SKENARIO 1
Pak Amir dan keluarga sangat berbahagia karena hari ini istrinya akan melahirkan anak
yang kedua. Ketika anaknya lahir Pak Amir sangat sedih dan kecewa karena anaknya mengalami
cacat lahir. Anaknya laki-laki, berat badan lahir 3200 gram, dan kedua kaki anaknya bengkok.
Bidan yang menolong persalinan menganjurkan untuk segera dibawa ke RS.
Pak Amir adalah seorang PNS yang bertugas di RS sebagai peñata radiologi yang berisiko
terhadap paparan sinar X. Pak Amir memikirkan kelahiran anaknya yang mengalami cacat. Ia
teringat kakeknya yang juga mengalami cacat sejak lahir dengan kelainan pada telinganya.
Telinga kakeknya tidak simetris, telinga kiri lebih kecil dibanding kanan.
Anak pertama Pak Amir, perempuan lahir normal namun juga mengalami cacat fisik, jari
tangan kanan bertambah satu disamping ibu jarinya. Dokter waktu itu menganjurkan untuk
diangkat, tapi Pak Amir belum bersedia karena anaknya masih kecil. Sampai sekarang jari
tambahan anaknya itu masih belum diangkat.
Besok harinya Pak Amir langsung membawa anaknya yang baru lahir ke Rumah Sakit
dan konsultasi dengan dokter. Dari keterangan dokter dikatakan bahwa anaknya mengalami
Club Foot atau CTEV. Dokter mengatakan ada tiga bagian di daerah kaki yang mengalami
perubahan bentuk yaitu pada hindfoot, midfoot dan forefoot. Dokter menganjurkan agar pada
anak Pak Amir segera dilakukan Ponseti Method dengan melakukan pemasangan gips serial
untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.
Bagaimana Anda menjelaskan apa yang terjadi pada anak Pak Amir?
TERMINOLOGI
1. Cacat lahir : Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak
lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi.
2. Club Foot , CTEV : Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club
foot’ adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas inferior yang sering ditemui,
tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminologi “sindromik” bila
kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari
sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain, dan
sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV sindromik sering menyertai gangguan
neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifi da maupun atrofi muskular spinal.
ARIN
Bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremitas
superior dalam keadaan normal.
Congenital talipes equinovarus adalah fi ksasi kaki pada posisi adduksi, supinasi dan
varus. Tulang kalkaneus, navikular, dan kuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus,
dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai
tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fl eksi terhadap daerah plantar.
3. Hindfoot, midfoot dan forefoot : Kaki manusia dapat di bagi lagi menjadi 3 bagian, yaitu
hindfoot (kaki belakang), midfoot (kaki tengah), dan forefoot (kaki depan) (Snell, 1997)
Hindfoot dimulai dari talus atau tulang pergelangan kaki, dan calcaneus atau tulang
tumit. Dua tulang panjang dari tungkai bawah terhubung dengan bagian atas dari talus,
dan dibentuk oleh sendi subtalar, sementara calcaneus yang merupakan tulang terbesar
di kaki diposisikan oleh lapisan lemak di bagian inferior kaki (Klenerman, 1976)
Midfoot terdapat lima buah tulang yang irreguler, yaitu tulang cuboid, naviculare, dan
tiga tulang cuneiforme yang membentuk lengkungan pada kaki yang mana berfungsi
sebagai penahan terhadap syok. Midfoot dihubungkan dengan bagian hindfoot dan
forefoot oleh fascia plantaris (Klenerman, 1976).
Forefoot dibentuk oleh kelima jari jari kaki bagian proksimalnya berhubungn dengan
lima tulang panjang yang membentuk metatarsal dan distal metatarsal bersendi dengan
phalanx Setiap jari kaki memiliki tiga phalanx kecuali jempol kaki yang hanya memiliki
dua phalanx. Sendi yang menghubungkan antar phalanx disebut sendi interphalangeal.
Dan yang menghubungkan antara metatarsal dan phalanx disebut sendi
metatarsophalangeal (Klenerman, 1976).
4. Ponseti Method : Protokol Ponseti adalah koreksi kelainan bentuk pada kaki depan dan
tengah dengan menggunakan gips serta bila perlu melakukan operasi dengan sayatan 1
cm untuk koreksi kaki belakang. Protokol Ponseti juga mensyaratkan pemakaian sepatu
Dennis Browne selama 23 jam pada 3 bulan pertama dan pemakaian sepatu Dennis
Browne selama 12 jam sejak usia 4 bulan sampai 4 tahun. Pemakaian sepatu 12 jam
artinya sepatu hanya dipakai malam hari si anak tidur, sedangkan siang hari si anak
bebas beraktifitas tanpa sepatu khusus.
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa anak Pak Amir mengalami cacat lahir? Dan Prevalensi nya di Indonesia?
2. Apa penyebab kaki anaknya bengkok?
3. Mengapa dirujuk ke rs oleh bidan?
ARIN
HIPOTESIS
1. Mengapa anak Pak Amir mengalami cacat lahir? Dan Prevalensi nya di Indonesia?
Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun
metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika di dilahirkan (Muslihatun 2010,
h.118). Rukiyah dan Yulianti, (2010, h. 190) juga menegaskan bahwa kelainan
kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kelainan kongenital adalah kelainan genetik dan kromosom, faktor
mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor usia ibu, faktor hormonal, faktor radiasi,
faktor fisik pada rahim, riwayat penyakit ibu, paritas, jarak antar kelahiran, faktor
gizi. Penelitian ini hanya meneliti faktor usia, paritas, riwayat penyakit dan jarak
antar kelahiran. Namun, setelah dilakukan analisis multivariat dengan
menghilangkan faktor perancu, didapatkan hasil bahwa riwayat kesehatan ibu
berpengaruh terhadap kejadian kelainan kongenital dengan OR 40,25. Riwayat
penyakit yang menyebabkan kelainan kongenital yaitu diabetes melitus, rubela,
sitomegalovirus, sifilis dan herpes simplek. Hasil penelitian diatas banyak didukung
oleh beberapa penelitian yang lain. Penelitian Yang, et al, (2006) menunjukkan
bahwa risiko terjadi kelainan kongenital mayor pada ibu dengan diabetes melitus
(DM) dan bukan DM sebesar 9,1%:3,1%. Penelitian lain menunjukkan ibu dengan
diabetes melitus berisiko 70% lebih besar menghasilkan bayi dengan kelainan
kongenital atresia esofagus dibandingkan ibu non diabetes. (Oddsberg J, Lu Y,
Lagergren J, 2010). Hasil penelitian diatas didukung pula oleh penelitian Garne E, et
al (2012) bahwa beberapa anomali kongenital ada dalam13,6% kasus diabetes dan
6,1% kasus non-diabetes. Hal tersebut juga ditemukan pada penyakit
sitomegalovirus. Keterkaitan sitomegalovirus terhadap kejadian kelainan kongenital
ARIN
intrauterin karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung oleh
insiden CTEV pada 35% bayi spina bifi da.
d. Retraksi fi brosis sekunder karena peningkatan jaringan fi brosa di otot dan
ligamen. Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan
kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang di semua ligamen dan struktur
tendon (kecuali Achilles). Sebaliknya, tendon Achilles terbuat dari jaringan kolagen
yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk. menggunakan mikroskop
elektron, menemukan mioblast pada fasia medialis yang dihipotesiskan sebagai
penyebab kontraktur medial. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) Bayu Chandra
Cahyono Fakultas Kedokteran Universitas Jember, RSD dr. Soebandi, Jember, Jawa
Timur, Indonesia.
e. Anomali insersi tendon (Inclan) Teori ini tidak didukung oleh penelitian lain;
karena distorsi posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan
insersi tendon.
f. Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim
dengan insiden CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi serupa insiden kasus
poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan merupakan sequela dari prenatal polio-
like condition. Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal
cord anterior bayi-bayi tersebut.
3. Mengapa dirujuk ke rs oleh bidan?
Bila ternyata ada kelainan sebaiknya segera berobat ke dokter spesialis orthopedic
untuk mendapatkan pengobatan sedini mungkin karena pengobatan CTEV ini secara
bertahap dan berkelanjutan sehingga harus sabar dan rutin kontrol serta mematuhi
anjuran dokter agar tercapai hasil yang optimal.
4. Bagaimana hubungan pekerjaan Pak Amir dengan keadaan anaknya?
Radiologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan
penggunaan semua modalitas yang menggunakan energi radiasi pengion maupun
non-pengion, untuk kepentingan imajing diagnosis dan prosedur terapi dengan
menggunakan panduan radiologi, termasuk teknik ultrasonografi dan radiasi radio
frekuensi elektromagnetik oleh atom-atom. Foto radiografi adalah gambaran dua
dimensi dari suatu obyek tiga dimensi dimana gambaran dari obyek tersebut
diproyeksikan pada suatu media perekam sebagai gambar dua dimensi.
Sinar-X ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang professor fisika dari
Universitas Wurzburg, Jerman. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang
berasal dari Kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittrif yang dialiri
listrik. Pada akhir Desember 1895 dan awal januari 1896 Dr Otto Walkhoff (seorang
dokter gigi) dari Jerman adalah orang pertama yang menggunakan sinar-X pada foto
gigi (premolar bawah) dengan waktu penyinaran 25 menit, selanjutnya seorang ahli
ARIN
fisika Walter Koenig menjadikan waktu penyinaran 9 menit dan saat ini waktu
penyinaran menjadi 1/10 detik (6 impuls).
Pengaruh sinar-X terhadap kehamilan Efek radiasi pada fetus mempunyai
mekanisme yang secara umum sama dengan efek pada orang dewasa, kematian sel
akan menimbulkan efek deterministik. Sedangkan kerusakan pada DNA yang tidak
dapat diperbaiki atau mengalami perbaikan yang salah akan menimbulkan efek
stokastik. Pada efek derterministik, seperti retardasi mental, terdapat dosis ambang,
dan semakin besar dosis semakin parah efek yang terjadi. Efek deterministik akibat
pajanan radiasi selama kehamilan antara lain kematian, abnormalitas system syaraf
pusat, katarak, retardasi pertumbuhan, malformasi, dan bahkan kelainan tingkah
laku. Karena system syaraf fetus adalah paling sensitif dan mempunyai periode
perkembangan yang paling panjang, abnormalitas yang terjadi akibat radiasi jarang
terjadi pada manusia tanpa disertai neuropathology. Sedangkan pada efek stokastik
seperti induksi leukemia, tidak terdapat dosis semakin besar kemungkinan
timbulnya efek ini. Keparahan efek stokastik tidak bergantung pada dosis radiasi
yang diterima.13 29 Pajanan radiasi pengion dapat menyebabkan efek sangat parah
pada embrio dan janin. Efek radiasi pada janin dalam kandungan sangat bergantung
pada umur kehamilan pada saat terpapar radiasi, dosis dan juga laju dosis yang
diterima. Perkembangan janin dalam kandungan dapat dibagi atas 3 tahap. Tahap
pertama yaitu preimplantasi dan implamintasi yang dimulai sejak proses pembuahan
sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai umur kehamilan
2 minggu. Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehamilan 2-7 minggu.
Tahap ketiga adalah tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu. Dosis ambang
yang dapat menimbulkan efek pada janin adalah 0,05 Gy. Efek teratogenik radiasi
pengion sebagai fungsi usia kehamilan. 13 Irradiasi selama organogenesis adalah
periode yang menjadi perhatian. IUGR malformasi bawaan, mokrocepali, dan
retardasi mental adalah efek yang dominan akibat pajanan radiasi dengan dosis >0,5
Gy. Dosis ambang retardasi pertumbuhan adalah dibawah 1 Gy (masih jauh diatas
kisaran diagnostik) dan bergantung pada tahap kehamilan dan laju dosis. Kerusakan
akibat radiasi pada system saraf pusat manusia pertama kali terjadi pada akhir
organogenesis, sekitar minggu ke 3 setelah pembuahan, malformasi dapat terjadi
khususnya pada organ yang sedang mengalami perkembangan pada saat terpapar
radiasi. Efek ini mempunyai dosis ambang 100-200 mGy atau prosedur radiologi
diagnostik atau kedokteran nuklir diagnostik, tetapi terdapat kemungkinan dari
terapi radiasi dan pajanan radiasi dosis tinggi baik akibat 30 kerja atau kecelakaan.
Efek yang mungkin timbul pada tahap organogenesis berupa malformasi tubuh dan
kematian neonatal.
5. Mengapa dapat terjadi kelainan pada telinga Kakeknya?
ARIN
Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan P, yaitu orang
yang mempunyai tambahan jari pada satu atau dua tangan atau pada kakinya. Yang umum
dijumpai adalah terdapatnya jari tambahan pada satu atau kedua tangan. Tempatnya jari
tambahan itu berbeda-beda, ada yang terdapat di dekat ibu jari dan ada pula yang terdapat di
dekat jari kelingking. Gen penyebab polidaktili tidak bersifat letal. Pada orang normal, gen yang
dimiliki adalah gen homozigotik resesif (pp).
Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan P. yang di
maksud dengan sifat autosomal ialah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom.
Gen ini ada yang dominan dan ada pula yang resesif. Oleh karena laki-laki dan perempuan
mempunyai autosom yang sama, maka sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal
dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan. Sehingga orang bisa mempunyai tambahan
jari pada kedua tangan atau kakinya. Yang umum dijumpai ialah terdapatnya jari
tambahan pada satu atau kedua tangannya. Tempatnya jari tammbahan itu berbeda-beda, ada
yang terdapat didekat ibu jari dan ada pula yang terdapat didekat jari kelingking. ( sumber :
genetika suryo, 2005 : 104 )
ARIN
Suatu kelainan yang diwariskan gen autosomal dominan P, sehingga penderita akan
mendapatkan tambahan jari pada satu atau dua tangannya dan atau pada kakinya. Normalnya
adalah yang memiliki homozigotik resesif pp. Polidaktili juga dikenal sebagai Hyperdaktili, bisa
terjadi ditangan atau dikaki manusia ataupun hewan. Tempat jari tambahan tersebut berbeda-
beda ada yang di dekat ibu jari dan ada pula yang berada di dekat jari kelingking.
2.1.2 Etiologi
Kelainan congenital adalah kelainan atau defek yang dapat terjadi ketika dalam
kandungan dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula terjadi pada perkembangan anak di
kemudian hari.
Walupun penyebab pasti belum di temukan, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kelainan congenital, meliputi :
1. Faktor genetik
Diturunkan secara genetik (autosomal dominan). Jika salah satu pasangan suami istri memiliki
polidaktili, kemungkinan 50% anaknya juga polidaktili. Kelainan bawaan dapat di transmisikan
melalui gen kromosom sel telur dan sperma dan ditransmisikan dalam kelainan-kelainan
spesifik sesuai dengan hokum mendel.
1. Faktor Teratogenik
Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang dihasilkan dari
perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa teratogen akan berefek teratogenik pada suatu
organisme, bila diberikan pada saat organogenesis. Apabila teratogen diberikan setelah
terbentuknya sel jaringan, sistem fisiologis dan sistem biokimia, maka efek teratogenik tidak
akan terjadi. Teratogenesis merupakan pembentukan cacat bawaan. Malformasi (kelainan
bentuk) janin disebut terata, sedangkan zat kimia yang menimbulkan terata disebut zat
teratogen atau teratogenik. Perubahan yang disebabkan teratogen meliputi perubahan dalam
pembentukan sel, jaringan dan organ sehingga menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia
yang terjadi pada fase organogenesis. Umumnya bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas
berdasarkan golongannya yakni bahan teratogenik fisik, kimia dan biologis.
Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik
misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu terkena radiasi nuklir
(misal pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen fisik tersebut, maka janin akan lahir
dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil
dengan radiasi, karena agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai
macam organ. Dalam menghindari terpaaan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya
menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen yang terlalu sering
dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat memberikan gangguan berupa
kecacatan lahir pada janin.
ARIN
Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia yang bila
masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ tubuh janin dapat
menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah bahan
kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit tertentu juga
memiliki efek teratogenik.
Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama di negara-
negara yang konsumi alkohol tinggi. Konsumsi alkohol pada ibu hamil selama kehamilannya
terutama di trisemester pertama, dapat menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan terjadinya
kelainan yang dikenal dengan fetal alkoholic syndrome . Konsumsi alkohol ibu dapat turut
masuk kedalam plasenta dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak terganggu dan
terjadi penurunan kecerdasan/retardasi mental. Alkohol juga dapat menimbulkan bayi
mengalami berbagai kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu ia dilahirkan.
Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat teratogenik. Beberapa polutan
lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan berbagai senyawa polimer dalam lingkungan
juga dapat menimbulkan efek teratogenik.
Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu hamil. Istilah TORCH
atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan herpes merupakan agen teratogenik biologis
yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi TORCH dapat menimbulkan
berbagai kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai kematian janin. Selain itu, beberapa
infeksi virus dan bakteri lain seperti penyakit sifilis/raja singa juga dapat memberikan efek
teratogenik.(http://faudinocent.blogspot.com/2011/10/teratogenik.htmlnn)
Tiga komponen utama pada deformitas dapat terlihat pada pemeriksaan radiologi.
a. Equinus kaki belakang adalah plantar flexi dari kalkaneus anterior (serupa
dengan kuku kuda) seperti sudut antara axis panjang dari tibia dan axis panjang dari
kalkaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih dari 90°. Pada varus kaki belakang, talus terkesan
tidak bergerak terhadap tibia. Pada penampang lateral, sudut antara axis panjang talus dan
sudut panjang dari kalkaneus (sudut talocalcaneal) adalah kurang dari 25°, dan kedua tulang
mendekati sejajar dibandingkan posisi normal.
b. Pada penampang dorso plantar, sudut talocalcaneal adalah kurang dari 15°, dan kedua
tulang tampak melampaui normal. Juga axis longitudinal yang melewati talus bagian tengah
ARIN
(midtalar line) melewati bagian lateral ke bagian dasar dari metatarsal pertama,
dikarenakan bagian depan kaki terdeviasi kearah medial.
c. Pada penampang lateral, tulang metatarsal tampak menyerupai tangga.
Treatment pada kasus CTEV dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan
yaitu :
1) koreksi dari deformitas,
2) mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai,
3) observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas.
Treatment tanpa bedah yang dilakukan ada 2 jenis, yaitu:
Metode Ponseti, merupakan metode yang sering dilakukan. Caranya kaki diregangkan
dan dipasang cast/gipssepanjang lutut. Setiap minggu, melepas cast tersebut lalu
meregangkannya ke bentuk yang benar dan dipasangcast kembali. Setelah 3-5x
pemasangan cast, maka kaki dalam posisi lurus namun tendon achiles akan memendek,
sehingga memerlukan pembedahan. Setelah itu, dilakukan pemasangan cast terakhir
selama 3 minggu dan terakhir dibuka dan dipasang brace selama 3 bulan dan
selanjutnya setiap malam selama 2 tahun. Metode ini cukup efektif tetapi
membutuhkan partisipasi aktif dari orangtua, terutama saat perawatan brace.
12. Bagaimana setelah tatalaksana?
Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang antara 10-
50%.12 Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3
bulan. Prognosis pada kasus ini quo ad vitam bonam karena tidak mengancam nyawa,
quo ad functionam ad bonam karena setelah dilakukan pembedahan fungsi kaki pasien
akan baik dan ad quo sanationam ad bonam karena jika telah dilakukan pembedahan
maka aktivitas pasien dapat berjalan normal.