Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FARMAKOTERAPI GANGGUAN GINEKOLOGI

PREEKLAMPSIA

Disusun Oleh:

Kelompok A 2 2015

Zafira Zahrah 260110150022 Rieda Nurwulan S 260110150032


Alif Virisy B 260110150023 Nurlaela H 260110150033
Anasya Ridha N 260110150024 Rini Meliawati 260110150034
Nadia Ariati M 260110150025 Noer Erin M 260110150035
Kiara Puspa D 260110150026 Nadira Ulfa 260110150036
Alamanda P 260110150027 Hanifa Olgha R 260110150037
Nadya Nur P 260110150028 Yunita 260110150038
Hani Nuraini 260110150029 Latifa Nadya P 260110150039
Deti D 260110150030 Rahma Alya N 260110150040
Orin Tri W 260110150031 Hanny Latifa H 260110150041

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2017
I. Definisi
Preeklampsia adalah sindrom klinis pada masa kehamilan (setelah kehamilan 20
minggu) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140/90 mmHg) dan
proteinuria (0,3 gram/hari) pada wanita yang tekanan darahnya normal pada usia
kehamilan sebelum 20 minggu (Wagner, 2004).

II. Anatomi dan Fisiologi


2.1 Anatomi
Anatomi alat kandungan dibedakan menjadi 2, yaitu genetalia ekterna dan genetalia
interna.

Gambar 1 Organ Reproduksi Eksterna pada Wanita.


(Sumber : Sobotta, 2006)
 Genitalia Eksterna
a. Monsveneris
Bagian yang menonjol meliputi bagian simfisis yang terdiri dari jaringan
lemak, daerah ini ditutupi bulu pada masa pubertas.
b. Vulva
Tempat bermuara sistem urogenital. Di sebelah luar vulva dilingkari oleh labio
mayora (bibir besar) yang ke belakang, menjadi satu dan membentuk
kommisura posterior dan perineam. Di bawah kulitnya terdapat jaringan lemak
seperti yang ada di mons veneris.
c. Labio Mayora
Labio mayora (bibir besar) adalah dua lipatan besar yang membatasi vulva,
terdiri atas kulit, jaringan ikat, lemak dan kelenjar sebasca. Saat pubertas
tumbuh rambut di mons veneris dan pada sisi lateral.
d. Labio minora
Labio minora (bibir kecil) adalah dua lipatan kecil di antara labio mayora,
dengan banyak kelenjar sebasea. Celah diantara labio minora adalah
vestibulum.
e. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labio minora),
maka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum, dalam vestibulum terdapat
muara-muara dari liang senggama (introetus vagina uretra, kelenjar bartholimi
dan kelenjar skene kiri dan kanan).
f. Himen (selaput dara)
Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dan liang senggama di tengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut
vagina pada bagian ini, bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit,
konsistensi ada yang kaku dan yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari,
ada yang dapat dilalui satu jari.
g. Perineum
Terbentuk dari korpus perineum, titik temu otot-otot dasar panggul yang
ditutupi oleh kulit perineum.

Gambar 2 Organ Reproduksi interna pada wanita.


(Sumber: Sobotta, 2006)
 Genetalia Interna
a. Vagina
Tabung, yang dilapisi membran dari jenis-jenis epitelium bergaris, khusus
dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum
sampai uterus 7½ cm. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan
uterus. Dinding depan liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding
belakang. Pada puncak vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae.
b. Uterus
Organ yang tebal, berotot berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis antara
rectum di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium.
Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang
uterus 7½ cm, lebar 5 cm, tebal 2 cm. Berat 50 gr, dan berat 30-60 gr.
Uterus terdiri dari :
1) Fundus Uteri (dasar rahim)
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan
kehamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan.
2) Korpus Uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bgian ini berfungsi sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut
kavum uteri atau rongga rahim.
3) Servix Uteri
Ujung servix yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara
kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
Lapisan-lapisan uterus, meliputi :
1) Endometrium
2) Myometrium
3) Parametrium
c. Ovarium
Kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus di bawah tuba uterine
dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus.
d. Tuba Fallopi
Tuba fallopi dilapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak lipatan
sehingga memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus. Sebagian sel tuba
mensekresikan cairan serosa yang memberikan nutrisi pada ovum. Tuba fallopi
disebut juga saluran telur terdapat 2 saluran telur kiri dan kanan. Panjang kira-
kira 12 cm tetapi tidak berjalan lurus. Terus pada ujung-ujungnya terdapat
fimbria, untuk memeluk ovum saat ovulasi agar masuk ke dalam tuba.
(Tambayong, 2002).

2.2 Fisiologi
Pada trimester I sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya
sirkulasi ke plasenta. Suplai darah ke dalam rahim meningkat seiring dengan
perkembangan rahim dan memenuhi kebutuhan plasenta yang mulai berfungsi.
Pada trimester II, ukuran jantung membesar karena ada peningkatan beban kerja
yang disebabkan meningkatnya cardiac output. Jantung juga dapat bergeser ke
kanan dan ke kiri serta berputar karena tekanan uterus meningkat yang disebabkan
oleh perkembangan uterus. Volume darah meningkat, tetapi tekanan darah
cenderung menurun. Sedangkan pada trimester III volume darah semakin
meningkat dimana jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah
sehingga terjadi pengenceran darah. Hemodilusi mencapai puncaknya pada umur
kehamilan 32 minggu, serum darah bertambah sebesar 25-30%. Selama kehamilan,
dengan adanya peningkatan volume darah pada hampir semua organ dalam tubuh,
terlihat adanya perubahan yang signifikan pada sistem kardiovaskuler (Jannah N,
2012).
Pada ibu hamil juga terjadi peningkatan aliran darah ke otak, uterus, ginjal,
payudara dan kulit. Peningkatan ini artinya sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan fetus. Volume darah merah dan plasma juga meningkat selama
kehamilan seiring dengan peningkatan curah jantung. Pembentukan darah merah
juga meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan dasar sebesar 30%-33%.
Keadaan ini membutuhkan banyak bahan-bahan pembentukan sel darah merah
seperti zat besi, asam folat, dan lainnya pada ibu hamil. (Tarwoto, 2007).

Terjadi pula perubahan pada sistem reproduksi, meliputi:


1) Ukuran
Pada kehamilan cukup bulan, ukuran uterus adalah 30 x 25 x20 cm
dengankapasitas lebih dari 4.000cc. Hal ini memungkinkan bagi
adekuatnya akomodasi pertumbuhan janin. Pada saati ini rahim
membesar akibat hipertropi dan hiperplasi otot polos rahim, serabut-
serabut kolagennya menjadi higroskopik, dan endometrium menjadi
desidua.
2) Berat
Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1.000 gram
pada akhir bulan.
3) Posisi rahim dalam kehamilan
4) Vaskularisasi
Arteri uterine dan ovarika bertambah dalam diameter, panjang, dan
anak-anak cabangnya, pebuluh darah vena mengembang dan
bertambah.
5) Serviks uteri
Bertambah vaskularisasinya dan menjadi lunak, kondisi ini yang disebut
dengan tanda Goodell
6) Ovarium
Ovulasi berhenti namun masih terdapat korpus luteum graviditas sampai
terbentuknya plasenta yang akan mengambil alih pengeluaran esterogen
dan progesteron.
7) Vagina dan Vulva
Oleh karena pengaruh esterogen, terjadi hipervaskularisasi pada vagina
dan vulva, sehingga pada bagian tersebut terlihat lebih merah ataiu
kebiruan, kondisi ini yang disebut dengan tanda Chadwick
(Sulistyawati, 2011).

III. Patofisiologi

Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan perfusi


plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu pertama
kehamilan. Pada fase ini terjadi perkembangan abnormal remodelling dinding arteri
spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat perkembangan plasenta, diikuti produksi
substansi yang jika mencapai sirkulasi maternal menyebabkan terjadinya sindrom
maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua atau disebut juga fase sistemik. Fase ini
merupakan fase klinis preeklampsia, dengan elemen pokok respons inflamasi sistemik
maternal dan disfungsi endotel (Powe, et al, 2011).
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah teori iskemia plasenta, radikal bebas,
dan disfungsi endotel, teori kelainan vaskularisasi plasenta, teori intoleransi imunologik
antara ibu dan janin, teori defisiensi gizi,dan teori inflamasi (Cunningham, et al, 2014).
Teori mengenai iskemia plasenta menjelaskan terjadinya kegagalan remodeling
arteri spiralis yang mengakibatkan plasenta mengalami iskemia. Berdasarkan teori
peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan diketahui bahwa
kadar oksidan khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan pada
hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan
peroksida lemak yang relatif tinggi. Membran sel endotel akan lebih mudah mengalami
kerusakan karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh (Prawirohardjo, 2010).
Menurut teori disfungsi sel endotel, kerusakan membrane sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel”. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
berasumsi bahwa pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Pada kehamilan yang abnormal seperti
preeclampsia tidak terjadi invasi sel- sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan
jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis sehingga dapat menyebabkan aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta (Shirish,2005).
Gangguan yang terjadi pada tahap differensiasi trofoblas ekstravilus akan
menghasilkan IUGR murni dengan karakteristik kegagalan invasi trofoblas.
Sedangkan, gangguan yang terjadi pada tahap differensiasi trofoblas vilus akan
menghasilkan preeklamsia, dimana mekanisme yang terjadi adalah nekrosis dan
aponekrosis, sehingga menyebabkan pelepasan fragmen trofoblas nekrosis yang
disebut Syncytiotrofoblas Microparticles (STBM) yang bisa terdeteksi dalam jumlah
tinggi. (Berthold, 2008; Wikstrom 2007).

IV. Faktor Resiko


4.1 Status reproduksi.
4.1.1 Faktor usia
Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan,
akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari
ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal daru suatu
penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama,
seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 –
7 % dan tinggi badan 1 % (Moerman,1982).
Hubungan peningkatan usia terhadap preeklampsia dan eklampsia adalah
sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun.
Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara.
Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan
peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar
untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed pre-
eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi,
dahulu dianggap rentan (Ben-zion,1994).
4.1.2 Paritas
Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan,
3 – 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester
kedua (Derek,2001). Catatan statistik menunjukkan dari seluruh incidence
dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih
dikarenakan oleh primigravidae. Pada The New England Journal of
Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi
preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%
(Pauline,1993).
4.1.3 Kehamilan ganda
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan
ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu
kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan
sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus.
4.1.4 Faktor genetika
Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-
eklampsia (Manuaba,1998). Atau mempunyai riwayat preeklampsia/
eklampsia dalam keluarga (Ben-zion,1994). Faktor ras dan genetik
merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden hipertensi kronis
yang mendasari.

4.2 Status kesehatan


4.2.1 Riwayat preeclampsia
4.2.2 Riwayat hipertensi
Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia
adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi
sebelumnya, atau hipertensi esensial (Derek,2001). Pada kira-kira sepertiga
diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan
30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan
yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau lebih,
seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah,
gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul
eklampsia dan perdarahan otak (Cunningham,2006).
4.2.3 Riwayat penderita diabetus militus
4.2.4 Status gizi
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga
menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang
berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk
seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang
berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat
menyumbangkan terjadinya preeklampsia (Duffus, 1994).
4.2.5 Stres / Cemas
Meskipun dibeberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan
kejadian preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu
panjang dapat mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah (Boone,
1991). Manifestasi fisiologi dari stres diantaranya meningkatnya tekanan
darah berhubungan dengan:
 Kontriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ
lain
 Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin
 Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid
sebagai akibat meningkatnya volume darah
 Curah jantung meningkat
(Budianna, 1998).

4.3 Perilaku sehat


4.3.1 Pemeriksaan antenatal
Preeklapmsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan
berkelanjutan, oleh karena itu melalui antenatal care yang bertujuan untuk
mencegah perkembangan preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi
diagnosa dini sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan.
4.3.2 Penggunaan alat kontrasepsi
Pelayanan KB mampu mencegah kehamilan yang tidak di inginkan,
sehingga menpunyai kontribusi cukup besar terhadap kematian ibu
terkomplikasi, namun perkiraan kontribusi pelayanan KB terhadap
kematian yang disebabkan oleh komplikasi obstetri lainnya, antra lain
eklampsia yaitu 20% (WHO, 1998).

V. Gejala
Literatur Yang dirasakan pasien

1. Tekanan darah diastolik > 90 1. Epigastric tenderness


mmHg atau lebih berdasarkan rata- 2. Sakit kepala
rata dua atau lebih pengukuran dari 3. Mual
lengan yang sama berjarak 1 jam 4. Nyeri epigastric photophobia
(Dipiro, 2015).
2. Proteinuria
3. Oliguria < 400 ml per 24 jam
4. Edema paru : nafas pendek, sianosis
dan adanya ronkhi
5. Nyeri di daerah epigastrium atau
kuadran atas kanan perut
6. Gangguan penglihatan : skotoma
atau penglihatan yang berkabut
7. Nyeri kepala hebat
8. Hiperrefleksia
9. Koagulasi : sindrome HELLP
10. Otak : edema serebri
11. Jantung : gagal jantung
(Triana, dkk, 2015).

VI. Hasil Observasi


Parameter Nilai normal Paisen Keterangan
Tekanan Darah 140/70 mmHg  18.30 : 165/110 mmHg Tinggi
 19.45 : 170/115 mmHg Tekanan darah tinggi,
 22.30 : 230/155 mmHg pembengkakan di

 00.30 : 145/70 mmHg tubuh dan protein


dalam urin sering
terlihat pada gejala
preeklamsia, terutama
pada trimester ketiga
kehamilan.
ALT 5-35 U/L  22.30 : 296 IU/L Tinggi
 04.15 : 1132 IU/L  Terjadi peningkatan
yang signifikan :Nilai
peningkatan yang
signifikan adalah dua
kali lipat dari nilai
normal
 Peningkatan kadar
ALT dapat terjadi
pada penyakit hepato
seluler, sirosisaktif,
obstruksi bilier dan
hepatitis.
Platelet 170 – 380. 103/mm3 53 x 109/L Rendah
(Trombosit) atau Penurunan trombosit di
170 – 380. 109/L bawah 20.000
berkaitan dengan
perdarahan spontan
dalam jangka waktu
yang lama,
peningkatan waktu
perdarahan
petekia/ekimosis.
Hb 12 - 16 g/dL Menurun Rendah

(Kemenkes RI, 2011).

VII. Terapi Farmakologi


7.1 Kajian Terapi
Pada pukul 18.30 TD pasien adalah 165/110 mmHg (TD tinggi), namun pada
pukul 19.45 pasien mengalami kenaikan TD menjadi 170/115 mmHg, lalu
diberikan nifedipine. Diduga pasien diberikan nifedipine karena pasien mengalami
kenaikan TD. Lalu pada pukul 21.00 pasien mengalami epigastric tenderness
(merupakan salah satu gejala preeklampsia), untuk mencegah gejala yang lain
muncul maka dilakukan pengurangan asupan cairan menjadi 85mL/jam dan
diberikan labetalol 200g p.o karena TD pasien setelah pemberian nifedipine tidak
mengalami penurunan. Pada pukul 22.30 pasien mengalami gejala sakit kepala dan
mual dengan TD 230/155 mmHg dan nilai ALT 296 IU/L.
Karena kondisi yang semakin buruk pada pasien, pasien ditransfer ke HDU
(High Dependency Units), setelah itu pasien diberikan labetalol 500mg i.v dan
infus. Diberikan labetalol 500 mg i.v karena pasien tidak mengalami penurunan TD,
dan diberikan infus. Pada pukul 00.30 TD pasien 145/70 mmHg,pasien mengalami
penurunan TD walaupun masih dikatakan TD tinggi. Setetlah itu pasien diberikan,
magnesium sulfat i.v, infus, dan labetalol 200mg p.o 3dd1. Magnesium sulfat
diberikan untuk mencegah kejang pada pasien, dan labetalol 200mg p.o 3dd1 untuk
mengontrol TD pasien agar tidak mengalami kenaikan. Pada pukul 04.15 pasien
mengalami HELLP syndrom yang ditandai dengan kenaikan ALT 1132 IU/L,
Platelet 53 x 109/L, dan nilai Hb menurun.
Kenaikan ALT menunjukkan adanya kerusakan pada hati, platelet
menunjukkan jumlah trombosit mengalami penurunan yang mengindikasikan
adanya gangguan kemampuan untuk pembekuan darah dengan gejala mual,
muntah, dan nyeri kepala, sakit perut, serta kaki bengkak (mual, muntah, nyeri
kepala, dan sakit perut sesuai dengan kondisi pasien), nilai Hb menurun diduga
gejala pasien karena sedang hamil dan pasien ditransfer ke Emergency Lower
Segment Caesarean Section (LSCS). Diduga karena khawatir akan membahayakan
nyawa bayi, dan umur kandungan sudah 38 minggu maka diputuskan untuk
dilakukan LSCS. Pada pukul 09.10 pasien mengalami nyeri epigastric dan
photophobia dngan TD 160/115 mmHg, dan pasien ditransfer kembali ke HDU
untuk monitoring Central Venous Pressure (CVP) dan optimasi cairan tubuh
setelah HELLP syndrome dan Positron Emission Tomography (PET).
Kajian Terapi Preeklampsia Pasien
1. Nifedipine 10 mg SR
a. Golongan : obat anti hipertensi golongan kalsium antagonis.
b. Indikasi : Hipertensi dan Angina
c. Dosis :
Dosis Awal: Tablet Extended-release: 30 sampai 60 mg peroral 1x/hari.
Kapsul Immediate-release: 10 mg peroral 3x/hari. Dosis dapat
ditingkatkan tiap 7-14 hari
Dosis maksimum: Tablet Extended-release: 30-60 mg peroral 1x/hari.
Kapsul Immediate-release : 180mg/hari
d. Efek Samping : Reaksi allergi, kesulitan bernafas, pembengkakan di
area wajah, lidah, bibi dan tenggorokan, keringat berlebihan, mual,
pusing, jantung berdebar (Drugs.com, 2017).
e. Mekanisme : Menghambat masuknya ion Ca2+ sehingga menghambat
terjadinya kontraksi otot polos jantung dan otot polos vaskuler.
Nifedipin akan menimbulkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh
darah sehingga terjadi penurunan tekanan darah. (Drugbank, 2017).

2. Labetalol 200 mg
a. Golongan : Betablocker (terapi awal untuk hipertensi pada kehamilan
karena bersifat nonteratogenik) (MIMS, 2017).
b. Indikasi : Hipertensi
c. Dosis :
Dosis awal : 50 mg sehari (usia lanjut 25 mg) 2 kali sehari dengan
makanan, tingkatkan dengan interval 14 hari
Dosis lazim 100 mg 2 kali sehari; sampai dengan 400 mg sehari dalam
2 dosis terbagi (jika lebih tinggi dalam 3-4 dosis terbagi).
Injeksi intravena, 50 mg selama paling tidak 1 menit, jika perlu ulangi
setelah 5 menit; maksimal 200 mg.
Infus Intravena, 2 mg/menit; kisaran lazim 50-200 mg, (tidak
dianjurkan untuk feokromositoma). Hipertensi pada kehamilan, 20
mg/jam, lipatkan dua setiap 30 menit; maksimal 160 mg/jam.
Hipertensi setelah infark, 15 mg/jam, sedikit demi sedikit tingkatkan
sampai maksimal 120 mg/jam. (BPOM RI. 2015).
d. Peringatan : Alergi, asma atau COPD, tekanan darah sangat rendah,
kerusakan jantung (blok jantung tahap 2 atau 3, gagal jantung parah,
denyut sangat lambat).
e. Efek Samping : Reaksi allergi, kesulitan bernafas, pembengkakan di
area wajah, lidah, bibi dan tenggorokan, keringat berlebihan, mual,
pusing, jantung berdebar
(Drugs.com, 2017)
f. Mekanisme : Labetalol merupakan beta bloker yang memiliki
tambahan mekanisme kerja vasodilatasi arteriol dengan mekanisme
yang berbeda, sehingga dapat menurunkan resistensi perifer (BPOM,
2015).

3. Magnesium Sulfat
a. Golongan : Antikonvulsan
b. Indikasi : MgSO4 diberikan secara intravena, memiliki efek
antikejang dan vasodilator, mencegah terjadinya eclampsia pada
penderita preeklampsia akut.
c. Dosis :
Dosis awal : 10 gram sampai 14 gram secara intravena
Dosis Maksimum : 30 gram sampai 40 gram, 20 gram / 48 jam
d. Kontraindikasi : pada pasien dengan blok jantung atau kerusakan
miokard.
e. Efek Samping : Intoksikasi magnesium, berkeringat, hipotensi, refleks
yang tertekan, kelumpuhan lembek, hipotermia, depresi sistem saraf
pusat dan saraf yang berlanjut ke kelumpuhan pernafasan.
Hipokalsemia dengan tanda tetani sekunder. (Drugs.com, 2017).
f. Mekanisme Kerja : Magnesium Sulfat bekerja mengurangi asetilkolin
pada saraf motorik dan bekerja pada miokardium dengan
memperlambat laju pembentukan nodus nodus SA dan
memperpanjang waktu konduksi (MIMS, 2017).

7.2 Rekomendasi Pengobatan


1. Labetalol
Injeksi IV (injeksi berulang): (untuk pasien rawat inap):
 Saat sebelum injeksi dan pada 5 dan 10 menit setelah injeksi, tekanan
darah terlentang harus diukur untuk mengevaluasi respons.
 Dosis awal: 20 mg dengan injeksi IV lambat selama 2 menit
 Suntikan tambahan 40 sampai 80 mg dapat diberikan pada interval 10
menit sampai tekanan darah terlentang yang diinginkan tercapai atau
total 300 mg telah digunakan.
 Efek maksimal biasanya terjadi dalam 5 menit setiap injeksi (Drug.com
2017).

Dosis Pemberian Labetalol HCl Tablet setelah Injeksi IV Berulang


- Dosis awal yang direkomendasikan adalah 200 mg peroral., diikuti
dalam 6-12 jam dengan dosis tambahan 200 atau 400 mg peroral
tergantung respon tekanan darah
- Selanjutnya, berikan pasien rawat inap dengan tablet labetalol
hydrochloride dapat dilanjutkan sebagai berikut:
Hari 1: 400 mg secara oral dalam 2 sampai 3 dosis terbagi
Hari ke 2: 800 mg secara oral dalam 2 sampai 3 dosis terbagi
Hari ke 3: 1600 mg secara oral dalam 2 sampai 3 dosis terbagi
Hari ke 4: 2400 mg secara oral dalam 2 sampai 3 dosis terbagi
- Sementara di rumah sakit, dosis tablet dapat ditingkatkan pada interval
1 hari untuk mencapai penurunan tekanan darah yang diinginkan
(Drugs.com, 2017).

Rekomendasi untuk pasien : Labetalol i.v 50mg, dengan


pamantauan TD pasien.

2. Magnesium Sulfat
a. Dosis :
- MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
- Mulai 2 gr/jam dalam 100 mL IV untk mempertahankan konsentrasi.
- Ukur Mg serum antara 4-6 jam, dan infus kembali untuk mengatur agar
konsentrasi 4-mEq/L (4,8-8,4 mg/dL).
- Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang
terakhir

Rekomendasi untuk pasien :

- MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit


- Mulai 2 gr/jam dalam 100 mL IV untk mempertahankan konsentrasi.
- Ukur Mg serum antara 4-6 jam, dan infus kembali untuk mengatur agar
konsentrasi 4-mEq/L (4,8-8,4 mg/dL).

3. Dexamethasone
a. Indikasi: Meningkatkan kadar platelet agar kembali normal
b. Dosis untuk pospartum:
- Dexamethasone 2x10 mg intravena sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan 2x5
mg intravena sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan (Haq, 2014).

Rekomendasi untuk pasien :

Dexamethasone 2x10 mg intravena sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan 2x5 mg


intravena sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.

7.3 Algoritma Terapi Hipertensi (Severe) Pada Kehamilan

(ACOG, 2017).

VIII. Terapi Non Farmakologi


8.1 Istirahat
Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi
pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring
(Wiknjosastro, 2006).
8.2 Tidur dengan posisi miring
Tidur dengan posisi miring dapat menghilangkan tekanan rahim pada vena kava
inferior yang mengalirkan darah dari ibu ke janin, sehingga meningkatkan aliran
darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan
aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan laju filtrasi glomerolus dan meningkatkan diuresis sehingga akan
meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga
mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran
darah ke rahim, menambah oksigenasi plasenta dan memperbaiki kondisi janin dan
rahim (Prawirohardjo, 2010).
8.3 Diet
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam secukupnya.
Tidak diberikan obat-obatan diuretik, antihipertensi dan sedatif (Prawirohardjo,
2010).

IX. Fitoterapi
9.1 Bawang Putih (Allium sativum)

Dosis : Serbuk 600-900 mg/hari (4 minggu terapi)

Mekanisme : efek antioksidan, agregasi platelet (menginhibisi sintesis tromboksan,


mobilisasi intraplatelet uptake kalsium, menginhibisi kalsium uptake ke dalam
platelet, inhibisis pelekatan reseptor fibrinogen pada membran platelet),
menginhibisi biosintesis kolesterol, trigliserida, menurunkan LDL) (Capasso et al,
2003).

9.2 Pule pandak (Rawolfia serpentina (L.) Benth)

Dosis : 50 g/hari dengan cara direbus


Mekanisme : Reserpine menyebabkan deplesi kadar nonadrenalin pada neuron
adrenergik
(Capasso et al, 2003).
X. Konseling
• Three prime questions:
1. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat Anda?
2. Bagaimana cara penggunaannya?
3. Apa harapan setelah meminum obat?

• Memberikan informasi obat (semua obat diberikan melalui rute i.v. sehingga
dilakukan oleh tenaga ahli)
1. Magnesium sulfat secara i.v. untuk antikejang
2. Labetalol secara i.v untuk menurunkan tekanan darah
3. Dexamethasone secara i.v untuk meningkatkan trombosit

• Memberikan informasi efek samping obat agar pasien tetap tenang jika terjadi efek-
efek yang membuat pasien kurang nyaman
Berikut ini efek samping dari obat yang digunakan oleh pasien :
- Magnesium sulfat : mual, muntah, haus, flushing kulit, hipotensi, aritmia,
depresi napas, ngantuk, bingung, hilang refleks tendon, lemah otot
- Labetalol : hipotensi postural, kelelahan, rasa lemah, sakit kepala, ruam kulit,
kesulitan berkemih, nyeri epigastrik, mual, muntah; kerusakan hati
Untuk menghindari terjadinya hipotensi postural, pasien diminta untuk
menghindari posisi tegak selama pemberian obat secara i.v. dan 3 jam
berikutnya
- Dexamethasone : iritasi perineal dapat diikuti dengan pemberian injeksi
intravena ester fosfat
(BPOM RI, 2015).

• Pasien diminta untuk menghubugi/memanggil perawat atau dokter jika efek


samping obat dirasakan, sehingga jika efek samping obat tidak bisa ditoleransi,
dapat segera ditindaklanjuti oleh dokter

• Memberikan informasi mengenai terapi non farmakologi yaitu :


- Pasien diminta untuk lebih banyak beristirahat dengan cara mengurangi
pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring
- Pasien diminta untuk tidur dengan posisi miring karena dapat mengurangi
tekanan pada rahim
Pasien diminta untuk menjaga asupan makanan, dengan mengonsumsi cukup
protein, rendah karbohidrat, serta lemak dan garam secukupnya.

XI. Monitoring
 Tekanan darah dan denyut nadi harus diukur setiap 15 menit hingga stabil dan
setelah stabil diukur ssetiap setengah jam sekali
 Harus dimasukkan kateter dan keluarnya urin harus di ukur setiap jam apabila
cairan intravena diberikan
 Saturasi oksigen harus diukur terus menerus dan dibuat grafik dengan tekanan
darah. Jika saturasi dibawah 95% maka dilakukan peninjauan medis
 Laju pernapasan harus diukur setiap jam
 Suhu badan harus diukur setiap jam
 Keseimbangan cairan harus dipantau dengan sangat hati-hati. Detil rekaman input
dan output harus dibuat grafik.
 Tekanan vena pusat (CVP) dan garis arteri harus di ukur terus menerus dan di buat
grafik dengan tekanan darah
 Penilaian neurologis harus dilakukan dengan menggunakan AVPU atau GCS.
 Kesehatan janin harus dinilai dengan hati-hati. Pada tahap awal dilakukan dengan
kardiotokografi namun pertimbangan harus diberikan untuk menilai janin dengan
growth scan, pengujian cairan dan arteri umbilikalis bentuk gelombang kecepatan
arus Doppler
(Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians of
Ireland and the Clinical Strategy and Programmes Division, Health Service
Executive, 2016).
 Jika hasil semua pemantauan janin normal pada wanita dengan hipertensi
gestasional berat atau preeklampsia, jangan rutin mengulang kardiotokografi lebih
dari seminggu.
 Pada wanita dengan hipertensi gestasional berat atau preeklampsia, ulangi
kardiotokografi jika wanita tersebut melaporkan adanya perubahan gerakan janin,
pendarahan vagina, sakit perut, dan penurunan kondisi ibu.
(NICE, 2011).
Monitoring Ibu Dan Janin
Dalam masa kehamilan, kondisi ibu dan janin harus sering kali dimonitor dengan
mengikuti:
 Penilaian ibu:
o Tanda vital, asupan cairan, dan pengeluaran urin harus di monitor setidaknya 8
jam sekali
o Gejala dari severe preeklampsia (pusing, perubahan penglihatan, nyeri atau
tekanan retrostrenal, sesak napas, mual dan muntah, dan nyeri epigastrium)
harus di monitor setidaknya 8 jam sekali
o Terjadinya kontraksi, pecahnya membran, nyeri perut (abdomen), atau
pendarahan harus di monitor setidaknya 8 jam sekali
o Pengujian laboratorium (CBC dan penilaian jumlah platelet, enzim hati, dan
tingkat serum kreatinin) harus dilakukan setiap hari
 Penilaian janin
o Jumlah tendangan dan NST dengan kontraksi uterin di monitor setiap hari
o Profile biofisik dua kali seminggu
o Serial pertumbuhan janin harus dilakukan setiap 2 minggu dan pengujian arteri
umbilikal Doppler harus dilakukan setiap 2 minggu apabila dicurigai terdapat
keterbatasan pada pertumbuhan janin
(The American College of Obstetricians and Gynecologist, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

ACOG. 2017. Oral Nifedipine Algorithm. Available online at


https://www.acog.org/About-ACOG/ACOG-Districts/District-II/SMI-Severe-
Hypertension [Accessed on 14 December 2017].

Ben-zion Taber, MD. 1994. Kedaruratan Obstetri & Ginecologi Ed 2. Jakarta: EGC.

Boone J.L. 1991. Stress and hypertention. Prim Care 18(3):623-49

BPOM RI. 2015. Deksametason. Tersedia online di


http://pionas.pom.go.id/monografi/deksametason [diakses pada 14 Desember 2017].

BPOM. 2015. Pelayanan Informasi Obat Nasional : Labetolol Hidroklorida. Available at :


http://pionas.pom.go.id/monografi/labetalol-hidroklorida [Diakses pada 12
Desember 2017].

BPOM. 2015. Pelayanan Informasi Obat Nasional : Magnesium Sulfat. Available at :


http://pionas.pom.go.id/monografi/magnesium-sulfat [Diakses pada 12 Desember
2017].

Capasso, Fransicesco., Timothy S. Gaginella., Giuliano Grandolini., dan Angelo A. Izzo. 2003.
Phytotherapy a Quick Reference to Herbal Medicine. USA: Springer Sciences &
Business Media.

Cunningham FG , Mc Donald Pt, Giant NF, Levano KJ, Gilstrap LC, Hankins. Williams .
2014.Obstetrics. Edisi ke-24. New York: McGraww Hill.

Cunningham, MacDonald, Grant. Terjemahan oleh Joko Suyono dan Andry Hartono.
2006. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC

Derek Lewellyn-jones. 2001. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi, Ed.6. Jakarta: Hipokrates

Dipiro. 2015. Pharmacoterapy handbook 9th Edition. New York : Mc Graw Hill.

Drugbanks. 2017. Nifedipine. Tersedia online di https://www.drugbank.ca/drugs/DB01115


[Diakses pada 12 Desember 2017].
Drugs.com. 2017. Labetalol. Tersedia online di https://www.drugs.com/mtm/labetalol.html
[Diakses pada 10 Desember 2017].

Drugs.com. 2017. Nifedipine. Tersedia online di


https://www.drugs.com/pregnancy/nifedipine.html [Diakses pada 12 Desember 2017].

Duffus, G.M. and Mac Gillivray, I. 1994. The incidence of penyakit jantung koroner bukan
merupakan preeklampsia toxcaemia in smolers and non smoker. England:Lancet

Haq, A., N. 2014. A 27 Years Old Woman With Severe Preeclampsia And Partial Hellp
Syndrome. J Agromed Unila 1 (3): 232-237.

Harrison, K.A. 1985. Child bearing, Health and social prioritirs. A survey of 22,774
consecutive birth in Zaria, Northen, Nigeria. British Journal of Obstetries and
Gynecology.

Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians of Ireland and the
Clinical Strategy and Programmes Division, Health Service Executive. 2016. Clinical
Practice Guideline The Diagnosis And Management Of Severe Pre-eclampsia And
Eclampsia. Tersedia online di https://rcpi-live-cdn.s3.amazonaws.com/wp-
content/uploads/2017/02/Pre-eclampsia_Approved_120716.pdf [diakses pada 14
Desember 2017]

Jannah, N. 2012. Buku Asuhan Kebidanan Kehamilan. Yogyakarta : Andi

Kelliat Budianna. 1998. Penatalaksanaan stress. Editor Yasmin Asih. Jakarta: EGC

Kemenkes RI. 2001. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Kemenkes RI.

Manuaba Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu kebidanan, Penyakit kandungan & Keluarga berencana
untuk pendidikan bidanEd. I, Jakarta: EGC

MIMS. 2017 . Labetalol. Tersedia online di.


http://www.mims.com/indonesia/drug/info/labetalol?mtype=generic [Diakses pada 12
Desember 2017].
MIMS. 2017 . Magnesium Sulfat. Tersedia online di
http://www.mims.com/indonesia/drug/info/magnesium%20sulfate?mtype=generic
[Diakses pada 12 Desember 2017].

Moerman, M.L.1982. Growth of the birth canal in adolescent girls. Amirican Journal of
obstetric and gynecology, 143-182

NICE. 2011. Hypertension In Pregnancy: Diagnosis And Management. Tersedia onlie di


https://www.nice.org.uk/guidance/cg107/chapter/1-guidance#fetal-monitoring

Pauline Mc.Call Sellers.1993., A tekbook and reference Book for Midwifery in Southern Africa.
Kenwyn : Juta

Powe CE, Levine RJ, Karumanchi SA.2011. Preeclampsia, a disease of the maternal
endothelium: The role of antiangiogenic factors and implications for later cardiovascular
Circulation2011;123:2856-69.

Prawirohardjo S. 2010. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Shirish DN. 2005. Hipertensive disorders in pregnancy. Dalam: Evans AT, editor. Manual of
obstetrics. Edisi ke-2. New York: LWW.

Sobotta. 2006. Atlas Anatomi Manusia. Disunting oleh Reinhard Putz, Reinhard Pabst; Alih
Bahasa, Y. Joko Suyono ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Liliana Sugiharto. Edisi 22.
Jakarta : EGC.

Tambayong. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tarwoto, W. 2007. Buku Saku Anemia pada Ibu Hamil : Konsep dan Penatalaksanaan. Jakarta:
Trans Info Media.

The American College of Obstetricians and Gynecologist. 2013. Hypertension in Pregnancy.


Washington: The American College of Obstetricians and Gynecologist.

Triana, Ani., dkk. 2015. Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta : Deepublish.

Van Dongen, P.W. 1977. Blood pressure survey of Zambian primigravidae. Trop. Georg. Med.
Wagner LK. 2004. Diagnosis and management of preeclampsia. Am. Fam.
Physician70(12):2317-24.

WHO-Depkes-FKMUI. 1998. Modul Safe Motherhoode 1. Modul pengajaran

Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
Lembar Kerja Pharmacist’s Care Plan

Priority: (1) Paling urgent; (2) Permasalahan lainnya yang harus diatasi secepatnya selain permasalahn utama; (3) Permasalahan
yang dapat diatasi nanti

Monitoring Parameters
Health Care Problem Priority Therapeutic Goals Recommendation for Therapy
and Endpoints
Hipertensi 1 Menurunkan Tekanan Darah Labetalol 50 mg Tekanan darah dan denyut nadi
pasien diukur setiap 15 menit hingga
stabil, setelah stabil diukur
setiap 30 menit (Institute of
Obstetricians & Gynaecologist
and Clinical Strategy &
Programmes Division, 2011).
 Tekanan darah normal;
Sistol: <120 mmHg
Diastol:<80 mmHg
(Depkes RI, 2011).
Preeklamsia 2 Mencegah terjadinya eklamsia Magnesium Sulfat Output urin perjam (Institute of
MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% Obstetricians & Gynaecologist
selama 5 menit. Mulai 2 gr/jam dalam and Clinical Strategy &
100 mL IV untuk mempertahankan Programmes Division, 2011).
konsentrasi.  Protein pada urin normal:
negatif
(Depkes RI, 2011).
Syndrom HELLP 2 Meningkatkan kadar platelet Dexamethasone  Platelet normal: 170-380
Dexamethasone 2x10 mg intravena .103/mm3 (170-380 .109/L
sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan 2x5  Hemoglobin wanita normal:
mg intravena sebanyak 2 kali, setelah itu 12-16 g/dL (7,4-9,9
dihentikan. mmol/L)
 ALT normal: 5-35 IU/L
(Depkes RI, 2011).
 Transfusi platelet
dianjurkan untuk operasi
sesar atau melahirkan secara
normal saat jumlah platelet
<20×109/L (Institute of
Obstetricians &
Gynaecologist and Clinical
Strategy & Programmes
Division, 2011).

Anda mungkin juga menyukai