Anda di halaman 1dari 29

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn J
 Umur : 57 th
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Pedagang
 Alamat : Babadan
 Tanggal Pemeriksaan : 11 Agustus 2017

B. RIWAYAT PENYAKIT
1. KELUHAN UTAMA
Kelemahan keempat anggota gerak
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang IGD RSUD Dr. Hardjono Ponorogo mengeluhkan
kedua tangan dan kaki tidak bisa digerakkan, keluhan dirasakan sudah
sejak 3 hari SMRS, Awalnya pasien merasakan tangan dan kakinya
lemas, kemudian pasien berobat ke puskesmas dan mendapat obat
minum, namun keluhan tidak membaik dan kaki tangan semakin lemas
hingga sulit untuk digerakkan. Kemudian dibawa oleh keluarga ke IGD
RSUD Dr. Hardjono Ponorogo pada tanggal 8 Agustus 2017 pukul
02.00.
Pasien menyangkal adanya keluhan pingsan, kejang, demam, mual,
muntah, dan nyeri kepala. Pasien juga menyangkal adanya keluhan
kesemutan dan baal pada anggota gerak, gangguan menelan, bicara
cadel dan wajah miring ke salah satu sisi. Buang air besar dan buang air
kecil lancar, tidak ada keluhan.
Pasien mengaku pernah mengalami keluhan yang sama, kurang
lebih 5 tahu yang lalu.

1
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
 Stroke : disangkal
 Hipertensi : disangkal
 Diabetes Melitus : disangkal
 Trauma : disangkal
 Penyakit Jantung : disangkal
 Kejang : disangkal
 Tumor : disangkal
 Alergi makanan & obat : disangkal
 Penyakit serupa : disangkal
4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
 Stroke : disangkal
 Hipertensi : disangkal
 Diabetes Melitus : disangkal
 Trauma : disangkal
 Penyakit Jantung : disangkal
 Kejang : disangkal
 Tumor : disangkal
 Penyakit serupa : disangkal

5. RIWAYAT KEBIASAAN
 Merokok : diakui
 Konsumsi alkohol : disangkal
 Olah raga : disangkal

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
1) Vital Sign
TD : 120/70 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5˚C
2) Status Internus
a. Kepala : CA(-/-), SI (-/-)
b. Leher : PKGB(-/-)
c. Thorax :
Pulmo : Inspeksi : Simetris, Massa (-)
Palpasi : Fremitus (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : SDV(+/+) Wheezing(-/-)Rhonki(-/-)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Redup, Batas jantung (DBN)
Auskultasi : BJ I/II reguler, bising(-/-)
Abdomen : Inspeksi : penonjolan (-), sikatrik (-)
Palpasi : distensi (-) Massa(-) Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
d. Ektremitas : Edema
- -
- -

H H
Akral H H

Kesan Status Internus : dalam batas normal


3) Status Neurologis
a. Kesadaran : Kualitatif : Compos Mentis

3
Glasgow Coma Scale : E4 V5 M6

b. Meningeal Sign :
 Kaku kuduk : (-)
 Brudzinski I : (-)
 Brudzinski II : (-)
 Brudzinski III : (-)
 Brudzinski IV : (-)
 Kernig : (-)
c. Nervus Cranialis :
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
N. Olfactorius Daya Pembau Normal Normal
N. Opticus Visus >2/60 >2/60
Buta Warna - -
N. Occulomotorius Pupil 2mm 2mm
Reflek Cahaya + +
M.rectus Supor dbn dbn
or
M.rectus Inf dbn dbn
M.Obliquus Inf dbn dbn
Membuka mata + +
N. Trochlearis M.obliquus superior Dbn Dbn
Motorik :
N. Trigeminus -Menggigit Ada kontraksi Ada kontraksi
M.temporalis, M.temporalis,
M.masetter M.masetter
-Membuka mulut Mandibula simetris Mandibula simetris
Sensorik :
-Sensibilitas dbn dbn
N. Abducens M.rectus lateralis Dbn dbn
N. Facialis -Mengangkat alis + +
-Mengerutkan dahi + +
-Menutup mata + +
-Menggembung kan pipi + +
-Tersenyum Simetris Simetris

4
N. -Pendengaran (detak jam Dbn dbn
Vestibulochoclearis tangan)
-Nistagmus - -
N. -Tersedak - -
Glossopharingeus -Arcus Faring Terangkat simetris Terangkat simetris
-Reflek muntah + +
N. Vagus Bersuara Disphony (-) Disphony (-)
Menelan Dbn dbn
N. Accesorius Memalingkan kepala Kontraksi M. Kontraksi M.
Sternocleidomastoi Sternocleidomastoi
deus (+) deus (+)
Mengangkat bahu Kontraksi Kontraksi
M.trapezius (+) M.trapezius (+)
N. Hypoglossus Lingual palsy - -
Disartria - -
Kesan Nervus Cranialis: nervus cranialis dalam batas normal

d. Motorik:
Gerakan B B
B B
Kekuatan 555 555
555 555
Trofi e e
e e
Klonus : Patella & Ankle (-)
e. Sensorik
Eksteroseptif
No Pemeriksaan Ektremitas
+ +
1 Nyeri
+ +
+ +
2 Taktil
+ +

5
Propioseptif
No Pemeriksaan Ektremitas
+ +
1 Gerak
+ +
+ +
2 Posisi
+ +
Kesan sensorik : Dalam batas normal
f. Reflek Fisiologis :
BPR +2 +2 KPR +2 +2
TPR +1 +1 APR +1 +1

g. Reflek Patologis :
Pemeriksaan Dextra Sinstra
Hoffman - -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Stransky - -
Mandel B - -
Rosolimo - -

Kesan Motorik : Dalam batas normal


h. Fungsi Cerebelum
 Finger to nose : (+)
 Heel to shin : (+/+)
 Rebound phenomen : (+/+)

6
Kesan : dalam batas normal
i. Provokasi Nyeri
 Laseque sign : (-/-)
 Patrick sign : (-/-)
 Kontrapatrick sign : (-/-)
Kesan : Dalam batas normal
j. Fungsi Vegetatif
 Miksi : inkontinensia (-)
Retensi (-)
 Defekasi : inkontinensia (-)
Retensi (-)

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (8 Agustus 2017)
No Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. WBC 8.3 uL 4000-10000 /uL
2. Lymph# 0.7 uL 0.8-4.0
3. Mid# 0.2 uL 0.1-1.5
4. Gran# 7.4 uL 2.0-7.0
5. Lymph% 8.5 % 20.0-40.0
6. Mid% 1.9 % 3.0-15.0
7. Gran% 89.6 % 50.0-70.0
8. RBC 5.13 uL 3,50-5,5 / uL
9. HGB 14.6 gr/dl 11,0-16,0 g/dl
10. HCT 45.1 % 37-54%
11. MCV 88.0 femtoliter 80-100 fl
12. MCH 28.5 Pikograms 27-34 pg
13. MCHC 32.3 g/dl 32-36 g/dl
14. RDW-CV 14.5 % 11.0-16.0
15. RDW-SD 49.2 fL 35.0-58.0
16. PLT 236 uL 150.000-450.000/uL
17. MPV 8.6 fL 6.5-12
18. PDW 15.6 9.0-17.0
19. PCT 2.03 Ml/l 1.08-2.82
20. P-LCC 59 uL 30-90
21. P-LCR 25.2 % 11.0-45.0

2. Kimia Klinik (8 Agustus 2017)


No Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. TG 68 mg/dl 20-200
2. CHOL 170 mg/dl 20-200
3. HDL 52 mg/dl 40-200

8
4. LDL 127 mg/dl <130
5. UREA 44.90 mg/dl 10-50
6. CREAT 1.14 mg/dl 0.6-1.3
7. AU 8.1 mg/dl 2.5-7
8. SGOT 15 U/l 1-37
9. SGPT 14 U/l 1-40
10. GamaGT 33 U/I 0-30
11. ALP 113 U/l 30-120
12. Protein total 7.0 g/dl 6.2-8.5
13. ALB 4.0 g/dl 3.5-5.5
14. Glob 2.9 g/dl 1.5-3.0
3. Immunologi 8 Agustus 2017
No Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. HbsAg Negatif Negatif
4. Elektrolit 8 Agustus 2017
No Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. Kalium 1,9 mEq/L 2.5-6
2. Natrium 140 mEq/L 120-160
3. Chloride 105 mEq/L 80-120
4. Calcium 9.5 mg/dl 8.8-10.3

5. Magnesium 1.4 mg/dl 1.8-3.0

5. Elektrolit 10 Agustus 2017


No Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. Kalium 5.0 mEq/L 2.5-6
2. Natrium 137 mEq/L 120-160
3. Chloride 110 mEq/L 80-120
6. EKG
Premature Atrial Contraction
E. RESUME

9
RPS : Pasien datang IGD RSUD Dr. Hardjono Ponorogo mengeluhkan
kedua tangan dan kaki tidak bisa digerakkan, keluhan dirasakan
sudah sejak 3 hari SMRS, Awalnya pasien merasakan tangan dan
kakinya lemas, kemudian pasien berobat ke puskesmas dan
mendapat obat minum, namun keluhan tidak membaik dan kaki
tangan semakin lemas hingga sulit untuk digerakkan. Kemudian
dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Dr. Hardjono Ponorogo pada
tanggal 8 Agustus 2017 pukul 02.00.
Pasien menyangkal adanya keluhan Pingsan, kejang, demam, mual,
muntah, dan nyeri kepala. Pasien juga menyangkal adanya keluhan
kesemutan dan baal pada anggota gerak, gangguan menelan, bicara
cadel dan wajah miring ke salah satu sisi. Buang air besar dan
buang air kecil lancar, tidak ada keluhan.
Pasien mengaku pernah mengalami keluhan yang sama, kurang
lebih 5 tahu yang lalu.
RPD : 5 tahun yang lalu mengalami keluhan serupa, tidak ada riwayat
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, trauma, dan alergi.
RPK :tidak ada riwayat keluarga yang mengalami keluhan serupa,
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, trauma, dan alergi.
VITAL SIGN
TD : 120/70 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5˚C
STATUS INTERNUS
Kepala : CA (-/-) SI (-/-)
Leher : PKGB(-/-)
Thorax : dbn
Abdomen : dbn
Ektremitas : dbn
Status Neurologis

10
Kesadaran : Compos Mentis
Meningeal Sign : -
Nervus Cranialis : dbn
Motorik :
555 555
kekuatan otot
555 555

Sensorik : dbn
Reflek Fisiologis : normoreflek
Reflek Patologis : -
Fungsi Cerebelum: dbn
Provokasi Nyeri : -
Fungsi Vegetatif : normal

F. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis :
Diagnosis topis :
Diagnosis etiologi : Periodik paralisis e.c hipokalemia
G. PLANNING
 Terapi : - Drip Kcl dalam 500 cc PZ kecepatan 20 tpm
Sampai 6 x dripcek ulang elektrolit
- Inj. Vitamin B1 3x 1 amp
- Alopurinol 3 x 100 mg
- KSR 3 x I tab

H. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam
I. FOLLOW UP
Tanggal 8 Agustus 2017
 keempat anggota gerak tidak bisa digerakkan

11
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS E4V5M1
Tekanan darah : 110 / 90 mmHg
Nadi : 78 x/menit reguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC
Pulmo : Suara dasar vesikuler Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I dan BJ II reguler bising (-)
 Pemeriksaan neurologis
Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Nervus Kranialis
Mata : Isokor 3mm/3mm
RCL (+/+) RCTL (+/+)
GBM : Baik kesegala arah
NVII : Baik
NXII : Baik
Motorik : 111 111 klonus: patella(-/-) achilles(-/-)
111 111

Sensorik : dbn
Refleks Fisiologis
BPR : +1/+1 TPR : +1/+1
KPR : +1/+1 APR : +1/+1
Refleks Patologis :-
Fungsi Cerebellum : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
 Pemeriksaan Penunjang
Kalium 1.9 mEq/L
Magnesium 1.4 mg/dl
Asam Urat 8.1 mg/dl

12
 Diagnosa
Periodik paralisis e.c Hipokalemia
 Terapi
- Drip Kcl dalam 500 cc PZ kecepatan 20 tpm
Sampai 6 x dripcek ulang elektrolit
- Inj. Vitamin B1 3x 1 amp
- Alopurinol 3 x 100 mg
- KSR 3 x I tab
Tanggal 9 Agustus 2017
 Kelemahan keempat anggota gerak
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS E4V5M6
Tekanan darah : 130 / 90 mmHg
Nadi : 65 x/menit reguler
Respirasi : 19 x/menit
Suhu : 36 oC
Pulmo : Suara dasar vesikuler, Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I dan BJ II reguler bising (-)
 Pemeriksaan neurologis
Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Nervus Kranialis
Mata : Isokor 3mm/3mm
RCL (+/+) RCTL (+/+)
GBM : Baik kesegala arah
NVII : Baik
NXII : Baik
Motorik : 444 444 klonus: patella(-/-) achilles(-/-)
444 444

13
Sensorik : dbn
Refleks Fisiologis
BPR : +1/+1 TPR : +1/+1
KPR : +1/+1 APR : +1/+1
Refleks Patologis :-
Fungsi Cerebellum : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
 Diagnosa
Periodik paralisis e.c Hipokalemia
 Terapi
- Drip Kcl dalam 500 cc PZ kecepatan 20 tpm
Sampai 6 x dripcek ulang elektrolit
- Lapibal 2xI tab
- Tylonic 0-0-300mg
- KSR 3 x I tab
Tanggal 10 Agustus 2017
 Tidak ada keluhan
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tekanan darah : 130 / 90 mmHg
Nadi : 84 x/menit reguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36 oC
Pulmo : Suara dasar vesikuler, Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I dan BJ II reguler bising (-)
 Pemeriksaan neurologis
Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Nervus Kranialis
Mata : Isokor 3mm/3mm

14
RCL (+/+) RCTL (+/+)
GBM : Baik kesegala arah
NVII : Baik
NXII : Baik
Motorik : 555 555 klonus: patella(-/-) achilles(-/-)
555 555

Sensorik : dbn
Refleks Fisiologis
BPR : +2/+2 TPR : +2/+2
KPR : +2/+2 APR : +2/+2
Refleks Patologis :-
Fungsi Cerebellum : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
 Pemeriksaan Penunjang 18.56
Kalium 5 mEq/L
 Diagnosa
Periodik paralisis e.c Hipokalemia
 Terapi
- Drip Kcl dalam 500 cc PZ kecepatan 20 tpm
Sampai 6 x dripcek ulang elektrolit
- Lapibal 2xI tab
- Tylonic 0-0-300mg
- KSR 3 x I tab

Tanggal 11 Agustus 2017


 Tidak ada keluhan
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tekanan darah : 120 / 70 mmHg
Nadi : 78 x/menit reguler

15
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Pulmo : Suara dasar vesikuler, Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I dan BJ II reguler bising (-)
 Pemeriksaan neurologis
Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Nervus Kranialis
Mata : Isokor 3mm/3mm
RCL (+/+) RCTL (+/+)
GBM : Baik kesegala arah
NVII : Baik
NXII : Baik
Motorik : 555 555 klonus: patella(-/-) achilles(-/-)
555 555

Sensorik : dbn
Refleks Fisiologis
BPR : +2/+2 TPR : +2/+2
KPR : +2/+2 APR : +2/+2
Refleks Patologis :-
Fungsi Cerebellum : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
 Diagnosa
Periodik paralisis e.c Hipokalemia
 Terapi
- Pasien boleh pulang
- Tylonic 0-0-300mg
- KSR 3 x I tab
- Lapibal 2xI tab

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Paralisis periodik hipokalemik (PPH) adalah kelainan yang ditandai


kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Periodik
paralisis hipokalemi merupakan kelainan pada membran sel yang sekarang ini
dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada
otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik
kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan pada kadar kalium serum.
Periodik paralisis ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau
hipokalemia.1
Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari acute flacid paralisis
dimana terjadi kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancam
jiwa seperti cardiac aritmia dan kelumpuhan otot pernapasan. Beberapa hal
yang mendasari terjadinya hipokalemi paralisis antaralain tirotoksikosis, renal
tubular acidosis, Gitelman Syndrome, keracunan barium, pemakaian obat
golongan diuretik dan diare, namun dari beberapa kasus sulit untuk
diidentifikasi penyebabnya.2

B. Etiologi

Berdasarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu


idiopatik periodik paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis dan secondary
periodik paralisis hipokalemi tanpa tirotoksikosis.3
Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi terjadinya paralisis
hipokalemi, terdapat 2 bentuk dari periodik paralisis hipokalemia yaitu familial
hipokalemi dan sporadik hipokalemi. Familial hipokalemi diturunkan secara
autosomal dominan, kebanyakan kasus dinegara Barat dan sebaliknya di Asia
kasus terbanyak adalah sporadik hipokalemi yang disebabkan oleh
tirotoksikosis hipokalemi.4

17
Periodik paralisis hipokalemi merupakan bentuk umum dari kejadian
periodik paralisis yang diturunkan, dimana kelainan ini diturunkan secara
autosomal dominan. Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi
terjadi karena mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada kromosom 1q.
Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama dengan reseptor
ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot. Lokus
gen dari kelainan HPP ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen
ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium channel dari otot skeletal secara
singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini dapat
disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-
528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar
50 % kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini
kejadiannya lebih rendah pada wanita dibanding pria. Pada wanita yang
memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan
sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.5,6
Serangan PPH dapat ditimbulkan oleh asupan tinggi karbohidrat, insulin,
stres emosional, pemakaian obat tertentu (seperti amfoterisin-B, adrenalin,
relaksan otot, beta-bloker, tranquilizer, analgesik, antihistamin, antiasma puf
aerosol, dan obat anestesi lokal). Diet tinggi karbohidrat dijumpai pada
makanan atau minuman manis, seperti permen, kue soft drinks, dan jus buah.
Makanan tinggi karbohidrat dapat diproses dengan cepat oleh tubuh,
menyebabkan peningkatan cepat kadar gula darah. Insulin akan memasukkan
glukosa darah ke dalam sel bersamaan dengan masuknya kalium sehingga
menyebabkan turunnya kadar kalium plasma. Pencetus lainnya adalah aktivitas
fisik, tidur, dan cuaca dingin atau panas.

C. Insidensi

Insidensinya yaitu 1 dari 100.000 periodik paralisis hipokalemi banyak


terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadinya serangan

18
pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35
tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.7

D. Patofisiologi

Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium


dari luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra- dan
ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular,
terutama di sel otot rangka. Secara fisiologis, kadar kalium intrasel
dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L melalui kerja enzim Na+ -
K+-ATPase.
Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar-
masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion
akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan
dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka,
memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya
dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan
menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya
influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot tidak dapat
tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai paralisis.
Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada mutasi gen ini
belum jelas dipahami. Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifikasi pada gen
yang mengontrol kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi.
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik
dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai
peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung,
saraf, dan otot lurik. Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan
merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara
transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium akan nampak jelas bila
fungsi tersebut terutama berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot lurik,
dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan
di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan mempengaruhi

19
fungsi dari sel–sel yaitu tidak berfungsinya membran sel yang tidak eksitabel,
yang akan menyebabkan timbulnya keluhan–keluhan dan gejala–gejala
sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium. Kadar kalium normal
intrasel adalah 135 –150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5–5,5mEq/L. Perbedaan
kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel.
Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektro negatif dan terdapat
membran potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt. 8
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada
praktek klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5
mEq/L, pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan
hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. Keadaan ini
dapat dicetuskan melalui berbagai mekanisme, termasuk asupan yang tidak
adekuat, pengeluaran berlebihan melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-
obatan, dan perpindahan transelular (perpindahan kalium dari serum ke
intraselular). Gejala hipokalemi ini terutama terjadi kelainan di otot.
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu
keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada
konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat
terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisis dan mioglobinuria. Peningkatan osmolaritas serum
dapat menjadi suatu prediktor terjadinya rhabdomiolisis. Selain itu suatu
keadaan hipokalemia dapat mengganggu kerja dari organ lain, terutama sekali
jantung yang banyak sekali mengandung otot dan berpengaruh terhadap
perubahan kadar kalium serum. Perubahan kerja jantung ini dapat kita deteksi
dari pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Perubahan pada EKG ini dapat
mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan
yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST
depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval. 9.10

E. Manifestasi Klinis

20
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai
dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris
ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam
darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab
sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi.
Durasi dan frekuensi serangan paralisis pada PPH sangat bervariasi,
mulai dari beberapa kali setahun sampai dengan hampir setiap hari, sedangkan
durasi serangan mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari. Kelemahan
atau paralisis otot pada PPH biasanya timbul pada kadar kalium plasma <2,5
mEq/L. Manifestasi PPHF antara lain berupa kelemahan atau paralisis episodik
yang intermiten pada tungkai, kemudian menjalar ke lengan. Serangan muncul
setelah tidur/istirahat dan jarang timbul saat, tetapi dapat dicetuskan oleh,
latihan fisik. Ciri khas paralisis pada PPHF adalah kekuatan otot secara
berangsur membaik pasca koreksi kalium.
Otot yang sering terkena adalah otot bahu dan pinggul; dapat juga
mengenai otot lengan, kaki, dan mata. Otot diafragma dan otot jantung jarang
terkena; pernah juga dilaporkan kasus yang mengenai otot menelan dan otot
pernapasan.
Kelainan elektrokardiografi (EKG) yang dapat timbul pada PPHF berupa
pendataran gelombang T, supresi segmen ST, munculnya gelombang U,
sampai dengan aritmia berupa fibrilasi ventrikel, takikardia supraventrikular,
dan blok jantung.
Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih,
dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat yang
menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan
hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul
sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya
serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun
dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat
melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan

21
ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi
beberapa hari dari kelumpuhan tersebut.8,11

F. Pendekatan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan apabila timbul kelemahan otot disertai kadar


kalium plasma yang rendah (<3,0 mEq/L) dan kelemahan otot membaik setelah
pemberian kalium.
Riwayat PPHF dalam keluarga dapat menyokong diagnosis, tetapi
ketiadaan riwayat keluarga juga tidak menyingkirkan diagnosis. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan ialah EKG, elektromiografi (EMG), dan
biopsi otot. Biopsi otot menunjukkan hasil normal saat di luar serangan, tetapi
saat serangan, dapat ditemukan miopati vakuolar, yaitu vakuola retikulum
endoplasma otot berdilatasi dengan sitoplasma sel otot penuh terisi glikogen,
dan ukuran serat otot bervariasi.
Pemeriksaan kadar kalium urin saat serangan sangat penting untuk
membedakan PPHF dengan paralisis hipokalemik karena sebab lain, yaitu
hilangnya kalium melalui urin. Ekskresi kalium yang rendah dan tidak ada
kelainan asam basa merupakan pertanda PPHF. Sebaliknya, pasien dengan
ekskresi kalium meningkat disertai kelainan asam basa darah mengarah ke
diagnosis non-PPHF.
Pemeriksaan transtubular potassium concentration gradient (TPCG) atau
transtubular K+ concentration ([K+]) gradient (TTKG) digunakan untuk
membedakan penyebab PPH, apakah akibat kehilangan kalium melalui urin
atau karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular (chanellopathy).
Pemeriksaan TTKG dilakukan saat terjadi serangan. Dalam kondisi
normal, ginjal akan merespons hipokalemia dengan cara menurunkan ekskresi
kalium untuk menjaga homeostasis. Jika dalam keadaan kalium plasma rendah,
tetapi dijumpai ekskresi kalium urin yang tinggi (lebih dari 20 mmol/L),

22
Jika TTKG >3, PPH diakibatkan oleh kehilangan kalium melalui ginjal.
Namun, jika TTKG <2, PPH terjadi karena proses perpindahan kalium ke
ruang intraselular.
Pendekatan pasien hipokalemia dan paralisis dapat dilihat pada gambar 1.
Ekskresi kalium urin yang rendah dan asam basa normal mengarah ke PPHF,
TPP (thyrotoxic periodic paralysis), SPP (sporadic periodic paralysis), atau
intoksikasi barium. Pada peningkatan ekskresi kalium urin yang disertai
kelainan asam basa, perlu dilihat jenis kelainan asam basa yang terjadi. Jika
asidosis metabolik, perlu diukur ekskresi NH4+ di urin. Asidosis metabolik
dengan peningkatan ekskresi NH4+ dapat dijumpai pada penggunaan toluen
dan diare berat, sedangkan asidosis metabolik dengan ekskresi NH4+ rendah
dijumpai pada renal tubular acidosis (RTA). Jika kelainan asam basa yang
terjadi adalah alkalosis metabolik, dilakukan pengukuran tekanan darah. Jika
tekanan darah normal, kelainan yang mendasari adalah sindrom Bartter,
sindrom Gitelman, efek diuretik, dan vomitus. Jika tekanan darah tinggi,
dipikirkan hipokalemia karena kelebihan mineralokortikoid.

23
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah 9,11
a. Laboratorium
- Kadar kalium serum
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan
dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue,
dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L
kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal
dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5
mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk
rhabdomiolisisdan miogobinuria.
- Fungsi ginjal

24
- Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel
menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel
tubuh.
- pH darah. Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran
K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung
dalam urin.
- Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab
sekunder hipokalemia.
- Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau
baru saja setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin
tinggi.
b. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium
serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa
inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi,
pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval.
c. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan
keluaran kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan
latihan (dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan,
EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik
hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.
d. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan
penampilan klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik
hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola sentral yang tunggal
atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuala
dan agregat tubular dapat ditemukan.

25
G. Penatalaksanaan

Terapi PPHF biasanya simtomatik, bertujuan menghilangkan gejala


kelemahan otot yang disebabkan hipokalemia. Terapi PPHF mencakup
pemberian kalium oral, modifikasi diet dan gaya hidup untuk menghindari
pencetus, serta farmakoterapi.
Di beberapa literatur, disarankan pemberian kalium oral dengan dosis
0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan
improves. Kalium klorida (KCl) adalah preparat pilihan untuk sediaan oral.
Suplementasi kalium harus diberikan hati-hati karena hiperkalemia akan timbul
saat proses redistribusi trans-selular kalium berhenti. Kalium Klorida IV 0,05-
0,1 mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus lebih baik sebagai lanjutan infus
Pada kasus paralisis hipokalemik berat atau dengan manifestasi
perubahan EKG, harus diberikan kalium intravena (IV) 0,5 mEq/kg selama 1
jam, infus kontinu, dengan pemantauan ketat. Pasien yang memiliki penyakit
jantung atau dalam terapi digoksin juga harus diberi terapi kalium IV dengan
dosis lebih besar (1 mEq/kg berat badan) karena memiliki risiko aritmia lebih
tinggi. IV 0,05-0,1 mEq/kgBB
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian kalium ialah
kadar kalium plasma, gejala klinis, fungsi ginjal, dan toleransi pasien.
Suplementasi kalium dibatasi jika fungsi ginjal terganggu. Pemberian oral lebih
aman karena risiko hiperkalemia lebih kecil.
Pemberian asetazolamid, inhibitor anhidrase karbonat, dengan dosis
125-250 mg 2-3 kali terbukti cukup efektif mengatasi serangan, mengurangi
frekuensi serangan, dan mengurangi derajat keparahan. Mekanisme kerja
asetazolamid sampai saat ini masih belum jelas, tetapi penelitian terakhir
mengungkap bahwa obat ini bekerja dengan menstimulasi langsung calcium
activated K channels sehingga kelemahan otot berkurang.
Spironolakton, dengan dosis 100-200 mg/hari terbukti efektif. Sebuah
penelitian acak terkontrol pada tahun 2000 menunjukkan bahwa diklorfenamid
dosis 50-200 mg/hari terbukti efektif menurunkan serangan dibandingkan

26
plasebo. Triamteren bermanfaat karena dapat meningkatkan ekskresi natrium
dan menahan kalium di tubulus ginjal. Di beberapa negara, efervescent kalium
sitrat adalah sediaan yang paling efektif dan ditoleransi dengan baik oleh
saluran cerna. 9,12
Terapi gen sebagai terapi definitif untuk PPHF saat ini belum ada.
Alat yang dapat dipakai untuk pemantauan mandiri adalah Cardy
Potassium Ion Meter, sebuah alat pengukur kadar kalium saliva. Kadar kalium
saliva mencerminkan kadar kalium plasma. Pemantauan mandiri ini
bermanfaat untuk deteksi perpindahan (shift) kalium, identifikasi faktor
pencetus, penyesuaian gaya hidup atau diet, penyesuaian dosis kalium, dan
dapat mengurangi risiko timbulnya kelemahan otot.

H. Komplikasi
Komplikasi akut meliputi aritmia jantung, kesulitan bernapas, bicara, dan
menelan, serta kelemahan otot progresif. Komplikasi hipokalemia kronis
berupa kerusakan ginjal, batu ginjal, nefritis interstisial, dan kista ginjal.

I. Prognosis
Paralisis periodik hipokalemik familial biasanya berespons baik terhadap
terapi. Terapi dapat mencegah kelemahan otot lebih lanjut. Serangan terus-
menerus dapat menyebabkan kelemahan otot permanen. Pasien yang tidak
diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu
aktivitas
Beberapa kematian pernah dilaporkan, paling banyak dihubungkan
dengan aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.13

27
BAB III
KESIMPULAN

28
29

Anda mungkin juga menyukai