BAB II Hipertensi Berat New
BAB II Hipertensi Berat New
1
3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagne-
semia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Trauma (misalnya : patah tulang iga, cedera spina)
7. Bilier dan ginjal kolik
8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf
9. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis
10. Hematoma retroperitoneal
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada : (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus. Meskipun ileus disebabkan banyak faktor,
keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus.
Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut.
Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas
sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah
operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi.
Sering, ileus terjadi setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga
terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi
terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi
reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi
kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus
merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru.
Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus
2
meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah
sakit. Penyakit/keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan
seperti yang tercantum dibawah ini:
1. Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan ureter,
iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.
2. Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia),
uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
3. Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin,
antihistamin.
4. Infeksi/inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat
lainnya.
5. Iskemia Usus
3
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara
progresif akan tergang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbs dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolik.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorbs cairan dan peningkatan sekresi
cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi
dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia.
Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus,
dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.
Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan
absorbs membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan
kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus
dan progresif akan mengacaukan peristaltic dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian.
4
MK : KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN
MK : KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI
KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
MK : HIPERTERMI
Illeus paralitik
MK : RISIKO INFEKSI
MK : NYERI AKUT
5
4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler
5. Bising usus menghilang
6. Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara
6
barium tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai
terapi.
c. CT–Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara
lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan
peritoneum. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat
kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat
diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras
yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Teknik ini
digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan
adhesi.
2. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan
asidosis atau alkalosis metabolik. (Brunner and Suddarth, 2002)
F. Penatalaksanaan Medis dari Hipertensi dan Krisis Hipertensi
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan
elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi,
memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik
bermanfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus. Apabila usus
tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan
tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan
untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan
kalium).
7
Selain beberapa perkecualian, obstruksi usus harus ditangani dengan
operasi, karena adanya risiko strangulasi. Selama masih ada obstruksi,
strangulasi tidak dapat dicegah secara meyakinkan.
2. Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi,
pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada
pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan
pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi
bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan
permanen mungkin diperlukan. Persiapan-persiapan sebelum operasi :
a. Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah
muntah, mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus-menerus
meregang akibat tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
b. Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
c. Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ
vital berfungsi secara memuaskan. Kalau obstruksi disebabkan karena
hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus disayat. Kalau tidak terpaksa
harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas. Perincian operatif
tergantung dari penyebab obstruksi tersebut. Perlengketan dilepaskan atau
bagian yang mengalami obstruksi dibuang. Usus yang mengalami
strangulasi dipotong.
4. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan
kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih
dalam keadaan paralitik. Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus
halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi
seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah
herniotomi.
Secara garis besar, penatalaksanaan medis maupun keperawatan bagi
klien dengan ileus paralitik antara lain sebagai berikut.
1. Konservatif
8
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Penderita dipuasakan.
c. Kontrol status airway, breathing and circulation.
d. Dekompresi dengan nasogastric tube.
e. Intravenous fluids and electrolyte.
f. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
a. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
b. Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.