Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP PENYAKIT OSTEOPOROSIS

A. DEFENISI

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stres
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal.
Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan
adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang. Osteoporosis bukan hanya berkurangnya
kepadatan tulang tetapi juga penurunan kekuatan tulang. Pada osteoporosis kerusakan tulang
lebih cepat daripada perbaikan yang dilakukan oleh tubuh. Osteoporosis sering disebut juga
dengan keropos tulang. Tulang-tulang yang sering mengalami fraktur/patah yaitu : tulang ruas
tulang belakang, tulang pinggul, tungkai dan pergelangan lengan bawah. (WHO).
Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan
pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitastulang yang
meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar. Insidenosteoporosis meningkat sejalan
dengan meningkatnya populasi usia lanjut (Adam,2002, Kaniawati, 2003; Hammett, 2004;
Sennang, 2006).

B. ETIOLOGI
1. Faktor genetic
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal
yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai
ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den
besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi
proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya
usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari
pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn
proses penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun
dengan bertambahnya usia dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya
usia.
3. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan
massa tulang sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita
post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-
wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan
absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi
negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga
baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa
pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium
dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa
menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan / kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam
amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi
kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama
makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor
tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor
tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari
makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative
5. Estrogen
Berkurangnya / hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.
6. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak
diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin
maupun tinja.
7. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu
dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah,
disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas
belum diketahui dengan pasti .
C. PATOFISIOLOGI
1. Nyeri tulang akut.Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat
dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
2. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur.
3. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan
aktivitas
4. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan
sehingga dapat terjadi paraparesis.
5. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya
datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause
sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang
dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada
pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
6. Kecenderungan penurunan tinggi badan.
7. Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari Deformitas vertebra thorakalis.
D. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur
colles pada pergelangan tangan.
E. PENATALAKSANAAN
1. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat
melindungi terhadap demineralisasi tulang.
2. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen
dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah
terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
3. Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis
termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat.
4. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase
alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED).Pemeriksaan ini
untuk menilai kecepatan bone turnover.
2. Penilaian bone turnover rate dilakukan dengan membandingkan aktivitas
formasi tulang dengan aktivitas resorpsi tulang. Apabila aktivitas
pembentukan/formasi tulang lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas resorpsi
tulang maka pasien ini memiliki risiko tinggi terhadap osteoporosis. Evaluasi
biokimia ini dilakukan melalui pemeriksaan darah dan urine pagi hari.
3. Pemeriksaan non-invasif yaitu :
4. Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriks kalsium
total dan massa tulang.
5. Pemeriksaan absorpsiometri.
6. Pemeriksaan komputer tomografi (CT).
7. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan
informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan
kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista
iliaka.
8. Radiologi
Pemeriksaan radiologi vertebra torakalis dan lumbalis AP dan lateral dilakukan
untuk mencari adanya fraktur. Nilai diagnostik pemeriksaan radiologi biasa untuk
mendeteksi osteoporosis secara dini kurang memuaskan karena pemeriksaan
ini baru dapat mendeteksi osteoporosis setelah terjadi penurunan densitas
massa tulang lebih dari 30%.

G. PENCEGAHAN
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda hal ini
bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa (Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
3. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
4. Latihan teratur setiap hari
5. Hindari :Makanan tinggi protein, Minum alcohol, Merokok, Minum kopi, Minum
antasida yang mengandung aluminium.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan.
Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis. Kadang
keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Faktor lain yang perlu
diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal,
imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar
matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum
dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis.
Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati,
endokrin dan insufisiensi pancreas (diabetes mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid,
Sindrom Cushing, akromegali, Hipogonadisme). Riwayat haid , usia menarke dan
menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita
osteoporosis juga perlu
3. Pengkajian psikososial.
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien dengan
kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi sosial karena perubahan yang tampak
atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan
seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi
interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu
mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.
4. Pola aktivitas sehari-hari.
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu
luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan yang
terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah agility,
stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan memanipulasi
ketrampilan motorik halus) menurun.
5. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B (Breathing, blood, brain, bladder,
bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada,
apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri
punggung yang disertai pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi badan,
perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang. Pemeriksaan fisik terbagi
menjadi 6 yaitu:
a. B1(breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpas: traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2(blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing,
adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3(brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
d. B4(Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan.
e. B5(bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
f. B6(Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan.
Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri
spinal.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
Defenisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih eksremitas secara
mandiri
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan
klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan
terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
b. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan
gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
c. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.

Anda mungkin juga menyukai