Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di dunia, termasuk di Indonesia,
mengakibatkan melonjaknya kebutuhan bahan bakar. Telah diketahui bersama bahwa
cadangan minyak bumi dan gas alam yang merupakan bahan dasar untuk pembuatan
bahan bakar semakin menipis. Bahan bakar atau energi fosil ini juga bersifat tak
terbarukan yang artinya butuh waktu jutaan bahkan ratusan juta tahun untuk
mengkonversi bahan baku minyak bumi menjadi minyak bumi. Selain itu bersifat tidak
ramah lingkungan karena dapat menyebabkan dampak-dampak berbahaya bagi
manusia. Untuk itu diperlukan bahan bakar yang terbarukan dan lebih ramah
lingkungan.

Bahan alam (seperti: minyak jarak pagar, minyak jagung, gula tebu,
nyamplung, dll) dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan
dan terbarukan. Banyak peneliti telah berhasil mengubah berbagai bahan terbarukan
menjadi “biodiesel” yang merupakan senyawa campuran monoalkil ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel
dan terbuat dari sumber terbarui seperti minyak sayur atau lemak hewan (Susilowati,
2006).

Biodiesel yang merupakan salah satu kandidat yang baik untuk menggantikan
bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia ini. Bahan bakar
alternatife dari berbagai macam nabati memiliki angka oktan yang belum terlalu tinggi,
oleh karena itu untuk meningkatkan angka oktan, etanol perlu diubah menjadi senyawa
bercabang/isomernya yang dapat dilakukan melalui proses isomerisasi katalitik
menggunakan katalis heterogen (padat) yang bersifat asam maupun basa. Sehingga
pada proses ini diperlukan adanya katalis yang dapat mempercepat dan mempermudah
terjadinya reaksi isomerisasi pada senyawa ester.

Katalis logam murni memiliki tingkat efisiensi yang kurang baik, biaya lebih
mahal. Disamping itu katalis logam murni menunjukkan stabilitas termal yang rendah,
sehingga mengakibatkan turunnya luas permukaan karena terbentuknya logam yang
tidak dapat didispersikan dengan baik. Untuk mengatasi kelemahan tersebut,
komponen logam aktif sering diimpregnasikan pada pengemban yang memiliki luas
permukaan yang besar. Cara ini tidak hanya menghasilkan katalis yang sangat efisien
dengan luas permukaan spesifik yang besar tetapi juga menunjukkan stabilitas termal
yang baik serta masa pakai yang cukup lama dan dapat pula menghasilkan katalis yang
lebih selektif. Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai pengemban adalah zeolit,
silika dan alumina.

Penggunaan zeolit alami, silika, alumina dan senyawa anorganik lainnya


sebagai pengemban katalis dapat mempermudah proses reaksi penukar ion, penyaring
molekuler, dan membentuk kristalisasi ikatan pada proses pembuatan biodiesel. Oleh
karena itu pada penulisan ini disajikan beberapa perbandingan antara penggunakan
zeolit alami, silika dan alumina pada proses pembuatan bidiesel sebagai pengemban
katalis, serta perbedaan-perbedaan diantara pengemban katalis tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan antara pengemban katalis berupa zeolit, silika dan


alumina.
2. Mengetahui kegunaan masing-masing bahan pengemban katalis.
3. Menganalisis pengaruh pengemban katalis terhadap proses pembuatan
biodiesel.

1.3 Manfaan Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:

1. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan tambahan


wawasan pengetahuan tentang salah satu metode pembuatan biodiesel
menggunakan bahan pengemban katalis berupa zeolit, alumina dan silika.
2. Hasil penulisan ini diharapkan pula dapat memberikan kontribusi pada
upaya memproduksi katalis yang murah dan ramah lingkungan karena
bahan pengemban katalis yang digunakan lebih memberikan keuntungan yang
besar dari pada bahan katalis yang bersifat homogen.
PEMBAHASAN

2.1 Zeolit
Zeolit adalah mineral dengan struktur kristal alumino silikat yang berbentuk
rangka (framework) tiga dimensi, mempunyai rongga dan saluran, serta mengandung
ion Na, K, Mg, Ca dan Fe serta molekul air (Las Thamzil, 2002). Sedangkan Menurut
Susilowati (2006) zeolit adalah katalis yang sering digunakan karena memiliki
penyusun yang penting yang tidak dapat ditemukan dalam katalis amorf konvensional.
Zeolit memiliki karateristik berongga dan biasanya dapat diisi ileh air dan kation yang
bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu. Oleh karena itu zeolit dapat
dimanfaatkan sebagai penyaring penukar ion, penyerap bahan dan katalisator. Banyak
cara dilakukan untuk meningkatkan kinerja zeolit sebagai salah satunya dengan
mengaktifkan zeolit terlebih dahulu.

Secara umum zeolit biasanya ditulis dengan rumus kimia oksida atau
berdasarkan satuan sel kristal sebagai berikut:
M2/nO Al2O3 aSiO2 b H2O atau Mc/n {(AlO2)c (SiO2)d} b H2O
Keterangan:
1. n adalah valensi logam
2. a dan b adalah molekul silikat dan air
3. c dan d adalah jumlah tetrahedra alumina dan silika (Gambar 2.1).
4. Rasio d/c atau SiO2/Al2O bervariasi dari 1-5.

Las Thamzil (2002) menjelaskan bahwa saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam dan
lebih dari 120 zeolit sintetik yang sudah diketahui strukturnya.

Gambar 2.1. Bentuk Tetrahida Silika dan Alumina

Breck D.W. (1974) mengklasifikasi zeolit berdasarkan ikatan lingkar ganda 4,


6 dan 8 dan kompleks tetrahedra yang disebut dengan unit bangun sekunder (UBS)
adalah merupakan konfigurasi beberapa tetrahedra Si dan Al atau (TO4) sebagai unit
bangun primer sebagaimana terlihat pada table berikut.

Tabel 1. Unit bangun primer dan sekunder struktur zeolit


Unit Bangun Struktur Keterangan
Unit bangun primer (TO4) Tetrahedra dari 4 atom oksigen
dengan pusat atom Si atau Al
Unit Bangun sekunder S4R, S6R, S8R, Lingkar ganda:
D4R, D6R dan D8R, Kompleks:
T5O10 (4-1), T8O16 (5-1) dan
T10O20 (4-4-1)

Dalam penerapannya zeolit banyak digunakan sebagai pengemban kalis pada


pembuatan biodiesel. Biasanya biodiesel hanya menggunakan katalis homogen.
Penggunaan katalis homogen ini menimbulkan permasalahan pada produk yang
dihasilkan, misalnya masih mengandung katalis yang harus dilakukan separasi lagi
(Buchori l dan Widayat, 2009). Sedangkan menurut Zabeti (2009) Pembuatan biodiesel
menggunakan katalis homogen menunjukkan beberapa kelemahan, antara lain
rumitnya pemisahan produk samping dan katalis dengan biodiesel yang dihasilkan,
terbentuknya produk samping berupa sabun, dan limbah alkali yang dihasilkan
memerlukan pemrosesan lebih lanjut.

Dengan mempertimbangkan kekurangan tersebut maka penggunaan zeolit


sebagai pengemban katalis untuk biodiesel memiliki banyak keuntungan karena dapat
dilakukan sekaligus dengan reaksi transesterifikasi trigliserida. Dalam pembentukan
ester pencampuran antara zeolit dengan minyak jarak dan minyak fusel (alkohol), akan
mengaktifkan minyak jarak dan trigliserida oleh ion Na+. Kemudian trigliserida yang
teraktifkan akan bereaksi dengan minyak jarak yang sudah teraktifkan. Alkoxide
memiliki ion R’- O - yang merupakan alkoxide ion dengan dua pasang elektronnya,
sedangkan trigliserid yang teraktifkan mempunyai atom C yang bermuatan positif,
sehingga R’- O - cenderung mendekati atom C untuk memberikan satu pasang
elektronnya untuk dipakai bersama-sama. Setelah terjadi pengaturan elektron untuk
mencapai kesetimbangan muatan (sesuai aturan oktet) maka terbentuk ester (Ratna Sari
H, 2015).

Penggunaan zeolit alam pada reaksi transesterifikasi dengan metode reaksi dua
tahap diharapkan dapat meningkatkan yield dan membuat proses produksi biodiesel
menjadi lebih efisien (Ulfayana S, dkk. 2014). Suirta (2009) dan Yuliani (2008)
melakukan dua tahap reaksi untuk mendapatkan biodiesel dari minyak jarak. Tahap
pertama dilakukan reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak
jarak menggunakan katalis asam. Tahap kedua dilakukan reaksi transesterifikasi
trigliserida dengan katalis basa. Dengan menggunakan katalis zeolit kedua reaksi
tersebut dapat dilakukan sekaligus karena zeolit dapat digunakan sebagai katalis dalam
reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi (Susanto, 2008). Hasil sampingan dari
transesterifikasi adalah gliserin. Reaksi transestrifikasi tidak akan berjalan selama
masih terkandung asam lemak bebas di atas 7% (Ambarita, 2002). Oleh karena itu,
dalam pembuatan biodiesel harus melalui dua tahap reaksi. Tahap pertama untuk
menurunkan kadar asam lemak bebas dan tahap kedua untuk mengkonversi trigliserida
menjadi metil ester (Sudrajat, R. 2007).
Zeolit memiliki dua macam tipe, yaitu zeolit alami dan zeolit sintetis. Dalam
pembahasan zeolit alami ini, bahan zeolit yang digunakan berupa zeolit alam dari
Lampung. Zeolit alam memiliki keuntungan harga yang lebih murah namun zeolit alam
juga memiliki kekurangan diantaranya masih banyak bahan pengotor serta air yang
sudah terserap secara perlahan mengalami pelepasan karena kurangnya daya pengikat
yang baik. Zeolit alam Lampung di impregnasikan dengan logam Ni agar dapat
digunakan sebagai catalitic cracking pada pembuatan biodiesel, namun sebelum
digunakan sebagai katalis, zeolit alam terlebih dahulu diaktifasi. Trisunaryanti (2005)
mengaktifkan zeolit dengan merendamnya ke dalam 125 ml larutan HCl 6 N kemudian
disaring dan dicuci berulang kali sampai tidak ada ion Cl- yang terdeteksi oleh larutan
AgNO3, dikeringkan pada suhu 130oC selama 3 jam dalam oven. Menurut Dhimas
Gilang R (2017) untuk prosedur Impregnasi Zeolit dengan Ni adalah dengan membuat
suspensi zeolit yang telah diaktifasi dengan menambahkan aquades, kemudian
membuat larutan Ni(NO3).6H2O dan mengimpreg larutan tersebut ke suspensi zeolit
pada suhu 70-80 oC, dilakukan pengadukan selama 3 jam magnetic stirer sampai katalis
terbentuk pasta. Kemudian dioven pada suhu 110 oC dan mengkalsinasi katalis pada
suhu 350 oC selama 3 jam.

Yield yang dihasilkan oleh zeolite alam terkativasi adalah 76.5% sementara
pada Ni/zeolite 5% menghasilkan yield 85% pada Ni/Zeolit 10% menghasilkan yield
sebanyak 81.3% yield yang dihasilkan oleh Ni/Zeolit 5% lebih banyak dari Pada yang
dihasilkan oleh Ni/Zeolit 10% dan Zeolit terktivasi asam hal ini karena semakin banyak
penambahan Ni dapat meningkatkan kecepatan reaksi dan hasil reaksi namun ketika
jumlahnya berlebih justru akan menghambat kerja reaksi karena banyaknya logam
yang bereaksi dengan trigliserida pada proses sintesis biodiesel.

Semestara itu untuk zeolit sintestis memiliki keuggulan diantaranya mampu


mengikat air dengan kuat serta memiki waktu yang lebih pendek dalam penggunaannya
dan juga susuan struktural porinya dapat diatur sehingga memiliki luas permukaan
yang lebih banyak. Akan tetapi harganya lebih mahal daripada zeolit alami (Anonim,
2007). Walaupun jenis zeolit sintetis memiliki banyak keunggulan namun dalam
aplikasi penggunaanya zeolit alami lebih dipilih karena harga yang lebih murah untuk
digunakan dalam pembuatan biodiesel dan juga banyak penilitian yang didapat adalah
dengan menggunakan zeolit alami. Oleh karena itu zeolit dalam pembahasan ini yang
lebih ditekankan adalah zeolit alami.

2.2 Alumina
Aluminium oksida (alumina) adalah senyawa kimia dari aluminium dan
oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Secara alami, alumina terdiri dari mineral
korondum, dan memiiki bentuk kristal seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur kristal mineral korondum alumina (Hudson, et. al., 2002)
Senyawa ini termasuk dalam kelompok material aplikasi karena memiliki sifat-
sifat yang sangat mendukung pemanfaatannya dalam beragam peruntukan. Senyawa
ini diketahui merupakan insulator listrik yang baik, sehingga digunakan secara luas
sebagai bahan isolator suhu tinggi, karena memiliki kapasitas panas yang besar.
Alumina juga dikenal sebagai senyawa berpori sehingga dimanfaatkan sebagai
adsorben (Ghababazade, et al., 2007). Sifat lain dari alumina yang sangat mendukung
aplikasinya adalah daya tahan terhadap korosi (Mirjalili, et. al., 2011) dan titik lebur
yang tinggi, yakni mencapai 2053-2072 oC (Budavari, 2001).
Penggunaan katalis di bidang kimia dan proses industri kimia dewasa ini
semakin meluas. Katalis yang digunakan untuk mengkatalisis suatu reaksi pada waktu
tertentu akan mengalami penurunan aktivitas. Hal ini berhubungan dengan umur katalis
tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa aktivitas katalis akan menurun seiring
dengan pemakaiannya dalam reaksi kimia. Semakin besar umur suatu katalis, semakin
kecil aktivitas katalis yang bersangkutan. Panjang pendeknya umur katalis ditentukan
oleh kecepatan hilangnya aktivitas dan selektivitas katalis (Pranjoto, 2007).
Salah satu peggunaanya di bidang biodiesel yang merupakan sumber energi
potensial yang telah menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir, karena dapat
diproduksi dari sumber terbaharukan dan menghasilkan polutan yang rendah. Secara
konvensional, biodiesel diproduksi melalui transesterifikasi minyak nabati
menggunakan katalis homogen. Proses katalitik homogen memiliki beberapa
kekurangan, seperti: banyak mengeluarkan air buangan dari pencucian residu katalis
dan tidak dapat digunakan kembali. Untuk mengatasi kekurangan penggunaan katalis
homogen baik secara ekonomi maupun lingkungan ditempuh dengan mengembangkan
katalis heterogen atau katalis padat, yang dapat dengan mudah dipisahkan dari
campuran reaksi secara filtrasi. Katalis ini berupa alumina yang memiliki kemampuan
lebih dibandingkan katalis homogen biasa, oleh karena itu salah satu pengemban
katalis saat ini yang sering digunakan berupa alumina.

Saat ini banyak digunakannya alumina sebagai pengemban katalis suatu produk
biodiesel. Telah dilakukan preparasi dan karakterisasi katalis NaOH/ɤ-alumina,
Na2CO3/ɤ-alumina oleh Farida 2014 dan katalis CaO/γ-alumina oleh Doni 2011, serta
katalis heterogen K2CO3/γ-alumina dan CaCO3/γ- alumina oleh Arum 2014 untuk
reaksi transesterifikasi minyak jarak (Ricinus communis) menjadi biodiesel dengan
metode impregnasi basah. Karakterisasi katalis meliputi penentuan struktur kristal dan
spesies pada sampel katalis (Farida, 2014). Hasil dari penelitian Farida yaitu
karakterisasi menunjukkan bahwa pengembanan NaOH maupun Na2CO3 membentuk
fase kristal baru, meningkatkan kebasaan dan rerata jejari pori namun menurunkan luas
permukaan spesifik dan volume total pori ɤ-alumina (Farida, 2014). Sedangkan Hasil
penelitian Doni menunjukkan bahwa penambahan MgO dan CaO menuju γ-alumina
meningkatkan bacicity dan radius pori rata-rata, dan mengurangi luas permukaan
spesifik γ-alumina (Doni, 2011). Serta hasil penelitian arum menunjukkan impregnasi
K2CO3 dan CaCO3 pada γ-alumina mampu menurunkan luas permukaan,
meningkatkan basisitas dan rerata jejari pori γ-alumina (Arum, 2014).

Selain dilakukan preparasi dan karakterisasi katalis alumina dapat digunakan


penambahan partikel nano alumina terhadap karakteristik tegangan tembus dan
tegangan insepsi peluahan sebagian. Kekuatan dielektrik minyak transformator nynas
nitro murni dapat ditingkatkan dengan menambahkan berbagai partikel nano seperti
nanoalumina (Al2O3). Hasil menunjukkan bahwa tegangan tembus minyak nanonynas
meningkat sebesar 6% dan nilai tegangan insepsi dan peluahan sebagian lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak murni (Aulia, 2011). Kemudian dilakukan penelitian
SiO2/Al2O3 dari abu daun salak. SiO2yang dihasilkan dari abu daun salak direaksikan
dengan(Al2(NO3)2). SiO2/Al2O3. Abu daun salak mempunyai nilai 20º-30º
menunjukkan adanya senyawa SiO2 sedangkan pada nilai 40º-75º menunjukan adanya
senyawa γ- Al2O3. Hasil SEM yang dihasilkan menunjukan bahwa morfologi adsorben
SiO2/Al2O3 seperti bola bola kecil yang menumpuk dan mempunyai kerapatan yang
tinggi. Sedangkan hasil BET menyatakan bahwa tipe adsorpsi-desorpsi SiO2/Al2O3
adalah pada tipe IV yang merupakan bentuk pori yaitu mesopori (Faiha, 2018).

2.3. Silika
Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioxsida)
yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral
adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang atau galian yang berupa
mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal silika
(SiO2). Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal tridimit dapat
diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu 870 °C dan bila pemanasan
dilakukan pada suhu 1470 °C dapat diperoleh silika dengan struktur kristobalit. Silika
juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu
tinggi. (Aida N, 2010). Pengemban Silika (SiO 2), bersifat netral dengan luas
permukaan 150 – 800 m²/gram.
Silika nabati dapat ditemui pada sekam padi dan tongkol jagung. Silika nabati
yang umumnya digunakan saat ini adalah silika sekam padi . Sekam padi terdiri atas
34-44% selulosa, 23-30% lignin, 13-39% abu, dan 8-15% air. Abu sekam padi
umumnya mengandung silika (SiO2) sebesar 86,90-97,30% dan sejumlah kecil alkali
dan logam pengotor. Silika dari sekam padi dapat dimanfaatkan menjadi sumber silika
dalam pembuatan berbagai material berbahan dasar silika, seperti natrium silikat
(Na2SiO3). Natrium silikat (Na2SiO3) banyak digunakan di industri, terutama untuk
bahan pembuatan sabun dan detergen, bahan perekat, bahan baku pembuatan beton dan
semen, serta sebagai adsorben (Muljiyanti, 2010). Menurut Indra K (2011) dalam
mendapatkan silika dari sekam padi dapat dilakukan menggunakan metode ekstraksi
alkalis dan metode pengabuan. Silika yang diperoleh melalui metode ekstraksi alkalis
adalah berupa larutan sol dimana silika pada fase larutan adalah fase amorf atau mudah
reaktif (kusyanto 2017). Sedangkan pada metode pengabuan, sekam padi dibakar pada
suhu diatas 200°C selama 1 jam untuk mendapatkan arang sekam padi yang berwarna
hitam (Sholikha, 2015). Struktur kristal silika dapat dilihat dari gambar 2.3 sebagai
berikut:
Gambar 2.3. Bentuk Tetrehidral Silika

Pada sebagian besar silika, atom Si menunjukkan koordinasi tetrahedral,


dengan 4 atom oksigen yang mengelilingi sebuah atom Si pusat. Contoh yang paling
umum adalah dilihat dalam bentuk kristal kuarsa SiO2 silika. Pada masing masing
bentuk kristal yang paling rata-rata semua 4 dari simpul (atau oksigen atom) dari tetra
hedra SiO4 dibagi dengan struktur kristal yang lain membentuk ikatan yang salaing
beda bentuk, namun perbedaan bentuk yang tidak stabil ini jika digunakan untuk reaksi
pembuatan biodiesel dapat membentuk kristal amorf yang kecil sehigga dapat
menghasilkan stuktur yang sangat baik dengan membentuk rumus kimia berupa SiO2
(Maharani, 2010).

Penggunaan silika sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel memiliki


keuntungan antara lain untuk mendapatkan yield biodiesel yang terbaik. Menurut
Ricky dkk (2011) katalis heterogen merupakan pilihan baru untuk menggantikan
katalis homogen berdasarkan korosivitasnya yang lebih rendah, kemudahannya untuk
dipisahkan, dapat digunakan kembali, dan menghasilkan limbah beracun dalam jumlah
yang lebih sedikit.

Katalis silika ini digunakan untuk meningkatkan kecepatan reaksi dan yield
produk. Karena reaksi ini merupakan reaksi bolak‐balik (reversible), dibutuhkan
trigliserida berlebih untuk menggeser kesetimbangan ke arah produk (Ricky dkk,
2011). Konversi biodiesel menjadi metil ester atau etil ester melalui proses
transesterifikasi dapat mengurangi berat molekul biodiesel hingga sepertiganya dan
mengurangi viskositas hingga seperdelapannya, serta sedikit meningkatkan titik
nyalanya (Lemigas, 2005). Kusyanto dkk, (2017) memanfaatkan silika dari sekam padi
sebagai katalis pembuatan biodiesel dari minyak sawit. Hasil dari percobaan yang
dilakukan adalah abu sekam padi terkalsinasi pada suhu 500°C selama 3 jam
diimpregnasi dengan KOH 1,9 N. Variabel yang digunakan sebagai indikator biodiesel
dari minyak sawit telah menjadi biodiesel yang terbaik adalah dengan viskositas,
densitas, asam lemak bebas, metil ester yang terbentuk dan yield yang dihasilkan.

2.4. Perbedaan Pengemban Katalis


Salah satu tujuan penulisan ini adalah mengetahui perbedaan antara pengemban
katalis berupa zeolit, alumina dan silika. Oleh karena itu pada penulisan ini disajikan
beberapa perbedaan yang mempengaruhi katalis tersebut dalam proses pembuatan
biodiesel. Zeolit memiliki beberapa kegunaan diantara lain mampu melakukan
pertukaran ion, adsorbsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang teratur
dengan rongga yang saling berhubungan kesegala arah menyebabkan luas permukaan
zeolit sangat besar sehingga sangat baik digunakan sebagai pengemban katalis (Chang,
2003).

Alumina disebut juga sebagai salah satu pengemban katalis yang baik. Katalis
alumina ini dapat dilakukan melalui preparasi dan karakterisasi untuk penerapannya
dalam proses pembuatan biodiesel yang biasanya menunggunakan unsur NaOH/ɤ-
alumina atau NiCO3/ɤ-alumina. Selain itu juga dapat digunakan penambahan partikel
nano alumina terhadap karakteristik tegangan tembus dan tegangan insepsi peluahan
sebagian. Alumina juga dikenal sebagai senyawa berpori sehingga dimanfaatkan
sebagai adsorben. Sifat lain dari alumina yang sangat mendukung aplikasinya adalah
daya tahan terhadap korosi dan titik lebur yang tinggi, yakni mencapai 2053-2072 oC
(Budavari, 2001).
Silika (SiO2) dapat digolongkan dalam bentuk amorf dan kristal. Keduanya
berpori namun kurang aktif sebagai katalis utama. Silika membutuhkan logam sebagai
pembawa sifat katalitik pemerluas situs aktif . logam Ni banyak dipilih karena
tergolong mempunyai aktifitas dan selektivitas yang baik, murah dan mudah diperoleh.
Logam akan didistribusikan pada silika (SiO2), untuk meningkatkan kontak dengan
reaktan (Prameswari Arum P, 2016).
Secara khusus perbedaan antara zeolit, alumina dan silika adalah sebagai
berikut:
1. Zeolit memiliki sifat molekulersif atau penyaring molekul
2. Alumina dan silika memiliki sifat amorf dan kristalisasi
3. Semakin alumina dan silika memiliki sifat amorf dan kristalisasi yang
semakin kecil maka kedua bahan tersebut sangat baik untuk digunakan
4. Tidak berlaku seperti alumina dan slikia, zeolit sendiri memiliki sifat
molekulersif atau penyaring molekul yang artinya semakin membentuk
kristalisasi maka zeolit semakin tidak bagus, namun zeolit juga memliki
pola bentuk struktur ikatan yang sama sehingga ketika molekul yang sama
itu mengecil akan membentuk ikatan yang kuat dengan bentuk struktur
ikatan rongga yang saling bertumpukan urut antara satu dengan yang lain.

Degan demikian perbedaan antara pengemban katalis berupa zeolit, alumina


dan silika dapat diketahui baik secara umum maupun khusus. Sehingga dapat diketahui
penggunaa katalis yang lebih menguntungkan antara satu dengan yang lain bisa
diterapkan sesuai proporsi antara masing-masing katalis.
KESIMPULAN
Zeolit sebagai pengemban katalis lebih diunggulkan karena sifat dari zeolit itu
sendiri adalah molekulersif atau penyaring molekul yang memliki pola bentuk yang
sama sehingga ketika molekul yang sama itu mengecil akan membentuk ikatan yang
kuat antara satu dengan yang lain dengan bentuk struktur ikatan rongga yang sama.
Akan tetapi semakin membentuk kristalisasi maka penggunaan zeolit semakin tidak
efektif. Hal ini tidak berlaku untuk alumina dan silika yang juga sebagai pengemban
katalis yang baik, akan tetapi alumina dan silika semakin dia amorf semakin bagus dan
semakin kecil membentuk kristalisasi semakin bagus sebagai katalis.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin D A. 2014. “Katalis Heterogen K2CO3/Γ-Alumina Dan CaCO3/Γ- Alumina


dalam Pembuatan Biodiesel”. Jurnal Penelitian. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

Aida N dan Dewanti L. 2010. “Pembuatan silika gel dari abu ampas tebu dengan
proses ekstraksi Basa (NaOH) dan sol gel”. Tugas Akhir. Institut Teknologi
Sepuluh November. Surabaya

Aulia, dkk. 2018. “Pengaruh Penuaan Elektrik Terhadap Karakteristik Tegangan


Tembus dan Pdiv Minyak Nanonynas”. Jurnal Teknik Kimia. Universitas
Andalas.

Ambarita, M.T.D. 2002. “Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas Untuk Produksi


Metal Ester”. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Buchori L., Widayat. 2009. “Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan
Proses Catalytic Cracking”. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Indonesia. Bandung.
Budavari, S. 2001. “The Merck Index Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and
Biologicals. Thirteenth Edition.” Whitehouse: Merck & Co., Inc. Pp. 1170.
Breck D.W., 1974. “Zeolit Molecular Sieves”. John Willey Interscience. New York.

Chang & Zii Wu. 2003. “Handbook of Zeolit Science and Technology”. Chinese
Academy is Science. China.
Galang F, Hanafi, M R., Mardina, P. 2013. “Ekstraksi Silika dari Abu Sekam Padi
dengan Pelarut KOH”. Universitas Lambung Mangkurat.

Ghababazade, R., A. Mirhabibi. dkk.. 2007. “Study of the phase composition and
stability of explosive synthesis nanosized Al2O3”. Journal Surface Science. Vol
601, Pp. 2864.

Harjanti, R.S., 2008. “Pemanfaatan Zeolit Alam Klinoptilolite Sebagai Katlisator


dalam Trigliseridaisis Minyak Jarak “. Jurnal Rekayasa Proses,.Vol.2. No.1.
hal.28-32.
Indra, K R., dkk.. 2011. “Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Katalis Murah dalam
Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit”. Prosiding Seminar
Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia. Institut Teknologi Surabaya.

Kurniawan, Fransnando. 2016. “Pemurnian Cla (Conjugated Linoleic Acid) Hasil


Sintesis Risinoleat Minyak Jarak Dengan Kromatografi Kolom Fasa Diam
Alumina yang Diimpregnasi Dengan Perak Nitrat dan Fasa Gerak
Perbandingan Heksana dan Asetonitril”. Undergraduate Thesis, Unimed.

Kusyanto, Purwa, A H. 2017. “Pemanfaatan Abu Sekam Padi Menjadi Katalis


Heterogen Dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Sawit”. Politeknik Negeri
Samarinda. Samarinda.

Las Thamzil., Zamroni H. 2002. “Penggunaan Zeolit Dalam Bidang Industri dan
Lingkungan”. PUSPIPTEK. Serpong.

Maharani, N H. & Zuliyana. 2010. “Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak
Dedak dan Methanol Dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi”. Skripsi.
Universitas Diponegoro. Semarang.

Mao, V., Konar, S.K., and Boocock, D.G.B. 2004. “The pseudo single phase base
catalityzed trans-methylation of soybean oil”. J.AM Oil Chem Soc. 81: 803-808.

Mirjalili, F., Hasmaliza, M., Luqman, C. 2011. “Preparation of Nano Scale α-Al2O3
Powder by the Sol Gel Method. Ceramics Silikaty. Vol 55 (4). Pp.378-383.

Nurhayati Naik D., Utomo Suryadi B. 2016. “Modifikasi Zeolit Alam Sebagai Katalis
Pengemban Logam Tembaga”. Jurnal FKIP. UNS. Surakarta.

Nuryono, Narsito, dan Sutarno. 2004. “Kajian Penggunaan NaOH dan Na2CO3
Ppada Pembuatan Silika Gel dari Abu Sekam Padi”. Prosiding Semnas P
enelitian Pendidikan dan Penerapan MIPA. Jakarta: Hotel Sahid Raya.

Noor Farida. dkk. 2014. “Preparasi Dan Karakterisasi Katalis NaOH/γ-Alumina dan
Na2CO3/γ-Alumina Untuk Transesterifikasi Minyak Jarak (Ricinus Communis)
Menjadi Biodiesel”. Unspecified Thesis, Unspecified.

Prameswari Arum P, dkk 2016. “Potensi SiO2 dari Limbah Kaca Sebgai Pengemban
Logam Ni Pada Hydrocracking dari Gelas Plastik”. Jurnal FKIP. UNS.
Surakarta.
Sholika I., Friyatmoko W K., dkk. 2015. “Karakterisasi Silika Gel dari Limbah Abu
Sekam Padi dengan Variasi Konsentrasi Pengasaman”. UNY. Yogjakarta.

Sudrajat R., Widyawati Y., Setiawan D. 2007. “Optimasi Proses Esterifikasi Pada
Pembuatan Biodiesel dari Biji Jarak Pagar. Jurnal Penelitian.

Suirta, I.W., 2009. “ Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit”. Jurnal
Kimia. Vol.3. No.1. hal. 1-6.
Susanto BH., Nasikin, M., Sukirno. 2008. “ Sintesis Pelumas Dasar Bio melalui
Esterifikasi Asam Oleat menggunakan Katalis Asam Heteropoli/Zeolit”.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang.

Susilowati. 2006. ” Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit”. Jurnal
Teknik Kimia. UPN. Jawa Timur.
Sutarti, Musi dan Minta Rahmawati. 1994. ”Zeolit Tinjauan Literatur”. LIPI: Jakarta.

Setiadi, Darmawan Y., Fitria R M. “Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Komponen


Penyangga Katalis untuk Reaksi Hidrogenasi CO2 & Perengkahan Minyak
Sawit”. Jurnal Teknik Kimia. Universitas Indonesia. Depok.

Ulfayana Sari, dkk. 2014. “Pemanfaatan Zeolit Alam Sebagai Katalis Pada Tahap
Transesterifikasi Pembuatan Biodiesel dari Sawit Off Grade”. Jurnal
Pengendalian Proses. Universitas Riau. Pekanbaru.

Utomo P, dkk. 2007. “Tinjauan Umum Tentang Deaktivasi Katalis Pada Reaksi
Katalisis Heterogen”. Jurusan Kimia FMIPA. UNY. Yogyakarta.
Wicakso D R. 2011. “Sintesis Biodiesel Dari Crude Palm Oil dengan Katalis Alumina
Hasil Recovery Limbah Padat Lumpur PDAM”. Intan Banjar. Banjar.

Widayat, Wicaksono, A R., Firdaus, H,L., 2013. “Pembuatan Katalis H-Zeolit dengan
Impregnasi KI/KIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel”. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, Vol 2 (148-154). Universitas Diponegoro.

Zabeti M., Wan DWMA., Aroua MK. 2009. “Activity Of Solid Catalysts For Biodiesel
Production”. Fuel Process. Technol. 90: 770–777.
Zaenuri Faiha Ulfiyani. 2018. “Pembuatan Silika Alumina (SiO2/Al2O3) Dari Daun
Salak Sebagai Adsorben Asam Salisilat”. Jurnal Penelitian. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.
Zuhra, Husni Husin, dkk. 2015. “Preparasi Katalis Abu Kulit Kerang Untuk
Transesterifikasi Minyak Nyamplung Menjadi Biodiesel”. Jurnal Teknik Kimia.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai