BAHAN AJAR
FISIKA
UNTUK SMA/MA KELAS X SEMESTER I
PENYUNTING : ST.HARTINA A
Biografi : hlm 90
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
VEKTOR ............................................................................................................................ 28
A. DEFENISI, GAMBAR, DAN NOTASI VEKTOR ............................................... 30
B. PEJUMLAHAN VEKTOE MENGGUNAKAN METODE GRAFIS DAN
ANALITIS ............................................................................................................. 31
C. MENJUMLAHKAN VEKTOR DENGAN METODE URAIAN ......................... 36
BAB III
BAB IV
TANGENSIAL ...................................................................................................... 56
D. HUBUNGAN RODA-RODA PADA GERAK MELINGKAR ............................ 59
BAB V
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kita memperoleh kesempatan untuk melanjutkan belajar ke jenjang
berikutnya. Saat ini kita akan diajak kembali belajar tentang Fisika. Fisika merupakan salah
satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis
dengan alam.
Penyusun menyadari bahwa penyelesaian bahan ajar ini ini meruakan hasil kerja sama
dari banyak pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak I. Wayan Sukarjita sebagai dosen mata kuliah yang telah memberikan
gambaran secara umum mengenai materi yang akan disusun.
2. Teman-teman seperjuangan GRAFIK 15 yang menyumbangkan tenaga, pikiran
maupun materi dalam penyusunan bahan ajar ini
Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat bagi kita dalam memperoleh pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan menganalisis segala hal yang berkaitan dengan fenomena alam
sehingga kalian mampu hidup selaras berdasarkan hukum alam, mampu mengelola sumber
daya alam dan lingkungan serta mampu mengurangi dampak bencana alam di sekitar kalian.
Selamat belajar, semoga sukses.
Penyusun
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 1
BAB 1
PENGUKURAN,
BESARAN, DAN SATUAN
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 2
BAB I
PENGUKURAN, BESARAN
DAN SATUAN
A. Sistem Pengukuran
Amatilah tinggi badan teman Anda, apakah terlihat lebih tinggi atau
lebih pendek daripada badan Anda? Anda dapat mengetahui jawabannya dengan
membandingkan tinggi badan Anda dengan teman Anda. Akan tetapi, Anda
akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara tepat seberapa besar
perbedaan tinggi yang ada pada Anda dan teman Anda. Dalam menentukan
besarnya perbedaan ini, Anda tentunya membutuhkan alat bantu yang dapat
memberikan solusinya dengan tepat.
Dalam kasus ini, secara tidak langsung Anda telah melakukan suatu
proses pengukuran. Membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang
telah ditetapkan sebagai standar pengukuran disebut mengukur. Alat bantu
dalam proses pengukuran disebut alat ukur. Berikut ini akan dijelaskan proses
pengukuran dengan menggunakan beberapa alat ukur, antara lain alat ukur
panjang (mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup), alat ukur massa, dan
alat ukur waktu.
1. Alat Ukur
Ketika Anda akan melakukan pengukuran suatu besaran Fisika,
dibutuhkan alat ukur untuk membantu Anda mendapatkan data hasil
pengukuran. Untuk mengukur panjang suatu benda, dapat menggunakan
mistar, jangka sorong, atau mikrometer ulir (sekrup). Untuk mengukur
massa suatu benda dapat menggunakan timbangan atau neraca. Adapun
untuk mengukur waktu, Anda dapat menggunakan jam atau stopwatch.
Dapatkah Anda menyebutkan alat ukur lainnya selain alat ukur tersebut?
Selain faktor alat ukur, untuk mendapatkan data hasil pengukuran yang
akurat perlu juga dipertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi proses pengukuran, antara lain benda yang diukur, proses
pengukuran, kondisi lingkungan, dan orang yang melakukan pengukuran.
a. Mistar Ukur
Pada umumnya, mistar sebagai alat ukur panjang memiliki dua
skala ukuran, yaitu skala utama dan skala terkecil. Satuan untuk skala
utama adalah sentimeter (cm) dan satuan untuk skala terkecil adalah
milimeter (mm). Skala terkecil pada mistar memiliki nilai 1 milimeter,
seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. Jarak antara skala utama adalah 1
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 4
b. Jangka Sorong
Pernahkah Anda melihat atau menggunakan alat ukur yang
memiliki skala nonius? Salah satu alat ukur ini adalah jangka sorong.
Anda dapat menggunakan alat ukur ini untuk mengukur diameter dalam,
diameter luar, serta kedalaman suatu benda yang akan diukur. Jangka
sorong merupakan alat ukur panjang yang terdiri atas skala utama, skala
nonius, rahang pengatur garis tengah dalam, rahang pengatur garis
tengah luar, dan pengukur kedalaman. Rahang pengatur garis tengah
dalam dapat digunakan untuk mengukur diameter bagian dalam sebuah
benda. Adapun rahang pengatur garis tengah bagian luar dapat
digunakan untuk mengukur diameter bagian luar sebuah benda.
nonius. Skala nonius jangka sorong pada Gambar 1.2, memiliki jumlah
1 𝑚𝑚
skala 20 maka skala terkecil dari jangka sorong tersebut adalah =
20
0,05 mm. Nilai ketidakpastian jangka sorong ini adalah setengah dari
skala terkecil sehingga jika dituliskan secara matematis, diperoleh
1
Δx = x 0,05 mm = 0,025 mm
2
d. Stopwatch
Pernahkah Anda mengukur,berapa lama Anda berlari?
Menggunakan apakah Anda mengukurnya? Banyak sekali macam dan
jenis alat ukur waktu. Salah satu contohnya adalah stopwatch. Stopwatch
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 6
merupakan alat pengukur waktu yang memiliki skala utama (detik) dan
skala terkecil (milidetik). Pada skala utama, terdapat 10 bagian skala
terkecil sehingga nilai satu skala terkecil yang dimiliki oleh stopwatch
analog adalah 0,1 detik. Ketelitian atau ketidakpastian Δ ()x dari alat
1
ukur stopwatch analog adalah Δx = × 0,1 detik = 0,05 detik. Selain
2
stopwatch analog, terdapat juga stopwatchdigital. Menurut Anda
samakah pengukuran stopwatch analog dengan stopwatchdigital?
Manakah yang lebih akurat?
e. Neraca
Mungkin Anda pernah menimbang sebuah telur dengan
menggunakan timbangan atau membandingkan massa dua buah benda,
dengan menggunakan kedua tangan Anda. Dalam hal ini Anda sedang
melakukan pengukuran massa. Hanya saja alat yang digunakan berbeda.
Terdapat banyak macam alat ukur massa, misalnya neraca ohaus, neraca
pegas, dan timbangan. Setiap alat ukur massa memiliki cara pengukuran
yang berbeda. Cobalah Anda ukur massa sebuah benda kemudian
tuliskan cara mengukurnya.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 7
2,4 cm pada skala utama. Perhatikan skala nonius pada Gambar 1.7.
Skala atau garis ke-12 pada skala nonius berhimpit dengan skala atau
garis pada skala utama, yakni pada nilai 4,7 cm. Oleh karena nilai
terkecil dari skala nonius adalah 0,05 mm atau 0,005 cm, penulisan
panjang logam menjadi 2,3 cm + (12 × 0,005 cm) = 2,36 cm. Seperti
yang Anda ketahui bahwa setiap alat ukur memiliki nilai tingkat
ketelitian atau ketidakpastian. Nilai ketelitian yang dimiliki oleh jangka
sorong adalah setengah dari nilai skala terkecil, yakni 0,025 mm atau
0,0025 cm.
Seperti halnya pengukuran tunggal menggunakan mistar, nilai di
belakang koma pada nilai ketelitian harus sama dengan nilai di belakang
koma pada nilai hasil pengukuran. Oleh karena itu, panjang logam dapat
ditulis kembali menjadi 2,3600 cm. Panjang hasil pengukuran secara
matematis dapat ditulis:
l = (2,3600 + 0,0025) cm
atau
2,3575 cm <𝑙0 < 2,3625 cm
mm. Nilai ketelitian yang dimiliki mikrometer ulir (sekrup) adalah 0,005
mm, yakni setengah dari skala terkecil yang dimiliki skala nonius pada
mikrometer ulir. Nilai ketelitian mikrometer ulir memiliki tiga nilai di
belakang koma sehingga nilai pengukurannya harus ditulis 5,450 mm
dan panjang pengukuran adalah
l = (5,450 mm + 0,005 mm)
dan secara matematis, dapat ditulis
5,345 mm < 𝑙0 < 5,455 mm
Setelah Anda memahami mengenai pengukuran tunggal pada
mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup, bagaimanakah caranya
jika Anda melakukan pengukuran tunggal dengan menggunakan
stopwatch dan neraca? Coba diskusikan bersama teman dan guru Anda.
b. Pengukuran berulang
Setelah Anda mempelajari pengukuran tunggal, sekarang Anda
akan belajar pengukuran berulang. Pengukuran berulang adalah
pengukuran yang dilakukan tidak hanya sekali, melainkan berulang-
ulang supaya mendapatkan ketelitian yang maksimal dan akurat.
Pengukuran berulang digunakan ketika dalam proses mengukur, Anda
mendapatkan hasil yang berbeda-beda dari segi pandang, baik dari segi
pengamat (pengukur) maupun dari segi objek yang diukur. Ketika Anda
melakukan pengukuran tunggal, ketelitian atau ketidakpastian yang
diperoleh adalah setengah dari skala terkecil. Dalam pengukuran
berulang, pernyataan ini tidak berlaku melainkan menggunakan
simpangan baku (S𝑥 ).
Hasil pengukuran panjang suatu benda dapat berbeda-beda jika
dilakukan berulang-ulang. Laporan hasil pengukurannya berupa rata-rata
nilai hasil pengukuran dengan ketidakpastian yang sama dengan
simpangan bakunya. Sebagai contoh, hasil pengukuran panjang sebuah
benda sebanyak n kali adalah 𝑥1 𝑥2 𝑥3 … … . 𝑥𝑛 Nilai rata-ratanya, yaitu
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 10
dengan n adalah jumlah data yang diukur dan adalah nilai rata-rata hasil
pengukuran. Simpangan bakunya dapat ditulis sebagai berikut
B. Angka penting
Hasil pengukuran yang telah Anda lakukan dengan menggunakan alat
ukur adalah nilai data hasil pengukuran. Nilai ini berupa angka-angka dan
termasuk angka penting. Jadi, definisi dari angka penting adalah semua angka
yang diperoleh dari hasil pengukuran, termasuk angka terakhir yang ditaksir
atau diragukan. Angka-angka penting ini terdiri atas angka-angka pasti dan satu
angka taksiran yang sesuai dengan tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan.
Semua angka-angka hasil pengukuran adalah bagian dari angka penting.
Namun, tidak semua angka hasil pengukuran merupakan angka penting. Berikut
ini merupakan aturan penulisan nilai dari hasil pengukuran.
a. Semua angka bukan nol merupakan angka penting. Jadi, 548 memiliki 3
angka penting dan 1,871 memiliki 4 angka penting.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 12
b. Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol termasuk angka
penting. Jadi, 2,022 memiliki 4 angka penting.
c. Angka nol yang terletak di sebelah kanan tanda koma dan angka bukan nol
termasuk angka penting.
d. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik yang terletak di
sebelah kiri maupun di sebelah kanan koma desimal, bukan angka penting.
Jadi, 0,63 memiliki 2 angka penting dan 0,008 memiliki 1 angka penting. Hal
ini akan lebih mudah terlihat jika ditulis 63 × 10–2 dan 8 × 10 –3
. Dalam penulisan hasil pengukuran, ada kalanya terdapat angka
yang digarisbawahi. Tanda garis bawah ini menunjukkan nilai yang diragukan.
Angka yang digarisbawahi termasuk angka penting, tetapi angka setelah angka
yang diragukan bukan angka penting. Jadi, 3541 memiliki 3 angka penting dan
501,35 memiliki 4 angka penting.
itu, terdapat dua besaran tambahan yang tidak memiliki dimensi, yakni
sudut datar dan sudut ruang (tiga dimensi). Satuan dan lambang satuan
dari besaran pokok dapat Anda lihat pada Tabel 1.2 dan Tabel 1.3
berikut.
b. Besaran turunan
Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari beberapa
besaran pokok. Sebagai contoh, volume sebuah balok adalah panjang ×
lebar × tinggi. Panjang, lebar, dan tinggi adalah besaran pokok yang
sama. Dengan kata lain, volume diturunkan dari tiga besaran pokok yang
sama, yakni panjang. Contoh lain adalah kelajuan, yakni jarak dibagi
waktu. Kelajuan diturunkan dari dua besaran pokok yang berbeda, yakni
panjang (jarak) dan waktu. Selain memiliki satuan yang diturunkan dari
satuan besaran pokok, besaran turunan juga ada yang memiliki nama
satuan tersendiri. Beberapa contoh besaran turunan dan satuannya
ditampilkan pada Tabel 1.4.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 14
2. Satuan
Ada dua macam sistem satuan yang sering digunakan dalam ilmu Fisika
dan ilmu teknik, yakni sistem metrik dan sistem Inggris. Satuan yang akan
dibahas dalam materi ini adalah sistem metrik saja. Sistem metrik kali
pertama digunakan di negara Prancis yang dibagi menjadi dua bagian, yakni
sistem MKS (meter - kilogram - sekon) dan CGS (centimeter - gram -
sekon). Akan tetapi, satuan internasional menetapkan sistem MKS sebagai
satuan yang dipakai untuk tujuh besaran pokok.
a. Penetan satuan panjang
Kali pertama, satu meter didefinisikan sebagai jarak antara dua
goresan yang terdapat pada kedua ujung batang platina-iridium pada
suhu 0°C yang disimpan di Sevres dekat Paris. Batang ini disebut meter
standar. Meskipun telah disimpan pada tempat yang aman dari pengaruh
fisik dan kimia, meter standar ini akhirnya mengalami perubahan
panjang walaupun sangat kecil. Pada 1960, satu meter standar
didefinisikan sebagai jarak yang sama dengan 1.650.763,73 kali riak
panjang gelombang cahaya merah-jingga yang dihasilkan oleh gas
kripton.
b. Penetapan satuan massa
Kilogram standar adalah sebuah massa standar, yakni massa
sebuah silinder platina-iridium yang aslinya disimpan di Sevres dekat
Paris. Di Kota Sevres terdapat tempat kantor internasional tentang berat
dan ukuran. Selanjutnya, massa kilogram standar disamakan dengan
massa 1 liter air murni pada suhu 4°C.
c. Penetapan satuan waktu
Satuan waktu dalam SI adalah detik atau sekon. Pada awalnya, 1
1
detik atau 1 sekon didefinisikan dengan hari Matahari rata-rata.
86.400
Oleh karena 1 hari Matahari rata-rata dari tahun ke tahun tidak sama,
standar ini tidak berlaku lagi. Pada 1956, sekon standar ditetapkan
secara internasional, yakni
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 15
1
1 sekon = 31.556.925,9747lamanya tahun 1900
Akhirnya pada 1967, ditetapkan kembali bahwa satu sekon adalah waktu
yang diperlukan atom Cesium untuk bergetar sebanyak 9.192.631.770
kali.
d. Penetapan satuan arus lstrik
Arus listrik yang diukur memiliki satuan ampere. Satu ampere
didefinisikan sebagai jumlah muatan listrik satu coulomb (1 coulomb =
6,25 1018 elektron) yang melewati suatu penampang dalam waktu 1
sekon.
e. Penetapan suatu suhu
Sebelum 1954, titik acuan suhu diambil sebagai titik lebur es
pada harga 0°C dan titik didih air berharga 100°C pada tekanan 76
cmHg. Kemudian pada 1954, dalam kongres Perhimpunan Internasional
Fisika, diputuskan bahwa suhu titik lebur es pada 76 cmHg menjadi T =
273,15 K dan titik didih air pada 76 cmHg menjadi T = 373,15 K.
f. Penetapan satuan intensitas cahaya
Sumber cahaya standar kali pertama menggunakan sumber
cahaya buatan, yang ditetapkan berdasarkan perjanjian internasional
yang disebut sebagai lilin. Pada 1948, ditetapkan sumber cahaya standar
yang baru, yakni cahaya yang dipancarkan oleh benda hitam pada suhu
titik lebur platina (1.773°C) yang dinyatakan dengan satuan kandela.
Satuan kandela didefinisikan sebagai benda hitam seluas satu
meter persegi yang bersuhu titik lebur platina (1.773°C). Benda ini akan
memancarkan cahaya dalam arah tegak lurus dengan kuat cahaya
sebesar 6 × 105 kandela.
g. Penetapan satuan jumlah zat
Jumlah zat dalam satuan internasional memiliki satuan mol. Satu
mol zat terdiri atas 6,025 × 1023 buah partikel (bilangan 6,025 ×1023
disebut dengan bilangan Avogadro).
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 16
3. Faktor Pengali
Dalam sistem internasional, faktor pengali dari sebuah besaran pokok
dengan besaran pokok yang lainnya adalah sama. Contoh untuk besaran
panjang dan besaran massa, yakni seperti pada tabel berikut.
5. Konversi Satuan
Adakalanya ketika Anda ingin melakukan operasi suatu besaran, baik
penjumlahan, pengurangan, perkalian, ataupun pembagian, Anda akan
mengalami kesulitan dalam melakukannya dikarenakan satuan dari besaran
yang sejenis tidak sama. Misalnya, Anda akan menjumlahkan dua buah
besaran kelajuan 72 km/jam + 30 m/s, penjumlahan tersebut tidak dapat
Anda lakukan sebelum Anda konversi salah satu satuan dari besaran satu ke
satuan besaran lainnya. Nilai 72 km/jam dapat Anda konversi menjadi m/s
dengan cara sebagai berikut
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 18
1 km = 1.000 m
1 jam = 3.600 s
72.000 𝑚
maka 72 km/jam = = 20 m/s Jadi, Anda dapat dengan mudah
3.600 𝑠
menjumlahkan kedua nilai kelajuan tersebut.
20 m/s + 30 m/s = 50 m/s.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 19
RANGKUMAN
1. Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran
lainnya yang telah ditetapkan sebagai standar suatu besaran.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuranadalah
a. alat ukur;
b. lingkungan pengukuran; dan
c. orang yang mengukur.
3. Jenis-jenis alat ukurantara lain:
a. alat ukur panjang, contohnya mistar ukur, jangka sorong, dan
mikrometer ulir (sekrup).
b.alat ukur massa, contohnya neraca ohaus
c. alat ukur waktu, contohnya stopwatch
4. Angka penting adalah semua angka yang diperoleh dari hasil
pengukuran, termasuk angka terakhir yang ditaksir atau diragukan.
5. Besaran pokok adalah besaran yang satuannya ditetapkan terlebih
dahulu dan tidak bergantung pada besaran lainnya.
6. Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari beberapa besaran
pokok.
7. Kedua ruas dari persamaan harus memiliki dimensi yang sama.
8. Satuan dapat diubah menjadi satuan lainnya, dalam besaran yang sama,
dengan cara konversi satuan.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 20
BAB 2
VEKTOR
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 29
BAB II
VEKTOR
Pada bab ini, Anda akan diajak untuk dapat menerapkan konsep besaran Fisika
dan pengukurannya dengan cara melakukan penjumlahan vektor. Pernahkah Anda
mengarungi lautan menggunakan perahu layar? Ketika perahu layar mencoba untuk
bergerak lurus, tiba-tiba angin dan ombak lautan menghambat perjalanan sehingga
Anda tidak dapat mencapai tujuan dengan tepat. Untuk dapat sampai di tempat tujuan,
Anda harus mengubah arah pergerakan perahu layar Anda dan memperkirakan arah
gerak angin dan ombak tersebut. Begitu pun jika Anda berenang di sungai yang
memiliki aliran yang kuat, Anda perlu berjuang melawan arus aliran sungai agar dapat
mencapai tujuan yang Anda inginkan. Besarnya kecepatan arus aliran sungai dapat
menentukan seberapa jauh penyimpangan Anda ketika berenang. Mengapa hal tersebut
dapat terjadi? Semua yang Anda alami tersebut berhubungan dengan vektor. Untuk
lebih memahami materi mengenai vektor, pelajarilah bahasan-bahasan berikut ini
dengan saksama.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 30
Gambar 2.2
Arah vektor dinyatakan oleh sudut yang dibentuknya terhadap sumbu-positif
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 31
Gambar 2.3
Menjumlahkan vektor searah
Sedikit berbeda dengan kasus tersebut, misalnya setelah menempuh
jarak lurus 50 𝑘𝑚 ke timur, Anda kembali lagi ke barat sejauh 30 𝑘𝑚.
Relatif terhadap titik asal, perpindahan Anda menjadi 50 𝑘𝑚 – 30 𝑘𝑚 =
20 𝑘𝑚 ke timur. Secara grafis, perpindahan Anda diperlihatkan pada
Gambar 3.4.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 32
Gambar 2.4
Menjumlahkan dua vektor berlawanan arah
Dari kedua contoh, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.3 dan
Gambar 2.4, menjumlahkan dua buah vektor sejajar mirip dengan
menjumlahkan aljabar biasa. Secara matematis, resultan dua buah vektor
sejajar, yakni, sebagai berikut. Jika vektor A dan B searah, besar vektor
resultan R, adalah :
𝑅 = |𝐴 + 𝐵|
dengan arah vektor R sama dengan arah vektor A dan B. Sebaliknya, jika
kedua vektor tersebut berlawanan, besar resultannya adalah :
𝑅 = |𝐴 − 𝐵|
dengan arah vektor R sama dengan arah vektor yang terbesar.
Gamabar 2.5
Menjumlahkan dua vektor yang saling tegak lurus
Dan arahnya 𝑟 = √𝑥 2 + 𝑦 2 = √402 + 302 = √2500 = 50 𝑘𝑚
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 33
𝑦 30 3 3
tan 𝜃 = = = → 𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( ) = 37°
𝑥 40 4 4
terhadap sumbu-𝑥 positif (atau 37° dari arah timur).
Dari contoh kasus tersebut, jika dua buah vektor, A dan B, yang
saling tegak lurus akan menghasilkan vektor resultan, R, yang besarnya :
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2
𝐵
dengan arahnya 𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 (𝐴)
terhadap arah vektor A dengan catatan vektor B searah sumbu- 𝑦 dan
vektor A searah sumbu-𝑥.
Gambar 2.6
(a) Vektor A dan vektor B mengapit sudut. (b) Menggambarkan vektor
resultan dari vektor A dan vektor B.
Gambar 2.7
Menentukan besar
resultan dua buah vektor
secara analitis.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 34
resultan 𝑅 adalah :
𝑅 = √(𝐴 + 𝐶)2 + 𝐷2 = √𝐴2 + 2𝐴𝐶 + 𝐶 2 + 𝐷2
Selanjutnya, juga dengan menggunakan Dalil Pythagoras, dari
gambar diperoleh :
𝐶 2 + 𝐷2 = 𝐵2
𝐶
dan dari trigonometri, cos 𝜃 = atau 𝐶 = 𝐵 cos 𝜃
𝐵
Dengan memasukkan dua persamaan terakhir ke persamaan
pertama, diperoleh besarnya vektor resultan 𝑅.
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2 + 2𝐴𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝜃
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Selisih dua buah vektor
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 35
Gambar 2.10
𝑅 = √(Σ𝑅𝑥 )2 + (Σ𝑅𝑦 )2
Σ𝑅𝑦
dan arahnya terhadap sumbu-𝑥 positif tan 𝜃 =
Σ𝑅𝑥
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 38
RANGKUMAN
1. Besaran skalar adalah besaran yang memiliki nilai saja (contoh: jarak, laju,
luas, volume, suhu, dan energi).
2. Besaran vektor adalah besaran yang memiliki nilai dan arah. (contoh:
perpindahan, kecepatan, percepatan, dan gaya).
3. Notasi atau simbol sebuah vektor dapat menggunakan satu atau dua huruf
dengan tanda panah di atasnya atau dengan dicetak tebal.
4. Penjumlahan vektor dapat menggunakan metode grafis, analitis, poligon, dan
ukuran.
5. Jika dua buah vektor membentuk sudut α , resultan dan selisih keduanya dapat
dihitung dengan persamaan:
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2 + 2𝐴𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝜃
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2 − 2𝐴𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝜃
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 39
Latihan Soal
1. Sebuah mobil bergerak menempuh jarak 150 𝑘𝑚 ke barat, kemudian 200 𝑘𝑚
ke selatan. Berapakah perpindahan mobil dari titik asal (besar dan arahnya)?
2. Ahmad hendak menyeberangi sungai menggunakan perahu. Kecepatan arus air
4 𝑚/𝑠. Jika Ahmad memacu perahu dengan kecepatan 3 𝑚/𝑠 tegak lurus arus
air, berapakah kecepatan perahu relatif terhadap tepi sungai? Berapakah sudut
yang dibentuk oleh lintasan perahu terhadap garis tepi sungai?
3. Dua buah vektor, A dan B, masing-masing besarnya 30 𝑁 dan 40 𝑁 .
Tentukanlah resultan kedua vektor tersebut jika
(a) searah,
(b) berlawanan arah, dan
(c) saling tegak lurus.
(d) Tentukan resultan dan selisihnya jika kedua vektor membentuk sudut 60°.
4. Komponen-komponen sebuah vektor pada sumbu- 𝑥 dan sumbu- 𝑦 masing-
masing 60 satuan dan 80 satuan. Tentukanlah besar dan arah vektor asalnya!
5. Vektor A berada pada bidang 𝑥𝑦 positif. Besar vektor tersebut 100 satuan dan
komponennya pada sumbu-𝑦 adalah 50 satuan. Tentukanlah:
a. besar komponennya pada sumbu-𝑥,
b. berapakah sudut yang dibentuk oleh vektor A tersebut terhadap sumbu-𝑥
positif?
6. Seseorang mengendarai mobil pada lintasan yang lurus ke timur menempuh
jarak sejauh 60 𝑘𝑚. Selanjutnya, berbelok ke arah 37° antara timur dan selatan
sampai menempuh jarak sejauh 50 𝑘𝑚. Kemudian, berbelok lagi menuju ke
barat hingga menempuh jarak 70 𝑘𝑚.
a. Gambarkan vektor-vektor perpindahannya pada koordinat kartesius dengan
sumbu-𝑥 negatif menyatakan timur.
b. Hitunglah resultan perpindahannya.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 40
BAB 3
GERAK LURUS
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 41
BAB III
GERAK LURUS
akan membahas penjelasan mengenai benda yang bergerak pada jalur yang lurus, yang
merupakan gerak satu dimensi.
A. Kedudukan, Jarak, dan Perpindahan
Kedudukan diartikan sebagai letak (posisi) suatu benda pada waktu
tertentu terhadap acuan. Sebagai contoh, ketika kalian berada di atas kereta api
yang bergerak dengan laju 80 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚, kalian mungkin akan memerhatikan
seseorang yang berjalan melewati ke arah depan kereta dengan laju tertentu,
katakanlah 10 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚. Tentu saja ini merupakan laju orang tersebut terhadap
kereta sebagai kerangka acuan. Terhadap permukaan bumi, orang tersebut
bergerak dengan laju 80 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 + 10 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 = 90 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚. Penentuan
kerangka acuan penting dalam menyatakan laju.
Bahkan, jarak pun bergantung pada kerangka acuan.
Sebagai contoh, tidak ada artinya jika saya memberitahu kalian
bahwa kota Yogyakarta berjarak 60 𝑘𝑚 , kecuali saya
memperjelas 60 𝑘𝑚 dari arah mana. Terlebih lagi, ketika
menspesifikasikan gerak suatu benda, adalah penting untuk tidak
hanya menyatakan laju tetapi juga arah gerak. Seringkali kita
dapat menyatakan arah dengan menggunakan titik-titik mata
Gambar 3.1 angin, yaitu Utara, Timur, Selatan, dan Barat, atau menggunakan
“atas” dan “bawah”. Dalam fisika, kita sering menggunakan
Pasangan standar
sumbu koordinat, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1, untuk
sumbu koordinat 𝑥𝑦
menyatakan kerangka acuan. Kita akan selalu dapat
menempatkan titik asal O, dan arah sumbu 𝑥 dan 𝑦. Benda-benda
yang diletakkan di kanan titik asal (O) pada sumbu 𝑥 memiliki koordinat 𝑥
yang biasanya positif, dan titik-titik di sebelah kiri O memiliki koordinat
negatif. Posisi sepanjang sumbu 𝑦 biasanya dianggap positif jika berada di atas
O, dan negatif jika di bawah O, walaupun peraturan yang menyatakan
sebaliknya juga dapat digunakan jika lebih memudahkan. Semua titik pada
bidang dapat dispesifikasikan dengan memberinya koordinat 𝑥 dan 𝑦.
Pada gerak satu dimensi, kita sering memilih sumbu 𝑥 sebagai garis di
mana gerakan tersebut terjadi. Dengan demikian, posisi benda pada setiap saat
dinyatakan dengan koordinat 𝑥 saja.
Dalam fisika, jarak dan perpindahan memiliki pengertian yang berbeda.
Perpindahan didefinisikan sebagai perubahan posisi benda dalam selang waktu
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 43
tertentu. Jadi, perpindahan adalah seberapa jauh jarak benda tersebut dari titik
awalnya. Untuk melihat perbedaan antara jarak total dan perpindahan,
misalnya seseorang berjalan sejauh 50 𝑚 ke arah Timur dan kemudian
berbalik (ke arah Barat) dan berjalan menempuh jarak 30 𝑚, lihat Gambar 3.2.
Jarak total yang ditempuh adalah 80 𝑚, tetapi perpindahannya hanya 20 𝑚
karena posisi orang itu pada saat ini hanya berjarak 20 𝑚 dari titik awalnya.
Gambar 3.2
Seseorang berjalan 50 𝑚 ke
Timur, kemudian berbalik
arah 30 𝑚 ke Barat maka
perpindahannya 20 𝑚
Gambar 3.3
Δ𝑥 = 𝑥2 − 𝑥1
dengan:
𝑣̅ = laju rata-rata (𝑚/𝑠)
𝑠 = jarak total yang ditempuh (𝑚)
𝑡 = waktu tempuh yang diperlukan (𝑠)
Istilah kecepatan dan laju sering dipertukarkan dalam bahasa
seharihari. Tetapi dalam fisika kita membuat perbedaan di antara
keduanya. Laju adalah sebuah bilangan positif dengan satuan 𝑚/𝑠, yang
menyatakan perbandingan jarak yang ditempuh oleh benda terhadap
waktu yang dibutuhkannya. Kecepatan digunakan untuk menyatakan baik
besar (nilai numerik) mengenai seberapa cepat sebuah benda bergerak
maupun arah geraknya. Dengan demikian, kecepatan merupakan besaran
vektor. Ada perbedaan kedua antara laju dan kecepatan, yaitu kecepatan
rata-rata didefinisikan dalam hubungannya dengan perpindahan, dan
bukan dalam jarak total yang ditempuh.
𝑠2 − 𝑠1 ∆𝑠
̅=
𝒗 =
𝑡2 − 𝑡1 ∆𝑡
dengan:
𝒗̅ = kecepatan rata-rata (𝑚/𝑠)
∆𝑠 = perpindahan benda (𝑚)
∆𝑡 =interval waktu yang diperlukan (𝑠)
2. Kecepatan sesaat (𝑣)
Jika kalian mengendarai sepeda motor sepanjang jalan yang lurus
sejauh 120 𝑘𝑚 dalam waktu 2 𝑗𝑎𝑚 , besar kecepatan rata-rata sepeda
motor kalian adalah 60 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 . Walaupun demikian, tidak mungkin
kalian mengendarai sepeda motor tersebut tepat 60 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 setiap saat.
Untuk mengatasi situasi ini kita memerlukan konsep kecepatan sesaat,
yang merupakan kecepatan benda pada saat tertentu. Kecepatan inilah
yang ditunjukkan pada spidometer. Kecepatan sesaat pada waktu tertentu
adalah kecepatan rata-rata selama selang waktu yang sangat kecil, yang
dinyatakan oleh:
∆𝑥
𝜈̅ = lim
∆𝑡→0 ∆𝑡
Kecepatan sesaat didefinisikan sebagai kecepatan ratarata pada lim
∆𝑡→0
yang menjadi sangat kecil, mendekati nol.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 45
C. Percepatan
1. Percepatan rata-rata (𝑎̅)
Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan kecepatan
dibagi waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut.
∆𝑣
𝑎̅ =
∆𝑡
dengan:
𝑎̅ = percepatan rata-rata (𝑚/𝑠 2 )
∆𝑣 = perubahan kecepatan (𝑚/𝑠)
∆𝑡 =interval waktu yang diperlukan (𝑠)
dengan:
𝑠 = jarak yang ditempuh (𝑚)
𝑣 = kecepatan (𝑚/𝑠)
𝑡 = waktu yang diperlukan (𝑠)
Jika kecepatan 𝑣 mobil yang bergerak dengan laju konstan selama selang
waktu 𝑡 sekon, diilustrasikan dalam sebuah grafik 𝑣 − 𝑡 , akan diperoleh
sebuah garis lurus, tampak seperti pada Gambar 3.4.
Grafik hubungan 𝑣 − 𝑡 dibawah menunjukkan bahwa kecepatan benda
selalu tetap, tidak tergantung pada waktu, sehingga grafiknya merupakan garis
lurus yang sejajar dengan sumbu 𝑡(waktu). Berdasarkan Gambar 3.4, jarak
tempuh merupakan luasan yang dibatasi oleh grafik dengan sumbu t dalam
selang waktu tertentu. Hal ini berlaku pula untuk segala bentuk grafik yaitu
lurus maupun lengkung.
Gambar 3.4
Gambar 3.5
𝑥 − 𝑥0
𝑣̅ =
𝑡
Persamaan ini bisa kita tuliskan:
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣̅ 𝑡
Karena kecepatan bertambah secara beraturan, kecepatan rata-rata
akan berada di tengah-tengah antara kecepatan awal dan kecepatan akhir,
yang dirumuskan:
𝑣0 + 𝑣
𝑣̅ =
2
Dengan menggabungkan dua persamaan didapatkan:
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣̅ 𝑡
𝑣0 + 𝑣
= 𝑥0 + ( )𝑡
2
𝑣0 + 𝑣0 + 𝑎𝑡
𝑥0 + ( )𝑡
2
1
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2
2
itu, karena gerak tersebut vertikal, kita akan mengganti 𝑥 dengan 𝑦 , dan
menempatkan 𝑦0 di tempat 𝑥0 . Kita ambil 𝑦0 = 0, kecuali jika ditentukan lain.
Tidak masalah apakah kita memilih 𝑦 positif pada arah ke atas atau arah ke
bawah, yang penting kita harus konsisten sepanjang penyelesaian soal. Secara
matematis persamaan pada gerak jatuh bebas dirumuskan sebagai berikut:
𝑣 = 𝑣0 + 𝑔𝑡
1
𝑦 = 𝑣0 𝑡 + 𝑔𝑡 2
2
2 2
𝑣 = 𝑣0 + 2𝑔𝑦
𝑣 + 𝑣0
𝜈̅ =
2
G. Gerak Vertikal Keatas
1. Ketinggin maksimum 𝑦𝑚𝑎𝑥
Untuk menentukan ketinggian maksimum, kita hitung posisi bola
ketika kecepatannya sama dengan nol (𝑣 = 0) pada titik tertinggi. Pada
saat mula-mula 𝑡 = 0, ketinggian mula-mula 𝑦0 = 0, kecepatan awal 𝑣0 ,
dan percepatannya 𝑎 = −𝑔. Sehingga kita dapatkan persamaan:
𝑣 2 = 𝑣02 − 2𝑔𝑦
0 = 𝑣02 − 2𝑔𝑦
𝑣02
𝑦𝑚𝑎𝑥 =
2𝑔
2. Lama benda diudara 𝑡𝑐 = 2𝑡𝑚𝑎𝑥
Dengan menggunakan persamaan GLBB dan 𝑎 = −𝑔 , diperoleh
hal-hal berikut ini:
1. Waktu yang dibutuhkan benda untuk mencapai titik tertinggi:
𝑣 = 𝑣0 − 𝑔𝑡
0 = 𝑣0 − 𝑔𝑡
𝑣0
𝑡𝑚𝑎𝑥 =
𝑔
2. Waktu yang diperlukan untuk jatuh kembali:
1
𝑦0 = 𝑣𝑜 𝑡 − 𝑔𝑡 2
2
1 2
0 = 𝑣𝑜 𝑡 − 𝑔𝑡
2
2𝑣0
𝑡𝐶 = = 2𝑡𝑚𝑎𝑥
𝑔
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 51
RANGKUMAN
1. Gerak merupakan perubahan posisi (kedudukan) suatu benda terhadap sebuah
acuan tertentu.
2. Kedudukan diartikan sebagai letak (posisi) suatu benda pada waktu tertentu
terhadap acuan.
3. “Kelajuan” atau “laju” menyatakan seberapa jauh sebuah benda bergerak dalam
selang waktu tertentu.
4. Kecepatan sesaat adalah kecepatan rata-rata pada selang waktu yang sangat
pendek.
5. Percepatan merupakan perubahan kecepatan pada satuan waktu tertentu.
6. Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan kecepatan dibagi waktu
yang diperlukan untuk perubahan ini.
7. Suatu benda dikatakan mengalami gerak lurus beraturan jika lintasan yang
ditempuh oleh benda itu berupa garis lurus dan kecepatannya selalu tetap setiap
saat.
8. Pada saat percepatan konstan dan gerak melalui garis lurus disebut gerak lurus
berubah beraturan (GLBB).
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 52
Latihan Soal
1. Sebuah pesawat yang membawa penumpang sebanyak 200 orang terbang ke
utara sejauh 6 𝑘𝑚, kemudian belok ke barat sejauh 4 𝑘𝑚. Oleh karena terdapat
kabut yang sangat tebal, pesawat tersebut kehilangan arah sehingga pesawat
berbelok sejauh 3 𝑘𝑚 ke selatan. Tentukanlah jarak dan perpindahan yang telah
ditempuh pesawat tersebut !
2. Sebuah partikel bergerak dengan mengikuti persamaan 𝑥 = 5𝑡 3 – 2𝑡 2 + 1
dengan 𝑠 dalam 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 dan 𝑡 dalam 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛 . Tentukanlah kecepatan rata-rata
pada saat 𝑡 = 1 𝑠 dan 𝑡 = 2 𝑠 !
3. Kereta api A dan B yang terpisah sejauh 6 𝑘𝑚 , bergerak berlawanan arah.
Kecepatan setiap kereta api adalah 60 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 untuk kereta api A dan 40 𝑘𝑚/
𝑗𝑎𝑚 untuk kereta api B. Tentukanlah kapan dan di mana kedua kereta api
tersebut berpapasan?
4. Kecepatan sebuah truk bertambah secara beraturan dari 36 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 menjadi
108 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 dalam waktu 20 𝑠 . Tentukanlah kecepatan rata-rata dan
percepatan rata-rata dari truk tersebut !
5. Sebuah peluru ditembakkan vertikal ke atas dengan kecepatan awal 500 𝑚/𝑠.
Tentukanlah:
a. tinggi maksimum, dan
b. waktu yang diperlukan hingga mencapai tinggi maksimum.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 53
BAB 4
GERAK
MELINGKAR
BERATURAN
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 54
BAB IV
GERAK MELINGKAR
BERATURAN
Sebuah benda bergerak pada garis lurus jika gaya total yang ada padanya
bekerja pada arah gerak benda tersebut, atau sama dengan nol. Jika gaya total bekerja
dengan membentuk suatu sudut terhadap arah gerak pada setiap saat, benda akan
bergerak dalam lintasan yang membentuk kurva. Sebagai contoh gerak roda dan gerak
bola di ujung tali yang diputar.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 55
2. Posisi Sudut
Gambar 4.2 melukiskan sebuah titik P yang berputar terhadap sumbu yang tegak
lurus terhadap bidang gambar melalui titik O. Titik P bergerak dari A ke B dalam
selang waktu t. Posisi titik P dapat dilihat dari besarnya sudut yang ditempuh, yaitu
yang dibentuk oleh garis AB terhadap sumbu x yang melalui titik O. Posisi sudut
diberi satuan radian (rad). Besar sudut satu putaran adalah 360° = 2 radian.
Jika adalah sudut pusat lingkaran yang panjang busurnya s dan jari-jarinya R,
diperoleh hubungan:
s
.................................................................4.3
R
Dengan:
= lintasan/ posisi sudut (rad)
S = busur lintasan (m)
R= jari-jari (m)
sumbu tetap O dan jari-jari R. Jika P bergerak dari A ke B dengan menempuh lintasan
busur sejauh s, sedangkan posisi sudut yang terbentuk adalah , maka diperoleh
hubungan:
s
...........................................................4.5
R
3. Percepatan Sentripetal
Percepatan yang selalu mengarah ke pusat lingkaran disebut percepatan
sentripetal (as), dirumuskan:
v v v
as 2 1
t t
Di mana, ∆v adalah perubahan kecepatan dalamselang waktu ∆t yang pendek.
Pada akhirnya, kita akan mempertimbangkan situasi di mana ∆t mendekati nol,
sehingga akan diperoleh percepatan sesaat. Pada Gambar 3.7(a), selama selang waktu
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 58
dengan:
as = percepatan sentripetal (m/s2)
v = kecepatan linier (m/s)
R = jari-jari lintasan (m)
Berdasarkan persamaan (4.7), dapat disimpulkan bahwa
percepatan sentripetal tergantung pada v dan R. Untuk laju v yang lebih besar, semakin
cepat pula kecepatan berubah arah; dan semakin besar radius R, makin lambat
kecepatan berubah arah.
Vektor percepatan menuju ke arah pusat lingkaran, tetapi vektor kecepatan
selalu menunjuk ke arah gerak yang tangensial terhadap lingkaran. Dengan demikian,
vektor kecepatan dan percepatan tegak lurus satu sama lain pada setiap titik di jalurnya
untuk gerak melingkar beraturan, seperti terlihat pada Gambar 3.8.
BAB 5
HUKUM NEWTON
TENTANG GERAK
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 63
BAB V
HUKUM NEWTON TENTANG GERAK
Pada bab 2 kita telah membahas gerak benda yang dinyatakan dalam kecepatan
dan percepatan. Sekarang yang menjadi pertanyaan, mengapa benda-benda dapat
bergerak? Apa yang membuat benda yang pada mulanya diam mulai bergerak? Apa
yang mempercepat atau memperlambat benda? Apa yang terlibat ketika benda bergerak
membentuk lingkaran? Kita dapat menjawab setiap pertanyaan tersebut dengan
mengatakan bahwa untuk melakukan itu semua diperlukan sebuah gaya. Pada bab ini,
kalian akan menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak. Sebelum kalian mempelajari
tentang dinamika ini, pertama kita akan membahas konsep gaya secara kualitatif.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 64
A. Pengertian Gaya
Gaya merupakan suatu besaran yang menyebabkan benda bergerak. Ketika
seseorang mendorong mobil yang mogok, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1,
orang tersebut memberikan gaya pada mobil itu. Pada olah raga bulu tangkis, sebuah
gaya diberikan atlet pada bola sehingga menyebabkan bola berubah arah gerak. Ketika
sebuah mesin mengangkat lift, atau martil memukul paku, atau angin meniup daun-
daun pada sebuah pohon, berarti sebuah gaya sedang diberikan. Kita katakan bahwa
sebuah benda jatuh karena gaya gravitasi. Jadi, gaya dapat
menyebabkan perubahan pada benda, yaitu perubahan bentuk, sifat
gerak benda, kecepatan, dan
arah gerak benda. Di sisi lain, gaya tidak selalu menyebabkan
gerak. Sebagai contoh, jika kalian mendorong tembok dengan
sekuat tenaga, tetapi tembok tetap tidak bergerak.
Sebuah gaya memiliki nilai dan arah, sehingga merupakan
vektor yang mengikuti aturan-aturan penjumlahan vektor yang telah
dibahas pada pada bab 1. Untuk mengukur besar atau
kekuatan gaya, dapat dilakukan dengan menggunakan
neraca pegas, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.
B. Hukum I Newton
Bagaimanakah hubungan antara gaya dan gerak?
Aristoteles (384-322 SM) percaya bahwa diperlukan
sebuah gaya untuk menjaga agar sebuah benda tetap
bergerak sepanjang bidang horizontal. Ia mengemukakan
alasan bahwa untuk membuat sebuah buku bergerak
melintasi meja, kita harus memberikan gaya pada buku itu
secara kontinu. Menurut Aristoteles, keadaan alami sebuah
benda adalah diam, dan dianggap perlu adanya gaya untuk
menjaga agar benda tetap bergerak. Lebih jauh
lagi, Aristoteles mengemukakan, makin besar gaya pada benda,
makin besar pula lajunya.
Kira-kira 2000 tahun kemudian, Galileo Galilei (1564-
1642) menemukan kesimpulan yang sangat berbeda dengan
pendapat Aristoteles. Galileo mempertahankan bahwa sama
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 65
C. Hukum II Newton
Hukum I Newton menyatakan bahwa jika tidak ada gaya total yang bekerja
pada sebuah benda, maka benda tersebut akan tetap diam, atau jika sedang bergerak,
akan bergerak lurus beraturan (kecepatan konstan). Selanjutnya, apa yang terjadi jika
sebuah gaya total diberikan pada benda tersebut?
Newton berpendapat bahwa kecepatan akan berubah. Suatu gaya total yang
diberikan pada sebuah benda mungkin menyebabkan lajunya bertambah. Akan tetapi,
jika gaya total itu mempunyai arah yang berlawanan dengan gerak benda, gaya tersebut
akan memperkecil laju benda. Jika arah gaya total yang bekerja berbeda arah dengan
arah gerak benda, maka arah kecepatannya akan berubah (dan mungkin besarnya juga).
Karena perubahan laju atau kecepatan merupakan percepatan, berarti dapat dikatakan
bahwa gaya total dapat menyebabkan percepatan.
Bagaimana hubungan antara percepatan dan gaya? Pengalaman sehari-hari
dapat menjawab pertanyaan ini. Ketika kita mendorong kereta belanja, maka gaya total
yang terjadi merupakan gaya yang kita berikan dikurangi gaya gesek antara kereta
tersebut dengan lantai. Jika kita mendorong dengan gaya konstan selama selang waktu
tertentu, kereta belanja mengalami percepatan dari keadaan diam sampai laju tertentu,
misalnya 4 km/jam.
Jika kita mendorong dengan gaya dua kali lipat semula, maka kereta belanja
mencapai 4 km/jam dalam waktu setengah kali sebelumnya. Ini menunjukkan
percepatan kereta belanja dua kali lebih besar. Jadi, percepatan sebuah benda
berbanding lurus dengan gaya total yang diberikan. Selain bergantung pada gaya,
percepatan benda juga bergantung pada massa. Jika kita mendorong kereta belanja yang
penuh dengan belanjaan, kita akan menemukan bahwa kereta yang
penuh memiliki percepatan yang lebih lambat. Dapat disimpulkan
bahwa makin besar massa maka akan makin kecil percepatannya,
meskipun gayanya sama. Jadi, percepatan sebuah benda berbanding
terbalik dengan massanya.
Hubungan ini selanjutnya dikenal sebagai Hukum II Newton,
yang bunyinya sebagai berikut:
Percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan gaya total yang
bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massanya. Arah
percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya.
Hukum II Newton tersebut dirumuskan secara matematis
dalam persamaan:
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 68
F
a atau F m . a ......................................... 5.1
m
dengan:
a = percepatan (m/s2) m = massa benda (kg) ∑F = resultan gaya (N)
Satuan gaya menurut SI adalah newton (N). Dengan demikian, satu newton
adalah gaya yang diperlukan untuk memberikan percepatan sebesar 1 m/s2 kepada
massa 1 kg. Dari definisi tersebut, berarti 1 N = 1 kg.m/s2.
Dalam satuan cgs, satuan massa adalah gram (g). Satuan gaya adalah dyne, yang
didefinisikan sebagai besar gaya yang diperlukan untuk memberi percepatan sebesar 1
cm/s2 kepada massa 1 g. Dengan demikian, 1 dyne = 1 g.cm/s2. Hal ini berarti 1 dyne
= 10-5 N.
menggunakan neraca pegas. Gaya yang besarnya sama, pada persamaan (5.2), tetap
bekerja, tetapi mengapa benda tidak bergerak?
Dari Hukum II Newton, resultan gaya pada sebuah benda yang tetap diam
adalah nol. Pasti ada gaya lain pada benda tersebut untuk mengimbangi gaya gravitasi.
Untuk sebuah benda yang diam di atas meja, maka meja tersebut memberikan gaya ke
atas (perhatikan Gambar 4.10). Meja sedikit tertekan di bawah benda, dan karena
elastisitasnya, meja itu mendorong benda ke atas seperti diperlihatkan pada gambar.
Gaya yang diberikan oleh meja ini sering disebut gaya sentuh, karena terjadi jika dua
benda bersentuhan. Ketika gaya sentuh tegak lurus terhadap permukaan bidang sentuh,
gaya itu biasa disebut gaya normal N (“normal” berarti tegak lurus).
Kedua gaya yang ditunjukkan pada Gambar 4.10, bekerja pada benda yang tetap
dalam keadaan diam, sehingga jumlah vektor kedua gaya ini pasti nol (Hukum II
Newton). Dengan demikian, w dan N harus memiliki besar yang sama dan berlawanan
arah.
Tetapi gaya-gaya tersebut bukan gaya-gaya yang sama dan berlawanan arah yang
dibicarakan pada Hukum III Newton. Gaya aksi dan reaksi Hukum III Newton bekerja
pada benda yang berbeda, sementara kedua gaya yang ditunjukkan pada Gambar 4.10,
bekerja pada benda yang sama. Gaya ke atas N pada benda diberikan oleh meja. Reaksi
terhadap gaya ini adalah gaya yang diberikan oleh benda kepada meja.
F. Aplikasi Hukum-Hukum Newton tentang Gerak
Hukum II Newton menyatakan bahwa percepatan sebuah benda berbanding
lurus dengan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut. Resultan gaya adalah
jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja pada benda itu. Melalui kegiatan
eksperimen yang ekstensif telah membuktikan bahwa gaya-gaya
bergabung sebagai vektor sesuai aturan yang berlaku pada
penjumlahan vektor. Sebagai contoh, dua gaya yang besarnya
sama masing-masing 10 N, digambarkan bekerja pada sebuah
benda dengan saling membentuk sudut siku-siku. Secara intuitif,
kita bisa melihat bahwa benda itu akan bergerak dengan sudut 45◦.
Dengan demikian resultan gaya bekerja dengan arah sudut 45◦.
Hal ini diberikan oleh aturan-aturan penjumlahan vektor. Teorema Pythagoras
menunjukkan bahwa besar resultan gaya adalah:
FR (10 N ) 2 (10 N ) 2 14,1 N
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 71
dengan:
a = percepatan benda (m/s2)
F = gaya yang bekerja (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
2. Gerak Benda pada Bidang Miring
Gambar 4.13 menunjukkan sebuah balok yang bermassa m
bergerak menuruni bidang miring yang licin. Dalam hal ini kita
anggap untuk sumbu x ialah bidang miring, sedangkan sumbu y
adalah tegak lurus pada bidang miring.
Komponen gaya berat w pada sumbu y adalah:
wy = w.cos = m.g.cos
Resultan gaya-gaya pada komponen sumbu y adalah:
∑Fy = N – wy = N – m.g.cos
Dalam hal ini, balok tidak bergerak pada arah sumbu y,
berarti ay = 0, sehingga:
∑Fy = 0
N – m.g.cos = 0
N = m.g.cos ...................................................... (5.5)
dengan:
N = gaya normal pada benda (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
= sudut kemiringan bidang
Sementara itu, komponen gaya berat (w) pada sumbu
x adalah:
wx = w.sin = m.g.sin
Komponen gaya-gaya pada sumbu x adalah:
∑Fx = m.g.sin
Dalam hal ini, balok bergerak pada arah sumbu x,
berarti besarnya percepatan benda dapat dihitung sebagai
berikut:
∑Fx = m.a
m.g.sin = m.a
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 73
w – N = m.a
N = w – (m.a) ................................. (5.12)
dengan:
N = gaya normal (N)
w = berat orang/benda (N)
m = massa orang/benda (kg)
a = percepatan lift (m/s2)
Catatan: Apabila lift mengalami perlambatan, maka percepatan a = -a.
Latihan Soal:
1. Sebuah mobil massanya 5 ton dari keadaan diam bergerak hingga 50 sekon,
mencapai kecepatan 72 km/jam. Gaya pada mobil tersebut adalah … .
a. 200 N d. 4.000 N
b. 2.000 N e. 5.000 N
c. 2.500 N
2. Dua buah benda massa m1 dan m2 dipengaruhi oleh gaya yang besarnya sama,
sehingga timbul percepatan a1 dan a2. Apabila grafik I untuk m1 dan grafik II
untuk m2, maka … .
a. a1 < a2 dan m1 < m2
b. a1 < a2 dan m1 > m2
c. a1 > a2 dan m1 < m2
d. a1 > a2 dan m1 > m2
e. a1 > a2 dan m1 = m2
3. Sebuah mobil massanya 1,5 ton bergerak dengan kelajuan 72 km/jam. Mobil
itu tiba-tiba direm dengan gaya pengereman sebesar F = 2,4 × 104 N hingga
berhenti. Jarak yang ditempuh mobil tersebut mulai direm sampai berhenti
adalah … .
a. 6 m
b. 7,5 m
c. 10 m
d. 12,5 m
e. 15 m
4. Sebuah benda massanya 20 kg terletak pada bidang miring dengan sudut
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 76
kemiringan α (tan α = 4
Glosarium
Ampere : satuan kuat arus listrik
Angka signifikan : Angka berarti yang harus diberikan pada proses pengukuran.
Arus listrik : Jumlah muatan listrik yang melewati suatu luas penampang dari
penghantar listrik tiap satuan waktu.
Arus listrik bolak-balik : Suatu arus listrik yang sedemikian sehingga menghasilkan arahnya
berubah-ubah dengan frekuensi tetap.
Arus searah : Suatu arus listrik yang aliran netto muatannya hanya dalam satu arah
Asas Black : Suatu asas yang menyatakan panas yang berikan sama dengan panas
yang diterima.
Beda potensial lsitrik : Selisih besar potensial listrik antara dua buah titik
Cross product : perkalian silang, yaitu perkalian suatu vektor dengan proyeksi vektor
lain yang tegak lurus vektor pertama
Daya akomodasi mata : Daya suatu mata untuk mengatur kecembungan lensa mata
Dot product : perkalian titik, yaitu perkalian suatu vektor dengan proyeksi vektor
lain yang sejajar vektor pertama
Fahrenheit : Satuan suhu suatu benda yang diukur dengan termometer Fahrenheit
Frekuensi : banyaknya getaran atau putaran yang terjadi dalam satu sekon
Gaya aksi : Gaya yang ditimbulkan oleh suatu benda terhadap benda lain yang
saling bersentuhan.
Gaya gesek : Gaya yang arahnya menentang arah gerak benda pada suatu
permukaan yang saling bersentuhan dan besarnya tergantung kondisi
permukaan yang saling bersentuhan tersebut.
Gaya gravitasi bumi : Gaya tarik yang ditimbulkan oleh bumi terhadap suatu benda.
Gaya reaksi : Gaya yang ditimbulkan oleh suatu benda yang merupakan perlawanan
terhadap gaya aksi yang ditimbulkan oleh benda lain yang saling
bersentuhan.
Gaya normal : Gaya reaksi bidang terhadap suatu benda dan arahnya tegak lurus
bidang dimana benda berada.
Gaya luar : Suatu gaya dari luar yang dikena-kan pada suatu benda atau system.
Gerak melingkar berubah beraturan : Gerak melingkar dengan percepatan sudut tetap.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 79
Hipermetropi : cacat mata yang tidak dapat melihat benda dekat, titik dekatnya, titik
dekatnya lebih dari 25 cm
Hukum Ohm : Hukum yang menyatakan bahwa tegangan listrik sebanding dengan
kuat arus.
Hukum I Kirchhoff : Hukum yang menyatakan bahwa arus yang masuk titik cabang = arus
keluar.
Hukum II Kirchhoff : Hukum yang menyatakan bahwa dalam rangkaian tertutup, jumlah
aljabar ggl penurunan tegangan = 0.
Hukum II Newton : Percepatan benda berbanding lurus dengan gaya luar yang bekerja
padanya dan berbanding terbalik dengan massa benda.
Hukum III Newton : Dua benda saling berinteraksi, benda utama melakukan gaya pada
benda kedua (Faksi) yang sama besar tetapi berlawanan dengan gaya
yang dilakukan oleh kedua benda (Freaksi).
Iris : Bagian dari mata yang berfungsi memberi warna pada mata.
Joule : Satuan usaha dalam SI, besarnya sama dengan kerja yang dilakukan
oleh gaya 1 Newton untuk memindahkan benda sejauh 1 meter.
Kalor laten : kalor yang dibutuhkan untuk merubah wujud 1 kg zat pada titik lebur
atau titik didihnya
Kalor uap : Banyaknya kalor yang diperlukan setiap kilogram zat untuk menguap
pada titik didihnya.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 80
Kapasitas kalor : Jumlah kalor yang diperlukan/dilepaskan jika suhu benda tersebut
dinaikkan atau diturunkan.
Kecepatan rata-rata : Perpindahan suatu benda dibagi waktu yang diperlukan benda tersebut
untuk berpindah.
Metode Analitis : cara penyelesaian resultan vektor dengan bantuan penguraian vektor
pada arah saling tegak lurus
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 81
Medan listrik : Daerah di sektiar muatan listrik yang masih dipengaruhi oleh gaya
listrik.
Mikroskop elektron : Mikroskop yang mempunyai perbesaran lebih dari 1 juta kali
Miopi : cacat mata yang tidak dapat melihat benda jauh, titik jauhnya kurang
dari tak hingga
Multimeter : Alat ukur listrik yang dapat digunakan untuk mengukur kuat arus,
tegangan dan hambatan.
Panjang gelombang : Jarak antara 1 puncak dengan puncak atau satu lembah dengan
lembah pada gelombang.
Percepatan sesaat : Percepatan benda pada waktu tertentu atau Δt 0 (Δt mendekati
nol).
Periode : selang waktu yang dibutuhkan benda untuk berputar atau bergetar
satu kali
Presbiopi : cacat mata yang tidak dapat melihat benda dekat maupun benda jauh,
titik dekatnya lebih dari 25 cm dan titik jauhnya kurang dari tak hingga
Proyeksi vektor : penguraian vektor pada suatu arah tertentu, bisa dengan penyinaran
secara tegak lurus
Pupil : Celah lingkar yang lebarnya diatur oleh iris dan berguna untuk
mengatur cahaya yang masuk ke mata.
Resultan vektor : jumlah yang digunakan untuk besaran vektor, resultan vektor adalah
penjumlahan vektor
Retina : Lapisan serat syaraf yang mengandung struktur indra cahaya dan
menyampaikan informasi ke otak.
Titik dekat mata : Jarak terdekat di mana lensa memfokuskan cahaya yang masuk tepat
jatuh di retina.
Titik jauh mata : Jarak terjauh di mana lensa memfokuskan cahaya tepat di retina.
Titik tripler air : Suatu titik, di mana fasa uap, cair dan padat berada bersama-sama
dalam keadaan setimbang.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 1989 - 2005. Soal-soal UMPTN dan SPMB Fisika. Jakarta.
J. Bueche, Frederick. Ph. D. 1992. Seri Buku Schaum, Teori dan Soal-soal Fisika. Edisi
Ketujuh (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Giancoli. Jilid... (terjemahan). Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.
Halliday, David. Resnick, Robert. 1996. Fisika. Jilid 1 &2 (terjemahan). Edisi ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Marcelo, Alonso. Edward, J. Finn. 1994. Dasar-dasar Fisika Universitas. Jilid... (terjemahan).
Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Sutrisno. 1983. Seri Fisika Dasar. Bandung: Seri Fisika Dasar, Penerbit ITB.
Tim Widya Gamma. 2005. Pemantapan Menghadapi Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah
(US) SMA IPA 2005/2006. Bandung: Yrama Widya.
www.wikipedia.com