OLEH
TAHUN 2018/2019
Kasus korupsi alat kesehatan oleh ratu atut divonis 5,5 tahun penjara
Mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah didakwa melakukan perbuatan korupsi
dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten yang masuk
“Ratu Atut Chosiyah bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias
Wawan melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan provinsi
Banten pada APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada
pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Rujukan pemprov Banten TA 2012 sehingga
memenangkan pihak-pihak tertentu," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Afni Carolina saat
"Yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu menguntungkan
terdakwa Ratu Atut Chosiyah sebesar Rp3,859 miliar, menguntungkan orang lain yaitu Tubagus
Chaeri Wardana Chasan sebesar Rp50,083 miliar, Yuni Astuti Rp23,396 miliar, Djadja Buddy
Suhardjo Rp590 juta, Ajat Ahmad Putra Rp345 juta, Rano Karno sebesar Rp300 juta, Jana
Sunawati Rp134 juta. Kemudian, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp76,5 juta, Tatan Supardi sebesar
Rp63 juta, Abdul Rohman sebesar Rp60 juta, Ferga Andriyana sebesar Rp50 juta, Eki Jaki
Nuriman sebesar Rp20 juta, Suherma sebesar Rp15,5 juta, Aris Budiman sebesar Rp1,5 juta dan
Sobran Rp 1 juta," tambah jaksa Afni. Ada pula duit yang diberikan untuk liburan dan uang saku
pejabat Dinkes Provinsi Banten, tim survei, panitia pengadaan, dan panitia pemeriksa hasil
pekerjaan ke Beijing sebesar Rp 1,6 miliar. Kerugian negara juga bertambah karena ada
pemberian fasilitas berlibur ke Beijing berikut uang saku senilai total Rp1,659 miliar untuk
pejabat Dinkes Banten, tim survei, panitia pengadaan dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan. Atut
dan kawan-kawannya "Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan
Atut selaku pelaksana tugas (Plt) Gubernur Banten pada 2005 dan menjabat sebagai
gubernur definitif untuk periode 2007-2012 dan 2012-2017 selalu meminta komitmen kepada
para pejabat untuk loyal kepadanya.“Sejak diangkat baik sebagai plt maupun gubernur definif,
terdakwa memilih beberapa pejabat di lingkungan pemprov Banten dengan selalu meminta
komitmen kepada pejabat tersebut untuk senantiasa loyal atau patuh sesuai arahan terdakwa
maupun Wawan sebagai adik kandung terdakwa yang merupakan pemilik atau komisaris utama
Saat Djaja Buddy Suhardja akan dipromosikan sebagai kepala Dinas Kesehatan Banten,
Atut meminta komitmen loyalitas Djaja. Djaja kemudian menandatangani surat pernyataan
loyalitas pada 14 Februari 2006 di hotel Kartika Chandra Jakarta dan selanjutnya Atut
Pada pertengahan 2006 di rumah Atut, Atut mengarahkan Djaja agar setiap proses
pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan yang ada pada Dinas
mengatur proses pengusulan anggaran sampai menentukan perusahaan yang akan menjadi
Pertama adalah proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran untuk pengadan alkes RS
Rujukan Pemprov Banten pada Dinas Kesehatan provinsi Banten pada APBD 2012. Djaja
sebagai Kadis Kesehatan Banten bertemu dengan Ajat Drajat selaku Sekretaris Dinkes Banten;
Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Dinkes Banten Suherman dan Wawan beberapa
kali yang juga dihadiri oleh staf PT BPP Dadan Prijatna dan pemilik PT Java Medica selaku
orang kepercayaan Wawan, Yuni Astuti. Dalam salah satu pertemuan, Wawan meminta agar
Dinkes Banten menyusun anggaran dengan komposisi 90 persen dalam bentuk pekerjan
kontraktual (pengadaan) dan 10 persen dalam bentuk pekerjaan nonkontraktual. Wawan juga
meminta agar anggaran tidak dibuat rinci agar pemaketan dan pengerjaan pekerjaan bisa 'lebih
fleksibel'. Atas permintaan itu Djaja setuju dan melaporkan ke terdakwa,” sambung Jaksa
Dinas kesehatan Banten pada APBD 2012 mendapatkan anggaran sebesar Rp208 miliar
dan untuk pengadaan alkes RS Rujukan Banten sebesar Rp100,7 miliar. Kemudian Djaja selaku
Pengguna Anggaran selanjutnya menunjuk Jana Sunawati sebagai pejabat pelaksana teknis
kegiatan (PPTK) dan menetapkan panitia pengadaan sarana dan parsarana, panitia pengadaan
barang atau jasa pekerjaan konstruksi serta tim survei pengadaan. Djaja pun membuat 10 paket
pengadaan alkes yang telah disusun Jana berdasarkan spesifikasi teknis dan harga dari Yuni
Astuti. Sedangkan dalam tahapan pengaturan lelang sampai pelaksanaan, Wawan menunjuk
Dadang Prijatna untuk berkoordinasi dengan Yuni dan panitia pengadaan dari Dinkes Banten.
Calon pelaksana pekerjaan untuk sembilan paket pekerjaan pun sudah ditentukan Yuni yang
Wawan sebesar 43,5 persen dari nilai kontrak dan keuntungan Yuni sebesar 56,5 persen untuk
Sedangkan untuk pengadaan alkes laboratorium dan instalasi kamar jenazah RS Rujukan
disusun oleh Baharudin dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 45 persen dari
nilai kontrak dan keuntungan Baharuddin sebesar 55 persen dari nilai kontrak.
Setelah alat-alat kesehatan yang disediakan Yuni dan Baharudin dikirim ke Dinkes Banten,
panitia penerima memeriksa dan hasilnya ternyata belum 100 persen lengkap tapi karena sejak
awal Djaja diminta Atut untuk berkoordinasi dengan Wawan maka yang muncul adalah berita
Kedua, proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran Alkes RS Rujukan Banten dalam
APBD Perubahan TA 2012. Dinkes Banten mendapatkan anggaran sebesar Rp252,35 miliar
dengan Rp127,82 miliar dialokasikan untuk pengadaan alkes RS Rujukan Banten. Dalam
anggaran ini dibuat 4 paket pengadaan dengan Yuni mempersiapkan daftar harga yang sudah
digelembungkan dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 56,5 persen dari nilai
kontrak.
Setelah alat-alat kesehatan dikirim ke Dines Banten, panitia penerima juga menemukan
bahwa barang itu belum 100 persen lengkap tapi tetap dipersiapkan berita acara serah terima
hasil pekerjaan yang seolah-olah serah terima sudah lengkap 100 persen. “Sehingga seluruh
pembayaran atas pelaksanaan pengadaan dari APBD dan APBD P TA 2012 pada Dinkes Banten
sebesar Rp112,78 miliar dengan keuntungan untuk Tubagus CHaeri Wardana Chasan alias
Wawan sebesar Rp50,08 miliar dan keuntungan Yuni Astuti sebesar Rp30,57 miliar," ungkap
jaksa. Sedangkan Ratu Atut mendapatkan Rp3,859 miliar yang diberikan secara bertahap antara
Oktober-Desember 2012. Selain melakukan korupsi, Ratu Atut juga didakwa meminta uang
secara paksa kepada Kadis Kesehatan Banten Djadja Buddy Suhardja, Kadis Perindustrian dan
Perdagangan Banten dan juga Kadis Pendidikan Banten Hudaya Latuconsina, Kadis Sumber
Daya Air dan Pemukiman (SDAP) Banten Iing Suwargi dan Kadis Bina Marga dan Tata Ruang
Atas perbuatan itu, Ratu Atut didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 18 UU
Tindak Pidana Korupsi dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat
merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau
korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut hal yang memberatkan Atut yakni
tidak mendukung program pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi. Sementara hal yang
Sementara hal yang meringankan terdakwa berlaku baik selama di persidangan, mengakui
kesalahan dan telah mengembalikan uang Rp 3,8 miliar ke negara" kata hakim. Saat ini Atut
sedang menjalani masa pemidanaan 5,5 tahun penjara karena menyuap Ketua Mahkamah
https://news.detik.com/berita/d-3441349/kasus-alkes-ratu-atut-didakwa-rugikan-negara-
rp-79-miliar
https://news.detik.com/berita/3567351/terbukti-korupsi-alkes-ratu-atut-divonis-5,5-tahun-
penjara