Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap makhluk hidup, termasuk manusia, akan mengalami siklus kehidupan
yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai
permasalahannya, serta diakhiri dengan kematian. Dari proses siklus kehidupan
tersebut, kematian merupakan salah satu yang masih mengandung misteri besar, &
ilmu pengetahuan belum berhasil menguaknya.
Untuk dapat menentukan kematian seseorang sebagai individu diperlukan
kriteria diagnostik yang benar berdasarkan konsep diagnostik yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kematian sebagai akhir dari rangkaian
kehidupan adalah merupakan hak dari Tuhan. Tak seorangpun yang berhak
menundanya sedetikpun, termasuk mempercepat waktu kematian.
Hak pasien untuk mati, yang seringkali dikenal dengan istilah euthanasia,
sudah kerap dibicarakan oleh para ahli. Namun masalah ini akan terus menjadi bahan
perdebatan, terutama jika terjadi kasus-kasus menarik.
 Para ahli agama, moral, medis, & hukum belum menemukan kata sepakat
dalam menghadapi keinginan pasien untuk mati guna menghentikan penderitaannya.
Situasi ini menimbulkan dilema bagi para dokter, apakah ia mempunyai hak hukum
untuk mengakhiri hidup seorang pasien atas permintaan pasien itu sendiri atau
keluarganya, dengan dalih mengakhiri penderitaan yang berkepanjangan, tanpa dokter
itu sendiri menghadapi konsekuensi hukum. Sudah tentu dalam hal ini dokter tersebut
menghadapi konflik dalam batinnya.
Sebagai dampak  dari kemajuan kemajuan ilmu & teknologi kedokteran
(iptekdok), kecuali manfaat, ternyata berdampak terhadap nilai-nilai etik/moral,
agama, hukum, sosial, budaya, & aspek lainnya.Kemajuan iptekdok telah membuat
kabur batas antara hidup & mati. Tidak jarang seseorang yang telah berhenti
pernapasannya & telah berhenti denyut jantungnya, berkat intervensi medis misalnya
alat bantu nafas (respirator), dapat bangkit kembali.
Pada dewasa ini, para dokter & petugas kesehatan lain menghadapi sejumlah
masalah dalam bidang kesehatan yang cukup berat ditinjau dari sudut medis-etis-
yuridis Dari semua masalah yang ada itu. Euthanasia merupakan salah satu
permasalahan yang menyulitkan bagi para dokter & tenaga kesehatan. Mereka sering

EUTHANASIA Page 1
kali dihadapkan pada kasus di mana seorang pasien menderita penyakit yang tidak
dapat diobati lagi, misalnya kanker stadium lanjut, yang seringkali menimbulkan
penderitaan berat pada penderitanya. Pasien tersebut berulang kali memohon dokter
untuk mengakhiri hidupnya. Di sini yang dihadapi adalah kasus yang dapat disebut
euthanasia.
Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan medis yang
tidak ada gunanya seperti misalnya pada kasus pasien ini, secara yuridis dapat
dianggap sebagai penganiayaan. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran dapat
dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis.
Dengan kata lain, apabila suatu tindakan medis dianggap tidak ada manfaatnya, maka
dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis, & dapat dijerat hukum
sesuai KUHP pasal 351 tentang penganiayaan
Tindakan menghentikan perawatan medis yang dianggap tidak ada gunanya
lagi, sebaiknya dimaksudkan untuk mencegah tindakan medis yang tidak lagi
merupakan kompetensinya, & bukan maksud untuk memperpendek atau mengakhiri
hidup pasien.
Dengan kata lain, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah
memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien & bukan mengakhiri hidup
pasien. Ini sesuai dengan pendapat Prof.Olga Lelacic yang mengatakan: Dalam
kenyataan yang meminta dokter untuk mengakhiri hidupnya, sebenarnya tidak ingin
mati, tetapi ingin mengakhiri atau ingin lepas dari penderitaan karena penyakitnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Euthanasia?
2. Bagaimana Klasifikasi Euthanasia?
3. Bagaimana Euthanasia dipandang dari etika, sosial budaya dan agama?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan Pengertian Euthanasia.
2. Menjelaskan Klasifikasi Euthanasia.
3. Menjelaskan Euthanasia dipandang dari segi etika, sosial budaya dan agama.

EUTHANASIA Page 2
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Euthanasia


Euthanasia (eu = baik, thanatos = mati) atau good death / easy death sering
pula disebut “mercy killing” pada hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan
kasihan, sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right self of determination) pada diri pasien. Hak ini menjadi unsur utama
hak asasi manusia dan seiring dengan kesadaran baru mengenai hak-hak tersebut.
Demikian pula dengan berbagai perkembangan ilmu dan teknologi (khususnya dalam
bidang kedokteran), telah mengakibatkan perubahan yang dramatis atas pemahaman
mengenai euthanasia. Namun, uniknya, kemajuan dan perkembangan yang pesat ini
rupanya tidak diikuti oleh perkembangan di bidang hukum dan etika.
Pakar hukum kedokteran Prof. Separovic menyatakan bahwa konsep kematian
dalam dunia kedokteran masa kini dihadapkan pada kontradiksi antara etika, moral,
dan hukum di satu pihak, dengan kemampuan serta teknologi kedokteran yang
sedemikian maju di pihak lain.Menurut Hilman (2001), euthanasia berarti
“pembunuhan tanpa penderitaan” (mercy killing). Tindakan ini biasanya dilakukan
terhadap penderita penyakit yang secara medis sudah tidak mungkin lagi untuk bisa
sembuh.
Di dunia etik kedokteran kata euthanasia diartikan secara harfiah akan
memiliki arti “mati baik”. Di dalam bukunya seorang penulis Yunani bernama
Suetonius menjelaskan arti euthanasia sebagai “mati cepat tanpa derita”. Euthanasia
Studi Grup dari KNMG Holland (Ikatan Dokter Belanda) menyatakan: “Euthanasia
adalah perbuatan dengan sengaja untuk tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan
khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri”.

2.2 Klasifikasi Euthanasia


2.2.1 Berdasarkan orang yang membuat keputusan
Berdasarkan orang yang membuat suatu keputusan, euthanasia dibagi menjadi:
 Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang
sakit.

EUTHANASIA Page 3
 Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain
seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis.

2.2.2 Berdasarkan ahli hukum eutanasia


Menurut Dr. Veronica Komalawati, S.H., M.H., ahli hukum kedokteran dan
staf pengajar pada Fakultas Hukum UNPAD dalam artikel harian Pikiran
Rakyat mengatakan bahwa euthanasia dapat dibedakan menjadi:
 Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si
pasien. Misalnya, memberi tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat
berbahaya ke tubuh pasien.
 Euthanasia pasif yaitu Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja
tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup
pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang
mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika
kepada penderita pneumonia berat, dan melakukan kasus malpraktik.
Disebabkan ketidaktahuan pasien dan keluarga pasien, secara tidak
langsung medis melakukan euthanasia dengan mencabut peralatan yang
membantunya untuk bertahan hidup.
 Autoeuthanasia yaitu Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar
untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa itu akan
memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut, ia
membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Autoeuthanasia pada
dasarnya adalah euthanasia atas permintaas sendiri (APS).

2.2.3 Berdasarkan Cara Pelaksanaannya


Berdasarkan cara pelaksanaannya euthanasia di bagi menjadi tiga, yaitu :
 Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan
secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya
untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia
agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang
mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh
senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.

EUTHANASIA Page 4
 Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis
(autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk
menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut
diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan
tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik
eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
 Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia
negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk
mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan
memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang
hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam
pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia
berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna
memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa
sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.
Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh
kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis
maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya
akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung
beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak
mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak
rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun
akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai
upaya defensif medis.

2.2.4 Berdasarkan Pemberian Izin


Berdasarkan Pemberian Izin euthanasia dibagi menjadi tiga yaitu :
 Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang
bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan
eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.

EUTHANASIA Page 5
 Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang
seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan
yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak
berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan
misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada
kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab
beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan
bagi si pasien.
 Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri,
namun hal ini juga masih merupakan hal controversial
2.2.5 Berdasarkan tujuan euthanasia
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
 Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
 Eutanasia hewan
 Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada
eutanasia agresif secara sukarela

2.3 Euthanasia dipandang dari Etik, Budaya dan Agama


2.3.1 Budaya dan sosial
Budaya Dilihat dari aspek social, tindakan euthanasia termasuk
tindakan yang tidak berprikemanusiaan karena menghilangkan nyawa
seseorang padahal nyawa seseorang merupakan hak seseorang. Dilihat dari
aspek budaya, di Indonesia euthanasia tidak diperbolehkan karena tidak sesuai
dengan budaya Indonesia, karna di Indonesian masih nenjunjung tinggi
budaya timur yaitu rasa kemanusiaan yang masih tinggi. Sedangkan di luar
negeri, sudah ada Negara yang memperbolehkan euthanasia bahkan euthanasia
pada anak kecil karna mungkin sesuai dengan budaya Negara tersebut.

2.3.2 Etika
Etika etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan
bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain.
Dari sudut pandang etika, euthanasia dan aborsi menghadapi kesulitan
yang sama. Suatu prinsip etika yang sangat mendasar ialah kita harus
menghormati kehidupan manusia. Bahkan kita harus menghormatinya dengan

EUTHANASIA Page 6
mutlak. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan
lain.
Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai "kesucian
kehidupan" (The Sanctity Of Life). Kehidupan manusia adalah suci karena
mempunyai nilai absolut, karena itu di mana-mana harus selalu dihormati. Jika
kita dengan konsekuen mengakui kehidupan manusia sebagai suci, menjadi
sulit untuk membenarkan eksperimentasi laboratorium dengan embrio muda,
meski usianya baru beberapa hari, dan menjadi sulit pula untuk menerima
praktik euthanasia dan aborsi, yang dengan sengaja mengakhiri kehidupan
manusia. Prinsip kesucian kehidupan ini bukan saja menandai suatu tradisi
etika yang sudah lama, tetapi dalam salah satu bentuk dicantumkan juga dalam
sistem hukum beberapa Negara.

2.3.3 Agama

Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada
seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau
memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli ahli agama
secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa
dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu
memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan
penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat
dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan.
Dalam al-quran dijelaskan melalui ayat berikut :
1. Allah berfirman dalam QS  al-Mâidah, 5: 32,
”Siapa pun yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena berbuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.”

2. Q.S An Nisaa : 93
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya
dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya.

EUTHANASIA Page 7
3. Q.S Az Zukhruf : 32
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami
Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

EUTHANASIA Page 8
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Eutanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan secara medis yang
melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang
minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan
Eutanasia diklarifikasikan menjadi lima macam diantaranya, yaitu :
1. Berdasarkan orang yang membuat keputusan
2. Berdasarkan ahli hukum eutanasia
3. Berdasarkan cara pelaksanaannya
4. Berdasarkan pemberian izin
5. Berdasarkan tujuan
Selain itu euthanasia juga dipandang dari berbagai sudut, yairu :
1. Budaya dan sosial adalah tindakan euthanasia termasuk tindakan yang tidak
berprikemanusiaan karena menghilangkan nyawa seseorang dan di Indonesia
euthanasia tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan budaya Indonesia, karna di
Indonesian masih nenjunjung tinggi budaya timur yaitu rasa kemanusiaan yang masih
tinggi
2. Etika adalah bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya
dilakukan seseorang terhadap orang lain.
3. Agama adalah kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada
seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau
memperpendek umurnya sendiri.

EUTHANASIA Page 9
DAFTAR PUSTAKA

Konferensi Wali Gereja Indonesia, Iman Katolik, Yogyakarta: Kanisius dan Jakarta: Obor, 1996.

Embuiru, P. Herman, SVD, Penterjemah, Katekismus Gereja Katolik, Ende: Arnoldus, 1995

EUTHANASIA Page 10

Anda mungkin juga menyukai