KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KEMENKES MALUKU
PRODI KEPERAWATAN MASOHI
T.A. 2018/2019
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunai-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Bahasa Indonesia.
Dengan topik Pembahasan Ejaan Van Ophuijsen dan Ejaan Republik. Bahasa Ilmu
Pengetahauan Teknologi Dan Seni
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia. Penyusunan makalah ini berdasarkan format yang telah diberikan. Namun
demikian, kami menyadari keterbatasan yang dimiliki dalam penyusunan makalah ini
sehingga makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar makalah ini menjadi lebih baik.
Penulis
Kelompok I
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Tulisan
BAB II PEMBAHASAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kalau kita melihat perkembangan bahasa Indonesia sejak dulu sampai
sekarang, tidak terlepas dari perkembangan ejaannya. Kita ketahui bahwa
beberapa ratus tahun yang lalu bahasa Indonesia belum disebut bahasa Indonesia,
tetapi bahasa Melayu. Nama Indonesia itu baru datang kemudian.
Kita masih ingat pada masa kerajaan Sriwijaya, Ada beberapa prasasti yang
bertuliskan bahasa Melayu Kuno dengan memakai huruf Pallawa (India) yang
banyak dipengaruhi bahasa Sanskerta, seperti juga halnya bahasa Jawa Kuno. Jadi
bahasa pada waktu itu belum menggunakan huruf Latin. Bahasa Melayu Kuno ini
kemudian berkembang pada berbagai tempat di Indonesia, terutama pada masa
Hindu dan masa awal kedatangan Islam (abad ke-13). Pedagang-pedagang Melayu
yang berkekeliling di Indonesia memakai bahasa Melayu sebagai lingua franca ,
yakni bahasa komunikasi dalam perdagangan, pengajaran agama, serta hubungan
antarnegara dalam bidang ekonomi dan politik.
Lingua franca ini secara merata berkembang di kota-kota pelabuhan yang
menjadi pusat lalu lintas perdagangan. Banyak pedagang asing yang berusaha
untuk mengetahui bahasa Melayu untuk kepentingan mereka. Bahasa Melayu ini
mengalami pula penulisannya dengan huruf Arab yang juga berkembang menjadi
huruf Arab-Melayu. Banyak karya sastra dan buku agama yang ditulis dengan huruf
Arab-Melayu. Huruf ini juga dijadikan sebagai ejaan resmi bahasa Melayu sebelum
mulai digunakannya huruf Latin atau huruf Romawi untuk penulisan bahasa Melayu,
walaupun masih secara sangat terbatas.
Ejaan latin untuk bahasa Melayu mulai ditulis oleh Pigafetta, selanjutnya
oleh de Houtman, Casper Wiltens, Sebastianus Dancaert, dan Joannes Roman.
Setelah tiga abad kemudian ejaan ini baru mendapat perhatian dengan
ditetapkannya Ejaan Van Ophuijsen pada tahun 1901.
Keinginan untuk menyempurnakan ejaan Van Ophuijsen terdengar dalam
Kongres Bahasa Indonesia I, tahun 1938 di Solo, yang sembilan tahun kemudian
terwujud dalam sebuah Putusan Menteri Pengadjaran Pendidikan dan Kebudajaan,
15 April 1947, tentang perubahan ejaan baru. Perubahan tersebut terlihat, antara
lain, seperti di bawah ini.Ejaan Republik ialah ejaan baru yang disusun oleh Mr.
Soewandi. Penyusunan ejaan baru dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan
yang berlaku sebelumnya yaitu Ejaan Van Ophuysen juga untuk menyederhanakan
sistem ejaan bahasa Indonesia
Bahasa adalah media yang digunakan oleh manusia untuk dapat
berinteraksi dengan manusia lainnya. Apabila bahasa tidak ada maka interaksi
dalam kehidupan manusia tidak akan terjadi. Ada banyak bahasa di dunia, hampir
setiap negara di dunia memiliki bahasanya tersendiri, bahkan ada juga negara yang
memiliki beragam bahasa, contohnya Indonesia.
Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada
semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai
bagian dari kebudayaan di mana manusia memegang peranan penting, bahasa
juga turut ambil bagian dalam peran manusia itu karena fungsinya sebagai alat
komunikasi yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban
manusia itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas , maka dapat dirumuskan
masalahnya sebagai berikut :
Bagaimana peran bahasa Indonesia sebagai alat untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan?
1. Ejaan van Ophuysen (1901-1947)
2. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) – 1947-1972
3. Bagaimana peran bahasa Indonesia dalam teknologi informasi
dan komunikasi ?
4. Bagaimana peran bahasa dalam kaitannya dengan dunia kesenian ?
C. Tujuan Tulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Apa Itu Ejaan van Ophuysen (1901-1947)
2. Mengetahui Apa ItuEjaan Republik (Ejaan Soewandi) – 1947-1972
3. Mengetahui dan memahami peran bahasa Indonesia sebagai alat untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan.
4. Mengetahui dan memahami peran bahasa Indonesia dalam teknologi
informasi dan komunikasi
5. Mengetahui dan memahami peran bahasa dalam kaitannya dengan dunia
kesenian.
D. Manfaat Tulisan
Adapun manfaat yang dapat kita peroleh yakni meningkatan wawasan dan
pemahaman pembaca tentang peran bahasa dalam bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
BAB II
PEMBAHASAN
Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah digunakan
untuk bahasa Indonesia.Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut
model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi
yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:Kebanyakan catatan tertulis bahasa
Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali
oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan
Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van
Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk
bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda ini. pernah jadi
inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi
profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat
Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini
kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi
panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Charles Adrian van Ophuijsen (Ch. A. van Ophuysen) merupakan tokoh penting dalam
tonggak bahasa Indonesia., ejaan Ophuijsen lahir dari niat pemerintah kolonial Belanda
untuk menengahi keberagaman variasi bahasa Melayu yang ada di Nusantara saat itu,
sekaligus memudahkan Belanda menyebarkan kekuasaan di daerah kolonisasinya.
Dulu, bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal BI ditulis menggunakan huruf
Jawi (Arab Melayu atau Arab gundul). Meskipun bahasa ini tetap hidup di masyarakat,
para sarjana Belanda menilai bahasa Melayu tidak cocok menggunakan huruf Arab
karena penulisan huruf vokal seperti e, i, o ditulis sama saja saat ingin menuliskan
kata yang memiliki vocal a dan u. Bagi yang tinggal di daerah Riau dan pernah
mendapatkan pelajaran Arab Melayu dari sekolahnya, mungkin ngerti nih dengan apa
yang gue maksud. Sebagai ilustrasi, coba lihat deh contoh tulisan Arab Melayu (arab
gundul) di bawah ini.
Sebenarnya sih bukan itu saja, salah satunya karena ancaman militansi umat
Islam bagi kolonial Belanda membuat Belanda merasa perlu mengurangi pengaruh
Islam-arab di Nusantara.
Faktor lain penetapan ejaan baku ini diresmikan Belanda karena pada saat
itu pemerintah kolonial sedang menjalankan politik etisnya di Nusantara, yaitu sebuah
kebijakan untuk membuka peluang pendidikan bagi kaum ningrat
Nusantara. Masalahnya, jika bahasa Melayu tidak distandarkan, proses pendidikan ini
akan terhambat. Coba bayangkan kalau tidak ada standar bahasa, pasti susah kan
melakukan proses belajar-mengajar?
Dalam karirnya sebagai inspektur pendidikan ulayat (kaum bumiputera, saat itu), van
Ophuijsen telah membuat Kitab Logat Melayu: Woordenlijst voor de spelling der
Malaisch taal met Latijnch karakter (Perbendaharaan Kosakata: daftar kata untuk
ejaan bahasa Melayu dalam huruf Latin) yang diterbitkan di Batavia 1901 dan berisi
10.130 kata-kata Melayu dalam ejaan baru, dengan prinsip ejaan bahasa Belanda.
Kitab ini merupakan upaya Belanda dalam membuat standar bahasa saat mereka
bercokol di Nusantara. Yah, namanya berbasis alasan kolonial, tentu ini dibuat agar
bisa meluaskan kekuasaan mereka sekaligus dapat menyatukan Nusantara di bawah
kendalinya. Belanda menerapkan bahasa ini mulai dari sekolah-sekolah bumiputera.
Oleh karena itu, bahasa Melayu Ophuijsen ini sering disebut “bahasa Melayu
sekolahan”. Tidak berhenti di situ, sejak penerbit Balai Poestaka (sekarang: Balai
Pustaka) didirikan Belanda, bahasa ini semakin menancap di kaum terdidik Nusantara.
Ya, artinya Belanda melalui pemerintah kolonialnya berhasil melakukan politik bahasa
dengan menjadikan bahasa (Melayu) Indonesia sebagai standar bahasa kita, yang
bahkan masih berlaku hingga saat ini.
Pernah terpikir enggak sih, bagaimana bisa seorang Belanda totok macam van
Ophuijsen bisa menulis kitab bahasa Melayu yang demikian kompleks? Ternyata
eyang buyut Ophuijsenini lahir di Solok, Sumatera Barat, tempat digunakannya
bahasa Melayu dengan masif. Selain memang suka mempelajari bahasa-bahasa di
Nusantara, kehidupan masa kecil van Ophuijsen yang lahir di tanah Minangkabau ini
memudahkannya membuat standar yang menjadi cikal-bakal Bahasa Indonesia yang
kita pakai hingga saat ini. Enggak heran juga, akhirnya dia diangkat menjadi profesor
bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda.
Ternyata, jauh sebelum menerbitkan Kitab Logat Bahasa Melayu, lelaki yang lahir
tahun 1856 dan meninggal tahun 1917 ini sudah membuat dua buku bahasa lain:
Kijkjes in Het Huiselijk Leven Volkdicht (Pengamatan Selintas Kehidupan
Kekeluargaan Suku Batak) tahun 1879 dan Maleische Spraakkunst (Tata Bahasa
Melayu) tahun 1910. Buku Tata Bahasa Melayu inilah yang akhirnya menjadi
pedoman dalam berbahasa Melayu di Indonesia setelah diterjemahkan oleh T.W.
Kamil dan diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kecakapannya di bidang bahasa membuat
pemerintah kolonial menugaskannya untuk merumuskan tata bahasa Melayu baku.
Maka mulailah Ophuysen berjalan menyusuri Sumatera hingga Semenanjung
Malaya untuk meneliti bentuk murni dari bahasa Melayu hingga terpilihlah bahasa
Melayu Riau sebagai patokan standardisasi.
Layaknya pro dan kontra, ada yang sepakat dan menolak, hal itu terjadi pada
karya Ophuijsen ini. Meskipun jasa Ophuijsen ini begitu besar, ada juga yang
menudingnya sebagai arsitek yang telah menggusur varian bahasa Melayu lain. Joss
Wibisono, sejarawan, menyalahkan Ophuijsen sebagai pihak yang menjadikan
derajat bahasa Melayu Riau (Riouw Maleisch) lebih tinggi daripada Melayu pasar
(laag Maleis) yang memang digunakan secara meluas oleh khalayak di Nusantara
dulu. Bagi Joss, Melayu Riau itu mitos, dan hanya ditemui di karya sastra (yang nanti
setelah dibakukan oleh Belanda kemudian disebarluaskan melalui novel-novel
terbitan Balai Pustaka).
Meski ejaan Ophuysen sudah dihilangkan oleh pemerintah dulu, tetapi ejaan ini
nyatanya tidak benar-benar hilang. Tengok saja merek dagang: Bakoel Koffie
(http://www.bakoelkoffie.com/) yang ingin memunculkan kembali suasana tempo
doeloe. Selain itu, Eka Kurniawan, seorang sastrawan muda, pernah menelurkan
kompilasi cerpen berjudul Cinta Tak Ada Mati (2005), dengan memakai ejaan
Ophuysen di salah satu cerpennya: Pengakoean Seorang Pemadat Indis. Eka
beralasan ingin tampil orisinal dengan ejaan ini dan berniat menggugah generasi
muda pada ejaan lama agar tidak enggan membaca tulisan-tulisan jadul.
B. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) – 1947-1972
Ejaan ini disebut sebagai Ejaan Soewandi karena diresmikan tanggal 17 Maret 1947
oleh Menteri, Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan saat itu, yaitu Raden Soeawandi,
menggantikan ejaan Ophuijsen. Sebenarnya nama resminya adalah ejaan Republik,
namun lebih dikenal dengan ejaan Soewandi.
a. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata dulu, aku, Sukarni, republik (perhatikan
gambar prangko di atas), dsb. Ternyata yah, perubahan ejaan ini mendapat
pertentangan dari orang-orang yang namanya menggunakan ejaan oe. Sebagian
tetap mempertahankan menggunakan ejaan Ophuijsen untuk nama mereka
meskipun ejaan Republik sudah diberlakukan. Mungkin salah satu orangnya
adalah Mr. Soewandi sendiri 🙂 Belakangan, varian penulisan nama dua mantan
presiden kita, Soeharto (Suharto) dan Soekarno (Sukarno), membuat salah satu
komponen ejaan Ophuijsen dimaklumkan untuk dimunculkan kembali (lihat dua
gambar di bawah).
Duo contoh di atas membuktikan bahwa nama orang yang mestinya tetap
(enggak berubah), ternyata bisa juga berubah disesuaikan dengan ejaan yang
sudah lazim.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, pada kata-kata makmur,
tak, pak, atau hamzahnya dihilangkan menjadi kira-kira, apa elo masih menulis
jum’at alih-alih jumat?
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada mobil2, ber-jalan2, ke-
barat2-an. Jadi terjawab deh kenapa sampai saat ini kita masih sering menuliskan
angka 2 sebagai perwakilan kata ulang. Tapi sayang, kalau konteks bahasa baku,
hal ini sudah kedaluarsa.
d. Awalan di– dan kata depan di keduanya ditulis serangkai dengan kata yang
menyertainya. Alhasil, penulisan disekolah atau dijalan disamakan dengan dijual
atau diminum. Nah, penulisan di- sebagai awalan dan kata depan selalu menjadi
momok dalam tutur lisan maupun tulisan. Saat mestinya digabung, dijalankan
menjadi di jalankan. Sebaliknya, di mana menjadi dimana.
e. Penghapusan tanda diakritis atau pembeda antara huruf vokal tengah / yang
disebut schwa oleh para linguis atau e ‘pepet’ disamakan dengan e ‘taling’. Gue
pribadi agak keberatan dengan penghapusan ini. Akibatnya, karena dialek bahasa
Indonesia kita sangat beragam dan dipengaruhi bahasa daerah masing-masing,
jadi mestinya kita bisa maklum jika ada orang Ambon/Papua yang kesulitan
mengeja Tebet (konsensusnya Tbt) tetapi malah dieja Tebet (seperti mengeja
bebek). Atau misalnya, komputer yang bagi orang Batak dieja sebagai komputer
(seperti mengeja e pada kemah) alih-alih komputer (seperti mengeja e pada
terbang). Namun begitu, ada juga pendapat bahwa hal ini baik karena menuliskan
tanda diakritis tidaklah praktis.
A. Kesimpulan
Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah
digunakan untuk bahasa Indonesia.Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata
Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan
huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:Kebanyakan
catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal
sebagai tulisan Jawi.
B. Saran
Penulis berharap setelah pembaca selesai membaca makalah ini, pembaca
di harapkan dapat mengerti mengenai Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Dan
Iptek
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Van_Ophuijsen
http://bahasakita.com/dari-ejaan-van-ophuijsen-hingga-eyd/
http://www.makalahkuliah.com/2012/05/perbedaan-antara-ejaan-van-
ophuijsen.html
http://labuberbulu.wordpress.com/2011/05/19/ejaan-ejaan-di-indonesia-doeloe-
hingga-k1n1/
http://indosastra.com/bahasa-indonesia/ejaan-bahasa-indonesia/