PENDAHULUAN
EUTHANASIA Page 1
kali dihadapkan pada kasus di mana seorang pasien menderita penyakit yang tidak
dapat diobati lagi, misalnya kanker stadium lanjut, yang seringkali menimbulkan
penderitaan berat pada penderitanya. Pasien tersebut berulang kali memohon dokter
untuk mengakhiri hidupnya. Di sini yang dihadapi adalah kasus yang dapat disebut
euthanasia.
Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan medis yang
tidak ada gunanya seperti misalnya pada kasus pasien ini, secara yuridis dapat
dianggap sebagai penganiayaan. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran dapat
dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis.
Dengan kata lain, apabila suatu tindakan medis dianggap tidak ada manfaatnya, maka
dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis, & dapat dijerat hukum
sesuai KUHP pasal 351 tentang penganiayaan
Tindakan menghentikan perawatan medis yang dianggap tidak ada gunanya
lagi, sebaiknya dimaksudkan untuk mencegah tindakan medis yang tidak lagi
merupakan kompetensinya, & bukan maksud untuk memperpendek atau mengakhiri
hidup pasien.
Dengan kata lain, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah
memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien & bukan mengakhiri hidup
pasien. Ini sesuai dengan pendapat Prof.Olga Lelacic yang mengatakan: Dalam
kenyataan yang meminta dokter untuk mengakhiri hidupnya, sebenarnya tidak ingin
mati, tetapi ingin mengakhiri atau ingin lepas dari penderitaan karena penyakitnya.
EUTHANASIA Page 2
BAB II
KAJIAN TEORI
EUTHANASIA Page 3
Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain
seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis.
EUTHANASIA Page 4
Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis
(autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk
menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut
diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan
tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik
eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia
negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk
mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan
memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang
hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam
pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia
berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna
memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa
sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.
Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh
kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis
maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya
akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung
beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak
mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak
rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun
akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai
upaya defensif medis.
EUTHANASIA Page 5
Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang
seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan
yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak
berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan
misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada
kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab
beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan
bagi si pasien.
Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri,
namun hal ini juga masih merupakan hal controversial
2.2.5 Berdasarkan tujuan euthanasia
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
Eutanasia hewan
Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada
eutanasia agresif secara sukarela
2.3.2 Etika
Etika etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan
bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain.
Dari sudut pandang etika, euthanasia dan aborsi menghadapi kesulitan
yang sama. Suatu prinsip etika yang sangat mendasar ialah kita harus
menghormati kehidupan manusia. Bahkan kita harus menghormatinya dengan
EUTHANASIA Page 6
mutlak. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan
lain.
Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai "kesucian
kehidupan" (The Sanctity Of Life). Kehidupan manusia adalah suci karena
mempunyai nilai absolut, karena itu di mana-mana harus selalu dihormati. Jika
kita dengan konsekuen mengakui kehidupan manusia sebagai suci, menjadi
sulit untuk membenarkan eksperimentasi laboratorium dengan embrio muda,
meski usianya baru beberapa hari, dan menjadi sulit pula untuk menerima
praktik euthanasia dan aborsi, yang dengan sengaja mengakhiri kehidupan
manusia. Prinsip kesucian kehidupan ini bukan saja menandai suatu tradisi
etika yang sudah lama, tetapi dalam salah satu bentuk dicantumkan juga dalam
sistem hukum beberapa Negara.
2.3.3 Agama
Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada
seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau
memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli ahli agama
secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa
dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu
memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan
penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat
dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan.
Dalam al-quran dijelaskan melalui ayat berikut :
1. Allah berfirman dalam QS al-Mâidah, 5: 32,
”Siapa pun yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena berbuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.”
2. Q.S An Nisaa : 93
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya
dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya.
EUTHANASIA Page 7
3. Q.S Az Zukhruf : 32
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami
Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
EUTHANASIA Page 8
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Eutanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan secara medis yang
melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang
minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan
Eutanasia diklarifikasikan menjadi lima macam diantaranya, yaitu :
1. Berdasarkan orang yang membuat keputusan
2. Berdasarkan ahli hukum eutanasia
3. Berdasarkan cara pelaksanaannya
4. Berdasarkan pemberian izin
5. Berdasarkan tujuan
Selain itu euthanasia juga dipandang dari berbagai sudut, yairu :
1. Budaya dan sosial adalah tindakan euthanasia termasuk tindakan yang tidak
berprikemanusiaan karena menghilangkan nyawa seseorang dan di Indonesia
euthanasia tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan budaya Indonesia, karna di
Indonesian masih nenjunjung tinggi budaya timur yaitu rasa kemanusiaan yang masih
tinggi
2. Etika adalah bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya
dilakukan seseorang terhadap orang lain.
3. Agama adalah kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada
seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau
memperpendek umurnya sendiri.
EUTHANASIA Page 9
DAFTAR PUSTAKA
Konferensi Wali Gereja Indonesia, Iman Katolik, Yogyakarta: Kanisius dan Jakarta: Obor, 1996.
Embuiru, P. Herman, SVD, Penterjemah, Katekismus Gereja Katolik, Ende: Arnoldus, 1995
EUTHANASIA Page 10