Anda di halaman 1dari 11

ARIN

SKENARIO 1

KEGELISAHAN PAK AMIR

Pak Amir dan keluarga sangat berbahagia karena hari ini istrinya akan melahirkan anak
yang kedua. Ketika anaknya lahir Pak Amir sangat sedih dan kecewa karena anaknya mengalami
cacat lahir. Anaknya laki-laki, berat badan lahir 3200 gram, dan kedua kaki anaknya bengkok.
Bidan yang menolong persalinan menganjurkan untuk segera dibawa ke RS.

Pak Amir adalah seorang PNS yang bertugas di RS sebagai peñata radiologi yang berisiko
terhadap paparan sinar X. Pak Amir memikirkan kelahiran anaknya yang mengalami cacat. Ia
teringat kakeknya yang juga mengalami cacat sejak lahir dengan kelainan pada telinganya.
Telinga kakeknya tidak simetris, telinga kiri lebih kecil dibanding kanan.

Anak pertama Pak Amir, perempuan lahir normal namun juga mengalami cacat fisik, jari
tangan kanan bertambah satu disamping ibu jarinya. Dokter waktu itu menganjurkan untuk
diangkat, tapi Pak Amir belum bersedia karena anaknya masih kecil. Sampai sekarang jari
tambahan anaknya itu masih belum diangkat.

Besok harinya Pak Amir langsung membawa anaknya yang baru lahir ke Rumah Sakit
dan konsultasi dengan dokter. Dari keterangan dokter dikatakan bahwa anaknya mengalami
Club Foot atau CTEV. Dokter mengatakan ada tiga bagian di daerah kaki yang mengalami
perubahan bentuk yaitu pada hindfoot, midfoot dan forefoot. Dokter menganjurkan agar pada
anak Pak Amir segera dilakukan Ponseti Method dengan melakukan pemasangan gips serial
untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.

Bagaimana Anda menjelaskan apa yang terjadi pada anak Pak Amir?

TERMINOLOGI

1. Cacat lahir : Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak
lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi.

2. Club Foot , CTEV : Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club
foot’ adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas inferior yang sering ditemui,
tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminologi “sindromik” bila
kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari
sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain, dan
sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV sindromik sering menyertai gangguan
neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifi da maupun atrofi muskular spinal.
ARIN

Bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremitas
superior dalam keadaan normal.
Congenital talipes equinovarus adalah fi ksasi kaki pada posisi adduksi, supinasi dan
varus. Tulang kalkaneus, navikular, dan kuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus,
dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai
tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fl eksi terhadap daerah plantar.

3. Hindfoot, midfoot dan forefoot : Kaki manusia dapat di bagi lagi menjadi 3 bagian, yaitu
hindfoot (kaki belakang), midfoot (kaki tengah), dan forefoot (kaki depan) (Snell, 1997)
Hindfoot dimulai dari talus atau tulang pergelangan kaki, dan calcaneus atau tulang
tumit. Dua tulang panjang dari tungkai bawah terhubung dengan bagian atas dari talus,
dan dibentuk oleh sendi subtalar, sementara calcaneus yang merupakan tulang terbesar
di kaki diposisikan oleh lapisan lemak di bagian inferior kaki (Klenerman, 1976)
Midfoot terdapat lima buah tulang yang irreguler, yaitu tulang cuboid, naviculare, dan
tiga tulang cuneiforme yang membentuk lengkungan pada kaki yang mana berfungsi
sebagai penahan terhadap syok. Midfoot dihubungkan dengan bagian hindfoot dan
forefoot oleh fascia plantaris (Klenerman, 1976).
Forefoot dibentuk oleh kelima jari jari kaki bagian proksimalnya berhubungn dengan
lima tulang panjang yang membentuk metatarsal dan distal metatarsal bersendi dengan
phalanx Setiap jari kaki memiliki tiga phalanx kecuali jempol kaki yang hanya memiliki
dua phalanx. Sendi yang menghubungkan antar phalanx disebut sendi interphalangeal.
Dan yang menghubungkan antara metatarsal dan phalanx disebut sendi
metatarsophalangeal (Klenerman, 1976).

4. Ponseti Method : Protokol Ponseti adalah koreksi kelainan bentuk pada kaki depan dan
tengah dengan menggunakan gips serta bila perlu melakukan operasi dengan sayatan 1
cm untuk koreksi kaki belakang. Protokol Ponseti juga mensyaratkan pemakaian sepatu
Dennis Browne selama 23 jam pada 3 bulan pertama dan pemakaian sepatu Dennis
Browne selama 12 jam sejak usia 4 bulan sampai 4 tahun. Pemakaian sepatu 12 jam
artinya sepatu hanya dipakai malam hari si anak tidur, sedangkan siang hari si anak
bebas beraktifitas tanpa sepatu khusus.

RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa anak Pak Amir mengalami cacat lahir? Dan Prevalensi nya di Indonesia?
2. Apa penyebab kaki anaknya bengkok?
3. Mengapa dirujuk ke rs oleh bidan?
ARIN

4. Bagaimana hubungan pekerjaan Pak Amir dengan keadaan anaknya?


5. Mengapa dapat terjadi kelainan pada telinga Kakeknya?
6. Bagaimana pathogenesis dari telinga kakenya yang asimeris?
7. Mengapa anak nya bisa mengalami penambahan jari didekat ibu jarinya?
8. Mengapa doktermenganjurkan untuk diangkat?
9. Mengapa dokter menerangkan bahwa anak Pak Amir mengalami CTEV atau clubbing
foot?
10. Mengapa ada 3bagian yang mengalami perubahan?
11. Mengapa dokter menganjurkan Ponseti Method?
12. Bagaimana setelah tatalaksana?

HIPOTESIS

1. Mengapa anak Pak Amir mengalami cacat lahir? Dan Prevalensi nya di Indonesia?
 Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun
metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika di dilahirkan (Muslihatun 2010,
h.118). Rukiyah dan Yulianti, (2010, h. 190) juga menegaskan bahwa kelainan
kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kelainan kongenital adalah kelainan genetik dan kromosom, faktor
mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor usia ibu, faktor hormonal, faktor radiasi,
faktor fisik pada rahim, riwayat penyakit ibu, paritas, jarak antar kelahiran, faktor
gizi. Penelitian ini hanya meneliti faktor usia, paritas, riwayat penyakit dan jarak
antar kelahiran. Namun, setelah dilakukan analisis multivariat dengan
menghilangkan faktor perancu, didapatkan hasil bahwa riwayat kesehatan ibu
berpengaruh terhadap kejadian kelainan kongenital dengan OR 40,25. Riwayat
penyakit yang menyebabkan kelainan kongenital yaitu diabetes melitus, rubela,
sitomegalovirus, sifilis dan herpes simplek. Hasil penelitian diatas banyak didukung
oleh beberapa penelitian yang lain. Penelitian Yang, et al, (2006) menunjukkan
bahwa risiko terjadi kelainan kongenital mayor pada ibu dengan diabetes melitus
(DM) dan bukan DM sebesar 9,1%:3,1%. Penelitian lain menunjukkan ibu dengan
diabetes melitus berisiko 70% lebih besar menghasilkan bayi dengan kelainan
kongenital atresia esofagus dibandingkan ibu non diabetes. (Oddsberg J, Lu Y,
Lagergren J, 2010). Hasil penelitian diatas didukung pula oleh penelitian Garne E, et
al (2012) bahwa beberapa anomali kongenital ada dalam13,6% kasus diabetes dan
6,1% kasus non-diabetes. Hal tersebut juga ditemukan pada penyakit
sitomegalovirus. Keterkaitan sitomegalovirus terhadap kejadian kelainan kongenital
ARIN

bahwa diketahui kejadian infeksi sitomegalovirus primer pada wanita hamil di


Amerika Serikat bervariasi dari 1% hingga 3%. Wanita hamil yang sehat tidak berisiko
khusus untuk penyakit dari infeksi sitomegalovirus. Ketika terinfeksi sitomegalovirus,
sebagian besar wanita tidak memiliki gejala dan sangat sedikit memiliki penyakit
menyerupai mononukleosis menular. Penyakit sifillis dapat juga mempengaruhi
wanita hamil dan janinnya. Pengaruh sifilis terhadap kehamilan ini meliputi infeksi
pada janin, kelahiran mati, dan bayi lahir dengan cacat/ kelainan. Infeksi pada janin
terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan, dimana treponema telah dapat menembus
barier plasenta. Hal Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015 43
tersebut dapat mengakibatkan kelahiran mati dan partus prematurus. Bisa juga bayi
lahir dengan lues konginetal yaitu pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki,
serta kelainan mulut dan gigi. Selanjutnya adalah penyakit Infeksi herpes pada alat
genital (kelamin) disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe II (HSV II). Keterkaitan
herpes simpleks terhadap kejadian kelainan kongenital terlihat bayi yang dilahirkan
dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu
muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir
dapat berakibat fatal (pada lebih dari 50 kasus). Pemeriksaan laboratorium, yaitu
Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada
bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Bayi paling berisiko tertular herpes
neonatus bila ibunya sendiri tertular herpes simpleks pada akhir masa kehamilan.
Hal ini terjadi karena ibu yang baru tertular belum memiliki antibodi terhadap virus,
sehingga tidak ada perlindungan untuk bayi saat lahir. Infeksi herpes baru sering
aktif, sehingga ada kemungkinan yang lebih tinggi bahwa virus akan timbul di
saluran kelahiran saat melahirkan. Herpes neonatus dapat menyebabkan infeksi
yang berat, mengakibatkan kerusakan yang menahun pada susunan saraf pusat,
perlambatan mental, atau kematian. Pengobatan, bila diberi secara dini, dapat
membantu mencegah atau mengurangi kerusakan menahun, tetapi bahkan dengan
pengobatan antiviral, infeksi ini berdampak buruk pada kebanyakan bayi (Wikipedia,
2012). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa variabel yang mempunyai risiko terhadap kejadian kelainan kongenital adalah
variabel riwayat kesehatan ibu. Ibu dengan riwayat penyakit mempunyai risiko
sebesar 40,25 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.
Terkait hal tersebut penting dilakukan skrining terhadap penyakit DM, rubela,
sitomegalovirus, herpes simplek dan sifilis. Melalui pemeriksaan dini diharapkan
penyakit tersebut dapat diatasi sehingga ketika kehamilan tiba, ibu dalam kondisi
yang telah sembuh dari penyakit tersebut dan risiko terhadap kejadian kelainan
kongenital dapat dihilangkan.
ARIN

2. Apa penyebab kaki anaknya bengkok?


 Clubfoot adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan hadiah cacat kaki saat
lahir. Gangguan pada kaki tersebut dapat ringan atau berat, dan dapat melibatkan
satu kaki atau keduanya. Istilah medis untuk “kaki pengkor” atau “kaki bengkok”
atau “kaki O” adalah talipes equinovarus. Ada juga yang cacat kaki yang lain yang
lebih ringan yang tidak separah kaki pengkor.
 Clubfoot sering disebut juga CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) adalah
deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi
dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery,
Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan
suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada
ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) + varus
(bengkok ke arah dalam/medial).
 Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi CTEV antara lain:
a. Faktor mekanik intrauteri Teori tertua oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi
ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan
Browne (1939) mengatakan bahwa
a. oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena
keterbatasan gerak fetus.
b. Defek neuromuskular Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena
adanya defek neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya
kelainan histologis dan elektromiografi k.
c. Defek sel plasma primer Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan
14 kaki normal; Irani & Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus
selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga
karena defek sel plasma primer.
d. Perkembangan fetus terhambat
e. Herediter Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor
eksternal, seperi infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).
f. Vaskular Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan
vaskular setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan
muscle wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya perfusi arteri
tibialis anterior selama masa perkembangan.
PATOFISIOLOGI1 Beberapa teori mengenai patogenesis CTEV antara lain:
a. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fi bular
b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c. Faktor neurogenik. Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimiawi pada
kelompok otot peroneus pasien CTEV. Hal ini diperkirakan akibat perubahan inervasi
ARIN

intrauterin karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung oleh
insiden CTEV pada 35% bayi spina bifi da.
d. Retraksi fi brosis sekunder karena peningkatan jaringan fi brosa di otot dan
ligamen. Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan
kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang di semua ligamen dan struktur
tendon (kecuali Achilles). Sebaliknya, tendon Achilles terbuat dari jaringan kolagen
yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk. menggunakan mikroskop
elektron, menemukan mioblast pada fasia medialis yang dihipotesiskan sebagai
penyebab kontraktur medial. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) Bayu Chandra
Cahyono Fakultas Kedokteran Universitas Jember, RSD dr. Soebandi, Jember, Jawa
Timur, Indonesia.
e. Anomali insersi tendon (Inclan) Teori ini tidak didukung oleh penelitian lain;
karena distorsi posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan
insersi tendon.
f. Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim
dengan insiden CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi serupa insiden kasus
poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan merupakan sequela dari prenatal polio-
like condition. Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal
cord anterior bayi-bayi tersebut.
3. Mengapa dirujuk ke rs oleh bidan?
 Bila ternyata ada kelainan sebaiknya segera berobat ke dokter spesialis orthopedic
untuk mendapatkan pengobatan sedini mungkin karena pengobatan CTEV ini secara
bertahap dan berkelanjutan sehingga harus sabar dan rutin kontrol serta mematuhi
anjuran dokter agar tercapai hasil yang optimal.
4. Bagaimana hubungan pekerjaan Pak Amir dengan keadaan anaknya?
 Radiologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan
penggunaan semua modalitas yang menggunakan energi radiasi pengion maupun
non-pengion, untuk kepentingan imajing diagnosis dan prosedur terapi dengan
menggunakan panduan radiologi, termasuk teknik ultrasonografi dan radiasi radio
frekuensi elektromagnetik oleh atom-atom. Foto radiografi adalah gambaran dua
dimensi dari suatu obyek tiga dimensi dimana gambaran dari obyek tersebut
diproyeksikan pada suatu media perekam sebagai gambar dua dimensi.
 Sinar-X ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang professor fisika dari
Universitas Wurzburg, Jerman. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang
berasal dari Kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittrif yang dialiri
listrik. Pada akhir Desember 1895 dan awal januari 1896 Dr Otto Walkhoff (seorang
dokter gigi) dari Jerman adalah orang pertama yang menggunakan sinar-X pada foto
gigi (premolar bawah) dengan waktu penyinaran 25 menit, selanjutnya seorang ahli
ARIN

fisika Walter Koenig menjadikan waktu penyinaran 9 menit dan saat ini waktu
penyinaran menjadi 1/10 detik (6 impuls).
 Pengaruh sinar-X terhadap kehamilan Efek radiasi pada fetus mempunyai
mekanisme yang secara umum sama dengan efek pada orang dewasa, kematian sel
akan menimbulkan efek deterministik. Sedangkan kerusakan pada DNA yang tidak
dapat diperbaiki atau mengalami perbaikan yang salah akan menimbulkan efek
stokastik. Pada efek derterministik, seperti retardasi mental, terdapat dosis ambang,
dan semakin besar dosis semakin parah efek yang terjadi. Efek deterministik akibat
pajanan radiasi selama kehamilan antara lain kematian, abnormalitas system syaraf
pusat, katarak, retardasi pertumbuhan, malformasi, dan bahkan kelainan tingkah
laku. Karena system syaraf fetus adalah paling sensitif dan mempunyai periode
perkembangan yang paling panjang, abnormalitas yang terjadi akibat radiasi jarang
terjadi pada manusia tanpa disertai neuropathology. Sedangkan pada efek stokastik
seperti induksi leukemia, tidak terdapat dosis semakin besar kemungkinan
timbulnya efek ini. Keparahan efek stokastik tidak bergantung pada dosis radiasi
yang diterima.13 29 Pajanan radiasi pengion dapat menyebabkan efek sangat parah
pada embrio dan janin. Efek radiasi pada janin dalam kandungan sangat bergantung
pada umur kehamilan pada saat terpapar radiasi, dosis dan juga laju dosis yang
diterima. Perkembangan janin dalam kandungan dapat dibagi atas 3 tahap. Tahap
pertama yaitu preimplantasi dan implamintasi yang dimulai sejak proses pembuahan
sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai umur kehamilan
2 minggu. Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehamilan 2-7 minggu.
Tahap ketiga adalah tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu. Dosis ambang
yang dapat menimbulkan efek pada janin adalah 0,05 Gy. Efek teratogenik radiasi
pengion sebagai fungsi usia kehamilan. 13 Irradiasi selama organogenesis adalah
periode yang menjadi perhatian. IUGR malformasi bawaan, mokrocepali, dan
retardasi mental adalah efek yang dominan akibat pajanan radiasi dengan dosis >0,5
Gy. Dosis ambang retardasi pertumbuhan adalah dibawah 1 Gy (masih jauh diatas
kisaran diagnostik) dan bergantung pada tahap kehamilan dan laju dosis. Kerusakan
akibat radiasi pada system saraf pusat manusia pertama kali terjadi pada akhir
organogenesis, sekitar minggu ke 3 setelah pembuahan, malformasi dapat terjadi
khususnya pada organ yang sedang mengalami perkembangan pada saat terpapar
radiasi. Efek ini mempunyai dosis ambang 100-200 mGy atau prosedur radiologi
diagnostik atau kedokteran nuklir diagnostik, tetapi terdapat kemungkinan dari
terapi radiasi dan pajanan radiasi dosis tinggi baik akibat 30 kerja atau kecelakaan.
Efek yang mungkin timbul pada tahap organogenesis berupa malformasi tubuh dan
kematian neonatal.
5. Mengapa dapat terjadi kelainan pada telinga Kakeknya?
ARIN

6. Bagaimana pathogenesis dari telinga kakenya yang asimeris?


 Berdasarkan patogenesisnya kelainan kongenital dibagi sebagai berikut:8 a.
Malformasi Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal
dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga
menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini mungkin
terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ atau mengenai
berbagai sistem tubuh yang berbeda. 14 b. Deformasi Deformasi terbentuk akibat
adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi
sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau
micrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan
ruang dalam uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit,
abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. c. Disrupsi Defek
struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang
normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik,
disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. d. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia.
Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau
organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil
dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai
kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi
gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau
semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu
7. Mengapa anak nya bisa mengalami penambahan jari didekat ibu jarinya?

Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan P, yaitu orang
yang mempunyai tambahan jari pada satu atau dua tangan atau pada kakinya. Yang umum
dijumpai adalah terdapatnya jari tambahan pada satu atau kedua tangan. Tempatnya jari
tambahan itu berbeda-beda, ada yang terdapat di dekat ibu jari dan ada pula yang terdapat di
dekat jari kelingking. Gen penyebab polidaktili tidak bersifat letal. Pada orang normal, gen yang
dimiliki adalah gen homozigotik resesif (pp).
Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan P. yang di
maksud dengan sifat autosomal ialah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom.
Gen ini ada yang dominan dan ada pula yang resesif. Oleh karena laki-laki dan perempuan
mempunyai autosom yang sama, maka sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal
dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan. Sehingga orang bisa mempunyai tambahan
jari pada kedua tangan atau kakinya. Yang umum dijumpai ialah terdapatnya jari
tambahan pada satu atau kedua tangannya. Tempatnya jari tammbahan itu berbeda-beda, ada
yang terdapat didekat ibu jari dan ada pula yang terdapat didekat jari kelingking. ( sumber :
genetika suryo, 2005 : 104 )
ARIN

Suatu kelainan yang diwariskan gen autosomal dominan P, sehingga penderita akan
mendapatkan tambahan jari pada satu atau dua tangannya dan atau pada kakinya. Normalnya
adalah yang memiliki homozigotik resesif pp. Polidaktili juga dikenal sebagai Hyperdaktili, bisa
terjadi ditangan atau dikaki manusia ataupun hewan. Tempat jari tambahan tersebut berbeda-
beda ada yang di dekat ibu jari dan ada pula yang berada di dekat jari kelingking.

2.1.2 Etiologi
Kelainan congenital adalah kelainan atau defek yang dapat terjadi ketika dalam
kandungan dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula terjadi pada perkembangan anak di
kemudian hari.
Walupun penyebab pasti belum di temukan, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kelainan congenital, meliputi :

1. Faktor genetik

Diturunkan secara genetik (autosomal dominan). Jika salah satu pasangan suami istri memiliki
polidaktili, kemungkinan 50% anaknya juga polidaktili. Kelainan bawaan dapat di transmisikan
melalui gen kromosom sel telur dan sperma dan ditransmisikan dalam kelainan-kelainan
spesifik sesuai dengan hokum mendel.

1. Faktor Teratogenik

Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang dihasilkan dari
perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa teratogen akan berefek teratogenik pada suatu
organisme, bila diberikan pada saat organogenesis. Apabila teratogen diberikan setelah
terbentuknya sel jaringan, sistem fisiologis dan sistem biokimia, maka efek teratogenik tidak
akan terjadi. Teratogenesis merupakan pembentukan cacat bawaan. Malformasi (kelainan
bentuk) janin disebut terata, sedangkan zat kimia yang menimbulkan terata disebut zat
teratogen atau teratogenik. Perubahan yang disebabkan teratogen meliputi perubahan dalam
pembentukan sel, jaringan dan organ sehingga menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia
yang terjadi pada fase organogenesis. Umumnya bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas
berdasarkan golongannya yakni bahan teratogenik fisik, kimia dan biologis.

1. Faktor teratogenik fisik

Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik
misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu terkena radiasi nuklir
(misal pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen fisik tersebut, maka janin akan lahir
dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil
dengan radiasi, karena agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai
macam organ. Dalam menghindari terpaaan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya
menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen yang terlalu sering
dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat memberikan gangguan berupa
kecacatan lahir pada janin.
ARIN

1. Faktor teratogenik kimia

Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia yang bila
masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ tubuh janin dapat
menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah bahan
kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit tertentu juga
memiliki efek teratogenik.
Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama di negara-
negara yang konsumi alkohol tinggi. Konsumsi alkohol pada ibu hamil selama kehamilannya
terutama di trisemester pertama, dapat menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan terjadinya
kelainan yang dikenal dengan fetal alkoholic syndrome . Konsumsi alkohol ibu dapat turut
masuk kedalam plasenta dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak terganggu dan
terjadi penurunan kecerdasan/retardasi mental. Alkohol juga dapat menimbulkan bayi
mengalami berbagai kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu ia dilahirkan.
Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat teratogenik. Beberapa polutan
lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan berbagai senyawa polimer dalam lingkungan
juga dapat menimbulkan efek teratogenik.

1. Faktor teratogenik biologis

Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu hamil. Istilah TORCH
atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan herpes merupakan agen teratogenik biologis
yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi TORCH dapat menimbulkan
berbagai kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai kematian janin. Selain itu, beberapa
infeksi virus dan bakteri lain seperti penyakit sifilis/raja singa juga dapat memberikan efek
teratogenik.(http://faudinocent.blogspot.com/2011/10/teratogenik.htmlnn)

8. Mengapa doktermenganjurkan untuk diangkat?


9. Mengapa dokter menerangkan bahwa anak Pak Amir mengalami CTEV atau clubbing
foot?
10. Mengapa ada 3bagian yang mengalami perubahan?

Tiga komponen utama pada deformitas dapat terlihat pada pemeriksaan radiologi.
a. Equinus kaki belakang adalah plantar flexi dari kalkaneus anterior (serupa
dengan kuku kuda) seperti sudut antara axis panjang dari tibia dan axis panjang dari
kalkaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih dari 90°. Pada varus kaki belakang, talus terkesan
tidak bergerak terhadap tibia. Pada penampang lateral, sudut antara axis panjang talus dan
sudut panjang dari kalkaneus (sudut talocalcaneal) adalah kurang dari 25°, dan kedua tulang
mendekati sejajar dibandingkan posisi normal.

b. Pada penampang dorso plantar, sudut talocalcaneal adalah kurang dari 15°, dan kedua
tulang tampak melampaui normal. Juga axis longitudinal yang melewati talus bagian tengah
ARIN

(midtalar line) melewati bagian lateral ke bagian dasar dari metatarsal pertama,
dikarenakan bagian depan kaki terdeviasi kearah medial.
c. Pada penampang lateral, tulang metatarsal tampak menyerupai tangga.

11. Mengapa dokter menganjurkan Ponseti Method?

Treatment pada kasus CTEV dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan
yaitu :
1) koreksi dari deformitas,
2) mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai,
3) observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas.
Treatment tanpa bedah yang dilakukan ada 2 jenis, yaitu:
Metode Ponseti, merupakan metode yang sering dilakukan. Caranya kaki diregangkan
dan dipasang cast/gipssepanjang lutut. Setiap minggu, melepas cast tersebut lalu
meregangkannya ke bentuk yang benar dan dipasangcast kembali. Setelah 3-5x
pemasangan cast, maka kaki dalam posisi lurus namun tendon achiles akan memendek,
sehingga memerlukan pembedahan. Setelah itu, dilakukan pemasangan cast terakhir
selama 3 minggu dan terakhir dibuka dan dipasang brace selama 3 bulan dan
selanjutnya setiap malam selama 2 tahun. Metode ini cukup efektif tetapi
membutuhkan partisipasi aktif dari orangtua, terutama saat perawatan brace.

12. Bagaimana setelah tatalaksana?
 Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang antara 10-
50%.12 Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3
bulan. Prognosis pada kasus ini quo ad vitam bonam karena tidak mengancam nyawa,
quo ad functionam ad bonam karena setelah dilakukan pembedahan fungsi kaki pasien
akan baik dan ad quo sanationam ad bonam karena jika telah dilakukan pembedahan
maka aktivitas pasien dapat berjalan normal.

Anda mungkin juga menyukai