
3) Pola Komunikasi Keluarga: Komunikasi dalam keluarga menggunakan
bahasa Jawa. Anggota keluarga cukup terbuka satu sama lain untuk
mendiskusikan segala kebutuhan. Jarang terjadi konflik keluarga.
4) Struktur Kekuatan Keluarga: Keluarga mengambil keputusan atas diskusi
semua anggota keluarga yang terlibat.
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Ekonomi: Tn. M dan An. F bekerja. Tetapi jika sedang sakit, Tn.
M tidak bekerja.
2) Fungsi Sosialisasi: keluarga baik hubungannya dengan tetangga sekitar.
3) Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan: keluarga sering beli obat di
apotek jika sakit. Jika mengeluh sakit biasanya tidak dirasakan.
4) Fungsi Reproduksi: keluarga cukup memiliki anak 1.
5) Fungsi Afektif: keluarga sering mendiskusikan tentang perasaan dan
emosinya.
3. PERUMUSAN DIAGNOSA
NO Diagnosa Keperawatan Keluarga (PES )
Perilaku kesehatan cenderung berisiko b.d. penolakan terhadap perubahan status
1. kesehatan d.d. sering mengabaikan rasa sakit, acuh tak acuh terhadap penyakit.
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b.d. kurangnya minat untuk berobat ke faskes d.d.
2. beli obat di apotek, jarang periksa ke faskes/puskesmas.
4. PERENCANAAN
a. Prioritas diagnosa keperawatan keluarga (Perhitungan skor terlampir)
Skala :
3 = aktual Diagnosa tersebut merupakan
1
2 = risiko diagnosa aktual
1 = sejahtera
Skala :
3 = aktual Diagnosa tersebut merupakan
1
2 = risiko diagnosa aktual
1 = sejahtera
29-10-2020 S: -
O: keluarga mampu menjelaskan pola hidup
sehat yang telah diajarkan kemarin
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi