Anda di halaman 1dari 88

BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I i

BAHAN AJAR
FISIKA
UNTUK SMA/MA KELAS X SEMESTER I

PENYUSUN : ST.HARTINA A,SYARIF ALWAN, DAN YETER A. TETTY

PENYUNTING : ST.HARTINA A

PENATA LETAK : SYARIF ALWAN

DESAIN SAMPUL : YETER A. TETTY

UKURAN BUKU : 20 X 25,5 cm

THYNA, ALWAN, YETER

Bahan Ajar Fisika

: untuk SMA/MA / penyusun, St.Hartina A, Syarif Alwan dan Yeter


A. Tetty

: Editor, , St.Hartina A, Syarif Alwan dan Yeter A. Tetty – Kupang :


Buku Pembelajaran, 2018

Biografi : hlm 90
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENGUKURAN, BESARAN, DAN SATUAN................................................................. 2

A. SISTEM PENGUKURAN ..................................................................................... 3


B. ANGKA PENTING ............................................................................................... 11
C. BESARAN DAN SATUAN .................................................................................. 12
EVALUASI MATERI BAB I ................................................................................ 20

BAB II

VEKTOR ............................................................................................................................ 28
A. DEFENISI, GAMBAR, DAN NOTASI VEKTOR ............................................... 30
B. PEJUMLAHAN VEKTOE MENGGUNAKAN METODE GRAFIS DAN
ANALITIS ............................................................................................................. 31
C. MENJUMLAHKAN VEKTOR DENGAN METODE URAIAN ......................... 36

BAB III

GERAK LURUS ................................................................................................................. 40


A. KEDUDUKAN, JARAK, DAN ERPINDAHAN .................................................. 42
B. KELAJUAN DAN KECEPATAN ........................................................................ 43
C. PERCEPATAN ...................................................................................................... 45
D. GERAK LURUS BERATURAN (GLB) ............................................................... 45
E. GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN (GLBB) ........................................ 47
F. GERAK JATUH BEBAS ...................................................................................... 49
G. GERAK VERTIKAL KE ATAS ........................................................................... 50

BAB IV

GERAK MELINGKAR ...................................................................................................... 53


A. PENGERTIAN GERAK MELINGKAR BERATURAN ..................................... 55
B. BESARAN–BESARAN DALAM GERAK MELINGKAR ................................. 55
C. HUBUNGAN BESARAN-BESARAN SUDUT DAN BESARAN
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I iii

TANGENSIAL ...................................................................................................... 56
D. HUBUNGAN RODA-RODA PADA GERAK MELINGKAR ............................ 59

BAB V

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK ......................................................................... 62


A. PENGERTIAN GAYA .......................................................................................... 64
B. HUKUM I NEWTON ........................................................................................... 64
C. HUKUM II NEWTON ......................................................................................... 67
D. HUKUM III NEWTON ......................................................................................... 68
E. BERAT, GAYA GRAVITASI DAN GAYA NORMAL ...................................... 69
F. APLIKASI HUKUM-HUKUM NEWTON TENTANG GERAK ........................ 70
GLOSARIUM ..................................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 84
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I i

KATA PENGANTAR

Puji syukur patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kita memperoleh kesempatan untuk melanjutkan belajar ke jenjang
berikutnya. Saat ini kita akan diajak kembali belajar tentang Fisika. Fisika merupakan salah
satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis
dengan alam.

Penyusun menyadari bahwa penyelesaian bahan ajar ini ini meruakan hasil kerja sama
dari banyak pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak I. Wayan Sukarjita sebagai dosen mata kuliah yang telah memberikan
gambaran secara umum mengenai materi yang akan disusun.
2. Teman-teman seperjuangan GRAFIK 15 yang menyumbangkan tenaga, pikiran
maupun materi dalam penyusunan bahan ajar ini

Penyusun menyadari bahwa keterbatasan kemampuan yang dimiliki menjadi suatu


kekurangan dalam penyusunan bahan ajar ini. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan
segala kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun, demi kesempurnaan
bahan ajar pada edisi berikutnya.

Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat bagi kita dalam memperoleh pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan menganalisis segala hal yang berkaitan dengan fenomena alam
sehingga kalian mampu hidup selaras berdasarkan hukum alam, mampu mengelola sumber
daya alam dan lingkungan serta mampu mengurangi dampak bencana alam di sekitar kalian.
Selamat belajar, semoga sukses.

Kupang, 20 Januari 2018

Penyusun
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 1

BAB 1
PENGUKURAN,
BESARAN, DAN SATUAN
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 2

BAB I

PENGUKURAN, BESARAN
DAN SATUAN

Seberapa besarkah massa tubuh Anda, 40 kg, 60 kg,


atau 80 kg? Bagaimana Anda dapat mengetahui massa Anda tersebut? Anda dapat
mengetahui massa Anda tersebut dengan cara mengukur massa tubuh Anda dengan
menggunakan timbangan badan. Timbangan badan atau neraca adalah alat yang dapat
digunakan untuk mengukur massa suatu benda. Dalam kehidupan sehari-hari, selain
neraca, banyak sekali alat ukur yang dapat membantu Anda untuk mengetahui besaran
yang Anda ukur. Ketika ingin mengukur tinggi badan Anda, mistar atau meteran pita
dapat Anda gunakan. Ketika suhu tubuh Anda panas, Anda dapat menggunakan
termometer untuk mengetahui seberapa panas suhu tubuh Anda. Demikian pula, ketika
Anda ingin mengetahui berapa lama suatu peristiwa berlangsung, Anda dapat
menggunakan jam atau stopwatch. Selain itu Anda pun dapat mengukur diameter
sebuah benda dengan menggunakan jangka sorong atau mikrometer sekrup. Supaya
Anda lebih memahami cara mengukur besaran Fisika, seperti massa, panjang, dan
waktu, pelajarilah bab ini dengan saksama
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 3

A. Sistem Pengukuran
Amatilah tinggi badan teman Anda, apakah terlihat lebih tinggi atau
lebih pendek daripada badan Anda? Anda dapat mengetahui jawabannya dengan
membandingkan tinggi badan Anda dengan teman Anda. Akan tetapi, Anda
akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara tepat seberapa besar
perbedaan tinggi yang ada pada Anda dan teman Anda. Dalam menentukan
besarnya perbedaan ini, Anda tentunya membutuhkan alat bantu yang dapat
memberikan solusinya dengan tepat.
Dalam kasus ini, secara tidak langsung Anda telah melakukan suatu
proses pengukuran. Membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang
telah ditetapkan sebagai standar pengukuran disebut mengukur. Alat bantu
dalam proses pengukuran disebut alat ukur. Berikut ini akan dijelaskan proses
pengukuran dengan menggunakan beberapa alat ukur, antara lain alat ukur
panjang (mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup), alat ukur massa, dan
alat ukur waktu.

1. Alat Ukur
Ketika Anda akan melakukan pengukuran suatu besaran Fisika,
dibutuhkan alat ukur untuk membantu Anda mendapatkan data hasil
pengukuran. Untuk mengukur panjang suatu benda, dapat menggunakan
mistar, jangka sorong, atau mikrometer ulir (sekrup). Untuk mengukur
massa suatu benda dapat menggunakan timbangan atau neraca. Adapun
untuk mengukur waktu, Anda dapat menggunakan jam atau stopwatch.
Dapatkah Anda menyebutkan alat ukur lainnya selain alat ukur tersebut?
Selain faktor alat ukur, untuk mendapatkan data hasil pengukuran yang
akurat perlu juga dipertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi proses pengukuran, antara lain benda yang diukur, proses
pengukuran, kondisi lingkungan, dan orang yang melakukan pengukuran.

a. Mistar Ukur
Pada umumnya, mistar sebagai alat ukur panjang memiliki dua
skala ukuran, yaitu skala utama dan skala terkecil. Satuan untuk skala
utama adalah sentimeter (cm) dan satuan untuk skala terkecil adalah
milimeter (mm). Skala terkecil pada mistar memiliki nilai 1 milimeter,
seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. Jarak antara skala utama adalah 1
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 4

cm. Di antara skala utama terdapat 10 bagian skala terkecil sehingga


1
satu skala terkecil memiliki nilai 10 cm = 0,1 cm atau 1 mm. Mistar
memiliki ketelitian atau ketidakpastian pengukuran sebesar 0,5 mm atau
0,05 cm, yakni setengah dari nilai skala terkecil yang dimiliki oleh
mistar tersebut. Selain skala sentimeter (cm), terdapat juga skala lainnya
pada mistar ukur. Tahukah Anda mengenai skala tersebut? Kapankah
skala tersebut digunakan?

b. Jangka Sorong
Pernahkah Anda melihat atau menggunakan alat ukur yang
memiliki skala nonius? Salah satu alat ukur ini adalah jangka sorong.
Anda dapat menggunakan alat ukur ini untuk mengukur diameter dalam,
diameter luar, serta kedalaman suatu benda yang akan diukur. Jangka
sorong merupakan alat ukur panjang yang terdiri atas skala utama, skala
nonius, rahang pengatur garis tengah dalam, rahang pengatur garis
tengah luar, dan pengukur kedalaman. Rahang pengatur garis tengah
dalam dapat digunakan untuk mengukur diameter bagian dalam sebuah
benda. Adapun rahang pengatur garis tengah bagian luar dapat
digunakan untuk mengukur diameter bagian luar sebuah benda.

Coba Anda ukur panjang sebuah benda dengan menggunakan


alat ukur ini. Ketika Anda menggunakan jangka sorong, Anda akan
menemukan nilai skala terkecil pada alat ukur tersebut. Tahukah Anda
apakah nilai skala terkecil itu? Nilai skala terkecil pada jangka sorong,
yakni perbandingan antara satu nilai skala utama dengan jumlah skala
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 5

nonius. Skala nonius jangka sorong pada Gambar 1.2, memiliki jumlah
1 𝑚𝑚
skala 20 maka skala terkecil dari jangka sorong tersebut adalah =
20
0,05 mm. Nilai ketidakpastian jangka sorong ini adalah setengah dari
skala terkecil sehingga jika dituliskan secara matematis, diperoleh
1
Δx = x 0,05 mm = 0,025 mm
2

c. Mikrometer ulir (Sekrup)


Seperti halnya jangka sorong, mikrometer ulir (sekrup) terbagi ke
dalam beberapa bagian, di antaranya landasan, poros, selubung dalam,
selubung luar, roda bergerigi, kunci poros, dan bingkai (Gambar 1.3).
Skala utama dan nonius terdapat dalam selubung bagian dalam dan
selubung bagian luar.

Selubung bagian luar adalah tempat skala nonius yang memiliki


50 bagian skala. Satu skala nonius memiliki nilai 0,01 mm. Hal ini dapat
diketahui ketika Anda memutar selubung bagian luar sebanyak satu kali
putaran penuh, akan diperoleh nilai 0,5 mm skala utama. Oleh karena
0,5
itu, nilai satu skala nonius adalah mm = 0,01 mm sehingga nilai
50
1
ketelitian atau ketidakpastian mikrometer ulir (sekrup) adalah Δx= ×
2
0,01 mm = 0,005 mm atau 0,0005 cm. Jika jangka sorong dapat
digunakan untuk mengukur diameter benda, begitu pula dengan
mikrometer sekrup. Menurut Anda, dari kedua alat ukur
tersebut, manakah yang memiliki nilai keakuratan yang tinggi?

d. Stopwatch
Pernahkah Anda mengukur,berapa lama Anda berlari?
Menggunakan apakah Anda mengukurnya? Banyak sekali macam dan
jenis alat ukur waktu. Salah satu contohnya adalah stopwatch. Stopwatch
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 6

merupakan alat pengukur waktu yang memiliki skala utama (detik) dan
skala terkecil (milidetik). Pada skala utama, terdapat 10 bagian skala
terkecil sehingga nilai satu skala terkecil yang dimiliki oleh stopwatch
analog adalah 0,1 detik. Ketelitian atau ketidakpastian Δ ()x dari alat
1
ukur stopwatch analog adalah Δx = × 0,1 detik = 0,05 detik. Selain
2
stopwatch analog, terdapat juga stopwatchdigital. Menurut Anda
samakah pengukuran stopwatch analog dengan stopwatchdigital?
Manakah yang lebih akurat?

e. Neraca
Mungkin Anda pernah menimbang sebuah telur dengan
menggunakan timbangan atau membandingkan massa dua buah benda,
dengan menggunakan kedua tangan Anda. Dalam hal ini Anda sedang
melakukan pengukuran massa. Hanya saja alat yang digunakan berbeda.
Terdapat banyak macam alat ukur massa, misalnya neraca ohaus, neraca
pegas, dan timbangan. Setiap alat ukur massa memiliki cara pengukuran
yang berbeda. Cobalah Anda ukur massa sebuah benda kemudian
tuliskan cara mengukurnya.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 7

2. Pengukuran tunggal dan pengukuran berulang


a. Pengukuran tunggal
1) Pengukuran tunggal menggunakan mistar
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketelitian pengukuran
mistar adalah 0,5 mm. Setiap pengukuran selalu disertai dengan
ketidakpastian sehingga nilai ini selalu diikutsertakan dalam hasil
pengukuran. Coba perhatikan Gambar 1.6. Misalkan, hasil pengukuran
adalah 2,1 cm. Oleh karena ketidakpastian memiliki nilai dua angka di
belakang koma, yakni 0,05 cm maka hasil pengukuran ditulis pula dalam
dua angka di belakang koma sehingga menjadi 2,10 cm. Panjang
pengukuran dapat dituliskan menjadi :

Variabel x adalah nilai hasil pengukuran, Δx nilai ketidakpastian,


dan l adalah nilai panjang pengukuran. Hasil pengukuran tersebut dapat
diartikan bahwa panjang hasil pengukuran berada di antara 2,05 cm dan
2,15 cm. Secara matematis, dapat dituliskan
2,05 cm < 𝑥0 < 2,15 cm
Dengan 𝑥0 adalah panjang hasil pengukuran.

2) Pengukuran tunggal dengan menggunakan jangka sorong


Anda telah mempelajari pengukuran tunggal menggunakan
mistar. Sekarang, Anda akan belajar bagaimana melakukan pengukuran
tunggal menggunakan jangka sorong. Perhatikan Gambar 1.7. Hasil
pengukuran panjang sebuah logam yang terbaca pada skala utama, yakni
berada di antara 2,3 cm dan 2,4 cm. Nilai ini didapat dari pembacaan
posisi nilai nol pada skala nonius yang berada di antara nilai 2,3 cm dan
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 8

2,4 cm pada skala utama. Perhatikan skala nonius pada Gambar 1.7.
Skala atau garis ke-12 pada skala nonius berhimpit dengan skala atau
garis pada skala utama, yakni pada nilai 4,7 cm. Oleh karena nilai
terkecil dari skala nonius adalah 0,05 mm atau 0,005 cm, penulisan
panjang logam menjadi 2,3 cm + (12 × 0,005 cm) = 2,36 cm. Seperti
yang Anda ketahui bahwa setiap alat ukur memiliki nilai tingkat
ketelitian atau ketidakpastian. Nilai ketelitian yang dimiliki oleh jangka
sorong adalah setengah dari nilai skala terkecil, yakni 0,025 mm atau
0,0025 cm.
Seperti halnya pengukuran tunggal menggunakan mistar, nilai di
belakang koma pada nilai ketelitian harus sama dengan nilai di belakang
koma pada nilai hasil pengukuran. Oleh karena itu, panjang logam dapat
ditulis kembali menjadi 2,3600 cm. Panjang hasil pengukuran secara
matematis dapat ditulis:
l = (2,3600 + 0,0025) cm
atau
2,3575 cm <𝑙0 < 2,3625 cm

3) Pengukuran tunggal menggunakan mikrometer ulir (sekrup)


Pada Gambar 1.8 terlihat nilai skala utama yang terbaca dari
hasil pengukuran panjang dari benda adalah 5 mm. Nilai skala utama
yang terbaca tersebut diperoleh dari nilai yang berhimpit dengan
selubung bagian luar. Skala nonius yang berhimpit dengan sumbu utama
pada skala utama menunjukkan nilai nonius yang terbaca, yakni bagian
skala ke-45.
Oleh karena nilai terkecil yang dimiliki mikrometer ulir pada
skala nonius adalah 0,01 mm, nilai yang terbaca pada skala nonius
menjadi 0,45 mm dan panjang benda menjadi 5 mm + 0,45 mm = 5,45
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 9

mm. Nilai ketelitian yang dimiliki mikrometer ulir (sekrup) adalah 0,005
mm, yakni setengah dari skala terkecil yang dimiliki skala nonius pada
mikrometer ulir. Nilai ketelitian mikrometer ulir memiliki tiga nilai di
belakang koma sehingga nilai pengukurannya harus ditulis 5,450 mm
dan panjang pengukuran adalah
l = (5,450 mm + 0,005 mm)
dan secara matematis, dapat ditulis
5,345 mm < 𝑙0 < 5,455 mm
Setelah Anda memahami mengenai pengukuran tunggal pada
mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup, bagaimanakah caranya
jika Anda melakukan pengukuran tunggal dengan menggunakan
stopwatch dan neraca? Coba diskusikan bersama teman dan guru Anda.

b. Pengukuran berulang
Setelah Anda mempelajari pengukuran tunggal, sekarang Anda
akan belajar pengukuran berulang. Pengukuran berulang adalah
pengukuran yang dilakukan tidak hanya sekali, melainkan berulang-
ulang supaya mendapatkan ketelitian yang maksimal dan akurat.
Pengukuran berulang digunakan ketika dalam proses mengukur, Anda
mendapatkan hasil yang berbeda-beda dari segi pandang, baik dari segi
pengamat (pengukur) maupun dari segi objek yang diukur. Ketika Anda
melakukan pengukuran tunggal, ketelitian atau ketidakpastian yang
diperoleh adalah setengah dari skala terkecil. Dalam pengukuran
berulang, pernyataan ini tidak berlaku melainkan menggunakan
simpangan baku (S𝑥 ).
Hasil pengukuran panjang suatu benda dapat berbeda-beda jika
dilakukan berulang-ulang. Laporan hasil pengukurannya berupa rata-rata
nilai hasil pengukuran dengan ketidakpastian yang sama dengan
simpangan bakunya. Sebagai contoh, hasil pengukuran panjang sebuah
benda sebanyak n kali adalah 𝑥1 𝑥2 𝑥3 … … . 𝑥𝑛 Nilai rata-ratanya, yaitu
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 10

dengan n adalah jumlah data yang diukur dan adalah nilai rata-rata hasil
pengukuran. Simpangan bakunya dapat ditulis sebagai berikut

Ketidakpastian pengukuran berulang sering dinyatakan dalam persen


atau disebut ketidakpastian relatif. Secara matematis dituliskan sebagai
berikut
Δ𝑥
Ketidakpastian relatif = × 10%
𝑥0
dengan:
Δx= ketidakpastian, dan
𝑥0 = data hasil pengukuran.

Adapun untuk menentukan ketidakpastian gabungan dapat Anda lihat


pada Tabel 1.1berikut ini.

dengan Z, A, dan Bvariabel pengukuran Z Δ, A Δ , dan B Δ =


ketidakpastian hasil pengukuran.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 11

B. Angka penting
Hasil pengukuran yang telah Anda lakukan dengan menggunakan alat
ukur adalah nilai data hasil pengukuran. Nilai ini berupa angka-angka dan
termasuk angka penting. Jadi, definisi dari angka penting adalah semua angka
yang diperoleh dari hasil pengukuran, termasuk angka terakhir yang ditaksir
atau diragukan. Angka-angka penting ini terdiri atas angka-angka pasti dan satu
angka taksiran yang sesuai dengan tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan.
Semua angka-angka hasil pengukuran adalah bagian dari angka penting.
Namun, tidak semua angka hasil pengukuran merupakan angka penting. Berikut
ini merupakan aturan penulisan nilai dari hasil pengukuran.
a. Semua angka bukan nol merupakan angka penting. Jadi, 548 memiliki 3
angka penting dan 1,871 memiliki 4 angka penting.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 12

b. Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol termasuk angka
penting. Jadi, 2,022 memiliki 4 angka penting.
c. Angka nol yang terletak di sebelah kanan tanda koma dan angka bukan nol
termasuk angka penting.
d. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik yang terletak di
sebelah kiri maupun di sebelah kanan koma desimal, bukan angka penting.
Jadi, 0,63 memiliki 2 angka penting dan 0,008 memiliki 1 angka penting. Hal
ini akan lebih mudah terlihat jika ditulis 63 × 10–2 dan 8 × 10 –3
. Dalam penulisan hasil pengukuran, ada kalanya terdapat angka
yang digarisbawahi. Tanda garis bawah ini menunjukkan nilai yang diragukan.
Angka yang digarisbawahi termasuk angka penting, tetapi angka setelah angka
yang diragukan bukan angka penting. Jadi, 3541 memiliki 3 angka penting dan
501,35 memiliki 4 angka penting.

C. Besaran dan Satuan


Cobalah Anda ukur panjang, lebar, dan tinggi buku Anda menggunakan
mistar. Berapa hasilnya? Tentu hasilnya akan berbeda antara satu buku dan
buku lainnya. Misalnya, buku pertama panjangnya 20 cm, lebarnya 15 cm, dan
tebalnya 4 cm. Panjang, lebar, dan tinggi buku yang Anda ukur tersebut, dalam
fisika, merupakan contoh-contoh besaran. Sementara itu, angka 20, 15, dan 4
menyatakan besar dari besaran tersebut dan dinyatakan dalam satuan centimeter
(cm). Dengan demikian, besaran adalah sesuatu yang dapat diukur dan
dinyatakan dengan angka, sedangkan satuan adalah ukuran suatu besaran.
Banyak besaran-besaran dalam fisika. Akan tetapi, secara umum,
besaran dikelompokkan menjadi dua, yaitu besaran pokok dan besaran turunan.
Untuk lebih memahaminya, pelajari bahasan-bahasan berikut ini.
1. Besaran pokok dan turunan
Setiap besaran memiliki satuan yang berbeda sesuai dengan yang telah
ditetapkan. Besaran dalam Fisika dikelompokkan menjadi besaran pokok
dan besaran turunan.
a. Besaran Pokok
Besaran pokok adalah besaran yang satuannya telah ditetapkan
terlebih dahulu dan tidak bergantung pada besaran lainnya. Terdapat
tujuh besaran pokok yang telah ditetapkan, yakni massa, waktu, panjang,
kuat arus listrik, temperatur, intensitas cahaya, dan jumlah zat. Selain
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 13

itu, terdapat dua besaran tambahan yang tidak memiliki dimensi, yakni
sudut datar dan sudut ruang (tiga dimensi). Satuan dan lambang satuan
dari besaran pokok dapat Anda lihat pada Tabel 1.2 dan Tabel 1.3
berikut.

b. Besaran turunan
Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari beberapa
besaran pokok. Sebagai contoh, volume sebuah balok adalah panjang ×
lebar × tinggi. Panjang, lebar, dan tinggi adalah besaran pokok yang
sama. Dengan kata lain, volume diturunkan dari tiga besaran pokok yang
sama, yakni panjang. Contoh lain adalah kelajuan, yakni jarak dibagi
waktu. Kelajuan diturunkan dari dua besaran pokok yang berbeda, yakni
panjang (jarak) dan waktu. Selain memiliki satuan yang diturunkan dari
satuan besaran pokok, besaran turunan juga ada yang memiliki nama
satuan tersendiri. Beberapa contoh besaran turunan dan satuannya
ditampilkan pada Tabel 1.4.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 14

2. Satuan
Ada dua macam sistem satuan yang sering digunakan dalam ilmu Fisika
dan ilmu teknik, yakni sistem metrik dan sistem Inggris. Satuan yang akan
dibahas dalam materi ini adalah sistem metrik saja. Sistem metrik kali
pertama digunakan di negara Prancis yang dibagi menjadi dua bagian, yakni
sistem MKS (meter - kilogram - sekon) dan CGS (centimeter - gram -
sekon). Akan tetapi, satuan internasional menetapkan sistem MKS sebagai
satuan yang dipakai untuk tujuh besaran pokok.
a. Penetan satuan panjang
Kali pertama, satu meter didefinisikan sebagai jarak antara dua
goresan yang terdapat pada kedua ujung batang platina-iridium pada
suhu 0°C yang disimpan di Sevres dekat Paris. Batang ini disebut meter
standar. Meskipun telah disimpan pada tempat yang aman dari pengaruh
fisik dan kimia, meter standar ini akhirnya mengalami perubahan
panjang walaupun sangat kecil. Pada 1960, satu meter standar
didefinisikan sebagai jarak yang sama dengan 1.650.763,73 kali riak
panjang gelombang cahaya merah-jingga yang dihasilkan oleh gas
kripton.
b. Penetapan satuan massa
Kilogram standar adalah sebuah massa standar, yakni massa
sebuah silinder platina-iridium yang aslinya disimpan di Sevres dekat
Paris. Di Kota Sevres terdapat tempat kantor internasional tentang berat
dan ukuran. Selanjutnya, massa kilogram standar disamakan dengan
massa 1 liter air murni pada suhu 4°C.
c. Penetapan satuan waktu
Satuan waktu dalam SI adalah detik atau sekon. Pada awalnya, 1
1
detik atau 1 sekon didefinisikan dengan hari Matahari rata-rata.
86.400
Oleh karena 1 hari Matahari rata-rata dari tahun ke tahun tidak sama,
standar ini tidak berlaku lagi. Pada 1956, sekon standar ditetapkan
secara internasional, yakni
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 15

1
1 sekon = 31.556.925,9747lamanya tahun 1900

Akhirnya pada 1967, ditetapkan kembali bahwa satu sekon adalah waktu
yang diperlukan atom Cesium untuk bergetar sebanyak 9.192.631.770
kali.
d. Penetapan satuan arus lstrik
Arus listrik yang diukur memiliki satuan ampere. Satu ampere
didefinisikan sebagai jumlah muatan listrik satu coulomb (1 coulomb =
6,25 1018 elektron) yang melewati suatu penampang dalam waktu 1
sekon.
e. Penetapan suatu suhu
Sebelum 1954, titik acuan suhu diambil sebagai titik lebur es
pada harga 0°C dan titik didih air berharga 100°C pada tekanan 76
cmHg. Kemudian pada 1954, dalam kongres Perhimpunan Internasional
Fisika, diputuskan bahwa suhu titik lebur es pada 76 cmHg menjadi T =
273,15 K dan titik didih air pada 76 cmHg menjadi T = 373,15 K.
f. Penetapan satuan intensitas cahaya
Sumber cahaya standar kali pertama menggunakan sumber
cahaya buatan, yang ditetapkan berdasarkan perjanjian internasional
yang disebut sebagai lilin. Pada 1948, ditetapkan sumber cahaya standar
yang baru, yakni cahaya yang dipancarkan oleh benda hitam pada suhu
titik lebur platina (1.773°C) yang dinyatakan dengan satuan kandela.
Satuan kandela didefinisikan sebagai benda hitam seluas satu
meter persegi yang bersuhu titik lebur platina (1.773°C). Benda ini akan
memancarkan cahaya dalam arah tegak lurus dengan kuat cahaya
sebesar 6 × 105 kandela.
g. Penetapan satuan jumlah zat
Jumlah zat dalam satuan internasional memiliki satuan mol. Satu
mol zat terdiri atas 6,025 × 1023 buah partikel (bilangan 6,025 ×1023
disebut dengan bilangan Avogadro).
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 16

3. Faktor Pengali
Dalam sistem internasional, faktor pengali dari sebuah besaran pokok
dengan besaran pokok yang lainnya adalah sama. Contoh untuk besaran
panjang dan besaran massa, yakni seperti pada tabel berikut.

Satuan-satuan panjang dan massa tersebut telah Anda pelajari di sekolah


dasar. Faktor pengali lainnya yang akan didapatkan dalam pengukuran,
yakni seperti pada tabel berikut.

Contoh penggunaanya sebagai berikut.


1 pikometer = 10−12 meter
1 mikrogram = 10−6 gram
1 megahertz = 106 hertz
1 gigawatt = 109 watt
4. Dimensi
Dalam Fisika, ada tujuh besaran pokok yang berdimensi dan dua besaran
pokok tambahan yang tidak berdimensi. Semua besaran dapat ditemukan
dimensinya. Jika dimensi sebuah besaran diketahui, dengan mudah dapat
diketahui pula jenis besaran tersebut. Tujuh besaran pokok yang berdimensi
dapat Anda lihat pada tabel berikut ini.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 17

Dimensi suatu besaran menunjukkan bagaimana cara besaran tersebut


tersusun oleh besaran-besaran pokok. Besaran pokok tambahan adalah sudut
datar dan sudut ruang, masing-masing memiliki satuan radian dan steradian,
tetapi keduanya tidak berdimensi.

5. Konversi Satuan
Adakalanya ketika Anda ingin melakukan operasi suatu besaran, baik
penjumlahan, pengurangan, perkalian, ataupun pembagian, Anda akan
mengalami kesulitan dalam melakukannya dikarenakan satuan dari besaran
yang sejenis tidak sama. Misalnya, Anda akan menjumlahkan dua buah
besaran kelajuan 72 km/jam + 30 m/s, penjumlahan tersebut tidak dapat
Anda lakukan sebelum Anda konversi salah satu satuan dari besaran satu ke
satuan besaran lainnya. Nilai 72 km/jam dapat Anda konversi menjadi m/s
dengan cara sebagai berikut
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 18

1 km = 1.000 m
1 jam = 3.600 s
72.000 𝑚
maka 72 km/jam = = 20 m/s Jadi, Anda dapat dengan mudah
3.600 𝑠
menjumlahkan kedua nilai kelajuan tersebut.
20 m/s + 30 m/s = 50 m/s.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 19

RANGKUMAN
1. Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran
lainnya yang telah ditetapkan sebagai standar suatu besaran.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuranadalah
a. alat ukur;
b. lingkungan pengukuran; dan
c. orang yang mengukur.
3. Jenis-jenis alat ukurantara lain:
a. alat ukur panjang, contohnya mistar ukur, jangka sorong, dan
mikrometer ulir (sekrup).
b.alat ukur massa, contohnya neraca ohaus
c. alat ukur waktu, contohnya stopwatch
4. Angka penting adalah semua angka yang diperoleh dari hasil
pengukuran, termasuk angka terakhir yang ditaksir atau diragukan.
5. Besaran pokok adalah besaran yang satuannya ditetapkan terlebih
dahulu dan tidak bergantung pada besaran lainnya.
6. Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari beberapa besaran
pokok.
7. Kedua ruas dari persamaan harus memiliki dimensi yang sama.
8. Satuan dapat diubah menjadi satuan lainnya, dalam besaran yang sama,
dengan cara konversi satuan.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 20

Evaluasi Materi BAB I


A. Pililah salah satu jawaban yang paling tepat dan kerjakanlah pada
buku latihan anda.
1.Faktor-faktor yang membuat proses pengukuran menjadi tidak
teliti, di antaranya:
(1) alat ukur,
(2) benda yang diukur,
(3) lingkungan, dan
(4) orang yang mengukur.
Pernyataan yang benar adalah ....
a. (1), (2), dan (3)
b. (1) dan (3)
c. (2) dan (4)
d. (4) saja
e. (1), (2), (3), dan (4)

2.Skala terkecil dari alat-alat ukur panjang seperti mistar, jangka


sorong, dan mikrometer sekrup adalah ....
a. 1 mm; 0,1 mm; 0,01 mm
b. 0,5 mm; 0,1 mm; 0,01 mm
c. 0,1 mm; 0,01 mm; 0,001 mm
d. 0,5 mm; 0,05 mm; 0,005 mm
e. 0,5 mm; 0,01 mm; 0,001mm

3.Seseorang melakukan pengukuran tebal buku tulis dengan jangka


sorong. Hasil pengukurannya adalah 5,24 mm. Dengan
memperhitungkan kesalahan mutlak, pembacaan dari hasil
pengukuran tersebut dapat dituliskan menjadi ....
a. (5,24 + 0,01) mm
b. (5,24 + 0,05) mm
c. (5,24 + 0,1) mm
d. (5,24 + 0,5) mm
e. (5,24 + 1) mm
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 21

4.Sebuah kubus memiliki panjang rusuk 10 cm. Dengan


menggunakan aturan angka penting dan notasi ilmiah, volume
kubus tersebut adalah ....
a. 1,000 𝑐𝑚3
b. 1 × 10 𝑐𝑚3
c. 1,0 ×103 𝑐𝑚3
d. 1,00 × 103 𝑐𝑚3
e. 1,000 × 103 𝑐𝑚3

5.Sebatang kayu memiliki panjang 10 m. Dari pernyataan tersebut


yang disebut besaran adalah ....
a. 10
b. m
c. 10 m
d. Panjang
e. Kayu

6.Dari sistem besaran berikut ini, yang termasuk besaran pokok


dalam sistem SI adalah ....
a. Berat
b. muatan listrik
c. Volume
d. Suhu
e. Kecepatan

7.Dari sistem besaran berikut ini, yang termasuk besaran pokok


dalam sistem SI adalah ....
a. Berat
b. muatan listrik
c. volume
d. Suhu
e. Kecepatan
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 22

8.Besaran-besaran berikut ini yang merupakan besaran pokok


tambahan adalah ....
a. Panjang
b. Massa
c. Waktu
d. sudut datar
e. intensitas cahaya
9.Besaran-besaran berikut ini yang tidak termasuk besaran pokok
adalah ....
a. Panjang
b. Massa
c. Waktu
d. Suhu
e. muatan listrik
10. Besaran-besaran berikut ini yang tidak termasuk besaran turunan
adalah ....
a. massa jenis
b. momentum
c. jumlah zat
d. tekanan
e. usaha
11. Besaran-besaran berikut ini yang semuanya bukan besaran
turunan adalah ....
a. usaha, massa jenis, dan suhu
b. daya, gaya, dan intensitas cahaya
c. luas, panjang, dan volume
d. kuat arus listrik, suhu, dan waktu
e. usaha, daya, dan gaya
12. Dari besaran-besaran berikut ini, yang bukan merupakan besaran
pokok adalah ....
a. Suhu
b. kuat arus
c. intensitas cahaya
d. berat
e. waktu
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 23

13. Di antara kelompok besaran-besaran berikut ini, yang hanya


terdiri atas besaran turunan adalah ....
a. waktu, kecepatan, dan luas
b. massa jenis, kecepatan, dan tekanan
c. volume, berat, dan temperatur
d. percepatan, energi, dan temperatur
e. waktu, massa jenis, dan berat
14. Seorang siswa menunggu bis selama 30 menit. Dari pernyataan
tersebut yang menyatakan satuan adalah ....
a. Siswa
b. Bus
c. 30
d. Menit
e. 30 menit
15. Massa jenis air dalam sistem CGS (cm - gram -sekon) adalah 1
g/cm. Jika massa jenis ini dikonversikan ke sistem internasional
(SI) maka nilainya adalah ....
a. 10−3kg/ 𝑚𝑚3
b. 10−1kg/ 𝑚𝑚3
c. 1 kg/ 𝑚3
d. 10 kg /𝑚3
e. 103 kg/ 𝑚3
16. Satuan berat dalam SI adalah ....
a. Kg
b. kgm/s
c. kgm/𝑠 2
d. 𝑘𝑔𝑚2 / m
e. 𝑘𝑔𝑚2 /𝑠 2
17. Dalam SI, satuan tekanan adalah ....
a. Dyne
b. Joule
c. Pascal
d. Newton
e. Watt
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 24

18. Satuan energi dalam SI adalah ....


a. Watt
b. Joule
c. Dyne
d. Newton
e. Pascal
19. Lintasan sebuah partikel dinyatakan dengan x= A + Bt + 𝐶𝑡 2
Dalam rumus itu xmenunjukan tempat kedudukan dalam cm, t
waktu dalam sekon, A, B, dan Cmasing-masing merupakan
konstanta. Satuan C adalah ....
a. cm/s
b. cm/𝑠 2
c. cms
d. s/cm
e. cm
20. [M] [L] [𝑇] 2 menunjukan dimensi dari ....
a. Percepatan
b. Energi
c. Usaha
d. Gaya
e. Daya
21. Jika M dimensi massa, L dimensi panjang, dan T dimensi waktu,
dimensi tekanan adalah ....
a. [𝑀][𝐿][𝑇]−2
b. [𝑀𝐿]−1 [𝑇]−2
c. [𝑀𝐿]1 [𝑇]3
d. [𝑀𝐿]−2 [𝑇]−2
e. [𝑀𝐿]−3 [𝑇]−2
22. Daya adalah usaha per satuan waktu. Dimensi daya adalah ....
a. ML 𝑇 −2
b. 𝑀𝐿2 𝑇 −2
c. 𝑀𝐿2 𝑇 −3
d. 𝑀𝐿−2 𝑇 −2
e. 𝑀𝐿−3 𝑇 −2
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 25

23. Besaran yang dimensinya ML𝑇 −1 adalah ....


a. gaya
b. tekanan
c. energi
d. momentum
e. percepatan

24. Notasi ilmiah dari bilangan 0,000000022348 adalah ....


a. 22,348 × 10−9
b. 22,348 × 10−10
c. 2,23 × 10−8
d. 2,2348 × 10−8
e. 2,2348 × 10−9

25. Orde bilangan dari nilai 0,00000002456 adalah ....


a. –10
b. – 8
c. 10−12
d. 10−9
e. 10−8

B. Jawablah pertanyaan berikut dengan benar dan kerjakanlah pada


buku latihan anda.
1.Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara stopwatch analog dan
digital. Sebutkan juga kelebihan dan kekurangan dari kedua alat
ukur waktu tersebut.
2.Sebutkan dan jelaskan macam-macam alat ukur panjang dengan
ketelitiannya.
3.Mengapa kesalahan paralaks (kesalahan penglihatan) sering terjadi
dalam pengukuran? Jelaskan.
4.Sebutkan 7 besaran pokok berdasarkan Satuan Internasional
beserta satuannya.
5.Tentukanlah hasil pengukuran panjang menggunakan jangka
sorong berikut ini beserta ketelitiannya.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 26

6.Tentukanlah banyaknya angka penting dari hasil pengukuran


berikut.
a. 0,56 kg
b. 25,060 cm
c. 2000 N
d. 1,3672 A
7.Dalam persamaan berikut, jarak x dinyatakan dalam meter, waktu t
dalam sekon, dan kecepatan v dalam meter per sekon.
Tentukanlah satuan-satuan SI untuk konstanta C, dan C2.
a. x = C2− C1 t
1
b. x = 2 C2 𝑡 2
c. 𝑣 2 = C1 x
d. 𝑣 2 = C2 t
8.Perhatikan gambar berikut.

Tentukan hasil pengukuran menggunakan alat ukur tersebut


lengkap beserta ketelitiannya.

9.Dari pengamatan mengukur ketebalan dengan menggunakan


jangka sorong (ketelitian 0,025 mm) dari suatu bahan secara
berulang-ulang, didapat hasilnya sebagai berikut.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 27

Tentukanlah hasil pengukuran berdasarkan tabel tersebut.


10. Jelaskan cara-cara melakukan pengukuran yang
baik dan benar.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 28

BAB 2
VEKTOR
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 29

BAB II
VEKTOR

Pada bab ini, Anda akan diajak untuk dapat menerapkan konsep besaran Fisika
dan pengukurannya dengan cara melakukan penjumlahan vektor. Pernahkah Anda
mengarungi lautan menggunakan perahu layar? Ketika perahu layar mencoba untuk
bergerak lurus, tiba-tiba angin dan ombak lautan menghambat perjalanan sehingga
Anda tidak dapat mencapai tujuan dengan tepat. Untuk dapat sampai di tempat tujuan,
Anda harus mengubah arah pergerakan perahu layar Anda dan memperkirakan arah
gerak angin dan ombak tersebut. Begitu pun jika Anda berenang di sungai yang
memiliki aliran yang kuat, Anda perlu berjuang melawan arus aliran sungai agar dapat
mencapai tujuan yang Anda inginkan. Besarnya kecepatan arus aliran sungai dapat
menentukan seberapa jauh penyimpangan Anda ketika berenang. Mengapa hal tersebut
dapat terjadi? Semua yang Anda alami tersebut berhubungan dengan vektor. Untuk
lebih memahami materi mengenai vektor, pelajarilah bahasan-bahasan berikut ini
dengan saksama.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 30

A. Definisi, Gambar, dan Notasi Vektor


Seperti telah disinggung sebelumnya, besaran vektor
adalah besaran yang memiliki nilai dan arah. Dalam ilmu Fisika,
banyak besaran yang termasuk vektor, di antaranya perpindahan,
gaya, kecepatan, percepatan, dan momentum. Selain besaran
vektor, ada juga besaran yang hanya memiliki nilai. Besaran
seperti ini disebut besaran skalar. Besaran yang termasuk besaran
skalar, di antaranya massa, waktu, kuat arus, usaha, energi, dan
suhu. Sebuah vektor digambarkan oleh sebuah anak panah.
Panjang anak panah mewakili besar atau nilai vektor, sedangkan
arah anak panah mewakili arah vektor.
Notasi atau simbol sebuah vektor dapat menggunakan satu
atau dua huruf dengan tanda panah di atasnya, misalnya JG A atau
JJJ G AB. Akan tetapi, dalam buku ini, vektor digambarkan oleh
sebuah huruf yang dicetak tebal dan miring, misalnya A atau B.
Gambar 2.1 Gambar 2.1 menunjukkan gambar beberapa vektor dengan
Beberapa contoh notasinya. Titik A disebut titik pangkal vektor dan titik B disebut
gambar dan notasi ujung vektor. Besar sebuah vektor dapat ditulis dengan beberapa
vekrot cara, di antaranya dengan memberi tanda mutlak (||) atau dicetak
miring tanpa ditebalkan. Sebagai contoh, besar vektor A ditulis |𝐴| atau A dan
besar vektor B ditulis |𝐵| atau B. Arah sebuah vektor dinyatakan oleh sudut
tertentu terhadap arah acuan tertentu. Umumnya, sudut yang menyatakan arah
sebuah vektor dinyatakan terhadap sumbu- 𝑥 positif. Gambar 2.2
memperlihatkan tiga buah vektor A, B, dan C dengan arah masing-masing
membentuk sudut 45°, 90°, dan 225° terhadap sumbu-𝑥 positif.

Gambar 2.2
Arah vektor dinyatakan oleh sudut yang dibentuknya terhadap sumbu-positif
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 31

B. Penjumlahan Vektor Menggunakan Metode Grafis dan Analitis


Pernahkah Anda membayangkan jika Anda berenang di sungai searah
dengan aliran sungai, kemudian Anda tiba-tiba berbalik arah 90° dari arah
pergerakan semula? Apakah posisi terakhir Anda tepat sesuai keinginan Anda?
Tentu tidak, arah akhir posisi Anda tidak akan membentuk sudut 90° dari
posisi semula karena terdapat hambatan arus sungai yang membuat arah gerak
Anda tidak tepat atau menyimpang. Anda dapat menentukan posisi akhir Anda
dengan cara menjumlahkan vektor gerak Anda, baik perpindahannya maupun
kecepatannya. Apakah Anda mengetahui cara menjumlahkan dua buah vektor?
Penjumlahan vektor tidak sama dengan penjumlahan skalar. Hal ini karena
vektor selain memiliki nilai, juga memiliki arah. Vektor yang diperoleh dari
hasil penjumlahan beberapa vektor disebut vektor resultan. Berikut ini akan
dibahas metode-metode untuk menentukan vektor resultan.

1. Resultan Dua Vektor


Misalnya, Anda bepergian mengelilingi kota Palu dengan
mengendarai sepeda motor. Dua jam pertama, Anda bergerak lurus ke
timur dan menempuh jarak sejauh 50 𝑘𝑚. Setelah istirahat secukupnya,
Anda kembali melanjutkan perjalanan lurus ke timur sejauh 30 𝑘𝑚 lagi.
Di lihat dari posisi asal, Anda telah berpindah sejauh sejauh 50 𝑘𝑚 +
30 𝑘𝑚 = 80 𝑘𝑚 ke timur. Dikatakan, resultan perpindahan Anda adalah
80 km ke timur. Secara grafis, perpindahan seperti diperlihatkan pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3
Menjumlahkan vektor searah
Sedikit berbeda dengan kasus tersebut, misalnya setelah menempuh
jarak lurus 50 𝑘𝑚 ke timur, Anda kembali lagi ke barat sejauh 30 𝑘𝑚.
Relatif terhadap titik asal, perpindahan Anda menjadi 50 𝑘𝑚 – 30 𝑘𝑚 =
20 𝑘𝑚 ke timur. Secara grafis, perpindahan Anda diperlihatkan pada
Gambar 3.4.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 32

Gambar 2.4
Menjumlahkan dua vektor berlawanan arah
Dari kedua contoh, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.3 dan
Gambar 2.4, menjumlahkan dua buah vektor sejajar mirip dengan
menjumlahkan aljabar biasa. Secara matematis, resultan dua buah vektor
sejajar, yakni, sebagai berikut. Jika vektor A dan B searah, besar vektor
resultan R, adalah :
𝑅 = |𝐴 + 𝐵|
dengan arah vektor R sama dengan arah vektor A dan B. Sebaliknya, jika
kedua vektor tersebut berlawanan, besar resultannya adalah :
𝑅 = |𝐴 − 𝐵|
dengan arah vektor R sama dengan arah vektor yang terbesar.

2. Resultan Dua Vektor yang Saling Tegak Lurus


Misalnya, Anda memacu kendaraan Anda lurus ke timur sejauh
40 𝑘𝑚 dan kemudian berbelok tegak lurus menuju utara sejauh 30 𝑘𝑚.
Secara grafis, perpindahan Anda seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5.
Besar resultan perpindahannya 𝑟 , diperoleh menggunakan Dalil
Pythagoras, yakni sebagai berikut :

Gamabar 2.5
Menjumlahkan dua vektor yang saling tegak lurus
Dan arahnya 𝑟 = √𝑥 2 + 𝑦 2 = √402 + 302 = √2500 = 50 𝑘𝑚
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 33

𝑦 30 3 3
tan 𝜃 = = = → 𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( ) = 37°
𝑥 40 4 4
terhadap sumbu-𝑥 positif (atau 37° dari arah timur).
Dari contoh kasus tersebut, jika dua buah vektor, A dan B, yang
saling tegak lurus akan menghasilkan vektor resultan, R, yang besarnya :
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2
𝐵
dengan arahnya 𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 (𝐴)
terhadap arah vektor A dengan catatan vektor B searah sumbu- 𝑦 dan
vektor A searah sumbu-𝑥.

3. Resultan Dua Vektor yang Mengapit Sudut


Sekarang tinjau dua buah vektor, A dan B, yang satu sama lain
mengapit sudut seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6 (a). Gambar
vektor resultannya dapat diperoleh dengan cara menempatkan pangkal
vektor B di ujung vektor A. Selanjutnya, tarik garis dari titik pangkal
vektor A ke titik ujung vektor B dan buatkan panah tepat di ujung yang
berimpit dengan ujung vektor B. Vektor inilah, R, resultan dari vektor A
dan B. Hasilnya seperti diperlihatkan pada Gambar 2.6 (b).

Gambar 2.6
(a) Vektor A dan vektor B mengapit sudut. (b) Menggambarkan vektor
resultan dari vektor A dan vektor B.

Besar vektor resultan 𝑅 , dapat ditentukan secara


analitis sebagai berikut. Perhatikan Gambar 3.7. Vektor C
dan D diberikan sebagai alat bantu sehingga vektor A + C
tegak lurus vektor D dan ketiganya membentuk resultan
yang sama dengan resultan dari vektor A dan B, yakni 𝑅.
Dengan menggunakan Dalil Pythagoras, besarnya vektor

Gambar 2.7

Menentukan besar
resultan dua buah vektor
secara analitis.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 34

resultan 𝑅 adalah :
𝑅 = √(𝐴 + 𝐶)2 + 𝐷2 = √𝐴2 + 2𝐴𝐶 + 𝐶 2 + 𝐷2
Selanjutnya, juga dengan menggunakan Dalil Pythagoras, dari
gambar diperoleh :
𝐶 2 + 𝐷2 = 𝐵2
𝐶
dan dari trigonometri, cos 𝜃 = atau 𝐶 = 𝐵 cos 𝜃
𝐵
Dengan memasukkan dua persamaan terakhir ke persamaan
pertama, diperoleh besarnya vektor resultan 𝑅.
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2 + 2𝐴𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝜃

4. Selisih Dua Vektor yang Mengapit Sudut


Vektor A dan vektor -A, memiliki besar yang sama, yakni |𝐴| =
|– 𝐴| = 𝐴, tetapi arahnya berlawanan seperti diperlihatkan pada Gambar
2.8. Selisih dari dua buah vektor, misalnya vektor A – B, secara grafis
sama dengan jumlah antara vektor A dan vektor –B, seperti diperlihatkan
pada Gambar 2.9. Secara matematis, vektor selisihnya ditulis R = A – B.

Gambar 2.8

Vektor A Negatif dari sebuah


vektor A

Gambar 2.9
Selisih dua buah vektor
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 35

Secara analitis, besar vektor selisihnya ditentukan dari Persamaan


dengan mengganti 𝜃 dengan 180 – 𝜃 . Oleh karena, 𝑐𝑜𝑠 (180° – 𝜃 ) =
– 𝑐𝑜𝑠 𝜃 sehingga diperoleh :
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2 − 2𝐴𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝜃

5. Melukis Resultan Beberapa Vektor dengan Metode Poligon


Jika terdapat tiga buah vektor, A, B, dan C, yang besar dan arahnya
berbeda seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10 (a), resultannya dapat
diperoleh dengan cara menggunakan metode poligon, yakni sebagai
berikut.
a. Hubungkan titik tangkap vektor B pada ujung vektor A dan titik
pangkal vektor C pada ujung vektor B.
b. b. Buat vektor resultan, R, dengan titik tangkap sama dengan titik
pangkal vektor A dan ujung panahnya tepat di titik ujung vektor C.

Hasilnya seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10 (b).

Gambar 2.10

Menggambarkan resultan beberapa vektor dengan metode poligon

Secara matematis, vektor resultan pada Gambar 2.10 ditulis sebagai


berikut.
𝑅 =𝐴+𝐵+𝐶
6. Vektor Nol
Vektor nol adalah vektor hasil penjumlahan
beberapa buah vektor yang hasilnya nol. Sebagai contoh,
lima buah vektor, A, B, C, D, dan E, menghasilkan
resultan sama dengan nol maka secara matematis ditulis :
𝐴+𝐵+𝐶+𝐷+𝐸 =0
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 36

Dengan menggunakan metode poligon, secara grafis vektor-


Gambar 2.11
vektor tersebut diperlihatkan seperti pada Gambar 2.11. Perhatikan
Penjumlahan lima buah bahwa ujung vektor terakhir (vektor E) bertemu kembali dengan titik
vektor yang menghasilkan pangkal vektor pertama (vektor A).
vektor nol Contoh Soal
Dua buah vektor satu sama lain membentuk sudut 60°. Besar kedua
vektor tersebut sama, yakni 5 satuan. Tentukanlah :
a. resultan, dan
b. selisih kedua vektor tersebut.
Jawab :
Misalnya, kedua vektor tersebut adalah A dan B. Besarnya, A = B = 5 dan sudutnya θ =
60°. Dengan menggunakan Persamaan (2–5) dan (2–6), diperoleh
a. resultannya
𝑅 = √52 + 52 + 2 . 5 . 5 cos 60° = √25 + 25 + 50 . 0,5 = 5√3 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
b. selisih kedua vektor tersebut
𝑅 = √52 + 52 − 2 . 5 . 5 cos 60° = √25 + 25 − 50 . 0,5 = 5 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛

C. Menjumlahkan Vektor Dengan Metode Uraian


1. Menguraikan Vektor Menjadi Vektor
Komponennya
Sebuah vektor dapat diuraikan menjadi dua buah vektor yang
saling tegak lurus. Vektor-vektor baru hasil uraian disebut vektor-
vektor komponen. Ketika sebuah vektor telah diuraikan menjadi
vektor-vektor komponennya, vektor tersebut dianggap tidak ada
karena telah diwakili oleh vektor-vektor komponennya. Sebagai
contoh, ketika Anda menguraikan sekarung beras 50 𝑘𝑔 menjadi
dua karung dengan masing-masing 20 𝑘𝑔 dan 30 𝑘𝑔 , apakah
Gambar 2.12 karung yang berisi 50 𝑘𝑔 tetap ada ?
Menguraikan sebuah Gambar 2.12 memperlihatkan sebuah vektor A yang
vektor menjadi dua diuraikan menjadi dua buah vektor komponen, masing-masing
vektor komponen yang berada pada sumbu-𝑥 dan sumbu-𝑦. 𝐴𝑥 adalah komponen vektor A
saling tegak lurus pada sumbu-𝑥 dan 𝐴𝑦 adalah komponen vektor A pada sumbu-𝑦.
Dengan mengingat definisi 𝑠𝑖𝑛 𝜃 dan 𝑐𝑜𝑠 𝜃 dari trigonometri,
besar setiap komponen vektor A dapat ditulis sebagai berikut.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 37

𝐴𝑥 = 𝐴 cos 𝜃 dan 𝐴𝑦 = 𝐴 sin 𝜃


Sementara itu, dengan menggunakan Dalil Pythagoras diperoleh
hubungan
𝐴 = √𝐴2𝑥 + 𝐴𝑦2
Selanjutnya, hubungan antara 𝐴𝑥 dan 𝐴𝑦 diberikan oleh :
𝐴𝑥
tan 𝜃 =
𝐴𝑦
2. Menjumlahkan Vektor Melalui Vektor-Vektor Komponennya
Menjumlahkan sejumlah vektor dapat dilakukan dengan
menguraikan setiap vektor menjadi komponen-komponennya ke sumbu-𝑥
dan sumbu-𝑦 pada koordinat kartesius. Metode seperti ini disebut metode
uraian. Berikut adalah tahapan-tahapan untuk mencari besar dan arah
vektor resultan dengan metode uraian.
1. Buat koordinat kartesius 𝑥 − 𝑦.
2. Letakkan titik tangkap semua vektor pada titik asal (0,0). Hati-
hati, arah vektor tidak boleh berubah.
3. Uraikan setiap vektor, yang tidak berimpit dengan sumbu-𝑥 atau
sumbu-𝑦, menjadi komponen-komponennya pada sumbu-𝑥 dan
sumbu-𝑦.
4. Tentukanlah resultan vektor-vektor komponen pada setiap
sumbu, misalnya :
Σ𝑅𝑥 = resultan vektor-vektor komponen pada sumbu-𝑥.
Σ𝑅𝑦 = resultan vektor-vektor komponen pada sumbu-𝑦.
5. Besar vektor resultannya

𝑅 = √(Σ𝑅𝑥 )2 + (Σ𝑅𝑦 )2
Σ𝑅𝑦
dan arahnya terhadap sumbu-𝑥 positif tan 𝜃 =
Σ𝑅𝑥
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 38

RANGKUMAN
1. Besaran skalar adalah besaran yang memiliki nilai saja (contoh: jarak, laju,
luas, volume, suhu, dan energi).
2. Besaran vektor adalah besaran yang memiliki nilai dan arah. (contoh:
perpindahan, kecepatan, percepatan, dan gaya).
3. Notasi atau simbol sebuah vektor dapat menggunakan satu atau dua huruf
dengan tanda panah di atasnya atau dengan dicetak tebal.
4. Penjumlahan vektor dapat menggunakan metode grafis, analitis, poligon, dan
ukuran.
5. Jika dua buah vektor membentuk sudut α , resultan dan selisih keduanya dapat
dihitung dengan persamaan:
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2 + 2𝐴𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝜃
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2 − 2𝐴𝐵 𝑐𝑜𝑠 𝜃
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 39

Latihan Soal
1. Sebuah mobil bergerak menempuh jarak 150 𝑘𝑚 ke barat, kemudian 200 𝑘𝑚
ke selatan. Berapakah perpindahan mobil dari titik asal (besar dan arahnya)?
2. Ahmad hendak menyeberangi sungai menggunakan perahu. Kecepatan arus air
4 𝑚/𝑠. Jika Ahmad memacu perahu dengan kecepatan 3 𝑚/𝑠 tegak lurus arus
air, berapakah kecepatan perahu relatif terhadap tepi sungai? Berapakah sudut
yang dibentuk oleh lintasan perahu terhadap garis tepi sungai?
3. Dua buah vektor, A dan B, masing-masing besarnya 30 𝑁 dan 40 𝑁 .
Tentukanlah resultan kedua vektor tersebut jika
(a) searah,
(b) berlawanan arah, dan
(c) saling tegak lurus.
(d) Tentukan resultan dan selisihnya jika kedua vektor membentuk sudut 60°.
4. Komponen-komponen sebuah vektor pada sumbu- 𝑥 dan sumbu- 𝑦 masing-
masing 60 satuan dan 80 satuan. Tentukanlah besar dan arah vektor asalnya!
5. Vektor A berada pada bidang 𝑥𝑦 positif. Besar vektor tersebut 100 satuan dan
komponennya pada sumbu-𝑦 adalah 50 satuan. Tentukanlah:
a. besar komponennya pada sumbu-𝑥,
b. berapakah sudut yang dibentuk oleh vektor A tersebut terhadap sumbu-𝑥
positif?
6. Seseorang mengendarai mobil pada lintasan yang lurus ke timur menempuh
jarak sejauh 60 𝑘𝑚. Selanjutnya, berbelok ke arah 37° antara timur dan selatan
sampai menempuh jarak sejauh 50 𝑘𝑚. Kemudian, berbelok lagi menuju ke
barat hingga menempuh jarak 70 𝑘𝑚.
a. Gambarkan vektor-vektor perpindahannya pada koordinat kartesius dengan
sumbu-𝑥 negatif menyatakan timur.
b. Hitunglah resultan perpindahannya.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 40

BAB 3
GERAK LURUS
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 41

BAB III
GERAK LURUS

Setiap benda yang bergerak akan membentuk lintasan tertentu. Perhatikan


gambar kendaraan yang sedang bergerak di atas! Bagaimanakah bentuk lintasannya?
Pada saat bergerak mobil dan motor membentuk lintasan berupa garis lurus. Pada saat
mobil dan motor bergerak kelajuannya semakin bertambah. Gerak lurus dibedakan
menjadi gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan. Untuk lebih
memahami tentang gerak lurus maka ikutilah uraian berikut ini.
Gerak merupakan perubahan posisi (kedudukan) suatu benda terhadap sebuah
acuan tertentu. Perubahan letak benda dilihat dengan membandingkan letak benda
tersebut terhadap suatu titik yang diangggap tidak bergerak (titik acuan), sehingga
gerak memiliki pengertian yang relatif atau nisbi. Studi mengenai gerak benda, konsep-
konsep gaya, dan energi yang berhubungan, membentuk suatu bidang, yang disebut
mekanika. Mekanika dibagi menjadi dua bagian, yaitu kinematika dan dinamika.
Kinematika adalah ilmu yang mempelajari gerak benda tanpa meninjau gaya
penyebabnya. Adapun dalam dinamika mempelajari tentang gerak dan gaya
penyebabnya. Pada bab ini, kalian mulai dengan membahas benda yang bergerak tanpa
berotasi (berputar). Gerak seperti ini disebut gerak translasi. Pada bab ini kalian juga
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 42

akan membahas penjelasan mengenai benda yang bergerak pada jalur yang lurus, yang
merupakan gerak satu dimensi.
A. Kedudukan, Jarak, dan Perpindahan
Kedudukan diartikan sebagai letak (posisi) suatu benda pada waktu
tertentu terhadap acuan. Sebagai contoh, ketika kalian berada di atas kereta api
yang bergerak dengan laju 80 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚, kalian mungkin akan memerhatikan
seseorang yang berjalan melewati ke arah depan kereta dengan laju tertentu,
katakanlah 10 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚. Tentu saja ini merupakan laju orang tersebut terhadap
kereta sebagai kerangka acuan. Terhadap permukaan bumi, orang tersebut
bergerak dengan laju 80 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 + 10 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 = 90 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚. Penentuan
kerangka acuan penting dalam menyatakan laju.
Bahkan, jarak pun bergantung pada kerangka acuan.
Sebagai contoh, tidak ada artinya jika saya memberitahu kalian
bahwa kota Yogyakarta berjarak 60 𝑘𝑚 , kecuali saya
memperjelas 60 𝑘𝑚 dari arah mana. Terlebih lagi, ketika
menspesifikasikan gerak suatu benda, adalah penting untuk tidak
hanya menyatakan laju tetapi juga arah gerak. Seringkali kita
dapat menyatakan arah dengan menggunakan titik-titik mata

Gambar 3.1 angin, yaitu Utara, Timur, Selatan, dan Barat, atau menggunakan
“atas” dan “bawah”. Dalam fisika, kita sering menggunakan
Pasangan standar
sumbu koordinat, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1, untuk
sumbu koordinat 𝑥𝑦
menyatakan kerangka acuan. Kita akan selalu dapat
menempatkan titik asal O, dan arah sumbu 𝑥 dan 𝑦. Benda-benda
yang diletakkan di kanan titik asal (O) pada sumbu 𝑥 memiliki koordinat 𝑥
yang biasanya positif, dan titik-titik di sebelah kiri O memiliki koordinat
negatif. Posisi sepanjang sumbu 𝑦 biasanya dianggap positif jika berada di atas
O, dan negatif jika di bawah O, walaupun peraturan yang menyatakan
sebaliknya juga dapat digunakan jika lebih memudahkan. Semua titik pada
bidang dapat dispesifikasikan dengan memberinya koordinat 𝑥 dan 𝑦.
Pada gerak satu dimensi, kita sering memilih sumbu 𝑥 sebagai garis di
mana gerakan tersebut terjadi. Dengan demikian, posisi benda pada setiap saat
dinyatakan dengan koordinat 𝑥 saja.
Dalam fisika, jarak dan perpindahan memiliki pengertian yang berbeda.
Perpindahan didefinisikan sebagai perubahan posisi benda dalam selang waktu
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 43

tertentu. Jadi, perpindahan adalah seberapa jauh jarak benda tersebut dari titik
awalnya. Untuk melihat perbedaan antara jarak total dan perpindahan,
misalnya seseorang berjalan sejauh 50 𝑚 ke arah Timur dan kemudian
berbalik (ke arah Barat) dan berjalan menempuh jarak 30 𝑚, lihat Gambar 3.2.
Jarak total yang ditempuh adalah 80 𝑚, tetapi perpindahannya hanya 20 𝑚
karena posisi orang itu pada saat ini hanya berjarak 20 𝑚 dari titik awalnya.
Gambar 3.2

Seseorang berjalan 50 𝑚 ke
Timur, kemudian berbalik
arah 30 𝑚 ke Barat maka
perpindahannya 20 𝑚

Jika sebuah benda bergerak selama selang


waktu tertentu, misalnya pada saat 𝑡1 benda berada pada sumbu 𝑥 di titik 𝑥1
pada sistem koordinat yang ditunjukkan oleh Gambar 3.3. Pada waktu 𝑡2
benda berada pada titik 𝑥2 . Perpindahan benda ini dapat dituliskan:

Gambar 3.3

Tanda panah menunjukkan


perpindahan

Δ𝑥 = 𝑥2 − 𝑥1

B. Kelajuan dan Kecepatan


̅)
1. Kelajuan rata-rata (𝑣̅ ) dan kecepatan rata-rata (𝒗
Istilah “kelajuan” atau “laju” menyatakan seberapa jauh sebuah
benda bergerak dalam selang waktu tertentu. Jika sebuah mobil
menempuh 240 𝑘𝑚 dalam waktu 3 𝑗𝑎𝑚, dapat kita katakan bahwa laju
rata-ratanya adalah 80 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 . Secara umum, laju rata-rata sebuah
benda didefinisikan sebagai jarak total yang ditempuh sepanjang
lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut.
Secara matematis dituliskan:
𝑠
𝑣̅ =
𝑡
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 44

dengan:
𝑣̅ = laju rata-rata (𝑚/𝑠)
𝑠 = jarak total yang ditempuh (𝑚)
𝑡 = waktu tempuh yang diperlukan (𝑠)
Istilah kecepatan dan laju sering dipertukarkan dalam bahasa
seharihari. Tetapi dalam fisika kita membuat perbedaan di antara
keduanya. Laju adalah sebuah bilangan positif dengan satuan 𝑚/𝑠, yang
menyatakan perbandingan jarak yang ditempuh oleh benda terhadap
waktu yang dibutuhkannya. Kecepatan digunakan untuk menyatakan baik
besar (nilai numerik) mengenai seberapa cepat sebuah benda bergerak
maupun arah geraknya. Dengan demikian, kecepatan merupakan besaran
vektor. Ada perbedaan kedua antara laju dan kecepatan, yaitu kecepatan
rata-rata didefinisikan dalam hubungannya dengan perpindahan, dan
bukan dalam jarak total yang ditempuh.
𝑠2 − 𝑠1 ∆𝑠
̅=
𝒗 =
𝑡2 − 𝑡1 ∆𝑡
dengan:
𝒗̅ = kecepatan rata-rata (𝑚/𝑠)
∆𝑠 = perpindahan benda (𝑚)
∆𝑡 =interval waktu yang diperlukan (𝑠)
2. Kecepatan sesaat (𝑣)
Jika kalian mengendarai sepeda motor sepanjang jalan yang lurus
sejauh 120 𝑘𝑚 dalam waktu 2 𝑗𝑎𝑚 , besar kecepatan rata-rata sepeda
motor kalian adalah 60 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 . Walaupun demikian, tidak mungkin
kalian mengendarai sepeda motor tersebut tepat 60 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 setiap saat.
Untuk mengatasi situasi ini kita memerlukan konsep kecepatan sesaat,
yang merupakan kecepatan benda pada saat tertentu. Kecepatan inilah
yang ditunjukkan pada spidometer. Kecepatan sesaat pada waktu tertentu
adalah kecepatan rata-rata selama selang waktu yang sangat kecil, yang
dinyatakan oleh:
∆𝑥
𝜈̅ = lim
∆𝑡→0 ∆𝑡
Kecepatan sesaat didefinisikan sebagai kecepatan ratarata pada lim
∆𝑡→0
yang menjadi sangat kecil, mendekati nol.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 45

C. Percepatan
1. Percepatan rata-rata (𝑎̅)
Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan kecepatan
dibagi waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut.
∆𝑣
𝑎̅ =
∆𝑡
dengan:
𝑎̅ = percepatan rata-rata (𝑚/𝑠 2 )
∆𝑣 = perubahan kecepatan (𝑚/𝑠)
∆𝑡 =interval waktu yang diperlukan (𝑠)

2. Percepataan sesaat (𝑎)


Percepatan sesaat dapat didefinisikan sebagai percepatan rata-rata
pada limit 𝛥𝑡 yang menjadi sangat kecil, mendekati nol. Percepatan sesaat
(𝑎) untuk satu dimensi dapat dituliskan sebagai berikut:
∆𝑣
𝑎 = lim
∆𝑡→0 ∆𝑡
Dalam hal ini 𝛥𝑣 menyatakan perubahan yang sangat kecil pada
kecepatan selama selang waktu 𝛥𝑡 yang sangat pendek. Perhatikan dengan
teliti bahwa percepatan menunjukkan seberapa cepat kecepatan berubah,
sementara kecepatan menunjukkan seberapa cepat posisi berubah.

D. Gerak Lurus Beraturan (GLB)


Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menemukan peristiwa yang
berkaitan dengan gerak lurus beraturan, misalnya orang yang berjalan dengan
langkah kaki yang relatif konstan, mobil yang sedang bergerak, dan
sebagainya. Suatu benda dikatakan mengalami gerak lurus beraturan jika
lintasan yang ditempuh oleh benda itu berupa garis lurus dan kecepatannya
selalu tetap setiap saat. Sebuah benda yang bergerak lurus menempuh jarak
yang sama untuk selang waktu yang sama. Sebagai contoh, apabila dalam
waktu 5 𝑠 pertama sebuah mobil menempuh jarak 100 𝑚, maka untuk waktu
5 𝑠 berikutnya mobil itu juga menempuh jarak 100 𝑚.
Secara matematis, persamaan gerak lurus beraturan (GLB) adalah:
𝑠 = 𝑣 .𝑡
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 46

dengan:
𝑠 = jarak yang ditempuh (𝑚)
𝑣 = kecepatan (𝑚/𝑠)
𝑡 = waktu yang diperlukan (𝑠)
Jika kecepatan 𝑣 mobil yang bergerak dengan laju konstan selama selang
waktu 𝑡 sekon, diilustrasikan dalam sebuah grafik 𝑣 − 𝑡 , akan diperoleh
sebuah garis lurus, tampak seperti pada Gambar 3.4.
Grafik hubungan 𝑣 − 𝑡 dibawah menunjukkan bahwa kecepatan benda
selalu tetap, tidak tergantung pada waktu, sehingga grafiknya merupakan garis
lurus yang sejajar dengan sumbu 𝑡(waktu). Berdasarkan Gambar 3.4, jarak
tempuh merupakan luasan yang dibatasi oleh grafik dengan sumbu t dalam
selang waktu tertentu. Hal ini berlaku pula untuk segala bentuk grafik yaitu
lurus maupun lengkung.

Gambar 3.4

Grafik hubungan 𝑣𝑡 pada gerak


lurus beraturan

Sementara itu, hubungan jarak yang ditempuh 𝑠 dengan waktu 𝑡 ,


diilustrasikan dalam sebuah grafik 𝑠 − 𝑡 , sehingga diperoleh sebuah garis
diagonal ke atas, tampak seperti pada Gambar 3.5.
Dari grafik hubungan 𝑠 − 𝑡 tampak pada Gambar 3.5, dapat dikatakan
jarak yang ditempuh 𝑠 benda berbanding lurus dengan waktu tempuh 𝑡. Makin
besar waktunya makin besar jarak yang ditempuh. Berdasarkan Gambar 3.5,
grafik hubungan antara jarak 𝑠 terhadap waktu 𝑡 secara matematis merupakan
harga 𝑡𝑎𝑛 𝛼 , di mana 𝛼 adalah sudut antara garis grafik dengan sumbu
𝑡(waktu).
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 47

Gambar 3.5

Grafik hubungan 𝑠𝑡 pada gerak


lurus beraturan

E. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)


1. Hubungan antara kecepatan (𝑣), percepatan (𝑎), dan waktu (𝑡) pada
GLBB
Untuk memudahkan notasi ataupun penulisan persamaan, kita
anggap waktu awal untuk setiap pembahasan adalah nol yaitu 𝑡1 = 0.
Kemudian kita tentukan 𝑡2 = 𝑡 sebagai waktu yang diperlukan. Posisi
awal 𝑥1 = 𝑥0 dan kecepatan awal 𝑣1 = 𝑣0 , dan pada waktu 𝑡 posisi dan
kecepatan benda masing-masing adalah 𝑥 dan 𝑣 (bukan 𝑥2 dan 𝑣2 ).
Berarti kecepatan rata-rata selama waktu 𝑡 berdasarkan persamaan untuk
kecepatan rata-rata dirumuskan:
𝑥 − 𝑥0 𝑥 − 𝑥0
𝑣̅ = =
𝑡 − 𝑡0 𝑡
Karena 𝑡0 = 0 dan percepatan dianggap konstan terhadap waktu,
maka diperoleh persamaan:
𝑣 − 𝑣0
𝑎=
𝑡
Selanjutnya, kita dapat menentukan kecepatan sebuah benda setelah
rentang waktu tertentu jika diketahui percepatannya. Kita kalikan dengan
𝑡 pada kedua sisi persamaan tersebut maka akan diperoleh:
𝑎𝑡 = 𝑣 − 𝑣0
sehingga dapat dituliskan:
𝑣 = 𝑣0 + 𝑎𝑡

2. Hubungan antara perpindahan (𝑠), percepatan (𝑎), dan waktu (𝑡)


pada GLBB
Selanjutnya, kita lihat bagaimana menghitung posisi benda setelah
waktu 𝑡 ketika benda tersebut mengalami percepatan konstan. Dari
definisi kecepatan rata-rata:
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 48

𝑥 − 𝑥0
𝑣̅ =
𝑡
Persamaan ini bisa kita tuliskan:
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣̅ 𝑡
Karena kecepatan bertambah secara beraturan, kecepatan rata-rata
akan berada di tengah-tengah antara kecepatan awal dan kecepatan akhir,
yang dirumuskan:
𝑣0 + 𝑣
𝑣̅ =
2
Dengan menggabungkan dua persamaan didapatkan:
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣̅ 𝑡
𝑣0 + 𝑣
= 𝑥0 + ( )𝑡
2
𝑣0 + 𝑣0 + 𝑎𝑡
𝑥0 + ( )𝑡
2
1
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2
2

3. Hubungan antara perpindahan (𝑠), kecepatan (𝑣), dan percepatan (𝑎)


Sekarang kita turunkan persamaan selanjutnya, yang berguna pada
situasi dimana waktu 𝑡 tidak diketahui. Dari persamaan sebelumnya
diperoleh:
𝑣0 + 𝑣
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣̅ 𝑡 = 𝑥0 + ( )𝑡
2
Kemudian persamaan kita selesaikan untuk mendapatkan:
𝑣 − 𝑣0
𝑡=
𝑎
Dengan mensubstitusikan persamaan ini ke persamaan sebelumnya,
kita dapatkan:
𝑣0 + 𝑣 𝑣 − 𝑣0 𝑣 2 − 𝑣02
𝑥 = 𝑥0 + ( )( ) = 𝑥0 +
2 𝑎 2𝑎
Selanjutnya, kita selesaikan persamaan ini untuk mendapatkan:
𝑣 2 = 𝑣02 + 2𝑎(𝑥 − 𝑥0 )
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 49

F. Gerak Jatuh Bebas


Salah satu contoh gerak yang paling umum mengenai gerak lurus
berubah beraturan (GLBB) adalah benda yang mengalami jatuh bebas dengan
jarak yang tidak jauh dari permukaan tanah. Kenyataan bahwa benda yang
jatuh mengalami percepatan, mungkin pertama kali tidak begitu terlihat.
Sebelum masa Galileo, orang mempercayai pemikiran bahwa benda yang lebih
berat jatuh lebih cepat dari benda yang lebih ringan, dan bahwa laju jatuh
benda tersebut sebanding dengan berat benda itu.
Galileo menemukan bahwa semua benda akan jatuh dengan percepatan
konstan yang sama jika tidak ada udara atau hambatan lainnya. Ia menyatakan
bahwa untuk sebuah benda yang jatuh dari keadaan diam, jarak yang ditempuh
akan sebanding dengan kuadrat waktu, ℎ ∝ 𝑡 2 .
Untuk memperkuat penemuannya bahwa laju benda yang jatuh
bertambah ketika benda itu jatuh, Galileo menggunakan argumen yang cerdik.
Sebuah batu berat yang dijatuhkan dari ketinggian 2 𝑚 akan memukul sebuah
tiang pancang lebih dalam ke tanah dibandingkan dengan batu yang sama
tetapi dijatuhkan dari ketinggian 0,2 𝑚. Jelas, batu tersebut bergerak lebih
cepat pada ketinggian yang pertama.
Galileo juga menegaskan bahwa semua benda, berat atau ringan jatuh
dengan percepatan yang sama, jika tidak ada udara (hampa udara). Jika kalian
memegang selembar kertas secara horizontal pada satu tangan dan sebuah
benda lain yang lebih berat, misalnya sebuah bola di tangan yang lain, dan
melepaskan kertas dan bola tersebut pada saat yang sama, benda yang lebih
berat akan lebih dulu mencapai tanah. Tetapi jika kalian mengulang percobaan
ini, dengan membentuk kertas menjadi gumpalan kecil, kalian akan melihat
bahwa kedua benda tersebut mencapai lantai pada saat yang hampir sama.
Galileo yakin bahwa udara berperan sebagai hambatan untuk benda-
benda yang sangat ringan yang memiliki permukaan yang luas. Tetapi pada
banyak keadaan biasa, hambatan udara ini bisa diabaikan. Pada suatu ruang di
mana udara telah dihisap, maka benda ringan seperti bulu atau selembar kertas
yang dipegang horizontal akan jatuh dengan percepatan yang sama seperti
benda yang lain. Demonstrasi pada ruang hampa udara seperti ini tidak ada
pada masa Galileo, yang membuat keberhasilan Galileo lebih hebat lagi.
Ketika membahas benda-benda yang jatuh bebas kita bisa memakai
persamaan di mana untuk a kita gunakan nilai g yang telah diberikan. Selain
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 50

itu, karena gerak tersebut vertikal, kita akan mengganti 𝑥 dengan 𝑦 , dan
menempatkan 𝑦0 di tempat 𝑥0 . Kita ambil 𝑦0 = 0, kecuali jika ditentukan lain.
Tidak masalah apakah kita memilih 𝑦 positif pada arah ke atas atau arah ke
bawah, yang penting kita harus konsisten sepanjang penyelesaian soal. Secara
matematis persamaan pada gerak jatuh bebas dirumuskan sebagai berikut:
𝑣 = 𝑣0 + 𝑔𝑡
1
𝑦 = 𝑣0 𝑡 + 𝑔𝑡 2
2
2 2
𝑣 = 𝑣0 + 2𝑔𝑦
𝑣 + 𝑣0
𝜈̅ =
2
G. Gerak Vertikal Keatas
1. Ketinggin maksimum 𝑦𝑚𝑎𝑥
Untuk menentukan ketinggian maksimum, kita hitung posisi bola
ketika kecepatannya sama dengan nol (𝑣 = 0) pada titik tertinggi. Pada
saat mula-mula 𝑡 = 0, ketinggian mula-mula 𝑦0 = 0, kecepatan awal 𝑣0 ,
dan percepatannya 𝑎 = −𝑔. Sehingga kita dapatkan persamaan:
𝑣 2 = 𝑣02 − 2𝑔𝑦
0 = 𝑣02 − 2𝑔𝑦
𝑣02
𝑦𝑚𝑎𝑥 =
2𝑔
2. Lama benda diudara 𝑡𝑐 = 2𝑡𝑚𝑎𝑥
Dengan menggunakan persamaan GLBB dan 𝑎 = −𝑔 , diperoleh
hal-hal berikut ini:
1. Waktu yang dibutuhkan benda untuk mencapai titik tertinggi:
𝑣 = 𝑣0 − 𝑔𝑡
0 = 𝑣0 − 𝑔𝑡
𝑣0
𝑡𝑚𝑎𝑥 =
𝑔
2. Waktu yang diperlukan untuk jatuh kembali:
1
𝑦0 = 𝑣𝑜 𝑡 − 𝑔𝑡 2
2
1 2
0 = 𝑣𝑜 𝑡 − 𝑔𝑡
2
2𝑣0
𝑡𝐶 = = 2𝑡𝑚𝑎𝑥
𝑔
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 51

RANGKUMAN
1. Gerak merupakan perubahan posisi (kedudukan) suatu benda terhadap sebuah
acuan tertentu.
2. Kedudukan diartikan sebagai letak (posisi) suatu benda pada waktu tertentu
terhadap acuan.
3. “Kelajuan” atau “laju” menyatakan seberapa jauh sebuah benda bergerak dalam
selang waktu tertentu.
4. Kecepatan sesaat adalah kecepatan rata-rata pada selang waktu yang sangat
pendek.
5. Percepatan merupakan perubahan kecepatan pada satuan waktu tertentu.
6. Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan kecepatan dibagi waktu
yang diperlukan untuk perubahan ini.
7. Suatu benda dikatakan mengalami gerak lurus beraturan jika lintasan yang
ditempuh oleh benda itu berupa garis lurus dan kecepatannya selalu tetap setiap
saat.
8. Pada saat percepatan konstan dan gerak melalui garis lurus disebut gerak lurus
berubah beraturan (GLBB).
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 52

Latihan Soal
1. Sebuah pesawat yang membawa penumpang sebanyak 200 orang terbang ke
utara sejauh 6 𝑘𝑚, kemudian belok ke barat sejauh 4 𝑘𝑚. Oleh karena terdapat
kabut yang sangat tebal, pesawat tersebut kehilangan arah sehingga pesawat
berbelok sejauh 3 𝑘𝑚 ke selatan. Tentukanlah jarak dan perpindahan yang telah
ditempuh pesawat tersebut !
2. Sebuah partikel bergerak dengan mengikuti persamaan 𝑥 = 5𝑡 3 – 2𝑡 2 + 1
dengan 𝑠 dalam 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 dan 𝑡 dalam 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛 . Tentukanlah kecepatan rata-rata
pada saat 𝑡 = 1 𝑠 dan 𝑡 = 2 𝑠 !
3. Kereta api A dan B yang terpisah sejauh 6 𝑘𝑚 , bergerak berlawanan arah.
Kecepatan setiap kereta api adalah 60 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 untuk kereta api A dan 40 𝑘𝑚/
𝑗𝑎𝑚 untuk kereta api B. Tentukanlah kapan dan di mana kedua kereta api
tersebut berpapasan?
4. Kecepatan sebuah truk bertambah secara beraturan dari 36 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 menjadi
108 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 dalam waktu 20 𝑠 . Tentukanlah kecepatan rata-rata dan
percepatan rata-rata dari truk tersebut !
5. Sebuah peluru ditembakkan vertikal ke atas dengan kecepatan awal 500 𝑚/𝑠.
Tentukanlah:
a. tinggi maksimum, dan
b. waktu yang diperlukan hingga mencapai tinggi maksimum.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 53

BAB 4
GERAK
MELINGKAR
BERATURAN
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 54

BAB IV
GERAK MELINGKAR
BERATURAN

Sebuah benda bergerak pada garis lurus jika gaya total yang ada padanya
bekerja pada arah gerak benda tersebut, atau sama dengan nol. Jika gaya total bekerja
dengan membentuk suatu sudut terhadap arah gerak pada setiap saat, benda akan
bergerak dalam lintasan yang membentuk kurva. Sebagai contoh gerak roda dan gerak
bola di ujung tali yang diputar.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 55

A. Pengertian Gerak Melingkar Beraturan


Gerak melingkar beraturan adalah gerak yang lintasannya berbentuk lingkaran
dengan laju konstan dan arah kecepatan tegak lurus terhadap arah percepatan. Arah
kecepatan terus berubah sementara benda bergerak dalam lingkaran tersebut. Oleh
karena percepatan didefinisikan sebagai besar perubahan kecepatan, perubahan arah
kecepatan menyebabkan percepatan sebagaimana juga perubahan besar kecepatan.
Dengan demikian, benda yang mengelilingi sebuah lingkaran terus dipercepat, bahkan
ketika lajunya tetap konstan (v1 = v2 = v)

B. Besaran-Besaran dalam Gerak Melingkar


1. Periode dan Frekuensi
Sebuah partikel/benda yang bergerak melingkar baik gerak melingkar beraturan
ataupun yang tidak beraturan, geraknya akan selalu berulang pada suatu saat tertentu.
Dengan memerhatikan sebuah titik pada lintasan geraknya, sebuah partikel yang telah
melakukan satu putaran penuh akan kembali atau melewati posisi semula. Gerak
melingkar sering dideskripsikan dalam frekuensi ( f ), yaitu jumlah putaran tiap satuan
waktu atau jumlah putaran per sekon. Sementara itu, periode (T ) adalah waktu yang
diperlukan untuk menempuh satu putaran.
Hubungan antara periode (T ) dan frekuensi ( f ) adalah:
1 1
T  atau f  ............................................................4.1
f T
dengan:
T = periode (s) f = frekuensi (Hz)

Sebagai contoh, jika sebuah benda berputar dengan frekuensi


3 putaran/sekon, maka untuk melakukan satu putaran penuh, benda
itu memerlukan waktu 1/3 sekon. Untuk benda yang berputar
membentuk lingkaran dengan laju konstan v, dapat kita tuliskan:
2R
v .......................................................................4.2
T
Hal ini disebabkan dalam satu putaran, benda tersebut
menempuh satu keliling lingkaran (= 2R).
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 56

2. Posisi Sudut 
Gambar 4.2 melukiskan sebuah titik P yang berputar terhadap sumbu yang tegak
lurus terhadap bidang gambar melalui titik O. Titik P bergerak dari A ke B dalam
selang waktu t. Posisi titik P dapat dilihat dari besarnya sudut yang ditempuh, yaitu
 yang dibentuk oleh garis AB terhadap sumbu x yang melalui titik O. Posisi sudut 
diberi satuan radian (rad). Besar sudut satu putaran adalah 360° = 2 radian.
Jika  adalah sudut pusat lingkaran yang panjang busurnya s dan jari-jarinya R,
diperoleh hubungan:
s
 .................................................................4.3
R
Dengan:
 = lintasan/ posisi sudut (rad)
S = busur lintasan (m)
R= jari-jari (m)

3. Kecepatan Sudut/ Kecepatan Anguler


Dalam gerak melingkar beraturan, kecepatan sudut atau kecepatan
anguler untuk selang waktu yang sama selalu konstan. Kecepatan sudut
didefinisikan sebagai besar sudut yang ditempuh tiap satu satuan waktu.
Untuk partikel yang melakukan gerak satu kali putaran, didapatkan sudut yang
ditempuh  =2 dan waktu tempuh t = T. Berarti, kecepatan sudut ( ) pada gerak
melingkar beraturan dapat dirumuskan:
2
 atau   2f .......................................................4.4
T
dengan:
 = kecepatan sudut (rad/s)
T = periode (s)
f = frekuensi (Hz)

C. Hubungan Besaran-Besaran Sudut dan Besaran-Besaran


Tangensial

1. Posisi Sudut  dan Panjang Lintasan s


Gambar 3.4 menunjukkan titik P bergerak melingkar dengan
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 57

sumbu tetap O dan jari-jari R. Jika P bergerak dari A ke B dengan menempuh lintasan
busur sejauh s, sedangkan posisi sudut yang terbentuk adalah  , maka diperoleh
hubungan:
s
 ...........................................................4.5
R

2. Kecepatan Sudut  dan Kecepatan Tangensial/Linear v


Jika posisi sudut sangat kecil, yaitu ∆ , karena selang waktu (∆t ) yang digunakan
sangat kecil, lintasan busurnya juga sangat kecil, yaitu ∆s , sehingga persamaan (4.5)
berubah menjadi:
∆s=∆R
Jika persamaan tersebut dibagi dengan selang waktu ∆t, diperoleh:
s  .R

t t
Jika ∆t kecil maka persamaan tersebut menjadi:
ds d .R

dt dt
v   . R ..........................................................4.6
Dengan:
v = kecepatan linier (m/s)
 = kecepatan sudut (rad/s)
R = jari-jari lintasan (m)
Kecepatan linier/tangensial (v) memiliki arah berupa arah garis singgung
lingkaran pada titik-titik, salah satunya titik P. Sementara itu, kecepatan sudut 
memiliki arah ke atas, tegak lurus bidang lingkar.

3. Percepatan Sentripetal
Percepatan yang selalu mengarah ke pusat lingkaran disebut percepatan
sentripetal (as), dirumuskan:
v v v
as  2 1 
t t
Di mana, ∆v adalah perubahan kecepatan dalamselang waktu ∆t yang pendek.
Pada akhirnya, kita akan mempertimbangkan situasi di mana ∆t mendekati nol,
sehingga akan diperoleh percepatan sesaat. Pada Gambar 3.7(a), selama selang waktu
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 58

∆t , partikel bergerak dari titik A ke titik B dengan menempuh jarak


∆l menelusuri busur yang membuat sudut ∆ . Perubahan vektor
kecepatan adalah v2 – v1= ∆v .
Jika kita tentukan ∆t sangat kecil (mendekati nol), maka ∆l
dan ∆ juga sangat kecil dan v2 hampir paralel dengan v1, dan ∆v
akan tegak lurus terhadap keduanya. Dengan demikian ∆v menuju ke
arah pusat lingkaran. Karena a, menurut definisi di atas mempunyai
arah yang sama dengan ∆v , a juga harus menunjuk ke arah pusat
lingkaran. Dengan demikian, percepatan ini disebut percepatan
sentripetal (percepatan “yang mencari pusat”) atau percepatan radial
(karena mempunyai arah sepanjang radius, menuju pusat lingkaran),
dan diberi notasi as.
Bagaimana cara menentukan percepatan sentripetal (as)? Karena CA tegak lurus
terhadap v1, dan CB tegak lurus v2, berarti ∆yang didefinisikan sebagai sudut antara
CA dan CB, juga merupakan sudut antara v1 dan v2. Dengan demikian, vektor v2, v1,
dan ∆v , tampak seperti pada Gambar 3.7(b), membentuk segitiga yang sama secara
geometris dengan segitiga ABC pada Gambar 3.7(a). Dengan mengambil ∆yang kecil
(dengan memakai ∆t sangat kecil) dapat dituliskan:
 v l

v R
Kita telah menentukan v = v1 = v2, karena besar kecepatan dianggap tidak berubah.
Persamaan tersebut tepat jika ∆t mendekati nol, karena dengan demikian panjang busur
∆l sama dengan panjang tali busur AB. Untuk memperoleh percepatan sesaat, di mana
∆t mendekati nol, kita tuliskan persamaan di atas dalam bentuk:
v
v  l
R
Untuk mendapatkan percepatan sentripetal as, kita bagi ∆v dengan
∆t
v v l
as  
 t R t
l
dan karena adalah laju linier v dari benda itu, maka:
t
v2
as  ................................................................4.7
R
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 59

dengan:
as = percepatan sentripetal (m/s2)
v = kecepatan linier (m/s)
R = jari-jari lintasan (m)
Berdasarkan persamaan (4.7), dapat disimpulkan bahwa
percepatan sentripetal tergantung pada v dan R. Untuk laju v yang lebih besar, semakin
cepat pula kecepatan berubah arah; dan semakin besar radius R, makin lambat
kecepatan berubah arah.
Vektor percepatan menuju ke arah pusat lingkaran, tetapi vektor kecepatan
selalu menunjuk ke arah gerak yang tangensial terhadap lingkaran. Dengan demikian,
vektor kecepatan dan percepatan tegak lurus satu sama lain pada setiap titik di jalurnya
untuk gerak melingkar beraturan, seperti terlihat pada Gambar 3.8.

D. Hubungan Roda-Roda pada Gerak Melingkar


Gerak melingkar dapat dipindahkan dari sebuah
benda berbentuk lingkaran ke benda lain yang juga
berbentuk lingkaran, misalnya antara gir dengan roda pada
sepeda, gir pada mesin-mesin kendaraan bermotor, dan
sebagainya. Hubungan roda-roda pada gerak melingkar
dapat berupa sistem langsung yaitu dengan memakai roda-
roda gigi atau roda-roda gesek, atau sistem tak langsung,
yaitu dengan memakai streng/rantai/pita.
Pada Gambar 3.9 menunjukkan
roda I berputar atau bergerak melingkar
beraturan hingga roda II mengikutinya
bergerak melingkar beraturan. Hubungan
roda-roda pada gerak melingkar, baik
memakai sistem langsung atau tak
langsung, kecepatan linier (v) roda tersebut baik roda I dan II adalah
sama, tetapi kecepatan sudutnya () berlainan. Dengan demikian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
v1  v2
1 . R1   2 . R2 .................................................. 4.8
dengan:
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 60

v1 = kecepatan linier roda I (m/s)


v2 = kecepatan linier roda II (m/s)
ω1 = kecepatan sudut roda I (rad/s)
ω2 = kecepatan sudut roda II (rad/s)
R1 = jari-jari roda I (m)
R2 = jari-jari roda II (m)
Latihan Soal:
1. Sebuah benda yang bergerak melingkar beraturan mempunyai … .
a. kelajuan tetap
b. kecepatan tetap
c. percepatan tetap
d. sudut simpangan tetap
e. percepatan sudut tetap
2. Sebuah benda yang mengalami gerak melingkar beraturan, kecepatannya tergantung
pada … .
a. massa dan periode
b. massa dan frekuensi
c. massa dan jari-jari lintasan
d. periode dan jari-jari lintasan
e. percepatan gravitasi setempat
3. Sebuah benda mengalami gerak melingkar beraturan dengan jari-jari lintasan 1 m.
Jika dalam waktu 10 s mengalami perpindahan sudut sebesar 20 putaran, maka periode
gerak benda itu adalah … .
a. 0,2 s
b. 0,5 s
c. 2,0 s
d. 5,0 s
e. 10,2 s
4. Sebuah roda berdiameter 1 m melakukan 120 putaran per menit. Kecepatan linier
suatu titik pada roda tersebut adalah … .
a. 1/2 m/s
b.  m/s
c. 2 m/s
d. 4  m/s
e. 6  m/s
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 61

5. Percepatan sentripetal dipengaruhi oleh beberapa faktor, kecuali … .


a. laju linier
b. kecepatan anguler
c. jari-jari lintasan
d. massa benda
e. periode putarannya
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 62

BAB 5
HUKUM NEWTON
TENTANG GERAK
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 63

BAB V
HUKUM NEWTON TENTANG GERAK

Pada bab 2 kita telah membahas gerak benda yang dinyatakan dalam kecepatan
dan percepatan. Sekarang yang menjadi pertanyaan, mengapa benda-benda dapat
bergerak? Apa yang membuat benda yang pada mulanya diam mulai bergerak? Apa
yang mempercepat atau memperlambat benda? Apa yang terlibat ketika benda bergerak
membentuk lingkaran? Kita dapat menjawab setiap pertanyaan tersebut dengan
mengatakan bahwa untuk melakukan itu semua diperlukan sebuah gaya. Pada bab ini,
kalian akan menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak. Sebelum kalian mempelajari
tentang dinamika ini, pertama kita akan membahas konsep gaya secara kualitatif.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 64

A. Pengertian Gaya
Gaya merupakan suatu besaran yang menyebabkan benda bergerak. Ketika
seseorang mendorong mobil yang mogok, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1,
orang tersebut memberikan gaya pada mobil itu. Pada olah raga bulu tangkis, sebuah
gaya diberikan atlet pada bola sehingga menyebabkan bola berubah arah gerak. Ketika
sebuah mesin mengangkat lift, atau martil memukul paku, atau angin meniup daun-
daun pada sebuah pohon, berarti sebuah gaya sedang diberikan. Kita katakan bahwa
sebuah benda jatuh karena gaya gravitasi. Jadi, gaya dapat
menyebabkan perubahan pada benda, yaitu perubahan bentuk, sifat
gerak benda, kecepatan, dan
arah gerak benda. Di sisi lain, gaya tidak selalu menyebabkan
gerak. Sebagai contoh, jika kalian mendorong tembok dengan
sekuat tenaga, tetapi tembok tetap tidak bergerak.
Sebuah gaya memiliki nilai dan arah, sehingga merupakan
vektor yang mengikuti aturan-aturan penjumlahan vektor yang telah
dibahas pada pada bab 1. Untuk mengukur besar atau
kekuatan gaya, dapat dilakukan dengan menggunakan
neraca pegas, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.

B. Hukum I Newton
Bagaimanakah hubungan antara gaya dan gerak?
Aristoteles (384-322 SM) percaya bahwa diperlukan
sebuah gaya untuk menjaga agar sebuah benda tetap
bergerak sepanjang bidang horizontal. Ia mengemukakan
alasan bahwa untuk membuat sebuah buku bergerak
melintasi meja, kita harus memberikan gaya pada buku itu
secara kontinu. Menurut Aristoteles, keadaan alami sebuah
benda adalah diam, dan dianggap perlu adanya gaya untuk
menjaga agar benda tetap bergerak. Lebih jauh
lagi, Aristoteles mengemukakan, makin besar gaya pada benda,
makin besar pula lajunya.
Kira-kira 2000 tahun kemudian, Galileo Galilei (1564-
1642) menemukan kesimpulan yang sangat berbeda dengan
pendapat Aristoteles. Galileo mempertahankan bahwa sama
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 65

alaminya bagi sebuah benda untuk bergerak horizontal


dengan kecepatan tetap, seperti saat benda tersebut berada
dalam keadaan diam.
Bayangkan pengamatan yang melibatkan sebuah
gerak horizontal berikut ini untuk memahami gagasan
Galileo. Untuk mendorong sebuah benda yang mempunyai
permukaan kasar di atas meja dengan laju konstan
dibutuhkan gaya dengan besar tertentu. Untuk mendorong
benda
lain yang sama beratnya tetapi mempunyai permukaan yang
licin di atas meja dengan laju yang sama, akan memerlukan gaya lebih kecil. Jika
selapis minyak atau pelumas lainnya dituangkan antara permukaan benda dan meja,
maka hampir tidak diperlukan gaya sama sekali untuk menggerakkan benda itu. Pada
urutan kasus tersebut, gaya yang diperlukan makin kecil. Sebagai langkah berikutnya,
kita bisa membayangkan sebuah situasi di mana benda tersebut tidak bersentuhan
dengan meja sama sekali, atau ada pelumas yang sempurna antara benda itu dan meja,
dan mengemukakan teori bahwa sekali bergerak, benda tersebut akan melintasi meja
dengan laju yang konstan tanpa ada gaya yang diberikan. Sebuah bantalan peluru baja
yang bergulir pada permukaan horizontal yang keras mendekati situasi ini. Demikian
juga kepingan pada meja udara, tampak seperti pada Gambar 4.3, di mana lapisan udara
memperkecil gesekan sehingga hampir nol.
Galileo membuat kesimpulan hebatnya, bahwa jika tidak ada gaya yang
diberikan kepada benda yang bergerak, benda itu akan terus bergerak dengan laju
konstan pada lintasan yang lurus. Sebuah benda melambat hanya jika ada gaya yang
diberikan kepadanya. Dengan demikian, Galileo menganggap gesekan sebagai gaya
yang sama dengan dorongan atau tarikan biasa.
Sebagai contoh, mendorong sebuah buku melintasi meja dengan laju tetap
dibutuhkan gaya dari tangan kalian, hanya untuk mengimbangi gaya gesek. Perhatikan
Gambar 4.4. Jika buku tersebut bergerak dengan laju konstan, gaya dorong kalian sama
besarnya dengan gaya gesek, tetapi kedua gaya ini memiliki arah yang berbeda,
sehingga gaya total pada benda (jumlah vektor dari kedua gaya) adalah nol. Hal ini
sejalan dengan sudut pandang Galileo, karena benda bergerak dengan laju konstan
ketika tidak ada gaya total yang diberikan padanya.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 66

Berdasarkan penemuan ini, Isaac Newton (1642-1727),


membangun teori geraknya yang terkenal. Analisis Newton
tentang gerak dirangkum dalam “tiga hukum gerak”-nya yang
terkenal. Dalam karya besarnya, Principia (diterbitkan tahun
1687), Newton menyatakan terima kasihnya kepada Galileo.
Pada kenyataannya, hukum pertama Newton tentang gerak
sangat dekat dengan kesimpulan Galileo. Hukum I Newton
menyatakan bahwa: Setiap benda tetap berada dalam keadaan
diam atau bergerak dengan laju tetap sepanjang garis lurus,
kecuali jika diberi gaya total yang tidak nol.
Kecenderungan sebuah benda untuk mempertahankan keadaan diam atau gerak
tetapnya pada garis lurus disebut inersia (kelembaman).
Sehingga, Hukum I Newton sering disebut Hukum Inersia.
Hukum I Newton tidak selalu berlaku pada setiap kerangka
acuan. Sebagai contoh, jika kerangka acuan kalian tetap di
dalam mobil yang dipercepat, sebuah benda seperti cangkir
yang diletakkan di atas dashboard mungkin bergerak ke arah
kalian (cangkir tersebut tetap diam selama kecepatan mobil
konstan). Cangkir dipercepat ke arah kalian tetapi baik kalian
maupun orang atau benda lain memberikan gaya kepada
cangkir tersebut dengan arah berlawanan. Pada kerangka
acuan yang dipercepat seperti ini, Hukum I Newton tidak berlaku. Kerangka acuan di
mana Hukum I Newton berlaku disebut kerangka acuan inersia. Untuk sebagian besar
masalah, kita biasanya dapat menganggap bahwa kerangka acuan yang terletak tetap di
Bumi adalah kerangka inersia (walaupun hal ini tidak tepat benar, karena disebabkan
oleh rotasi Bumi, tetapi cukup mendekati). Kerangka acuan yang bergerak dengan
kecepatan konstan (misalnya sebuah mobil) relatif terhadap kerangka inersia juga
merupakan kerangka acuan inersia. Kerangka acuan di mana hukum inersia tidak
berlaku, seperti kerangka acuan yang dipercepat di atas, disebut kerangka acuan
noninersia. Bagaimana kita bisa yakin bahwa sebuah kerangka acuan adalah inersia
atau tidak? Dengan memeriksa apakah Hukum I Newton berlaku. Dengan demikian
Hukum I Newton berperan sebagai definisi kerangka acuan inersia.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 67

C. Hukum II Newton
Hukum I Newton menyatakan bahwa jika tidak ada gaya total yang bekerja
pada sebuah benda, maka benda tersebut akan tetap diam, atau jika sedang bergerak,
akan bergerak lurus beraturan (kecepatan konstan). Selanjutnya, apa yang terjadi jika
sebuah gaya total diberikan pada benda tersebut?
Newton berpendapat bahwa kecepatan akan berubah. Suatu gaya total yang
diberikan pada sebuah benda mungkin menyebabkan lajunya bertambah. Akan tetapi,
jika gaya total itu mempunyai arah yang berlawanan dengan gerak benda, gaya tersebut
akan memperkecil laju benda. Jika arah gaya total yang bekerja berbeda arah dengan
arah gerak benda, maka arah kecepatannya akan berubah (dan mungkin besarnya juga).
Karena perubahan laju atau kecepatan merupakan percepatan, berarti dapat dikatakan
bahwa gaya total dapat menyebabkan percepatan.
Bagaimana hubungan antara percepatan dan gaya? Pengalaman sehari-hari
dapat menjawab pertanyaan ini. Ketika kita mendorong kereta belanja, maka gaya total
yang terjadi merupakan gaya yang kita berikan dikurangi gaya gesek antara kereta
tersebut dengan lantai. Jika kita mendorong dengan gaya konstan selama selang waktu
tertentu, kereta belanja mengalami percepatan dari keadaan diam sampai laju tertentu,
misalnya 4 km/jam.
Jika kita mendorong dengan gaya dua kali lipat semula, maka kereta belanja
mencapai 4 km/jam dalam waktu setengah kali sebelumnya. Ini menunjukkan
percepatan kereta belanja dua kali lebih besar. Jadi, percepatan sebuah benda
berbanding lurus dengan gaya total yang diberikan. Selain bergantung pada gaya,
percepatan benda juga bergantung pada massa. Jika kita mendorong kereta belanja yang
penuh dengan belanjaan, kita akan menemukan bahwa kereta yang
penuh memiliki percepatan yang lebih lambat. Dapat disimpulkan
bahwa makin besar massa maka akan makin kecil percepatannya,
meskipun gayanya sama. Jadi, percepatan sebuah benda berbanding
terbalik dengan massanya.
Hubungan ini selanjutnya dikenal sebagai Hukum II Newton,
yang bunyinya sebagai berikut:
Percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan gaya total yang
bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massanya. Arah
percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya.
Hukum II Newton tersebut dirumuskan secara matematis
dalam persamaan:
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 68

F
a atau  F  m . a ......................................... 5.1
m
dengan:
a = percepatan (m/s2) m = massa benda (kg) ∑F = resultan gaya (N)
Satuan gaya menurut SI adalah newton (N). Dengan demikian, satu newton
adalah gaya yang diperlukan untuk memberikan percepatan sebesar 1 m/s2 kepada
massa 1 kg. Dari definisi tersebut, berarti 1 N = 1 kg.m/s2.
Dalam satuan cgs, satuan massa adalah gram (g). Satuan gaya adalah dyne, yang
didefinisikan sebagai besar gaya yang diperlukan untuk memberi percepatan sebesar 1
cm/s2 kepada massa 1 g. Dengan demikian, 1 dyne = 1 g.cm/s2. Hal ini berarti 1 dyne
= 10-5 N.

D. Hukum III Newton


Hukum II Newton menjelaskan secara kuantitatif bagaimana gaya-gaya
memengaruhi gerak. Tetapi kita mungkin bertanya, dari mana gaya-gaya itu datang?
Berdasarkan pengamatan membuktikan bahwa gaya yang diberikan pada sebuah benda
selalu diberikan oleh benda lain. Sebagai contoh, seekor kuda yang menarik kereta,
tangan seseorang mendorong meja, martil memukul/mendorong paku, atau magnet
menarik paku. Contoh tersebut menunjukkan bahwa gaya diberikan pada sebuah benda,
dan gaya tersebut diberikan oleh benda lain, misalnya gaya yang diberikan pada meja
diberikan oleh tangan.
Newton menyadari bahwa hal ini tidak sepenuhnya seperti itu. Memang benar
tangan memberikan gaya pada meja, tampak seperti pada Gambar 4.9. Tetapi meja
tersebut jelas memberikan gaya kembali kepada tangan. Dengan demikian, Newton
berpendapat bahwa kedua benda tersebut harus dipandang sama. Tangan memberikan
gaya pada meja, dan meja memberikan gaya balik kepada tangan.
Hal ini merupakan inti dari Hukum III Newton, yaitu: Ketika suatu benda memberikan
gaya pada benda kedua, benda kedua tersebut memberikan gaya yang sama besar
tetapi berlawanan arah terhadap benda pertama.
Hukum III Newton ini kadang dinyatakan sebagai hukum aksi-reaksi, “untuk
setiap aksi ada reaksi yang sama dan berlawanan arah”. Untuk menghindari
kesalahpahaman, sangat penting untuk mengingat bahwa gaya “aksi” dan gaya “reaksi”
bekerja pada benda yang berbeda.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 69

Kebenaran Hukum III Newton dapat ditunjukkan dengan


contoh berikut ini. Perhatikan tangan kalian ketika mendorong
ujung meja. Bentuk tangan kalian menjadi berubah, bukti nyata
bahwa sebuah gaya bekerja padanya. Kalian bisa melihat sisi
meja menekan tangan kalian. Mungkin kalian bahkan bisa
merasakan bahwa meja tersebut memberikan gaya pada tangan
kalian; rasanya
sakit! Makin kuat kalian mendorong meja itu, makin kuat pula
meja tersebut mendorong balik. Perhatikan bahwa kalian hanya
merasakan gaya yang diberikan pada kalian, bukan gaya yang
kalian berikan pada benda-benda lain.
E. Berat , Gaya Gravitasi dan Gaya Normal
Galileo menyatakan bahwa benda-benda yang dijatuhkan di dekat permukaan
bumi akan jatuh dengan percepatan yang sama yaitu g, jika hambatan udara dapat
diabaikan. Gaya yang menyebabkan percepatan ini disebut gaya gravitasi. Dengan
menerapkan Hukum II Newton untuk gaya gravitasi dan untuk percepatan a, digunakan
percepatan ke bawah yang disebabkan oleh gravitasi yaitu g, maka gaya gravitasi pada
sebuah benda FG, yang besarnya biasa disebut berat w, dapat dituliskan:
FG = m . g ............................................................... (5.2)
Arah gaya ini ke bawah menuju pusat bumi.
Dalam satuan Sistem Internasional (SI), percepatan gravitasi dinyatakan dalam
m/s2. Percepatan gravitasi di suatu tempat pada permukaan bumi sebesar g = 9,80 m/s2.
Satuan percepatan gravitasi dapat dinyatakan dalam N/kg, di mana g = 9,80 m/s2 =
9,80 N/kg. Hal ini berarti, sebuah benda yang massanya 1 kg di
permukaan bumi memiliki berat sebesar:
w = 1 kg x 9,80 m/s2 = 9,80 N
Berat suatu benda di Bumi, Bulan, planet lain, atau di luar
angkasa besarnya berbeda-beda. Sebagai contoh, percepatan
gravitasi g di permukaan bulan kira-kira 1/6 percepatan gravitasi
di permukaan bumi. Sehingga massa 1 kg di permukaan bumi
yang beratnya 9,8 N, ketika berada di permukaan bulan beratnya
menjadi 1,7 N.
Gaya gravitasi bekerja pada sebuah benda ketika benda tersebut jatuh. Ketika
benda berada dalam keadaan diam di Bumi, gaya gravitasi pada benda tersebut tidak
hilang. Hal ini dapat diketahui, jika kita menimbang benda tersebut dengan
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 70

menggunakan neraca pegas. Gaya yang besarnya sama, pada persamaan (5.2), tetap
bekerja, tetapi mengapa benda tidak bergerak?
Dari Hukum II Newton, resultan gaya pada sebuah benda yang tetap diam
adalah nol. Pasti ada gaya lain pada benda tersebut untuk mengimbangi gaya gravitasi.
Untuk sebuah benda yang diam di atas meja, maka meja tersebut memberikan gaya ke
atas (perhatikan Gambar 4.10). Meja sedikit tertekan di bawah benda, dan karena
elastisitasnya, meja itu mendorong benda ke atas seperti diperlihatkan pada gambar.
Gaya yang diberikan oleh meja ini sering disebut gaya sentuh, karena terjadi jika dua
benda bersentuhan. Ketika gaya sentuh tegak lurus terhadap permukaan bidang sentuh,
gaya itu biasa disebut gaya normal N (“normal” berarti tegak lurus).
Kedua gaya yang ditunjukkan pada Gambar 4.10, bekerja pada benda yang tetap
dalam keadaan diam, sehingga jumlah vektor kedua gaya ini pasti nol (Hukum II
Newton). Dengan demikian, w dan N harus memiliki besar yang sama dan berlawanan
arah.
Tetapi gaya-gaya tersebut bukan gaya-gaya yang sama dan berlawanan arah yang
dibicarakan pada Hukum III Newton. Gaya aksi dan reaksi Hukum III Newton bekerja
pada benda yang berbeda, sementara kedua gaya yang ditunjukkan pada Gambar 4.10,
bekerja pada benda yang sama. Gaya ke atas N pada benda diberikan oleh meja. Reaksi
terhadap gaya ini adalah gaya yang diberikan oleh benda kepada meja.
F. Aplikasi Hukum-Hukum Newton tentang Gerak
Hukum II Newton menyatakan bahwa percepatan sebuah benda berbanding
lurus dengan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut. Resultan gaya adalah
jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja pada benda itu. Melalui kegiatan
eksperimen yang ekstensif telah membuktikan bahwa gaya-gaya
bergabung sebagai vektor sesuai aturan yang berlaku pada
penjumlahan vektor. Sebagai contoh, dua gaya yang besarnya
sama masing-masing 10 N, digambarkan bekerja pada sebuah
benda dengan saling membentuk sudut siku-siku. Secara intuitif,
kita bisa melihat bahwa benda itu akan bergerak dengan sudut 45◦.
Dengan demikian resultan gaya bekerja dengan arah sudut 45◦.
Hal ini diberikan oleh aturan-aturan penjumlahan vektor. Teorema Pythagoras
menunjukkan bahwa besar resultan gaya adalah:
FR  (10 N ) 2  (10 N ) 2  14,1 N
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 71

Ketika memecahkan masalah yang melibatkan Hukum


Newton dan gaya, penggambaran diagram untuk menunjukkan
semua gaya yang bekerja pada setiap benda sangatlah penting.
Diagram tersebut dinamakan diagram
gaya, di mana kita gambar tanda panah untuk mewakili setiap
gaya yang bekerja pada benda, dengan meyakinkan bahwa
semua gaya yang bekerja pada benda tersebut telah dimasukkan.
Jika gerak translasi (lurus) yang diperhitungkan, kita
dapat menggambarkan semua gaya pada suatu benda bekerja
pada pusat benda itu, dengan demikian menganggap benda
tersebut sebagai benda titik.

1. Gerak Benda pada Bidang Datar


Gambar 4.12 menunjukkan pada sebuah balok yang terletak pada bidang
mendatar yang licin, bekerja gaya F mendatar hingga balok bergerak sepanjang bidang
tersebut.
Komponen gaya-gaya pada sumbu y adalah:
∑Fy = N – w
Dalam hal ini, balok tidak bergerak pada arah
sumbu y, berarti ay = 0, sehingga:
∑Fy = 0
N–w=0
N = w = m.g .......................................................... (5.3)
dengan:
N = gaya normal (N)
w = berat benda (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Sementara itu, komponen gaya pada sumbu x adalah:
∑Fx = F
Dalam hal ini, balok bergerak pada arah sumbu x, berarti
besarnya percepatan benda dapat dihitung sebagai berikut:
∑Fx = m.a
F = m.a
a = m /F ............................................................. (5.4)
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 72

dengan:
a = percepatan benda (m/s2)
F = gaya yang bekerja (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
2. Gerak Benda pada Bidang Miring
Gambar 4.13 menunjukkan sebuah balok yang bermassa m
bergerak menuruni bidang miring yang licin. Dalam hal ini kita
anggap untuk sumbu x ialah bidang miring, sedangkan sumbu y
adalah tegak lurus pada bidang miring.
Komponen gaya berat w pada sumbu y adalah:
wy = w.cos  = m.g.cos 
Resultan gaya-gaya pada komponen sumbu y adalah:
∑Fy = N – wy = N – m.g.cos 
Dalam hal ini, balok tidak bergerak pada arah sumbu y,
berarti ay = 0, sehingga:
∑Fy = 0
N – m.g.cos  = 0
N = m.g.cos  ...................................................... (5.5)
dengan:
N = gaya normal pada benda (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
 = sudut kemiringan bidang
Sementara itu, komponen gaya berat (w) pada sumbu
x adalah:
wx = w.sin = m.g.sin 
Komponen gaya-gaya pada sumbu x adalah:
∑Fx = m.g.sin 
Dalam hal ini, balok bergerak pada arah sumbu x,
berarti besarnya percepatan benda dapat dihitung sebagai
berikut:
∑Fx = m.a
m.g.sin = m.a
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 73

a = g.sin .................................................. (5.6)


dengan:
a = percepatan benda (m/s2)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
 = sudut kemiringan bidang

3. Gerak Benda-Benda yang Dihubungkan dengan Tali


Gambar 4.14 menunjukkan dua buah balok A dan B dihubungkan dengan seutas
tali terletak pada bidang mendatar yang licin. Pada salah satu balok (misalnya balok B)
dikerjakan gaya F mendatar hingga keduanya bergerak sepanjang bidang tersebut dan
tali dalam keadaan tegang
yang dinyatakan dengan T.
Apabila massa balok A dan B masing-masing adalah mA dan mB, serta
keduanya hanya bergerak pada arah komponen sumbu x saja dan percepatan keduanya
sama yaitu a, maka resultan gaya yang bekerja pada balok A (komponen sumbu x)
adalah:
 Fx( A)  T  mA . a ................................................. (5.7)
Sementara itu, resultan gaya yang bekerja pada balok B (komponen sumbu x)
adalah:
F x ( A)  F  T  mB . a .......................................... (5.8)
Dengan menjumlahkan persamaan (5.7) dan persamaan
(4.8) didapatkan:
F – T + T = mA.a + mB.a
F = (mA + mB)a
F
a ....................................... (5.9)
(m A  m B )
dengan:
a = percepatan sistem (m/s2)
F = gaya yang bekerja (N)
mA = massa benda A (kg)
mB = massa benda B (kg)
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 74

4. Gerak Benda didalam Lift


Gambar 4.15 menunjukkan seseorang yang berada di dalam lift. Dalam hal ini
ada beberapa kemungkinan peristiwa, antara lain:
a. Lift dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan
konstan.
Komponen gaya pada sumbu y adalah:
∑Fy = N – w
Dalam hal ini, lift dalam keadaan diam atau bergerak
dengan kecepatan tetap (GLB) pada komponen sumbu y,
berarti ay = 0, sehingga:
∑Fy = 0
N–w=0
N = w = m.g ................................................... (5.10)
dengan:
N = gaya normal (N)
w = berat orang/benda (N)
m = massa orang/benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
b. Lift dipercepat ke atas
Komponen gaya pada sumbu y adalah:
∑Fy = N – w
Dalam hal ini, lift bergerak ke atas mengalami percepatan a, sehingga:
∑Fy = N – w
N – w = m.a
N = w + (m.a) ................................ (5.11)
dengan:
N = gaya normal (N)
w = berat orang/benda (N)
m = massa orang/benda (kg)
a = percepatan lift (m/s2)
c. Lift dipercepat ke bawah
Komponen gaya pada sumbu y adalah:
∑Fy = w – N
Dalam hal ini, lift bergerak ke bawah mengalami percepatan a, sehingga:
∑Fy = m.a
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 75

w – N = m.a
N = w – (m.a) ................................. (5.12)
dengan:
N = gaya normal (N)
w = berat orang/benda (N)
m = massa orang/benda (kg)
a = percepatan lift (m/s2)
Catatan: Apabila lift mengalami perlambatan, maka percepatan a = -a.

Latihan Soal:
1. Sebuah mobil massanya 5 ton dari keadaan diam bergerak hingga 50 sekon,
mencapai kecepatan 72 km/jam. Gaya pada mobil tersebut adalah … .
a. 200 N d. 4.000 N
b. 2.000 N e. 5.000 N
c. 2.500 N
2. Dua buah benda massa m1 dan m2 dipengaruhi oleh gaya yang besarnya sama,
sehingga timbul percepatan a1 dan a2. Apabila grafik I untuk m1 dan grafik II
untuk m2, maka … .
a. a1 < a2 dan m1 < m2
b. a1 < a2 dan m1 > m2
c. a1 > a2 dan m1 < m2
d. a1 > a2 dan m1 > m2
e. a1 > a2 dan m1 = m2
3. Sebuah mobil massanya 1,5 ton bergerak dengan kelajuan 72 km/jam. Mobil
itu tiba-tiba direm dengan gaya pengereman sebesar F = 2,4 × 104 N hingga
berhenti. Jarak yang ditempuh mobil tersebut mulai direm sampai berhenti
adalah … .
a. 6 m
b. 7,5 m
c. 10 m
d. 12,5 m
e. 15 m
4. Sebuah benda massanya 20 kg terletak pada bidang miring dengan sudut
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 76

kemiringan α (tan α = 4

3. Jika percepatan gravitasi setempat 10 m/s2, maka


besar gaya normal bidang terhadap benda adalah … .
a. 100 N
b. 120 N
c. 150 N
d. 200 N
e. 250 N

5. Sebuah benda yang massanya 1 kg bergerak dengan kecepatan 20 m/s,


kemudian diberi gaya tetap sebesar 4 N, searah dengan gerak benda tersebut.
Kecepatan benda setelah 10 s adalah … .
a. 15 m/s
b. 20 m/s
c. 25 m/s
d. 32 m/s
e. 60 m/s
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 77

Glosarium
Ampere : satuan kuat arus listrik

Amperemeter : alat pengukur kuat arus listrik

Amplitudo : Simpangan terjauh dari suatu benda yang berositasi.

Angka signifikan : Angka berarti yang harus diberikan pada proses pengukuran.

Arus listrik : Jumlah muatan listrik yang melewati suatu luas penampang dari
penghantar listrik tiap satuan waktu.

Arus listrik bolak-balik : Suatu arus listrik yang sedemikian sehingga menghasilkan arahnya
berubah-ubah dengan frekuensi tetap.

Arus searah : Suatu arus listrik yang aliran netto muatannya hanya dalam satu arah

Asas Black : Suatu asas yang menyatakan panas yang berikan sama dengan panas
yang diterima.

Beda potensial lsitrik : Selisih besar potensial listrik antara dua buah titik

Cermin : benda yang dapat memantulkan cahaya

Celcius : Satuan muatan listrik dalam sistem satuan internasional

Coulomb : Satuan muatan listrik dalam sistem satuan internasional

Cross product : perkalian silang, yaitu perkalian suatu vektor dengan proyeksi vektor
lain yang tegak lurus vektor pertama

Daya : Kemampuan untuk melakukan usaha tiap satu satuan waktu.

Daya akomodasi mata : Daya suatu mata untuk mengatur kecembungan lensa mata

Dinamika : cabang mekanika yang mempelajari penyebab gerak benda

Dot product : perkalian titik, yaitu perkalian suatu vektor dengan proyeksi vektor
lain yang sejajar vektor pertama

Elektron : Suatu partikel elemeter yang mempunyai massa diam 8,109558


x 10−31 kg dan muatan negatip sebesar 1,602192 x 10−19 coulomb.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 78

Emisivitas : konstanta yang mempengaruhikemampuan benda untuk melakukan


radiasi

Energi : Kemampuan untuk melakukan usaha.

Fahrenheit : Satuan suhu suatu benda yang diukur dengan termometer Fahrenheit

Fokus : titik api

Frekuensi : banyaknya getaran atau putaran yang terjadi dalam satu sekon

Gaya aksi : Gaya yang ditimbulkan oleh suatu benda terhadap benda lain yang
saling bersentuhan.

Gaya gesek : Gaya yang arahnya menentang arah gerak benda pada suatu
permukaan yang saling bersentuhan dan besarnya tergantung kondisi
permukaan yang saling bersentuhan tersebut.

Gaya gravitasi bumi : Gaya tarik yang ditimbulkan oleh bumi terhadap suatu benda.

Gaya reaksi : Gaya yang ditimbulkan oleh suatu benda yang merupakan perlawanan
terhadap gaya aksi yang ditimbulkan oleh benda lain yang saling
bersentuhan.

Gaya normal : Gaya reaksi bidang terhadap suatu benda dan arahnya tegak lurus
bidang dimana benda berada.

Gaya luar : Suatu gaya dari luar yang dikena-kan pada suatu benda atau system.

Gelombang : Gelombang elektromagnetik.

Gerak lengkung : Gerak benda pada lintasan lengkung.

Gerak lurus : Gerak pada lintasan lurus.

Gerak lurus beraturan : Gerak lurus dengan kecepatan konstan.

Gerak lurus berubah beraturan : Gerak lurus dengan percepatan konstan.

Gerak melingkar : Gerak benda dengan lintasan gerak pada lingkaran.

Gerak melingkar beraturan : Gerak melingkar dengan kecepatansudut tetap/konstan.

Gerak melingkar berubah beraturan : Gerak melingkar dengan percepatan sudut tetap.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 79

Hipermetropi : cacat mata yang tidak dapat melihat benda dekat, titik dekatnya, titik
dekatnya lebih dari 25 cm

Hukum Ohm : Hukum yang menyatakan bahwa tegangan listrik sebanding dengan
kuat arus.

Hukum I Kirchhoff : Hukum yang menyatakan bahwa arus yang masuk titik cabang = arus
keluar.

Hukum II Kirchhoff : Hukum yang menyatakan bahwa dalam rangkaian tertutup, jumlah
aljabar ggl penurunan tegangan = 0.

Hukum II Newton : Percepatan benda berbanding lurus dengan gaya luar yang bekerja
padanya dan berbanding terbalik dengan massa benda.

Hukum III Newton : Dua benda saling berinteraksi, benda utama melakukan gaya pada
benda kedua (Faksi) yang sama besar tetapi berlawanan dengan gaya
yang dilakukan oleh kedua benda (Freaksi).

Inersia : keadaan suatu benda untuk mempertahankan diri

Intensitas : Daya per satuan luasan.

Iris : Bagian dari mata yang berfungsi memberi warna pada mata.

Isolator : bahan yang memiliki daya hantar jelek

Joule : Satuan usaha dalam SI, besarnya sama dengan kerja yang dilakukan
oleh gaya 1 Newton untuk memindahkan benda sejauh 1 meter.

Kalor : energi panas

Kalori : satuan energi

Kalor laten : kalor yang dibutuhkan untuk merubah wujud 1 kg zat pada titik lebur
atau titik didihnya

Kalor jenis : Banyaknya kalor yang diperlukan atau dilepaskan setiap


kilogram massa untuk menaikkan/menurunkan suhu satu Kelvin atau
satu derajat Celcius.

Kalor uap : Banyaknya kalor yang diperlukan setiap kilogram zat untuk menguap
pada titik didihnya.
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 80

Kamera : Alat optik yang mampu merekam suatu pemandangan secara


permanen pada pelat film.

Kapasitas kalor : Jumlah kalor yang diperlukan/dilepaskan jika suhu benda tersebut
dinaikkan atau diturunkan.

Kecepatan rata-rata : Perpindahan suatu benda dibagi waktu yang diperlukan benda tersebut
untuk berpindah.

Kecepatan sesaat : Kecepatan pada waktu tertentu.

Kecepatan sudut : Sudut yang ditempuh tiap satuan waktu.

Kelajuan : Gerak per satuan waktu

Kelajuan rata-rata : Gerak yang ditempuh dibagi waktu yang diperlukan

Kelembaban : Sifat benda untuk mempertahankan kedudukannya.

Kinematika : cabang mekanika yang mempelajari gerak benda tanpa


memperhatikan penyebabnya

Konduktor : bahan yang memiliki daya hantar baik

Konduksi : perpindahan kalor tanpa diikuti perpindahan zat perantaranya

Konveksi : perpindahan kalor dengan diikuti perpindahan zat perantaranya

Konversi satuan : Mengubah satuan pengukuran.

Kumparan Ruhmkorf : Alat yang digunakan untuk menyelidiki gelombang elektromagnetik.

Laju perambatan : Besar kecepatan gelombang merambat.

Lensa : benda bening yang dibatasi dua permukaan lengkung

Lensa objektif : Lensa yang berada terdekat dengan benda.

Lensa okuler : Lensa yang berada dekat dengan mata.

Lup : kaca pembesar

Metode Analitis : cara penyelesaian resultan vektor dengan bantuan penguraian vektor
pada arah saling tegak lurus
BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 81

Medan listrik : Daerah di sektiar muatan listrik yang masih dipengaruhi oleh gaya
listrik.

Metode grafis : Metode operasi penjumlahan/pengurangan vektor dengan grafis.

Mikroskop cahaya : Mikroskop yang menggunakan cahaya sebagai sumber penglihatan.

Mikroskop elektron : Mikroskop yang mempunyai perbesaran lebih dari 1 juta kali

Metode Poligon : cara penyelesaian resultan vektor dengan bantuan penyambungan


gambar

Miopi : cacat mata yang tidak dapat melihat benda jauh, titik jauhnya kurang
dari tak hingga

Muai panjang : Pertambahan panjang karena kenaikan suhu.

Muai luas : Perubahan luas suatu benda karena perubahan suhu.

Muai volum : Perubahan volum suatu benda karena perubahan suhu.

Multimeter : Alat ukur listrik yang dapat digunakan untuk mengukur kuat arus,
tegangan dan hambatan.

Neraca : alat pengukur massa

Ohm : satuan hambatan listrik

Ohmmeter : Alat untuk mengukur besar hambatan listrik

Panjang gelombang : Jarak antara 1 puncak dengan puncak atau satu lembah dengan
lembah pada gelombang.

Penghantar : Benda yang dapat menghantar.

Percepatan : Perubahan kecepatan dalam waktu tertentu.

Percepatan rata-rata : Percepatan benda yang bergerak selang waktu 𝑡1 dan 𝑡2 .

Percepatan sesaat : Percepatan benda pada waktu tertentu atau Δt 0 (Δt mendekati
nol).

Perlambatan : Percepatan yang bertanda negatif, kecepatannya semakin berkurang.


BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 82

Periode : selang waktu yang dibutuhkan benda untuk berputar atau bergetar
satu kali

Periskop : Teleskop yang digunakan di kapal selam.

Permeabilitas : Dilambangkan Po, suatu tetapan yang nilainya : 4 x 10−7


Wb𝐴−1 𝑚−1

Permitivitas : Dilambangkan Ho, suatu tetapan yang nilainya : 8,85 x 10−12


𝐶 2 𝑁 −1 𝑚−2

Presbiopi : cacat mata yang tidak dapat melihat benda dekat maupun benda jauh,
titik dekatnya lebih dari 25 cm dan titik jauhnya kurang dari tak hingga

Proyeksi vektor : penguraian vektor pada suatu arah tertentu, bisa dengan penyinaran
secara tegak lurus

Pupil : Celah lingkar yang lebarnya diatur oleh iris dan berguna untuk
mengatur cahaya yang masuk ke mata.

Radiasi : perpindahan kalor tanpa zat perantaranya

Rapat arus : Besar kuat arus listrik persatuan luas penampang.

Rapat energi : Tenaga : energi dikalikan medan kuadrat.

Resultan vektor : jumlah yang digunakan untuk besaran vektor, resultan vektor adalah
penjumlahan vektor

Retina : Lapisan serat syaraf yang mengandung struktur indra cahaya dan
menyampaikan informasi ke otak.

Speedometer : alat pengukur kecepatan sesaat dari gerak kendaraan bermotor

Sinar gamma : Gelombang elektromagnetik dengan frekuensi = 1020 Hz - 1025 Hz

Sinar tampak : Gelombang elektromagnetik dengan frekuensi =4,3 x 1020 Hz – 7 x


1014 Hz

Sinar ultraviolet : Gelombang elektromagnetik dengan frekuensi =1015 Hz - 1016 Hz


BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 83

Sinar X : Gelombang elektromagnetik dengan frekuensi = 1016 Hz - 1020 Hz

Stopwatch : alat ukur waktu

Suhu : Tingkat derajat panas suatu benda/sistem.

Tegangan : Beda potensial antarujung-ujung penghantar.

Termometer : alat pengukur suhu

Teropong bias : Teropong yang menggunakan lensa untuk menangkap bayangan.

Teropong Hubble : Teropong yang digunakan untuk mengamati benda-benda angkasa.

Teropong pantul : Teropong yang menggunakan cermin untuk menangkap bayangan.

Titik dekat mata : Jarak terdekat di mana lensa memfokuskan cahaya yang masuk tepat
jatuh di retina.

Titik jauh mata : Jarak terjauh di mana lensa memfokuskan cahaya tepat di retina.

Titik tripler air : Suatu titik, di mana fasa uap, cair dan padat berada bersama-sama
dalam keadaan setimbang.

Vektor : besaran yang memiliki besar dan arah

Volt : satuan beda potensial listrik

Voltmeter : Alat untuk mengukur besar tegangan listrik.

Watt : Satuan daya.

Wattmeter : Alat untuk mengukur daya.


BAHAN AJAR SMA/MA KELAS X SEMESTER I 84

Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 1989 - 2005. Soal-soal UMPTN dan SPMB Fisika. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah


Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Untuk Mata Pelajaran:Fisika. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.

J. Bueche, Frederick. Ph. D. 1992. Seri Buku Schaum, Teori dan Soal-soal Fisika. Edisi
Ketujuh (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Giancoli. Jilid... (terjemahan). Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.

Halliday, David. Resnick, Robert. 1996. Fisika. Jilid 1 &2 (terjemahan). Edisi ketiga. Jakarta:
Erlangga.

Marcelo, Alonso. Edward, J. Finn. 1994. Dasar-dasar Fisika Universitas. Jilid... (terjemahan).
Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Sutrisno. 1983. Seri Fisika Dasar. Bandung: Seri Fisika Dasar, Penerbit ITB.

Tim Widya Gamma. 2005. Pemantapan Menghadapi Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah
(US) SMA IPA 2005/2006. Bandung: Yrama Widya.

www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai