Anda di halaman 1dari 8

RESUME

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

OLEH

Kudu Ayu Yaku Danga (010218A022)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TAHUN 2018/2019
Kasus korupsi alat kesehatan oleh ratu atut divonis 5,5 tahun penjara

Mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah didakwa melakukan perbuatan korupsi

dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten yang masuk

dalam APBD dan APBD Perubahan 2012.

“Ratu Atut Chosiyah bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias

Wawan melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan provinsi

Banten pada APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada

pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Rujukan pemprov Banten TA 2012 sehingga

memenangkan pihak-pihak tertentu," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Afni Carolina saat

pembacaan surat dakwaan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

"Yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu menguntungkan

terdakwa Ratu Atut Chosiyah sebesar Rp3,859 miliar, menguntungkan orang lain yaitu Tubagus

Chaeri Wardana Chasan sebesar Rp50,083 miliar, Yuni Astuti Rp23,396 miliar, Djadja Buddy

Suhardjo Rp590 juta, Ajat Ahmad Putra Rp345 juta, Rano Karno sebesar Rp300 juta, Jana

Sunawati Rp134 juta. Kemudian, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp76,5 juta, Tatan Supardi sebesar

Rp63 juta, Abdul Rohman sebesar Rp60 juta, Ferga Andriyana sebesar Rp50 juta, Eki Jaki

Nuriman sebesar Rp20 juta, Suherma sebesar Rp15,5 juta, Aris Budiman sebesar Rp1,5 juta dan

Sobran Rp 1 juta," tambah jaksa Afni. Ada pula duit yang diberikan untuk liburan dan uang saku

pejabat Dinkes Provinsi Banten, tim survei, panitia pengadaan, dan panitia pemeriksa hasil

pekerjaan ke Beijing sebesar Rp 1,6 miliar. Kerugian negara juga bertambah karena ada

pemberian fasilitas berlibur ke Beijing berikut uang saku senilai total Rp1,659 miliar untuk

pejabat Dinkes Banten, tim survei, panitia pengadaan dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan. Atut
dan kawan-kawannya "Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan

keuangan negara sebesar Rp 79.789.124.106,35," jelas Afri saat membacakan dakwaan.

Atut selaku pelaksana tugas (Plt) Gubernur Banten pada 2005 dan menjabat sebagai

gubernur definitif untuk periode 2007-2012 dan 2012-2017 selalu meminta komitmen kepada

para pejabat untuk loyal kepadanya.“Sejak diangkat baik sebagai plt maupun gubernur definif,

terdakwa memilih beberapa pejabat di lingkungan pemprov Banten dengan selalu meminta

komitmen kepada pejabat tersebut untuk senantiasa loyal atau patuh sesuai arahan terdakwa

maupun Wawan sebagai adik kandung terdakwa yang merupakan pemilik atau komisaris utama

PT Bali Pacific Pragama (PT BPP),” ungkap jaksa Afni.

Saat Djaja Buddy Suhardja akan dipromosikan sebagai kepala Dinas Kesehatan Banten,

Atut meminta komitmen loyalitas Djaja. Djaja kemudian menandatangani surat pernyataan

loyalitas pada 14 Februari 2006 di hotel Kartika Chandra Jakarta dan selanjutnya Atut

mengangkat Djaja sebagai Kadis Kesehatan Banten pada 17 Februari 2006.

Pada pertengahan 2006 di rumah Atut, Atut mengarahkan Djaja agar setiap proses

pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan yang ada pada Dinas

Kesehatan provinsi Banten dikoordinasikan dengan Wawan. “Koordinasi dilakukan untuk

mengatur proses pengusulan anggaran sampai menentukan perusahaan yang akan menjadi

pemenang dalam pengadaan tersebut," kata Jaksa Afni.

Pertama adalah proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran untuk pengadan alkes RS

Rujukan Pemprov Banten pada Dinas Kesehatan provinsi Banten pada APBD 2012. Djaja

sebagai Kadis Kesehatan Banten bertemu dengan Ajat Drajat selaku Sekretaris Dinkes Banten;

Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Dinkes Banten Suherman dan Wawan beberapa

kali yang juga dihadiri oleh staf PT BPP Dadan Prijatna dan pemilik PT Java Medica selaku
orang kepercayaan Wawan, Yuni Astuti. Dalam salah satu pertemuan, Wawan meminta agar

Dinkes Banten menyusun anggaran dengan komposisi 90 persen dalam bentuk pekerjan

kontraktual (pengadaan) dan 10 persen dalam bentuk pekerjaan nonkontraktual. Wawan juga

meminta agar anggaran tidak dibuat rinci agar pemaketan dan pengerjaan pekerjaan bisa 'lebih

fleksibel'. Atas permintaan itu Djaja setuju dan melaporkan ke terdakwa,” sambung Jaksa

Penuntut Umum KPK Budi Nugraha.

Dinas kesehatan Banten pada APBD 2012 mendapatkan anggaran sebesar Rp208 miliar

dan untuk pengadaan alkes RS Rujukan Banten sebesar Rp100,7 miliar. Kemudian Djaja selaku

Pengguna Anggaran selanjutnya menunjuk Jana Sunawati sebagai pejabat pelaksana teknis

kegiatan (PPTK) dan menetapkan panitia pengadaan sarana dan parsarana, panitia pengadaan

barang atau jasa pekerjaan konstruksi serta tim survei pengadaan. Djaja pun membuat 10 paket

pengadaan alkes yang telah disusun Jana berdasarkan spesifikasi teknis dan harga dari Yuni

Astuti. Sedangkan dalam tahapan pengaturan lelang sampai pelaksanaan, Wawan menunjuk

Dadang Prijatna untuk berkoordinasi dengan Yuni dan panitia pengadaan dari Dinkes Banten.

Calon pelaksana pekerjaan untuk sembilan paket pekerjaan pun sudah ditentukan Yuni yang

sudah mempersiapkan daftar harga yang digelembungkan dengan memperhitungkan keuntungan

Wawan sebesar 43,5 persen dari nilai kontrak dan keuntungan Yuni sebesar 56,5 persen untuk

paket alkes RS Rujukan.

Sedangkan untuk pengadaan alkes laboratorium dan instalasi kamar jenazah RS Rujukan

disusun oleh Baharudin dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 45 persen dari

nilai kontrak dan keuntungan Baharuddin sebesar 55 persen dari nilai kontrak.

Setelah alat-alat kesehatan yang disediakan Yuni dan Baharudin dikirim ke Dinkes Banten,

panitia penerima memeriksa dan hasilnya ternyata belum 100 persen lengkap tapi karena sejak
awal Djaja diminta Atut untuk berkoordinasi dengan Wawan maka yang muncul adalah berita

acara penerima hasil pekerjaan seolah-olah pekerjaan sudah 100 persen.

Kedua, proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran Alkes RS Rujukan Banten dalam

APBD Perubahan TA 2012. Dinkes Banten mendapatkan anggaran sebesar Rp252,35 miliar

dengan Rp127,82 miliar dialokasikan untuk pengadaan alkes RS Rujukan Banten. Dalam

anggaran ini dibuat 4 paket pengadaan dengan Yuni mempersiapkan daftar harga yang sudah

digelembungkan dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 56,5 persen dari nilai

kontrak.

Setelah alat-alat kesehatan dikirim ke Dines Banten, panitia penerima juga menemukan

bahwa barang itu belum 100 persen lengkap tapi tetap dipersiapkan berita acara serah terima

hasil pekerjaan yang seolah-olah serah terima sudah lengkap 100 persen. “Sehingga seluruh

pembayaran atas pelaksanaan pengadaan dari APBD dan APBD P TA 2012 pada Dinkes Banten

sebesar Rp112,78 miliar dengan keuntungan untuk Tubagus CHaeri Wardana Chasan alias

Wawan sebesar Rp50,08 miliar dan keuntungan Yuni Astuti sebesar Rp30,57 miliar," ungkap

jaksa. Sedangkan Ratu Atut mendapatkan Rp3,859 miliar yang diberikan secara bertahap antara

Oktober-Desember 2012. Selain melakukan korupsi, Ratu Atut juga didakwa meminta uang

secara paksa kepada Kadis Kesehatan Banten Djadja Buddy Suhardja, Kadis Perindustrian dan

Perdagangan Banten dan juga Kadis Pendidikan Banten Hudaya Latuconsina, Kadis Sumber

Daya Air dan Pemukiman (SDAP) Banten Iing Suwargi dan Kadis Bina Marga dan Tata Ruang

Banten Sutadi senilai total Rp500 juta untuk kegiatan Istighosah.

Atas perbuatan itu, Ratu Atut didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 18 UU

No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat

merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau

korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut hal yang memberatkan Atut yakni

tidak mendukung program pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi. Sementara hal yang

meringankaan Atut mengakui perbuatannya dan berlaku sopan selama di persidangan.

Sementara hal yang meringankan terdakwa berlaku baik selama di persidangan, mengakui

kesalahan dan telah mengembalikan uang Rp 3,8 miliar ke negara" kata hakim. Saat ini Atut

sedang menjalani masa pemidanaan 5,5 tahun penjara karena menyuap Ketua Mahkamah

Konstitusi (MK) kala itu, Akil Mochtar.


DAFTAR PUSTAKA

https://news.detik.com/berita/d-3441349/kasus-alkes-ratu-atut-didakwa-rugikan-negara-

rp-79-miliar

https://news.detik.com/berita/3567351/terbukti-korupsi-alkes-ratu-atut-divonis-5,5-tahun-

penjara

Anda mungkin juga menyukai