Anda di halaman 1dari 24

Daftar Isi

Judul

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang…………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 2

C. Tujuan……………………………………………………………..2

Bab Ii Pembahasan

A. Definisi……………………………………………………………. 3

B. Klasifikasi…………………………………………………………. 3

C. Faktor Faktor Penyebab Migrain…………………………………... 4

D. Gejala Dan Tanda Tanda Terjadinya Migrain……………………... 6

E. Patofisiologi Migrain………………………………………………. 6

F. Fase Fase Migrain………………………………………………….. 9

G. Pengobatan Terapi Pada Penyakit Migrain…………………………11

Bab Iii Penutup

Kesimpulan…………………………………………....................... 22

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 23

0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien.
Salah satu keluhan tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang dikenal
sebagai migren. ± 30-40 % penduduk USA pernah mengalami nyeri kepala
hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot dan migren menduduki
peringkat nomor satu ( Sadeli, 2006 ).
Migren merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik
mulai dari anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40
tahun. Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-
anak menderita migraine. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat
jalan penyakit saraf menderita nyeri kepala migraine ( Harsono, 2005 ).
Migren merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa
berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai
berat dan bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah
atau fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan sangat
beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan (
Sadeli, 2006 ).
Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migren diperkirakan terjadi
akibat adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran
darah di otak dan mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak
serta proses inflamasi (peradangan). Pelebaran dan inflamasi ini
menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala lain, seperti mual. Semakin berat
inflamasi yang terjadi, semakin berat pula migrain yang diderita. Faktor
genetik umumnya sangat berperan pada timbulnya migren.
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan
disabilitas, di lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan
yang dapat menyembuhkan migren kecuali hanya usaha mengendalikan
serangan nyeri kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan
mengenai penyakitnya, berusaha menenangkan pasien serta memberi

1
perhatian dan mengajak pasien bekerja sama dalam mengenal gejala dini
dan gejala migren pada umumnya serta tindakan penanggulangannya
merupakan bagian dari penatalaksanaan migren yang dapat menurunkan
angka morbiditas pasien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian dari obat antimigren?
2. Apa saja obat-obat yang digunakan untuk menyembuhkan migren?
3. Apa yang dimaksud dengan obat ergot alkaloid?
4. Bagaimana mekanisme kerja obat ergot alkaloid?
5. Apa yang di maksud dengan obat tripfan?
6. Bagaimana mekanisme kerja obat tripfan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari obat antimigren
2. Untuk Mengetahui apa saja obat antimigren
3. Untuk mengetahui pengertian dari obat ergot alkaloid
4. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat ergot alkaloid
5. Untuk mengetahui pengertian obat tripfan
6. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat tripfan

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Migren adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik
lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri
yang beraneka ragam ( Sadeli, 2006 ).
Definisi migren adalah sebagai berikut, yaitu nyeri kepala yang
berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan
nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau
gastrointestinal atau keduanya ( Harsono, 2005 ).
Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri
kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam.
Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya
sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan
mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.
Migren dapat terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa, biasanya
jarang terjadi setelah berumur lebih dari 50 tahun. Angka kejadian migren
dalam kepustakaan berbeda-beda pada setiap negara, umumnya berkisar
antara 5 – 6 % dari populasi. Di Indonesia belum ada data secara kongkret.
Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala
2:1. Wanita hamil tidak luput dari serangan migren, pada umumnya
serangan muncul pada kehamilan trimester I.
2.2 Klasifikasi migren
Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi
migren adalah sebagai berikut:
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
a. Migren dengan aura yang khas
b. Migren dengan aura yang diperpanjang
c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic
migraine)
d. Migren dengan basilaris

3
e. Migren aura tanpa nyeri kepala
f. Migren dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal
5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intracranial
6. Migren dengan komplikasi
a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72
jam)Tanpa kelebihan penggunaan obat
b. Infark migren
7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan
Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common
migraine. Classic migraine didahului atau disertai dengan fenomena
defisit neurologik fokal, misalnya gangguan penglihatan, sensorik, atau
wicara. Sedangkan common migraine tidak didahului atau disertai
dengan fenomena defisit neurologik fokal. Oleh Ad Hoc Committee of
the International Headache Society (1987) diajukan perubahan nama
atau sebutan untuk keduanya menjadi migren dengan aura untuk classic
migraine dan migren tanpa aura untuk common migraine ( Harsono,
2005 ).
2.3 Faktor faktor penyebab migren
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab
migren, di duga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas
sistim saraf dan avikasi sistem trigeminal-vaskular, sehingga migren
termasuk dalam nyeri kepala primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren
yaitu:
1. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi
serangan akan meningkat saat masa menstruasi. Bahkan ada
diantaranya yang hanya merasakan serangan migren pada saat
menstruasi. Istilah ‘menstrual migraine’ sering digunakan untuk

4
menyebut migren yang terjadi pada wanita saat dua hari sebelum
menstruasi dan sehari setelahnya. Penurunan kadar estrogen dalam
darah menjadi biang keladi terjadinya migren.
2. Kafein
Caffeine terkandung dalam banyak produk-produk makanan
(cola, tea, coklat, kopi) dan analgesic-analgesic OTC. Caffeine dalam
dosis-dosis yang rendah dapat meningkatkan kesiap siagaan dan
energi, namun caffeine dalam dosis-dosis yang tinggi dapat
menyebabkan insomnia, keiritasian, ketakutan (anxiety), dan sakit-
sakit kepala. Penggunaan yang berlebihan dari analgesic-analgesic
yang mengandung caffeine menyebabkan kembalinya sakit-sakit
kepala.
3. Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat
puasa terjadi pelepasan hormon yang berhubungan dengan stress dan
penurunan kadar gula darah. Hal ini menyebabkan penderita migren
tidak dianjurkan untuk berpuasa dalam jangka waktu yang lama.

4. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.


Tiramin (bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur, bir,
sosis, dan acar) dapat mencetuskan terjadinya migren, tetapi tidak
terdapat bukti jika mengkonsumsi tiramin dalam jumlah kecil akan
menurunkan frekuensi serangan migren. Penyedap masakan atau MSG
dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah,
berkeringat dan berdebar debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang
besar pada saat perut kosong.
5. Faktor kepribadian
Migren berasal dari:
a. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,
b. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang
berlebihan: cahaya yang menyilaukan, suara bising, makanan,
c. Bau-bau yang tajam,

5
d. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau
perubahan "lingkungan" internal (perubahan hormonal),
e. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon
terhadap vasodilator, atau angiografi.
2.4 Gejala dan tanda tanda terjadinya migren
Perkiraan 40%-60% dari serangan-serangan migren didahului oleh
gejala-gejala premonitory (peringatan) yang berlangsung berjam-jam sampai
berhari-hari. Gejala-gejala mungkin termasuk:
 ngantuk,
 keiritasian,
 kelelahan,
 depresi atau euphoria,
 menguap, dan
 ingin makan makanan manis atau asin.
Pasien-pasien dan anggota-anggota keluarga mereka biasanya
mengatahuinya ketika mereka mengamati gejala-gejala peringatan ini bahwa
serangan migren sedang mulai.Adapun gejala yang menyertai migren adalah
 mual, muntah, dan anoreksia.
 Gejala visual baik yang positif dan negatif.
 Gejala hemiferik.
Hemiparesis, Parestesia , Gangguan berbahasa.
 Gangguan batang otak:
Vertigo, Disartria, Ataksia, Diplopia, Kuandriparesis

2.5 Patofisiologi migren


1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas
(spreading depression dari Leao).
Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat
penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya
gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke
dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan

6
didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat.
Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan
Lauritzen (1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada
penderita-penderita migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik,
mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak
yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi
yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran
darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi
yang meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan
migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting,
misalnya tak ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan
aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gejala aura.
Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan
bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular
adalah sekunder.

2. Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang
mengandung. substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-
gene related peptid (CGRP).

7
Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA.
dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain
ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung
saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh
darah sesisi.
Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam
plasma meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang
menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran
sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalui sistem
trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran
pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine
(Periactin®) dan pizotifen (Sandomigran®, Mosegor®) bekerja pada
sistem ini untuk mencegah migren.

3. lnti-inti syaraf di batang otak


Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus
mempunyai hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan
noradrenalin.

Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan
sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan
pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak
sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat
penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di
sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi

8
pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar
otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.

2.6 Fase – Fase pada Migren


1) Fase Prodromal
Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar / tidak jelas, yang dapat
mendahului serangan migren. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa
jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan.
Gejalanya antara lain:
 Psikologis : depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang
berlebihan), banyak bicara (talkativeness), sensitif / iritabel, gelisah,
rasa mengantuk atau malas.
 Neurologis : sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia &
fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitif terhadap
bau (hiperosmia)
 Umum : kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau nafsu
makan meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban, sering buang
air kecil.
2) Aura
Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren. Secara
visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita migren
dapat mengalami kedua jenis aura secara bersamaan.Aura positif tampak
seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk berpendar yang menutupi
tepi lapangan pengelihatan. Fenomena ini disebut juga sebagai scintillating
scotoma (scotoma = defek lapang pandang). Skotoma ini dapat membesar
dan akhirnya menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat pula
berbentuk seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang.
Aura negatif tampak seperti lubang gelap/hitam atau bintik-bintik
hitam yang menutupi lapangan pengelihatannya. Dapat pula berbentuk
seperti tunnel vision; dimana lapang pandang daerah kedua sisi menjadi
gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang terfokus hanya pada bagian
tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong).

9
Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan timbulnya
aura. Gejala-gejala ini umumnya: gangguan bicara; kesemutan; rasa baal;
rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah; gangguan persepsi penglihatan
seperti distorsi terhadap ruang; dan kebingungan (confusion).
3) Fase Serangan
Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung antara
4-72 jam. Migren yang disertai aura disebut sebagai migren klasik.
Sedangkan migren tanpa disertai aura merupakan migren umum (common
migraine).
Gejala-gejala yang umum adalah:
a) Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau
ditusuk-tusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai terasa di
seluruh bagian kepala
b) Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas
c) Mual, kadang disertai muntah
d) Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi
e) Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau semutan
f) Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan fonofobia)
g) Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin
h) Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migren klasik), yang
berkembang secara bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri kepala
dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada saat yang bersamaan.
4) Fase Postdromal
Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa prodromal, dimana
pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan seperti berkabut.

2.7 Pengobatan Terapi pada penyakit migren


1. Terapi Farmaka Migren
A. Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu
analgesia yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri
kepala, dan atau analgesia spesifik yang hanya bekerja sebagai

10
analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi
memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain
dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang
sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian
analgesia spesifik lebih bermanfaat.
Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat
diberikan saat serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada
saat fase prodromal. Fase prodromal migrain dihubungkan dengan
gangguan pada hipotalamus melalui neurotransmiter dopamin dan
serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu penyerapan lambung
di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah.
Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan
parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.
a. Analgesik nonspesifik
Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen
(parasetamol), aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS).
Pada umumnya pemberian analgesia opioid dihindari.
Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migrain
antara lain adalah:
a. Diklofenak.
b. Ketorolak.
c. Ketoprofen.
d. Indometasin.
e. Ibuprofen.
f. Naproksen.
g. Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang
berat. Kombinasi antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS
serta penambahan kafein dikatakan dapat menambah efek analgetik,
dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah diharapkan
akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada

11
umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga
sintesa prostaglandin dihambat ( Sadeli, 2006 ).
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa.
Dosis obat harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi.
Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek
samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS
setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan
asetaminofen atau ibuprofen.

b. Analgesik spesifik
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah
ergotamin, dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang
merupakan agonis selektif reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama
mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu ergotamin dan
DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, α1dan α 2- nonadrenergik
dan dopamine ( Sadeli, 2006 ).
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri
sedang sampai berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat
dipakainya analgesia spesifik ini, walaupun golongan ini merupakan
pilihan sebagai antimigren.
Ergot lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek
sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat
adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan
dari golongan triptan hanya ada sumatriptan.
Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat
apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi
efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus
diperhatikan.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah
absorpsi ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada
kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler,

12
kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati pada pasien >
40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness,
parestesia, kramp abdominal. Ergotamin biasanya diberikan pada
episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10
mg/minggu ( Sadeli, 2006 ).
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia
sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat
atau pasien yang tidak memberikan respon dengan analgesia
nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan
adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra
indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol,
migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness,
mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.
Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan,
naratriptan, rizatriptan) yang tidak ada di Indonesia sebenarnya
mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi nyeri kepala yang lebih
rendah dan lebih dapat ditoleransi.
Tabel 1 Analgesik Triptan pada Migren
Nama Obat Dosis Pemberian
Sumatriptan 6 mg SC
Rizatriptan 10 mg Oral
Eletriptan 80 mg Oral
Zolmitriptan 5 mg Oral
Eletriptan 40 mg Oral
Sumatriptan 20 mg Intranasal
Sumatriptan 100 mg Oral
Rizatriptan 2,5 mg Oral
Zolmitriptan 2,5 mg Oral
Sumatriptan 50 mg Oral
Naratriptan 2,5 mg Oral

13
Oral
Eletriptan 20 mg

 Obat Antimigrain Spesifik


1) Alkaloid ergot
Alkaloid ergot digunakan dalam pengobatan migrain sejak
tahun 1926. Ergot merupakan vasokonstriktor kuat yang juga
memberikan efek pada migrain. Tidak seperti triptan, ergot bekerja
pada berbagai reseptor termasuk 5HT1A, 5HT1D, 5HT2,
adrenoseptor D2, alfa dan beta. Ergot yang digunakan dalam terapi
migrain adalah ergotamin dan dihidroergotamin. Ergot
penggunaannya mulai tergeser oleh triptan. Hal ini karena efek
samping yang merugikan, rendahnya bioavailabilitas, dan tingginya
potensi penyalahgunaan. Mual adalah efek samping yang paling
umum (10-20%). Sebagai vasokonstriksi kuat, dosis tunggal
ergotamin tidak harus diberikan setiap hari. Hal ini dapat
menyebabkan vasokonstriksi kronis dan habituasi. Pasien tidak
boleh mempergunakan lebih dari dua dosis dalam seminggu.
Dihidroergotamin juga memiliki bioavailabilitas rendah. Setelah
pemberian injeksi dihidroergotamin didistribusikan secara cepat.
Efek samping yang umum dari ergot diantaranya:
1. Mual, muntah
2. Perasaan tidak nyaman pada perut
3. Akroparestia
4. Kaki kram
5. Vasospasme dan vasokontriksi koroner dan serebral
6. Lesi anorektal juga dapat terjadi setelah pemberian ergotamine
oral maupun rektal dalam jangka panjang
7. Penyakit fibrosing yang melibatkan pleura, perikardium, katup
jantung, retroperitoneum, neuropati perifer juga dapat
disebabkan akibat penggunaan ergotamine kronis

14
8. Dihidroergotamine perenteral sering menimbulkan efek
samping berupa hidung tersumbat, mual, dan ketidaknyamanan
pada tenggorokan.

Ergot kontraindikasi pada:


1. Penyakit kardiovaskular
2. Kehamilan
3. Ibu menyusui
4. Penyakit hati dan ginjal
5. Sepsis berat
6. Hipertensi yang tak terkontrol
Triptan tidak boleh dikombinasikan dengan ergot.
Dosis dan cara penggunaan ergot:
1. Tablet ergotamine tatrat 1 mg dikombinasikan dengan 100 mg
kafein untuk meningkatkan absorpsinya. Dosis awal 2 mg
ergotamine dan dapat ditingkatkan hingga 6 mg.
2. Injeksi dihidroergotamin 1 mg secara intramuskular atau
subkutan atau 0,5-1 mg intravena. Maksimum dosis harian
yang diizinkan adalah 3 mg.
2) Triptan
Berdasarkan studi biokimia dan farmakologi pada pasien
migrain, senyawa yang menyerupai 5-HT pada reseptor pembuluh
darah karotid mungkin berkhasiat membatalkan serangan migrain.
Derivat triptamine atau triptan disintesis untuk menghasilkan
selektivitas pada pembuluh darah karotid pada reseptor 5-HT
1B/1D. Sumatriptan adalah senyawa triptan yang pertama kali
dikembangkan. Namun sumatriptan memiliki sejumlah
keterbatasan diantaranya ketersediaan hayati oral yang rendah,
kekambuhan sakit kepala karena waktu paruhnya yang pendek dan
kontraindikasi pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Sehingga dikembangkan generasi-generasi terbaru triptan. Kini ada
6 obat dalam golongan triptan yaitu zolmitriptan, rizatriptan,

15
naratriptan, eletriptan, almotriptan dan frovatriptan yang tersedia
untuk penggunaan klinis. Pengenalan triptan pada tahun 1991 telah
merevolusi pengobatan migrain.

 Mekanisme Kerja
Triptan membatalkan serangan migrain melalui berbagai
mekanisme. Salah satu mekanisme yang diusulkan adalah
dengan kontraksi langsung dari dilatasi jaringan darah ekstra
kranial, supresi neuropeptida (seperti gen kalsitonin terkait
peptida) rilis dari ujung syaraf perifer sekitar pembuluh darah,
penghambatan transmisi pada inti trigeminal caudalis, dan
blokade presinaptik dari transmisi sinaptik antara terminal
akson dari trigeminovaskular neuron dan sel tubuh dari pusat.

 Efek Samping
Trptan dapat menyebabkan beberapa efek samping, namun
umumnya segera dapat teratasi, ringan dan relatif tidak
signifikan secara klinis. Beberapa efek samping tersebut
diantaranya kesemutan, mati rasa, sensasi hangat, berat,
tekanan yang sesak pada berbagai bagian tubuh yang berbeda
termasuk leher dan dada. Pusing dan sedasi juga dapat terjadi
sehingga harus menghindari aktivitas yang memerlukan
konsentrasi tinggi seperti mengemudi atau menjalankan
mesin.

 Interaksi Obat
1. Pasien yang menggunakan propanolol sebagai pencegahan
migrain, maka dosis rizatriptan harus dikurangi sampai 5
mg
2. Penggunaan bersama triptan dan ergot adalah
kontraindikasi.

16
 Pemilihan Triptan
1. Berdasarkan onset kerjanya. Sumatriptan subkutan memiliki
onset kerja 10 menit, Sumatriptan intranasal dan rizatriptan
oral memiliki onset 15 menit, sumatriptan oral 50-100 mg
onsetnya 30 menit, sumatriptan rektal onsetnya 30-60
menit, dan naratriptan onsetnya 60 menit atau lebih.
Pengetahuan akan onset kerja triptan dan puncak sakit
kepala sangat penting dalam menentukan agen triptan yang
tepat.
2. Berdasarkan gejala. Jika migrain disertai mual dan muntah
maka pemberian agen triptan oral tidaklah tepat.
Sumatriptan subkutan menjadi pilihan terbaik dalam kondisi
ini diikuti dengan pemberian secara rektal atau intranasal.
3. Berdasarkan kambuhnya sakit kepala. Dalam praktek klinis,
sekitar 40% pasien yang diobati sumatriptan akan
mengalami kekambuhan. Oleh karena itu pada pasien yang
mengalami kekambuhan setelah penggunaan sumatriptan,
maka sebaiknya mencoba menggunakan frovatriptan atau
naratriptan, dan jika kekambuhan berulang maka sebaiknya
mencoba menggunakan triptan yang lain.

 Manajemen Migrain Pada Situasi Khusus


1. Serangan migrain akut pada anak-anak. Prinsip pengobatan migrain
pada anak adalah sama dengan orang dewasa. Pada anak kurang dari
15 tahun dapat menggunakan asetaminofen 15 mg/Kg maksimum 1
gram atau ibuprofen 10 mg/Kg. Aspirin tidak boleh digunakan untuk
mengatasi migrain pada anak dibawah 15 tahun sehubungan dengan
adanya resiko sindrome Reye's.
2. Migrain yang menyertai menstruasi. Prinsip pengobatan sama. Obat
diberikan 2-3 hari sebelum menstruasi sampai 7 hari selama
menstruasi. Obat termasuk AINS, estrogen, triptan, dan magnesium.

17
3. Migrain pada wanita hamil atau menyusui. Serangan ringan dapat
diatasi dengan terapi nonfarmakologis berupa relaksasi dan istirahat.
Bila terapi nonfarmakologis kurang memadai maka dapat
menggunakan analgesik opioid, asetaminofen, AINS,
metoklopramide dan fenotiazin.

 Tipe-Tipe Migrain
1. Migrain hemiplegia. Migrain ini dapat terjadi dalam bentuk familial
ataupun sporadis. Kondisi ini jarang terjadi. Ketamin intranasal
ditemukan dapat meredakan keparahan dari migrain ini. Intravena
nalokson 0,4 mg memberikan hasil yang dramatis dalam kasus ini.
Sedangkan penggunaan ergotamin dan dihidroergotamin harus
dihindari. Triptan dapat digunakan.
2. Migrain basilar. Migrain ini ditandai dengan fosa posterior atau gejala
batang otak yang bilateral dengan alam. Semua jenis aura dapat terjadi
kecuali aura motorik. AINS adalah obat pilihan utama dalam terapi
migrain tipe ini.
3. Status migranosus. Pasien migrain tanpa aura kadang memiliki sakit
kepala yang parah yang berlangsung selama lebih dari 72 jam, kondisi
ini dikenal dengan istilah status migrainosus. Terapi migrain ini
meliputi upaya menggagalkan serangan migrain, manajemen mual dan
muntah, koreksi kelainan metabolik dan mengobati aspek kejiwaan
seperti gangguan mood. Obat-obatan seperti infus dihidroergotamin,
intravena natrium valproat, intravena droperidol, intravena lidokain,
intravena kortikosteroid dan antagonis dopamin dapat digunakan
untuk mengobati migrain tipe ini.

B. Terapi Profilaksis
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya
serangan atau tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu
episodik, jangka pendek (subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi
episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan

18
baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif
jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang
telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain
menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa
bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil
patokan minimal dua sampai tiga bulan.
Indikasi
 Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
 Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau
bulan
 Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.
 Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat
ditoleransi terhadap terapi abortif.
 Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.

Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil),


antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)
Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat,
asetazolamid.
Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti.
Diduga obat tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam
pembuluh darah dural melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2.
Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain.
oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering
digunakan pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal
dibandingkan yang lain.
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan
jenis obat yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan
terus menerus selama minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang
memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6
terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila
dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan.

19
Tabel 2 Terapi Farmaka Pencegahan Migren
Nama Obat Dosis
Propranolol 40-240 mg/hari
Nadolol 20-160 mg/ hari
Metoprolol 50-100 mg/ hari
Timolol 20-60 mg/ hari
Atenolol 50-100 mg/ hari
Amitriptilin 10-200 mg/ hari
Nortriptilin 10-150 mg/ hari
Fluoksetin 10-80 mg/ hari
Mirtazapin 15-45 mg/ hari
Valproat 500-1500 mg/ hari
Topiramat 50-200 mg/ hari
Gabapentin 900-3600 mg/ hari
Verapamil 80-640 mg/hari
Flunarizin 5-1 0 mg/hari
Nimodipin 30-60 mg qid

C. Terapi Nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka
bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan
menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien
dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila
memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan
terapi pencegahan yang murah.
Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam
mengatasi nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour,
terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai alat
elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis.

20
Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara bertahap
umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi
alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka.
Pada migrain menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan
retensi cairan.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri
kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan
frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan
diperberat dengan aktifitas.
Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):
- Migrain tanpa aura (common migraine)
- Migrain dengan aura (classic migraine)
- Migraine with prolonged aura
- Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
- Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau
achepalic migraine)
- Benign paroxysmal vertigo of childhood
- Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)
- Migren hemiplegic familial
- Migren oftalmoplegik
- Migren retinal
- Migren yang berhubungan dengan gangguan intracranial
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas:
a. Mengurangi faktor resiko,
b. Terapi farmaka dengan memakai obat.
c. Terapi nonfarmaka.
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif
(terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan). Walaupun terapi
farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa
dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/47-analgesik/474-migren/4741-
terapi-serangan-migren-akut/agonis-5ht1

http://pharmacist-smart.blogspot.com/2012/04/migren.html

http://www.kerjanya.net/faq/6522-migrain.html

http://duniakedokteranakmal.blogspot.com/2011/03/migren-migraine.html

23

Anda mungkin juga menyukai