Anda di halaman 1dari 13

1

FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME


DAN PENDIDIKAN BAHASA

Oleh
Ikhsanudin

(PBS, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

Abstrak: Pumpunan (fokus) penelitian ini adalah kandungan pemikiran


filsafat progresivisme dalam pendidikan bahasa atau pengajaran bahasa
pada abad dua puluh. Penelitian dimaksudkan untuk mengeksplorasi
seberapa besar pengaruh pemikiran tersebut terhadap teori-teori dan
praktik-praktik pendidikan bahasa pada abad dua puluh. Melalui penelitian
historis, ditemukan bahwa pada abad dua puluh terdapat kecenderungan
adanya kandungan pemikiran progresivisme terhadap teori-teori dan
praktik-praktik pendidikan dan pengajaran bahasa yang semakin tinggi
dari waktu ke waktu, dengan sedikit pengecualian.

Kata Kunci: progresivisme, pengajaran bahasa, linguistik terapan

1. Pendahuluan makna suatu teori atau kepercayaan


atas dasar keberdayagunaannya atau
Setiap metode pembelajaran
keberhasilannya dalam penerapan
didasarkan pada suatu keyakinan-
praktis. Dalam pendidikan, filsafat
keyakinan dasar yang bersifat
aksiomatis. Anthony (1963) pragmatisme menekankan
menyebutnya dengan approach, yang keberhasilan peserta didik dalam
dalam bahasa Indonesia sering belajar untuk menghadapi keadaan
diterjemahkan dengan pendekatan sosial pada masa depannya. Sejak
Dewey mengajukan pemikiran-
atah ancangan. Sementara itu,
Richards dan Rodgers (1986 dengan pemikirannya mengenai
progresivisme pada akhir abad
revisi 2001) menyebutnya dengan
sembilan belas dan awal abad dua
basic assumptions atau anggapan-
anggapan dasar. Keyakinan- puluh, bahkan juga sejak sebelum
keyakinan dasar dalam ancangan masa tersebut, cara berpikir
pendidikan diperoleh melalui progresivisme telah mewarnai kajian-
kajian filsafat. Selanjutnya, pemikiran
pemikiran filosofis. Di antara banyak
progresivisme semakin berpengaruh
pemikiran filsafat pendidikan, salah
satu yang berpengaruh pada abad dua di bidang pendidikan setelah Dewey
puluh adalah pemikiran filsafat membangun sistem persekolahan
progresivisme. dengan tradisi progresivisme. Dengan
demikian, pumpunan pokok
Penelitian ini menyoroti penelitian ini adalah kandungan
pemikiran filsafat pragmatisme. Di pemikiran filsafat pragmatisme dalam
dalam kajian filsafat, pragmatisme pendidikan bahasa abad dua puluh.
adalah suatu pendekatan atau cara Penelitian ini berangkat dari
berpikir yang menilai kebenaran dari hipotesis kerja yang mengatakan
2 Jurnal Cakrawala Kependidikan Vol. 7. No. 1. Maret 2009:1 - 103

bahwa jika pemikiran pragmatisme literatur. Sumber-sumber yang


telah berpengaruh sampai pada teori- dipakai adalah sumber-sumber asli
teori dan praktik-praktik pendidikan karya para pemikir yang menjadi
dan pendidikan bahasa selalu tokoh utama sejarah pemikiran terkait
menempati posisi penting dalam (milestones) pada zamannya. Untuk
setiap gerak pendidikan, maka mengetahui pengaruh karya-karya
pemikiran progresivisme juga milestones tersebut, dilakukan juga
terkandung di dalam teori-teori dan kajian-kajian terhadap sumber-
praktik-praktik pendidikan bahasa sumber bacaan yang disusun oleh
pada abad yang sama. pengarang-pengarang lain setelahnya.
Untuk membuktikannya
diperlukan dua sub pumpunan kajian
2. Selayang Pandang Filsafat
dalam penelitian ini, yaitu: filsafat
Pendidikan Progresivisme
pragmatisme dan pendidikan bahasa. Sesuai namanya, aliran filsafat
Sub kajian filsafat pragmatisme progresivisme menekankan pada
diuraikan dua sub sub kajian, yaitu: kemajuan atau progres seorang
selayang pandang pragmatisme dan individu pebelajar. Kemajuan yang
pikiran pragmatisme John Dewey. dimaksud adalah kemajuan seorang
Sub- kajian pendidikan bahasa peserta didik dalam belajar untuk
diuraikan dalam dua sub sub kajian, menghadapi keadaan sosial pada
yaitu: perkembangan filsafat bahasa
masa depannya. Masa depan yang
dalam linguistik moderen dan dihadapi oleh seseorang tidak sama
pemikiran filosofis dalam pengajaran
dengan masa kehidupan para
bahasa. Penulis ini perlu
pendidiknya sehingga peserta didik
menyampaikan pandangan-
benar-benar harus belajar sesuai
pandangannya sesuai sudut pandang
kebutuhannya dan sesuai zamannya.
yang diyakininya mengenai
Dalam penelusuran
pragmatisme, bahasa, dan pendidikan
Djumransyah (2006:178-179), filsafat
bahasa. Pandangan-pandangan
progrsivisme memiliki akar sampai
tersebut disampaikan dalam sub bab
pada Heraclitus (±544 s.d. ±484 SM),
tersendiri dengan tujuan Socrates (469 s.d. 399 SM), dan
mempermudah penegasan simpulan.
Protagoras. Heraclitus mengatakan
Penelitian ini bersifat deskriptif. Oleh
bahwa sifat yang utama dan realita
karena itu, tujuan penulisannya adalah
adalah perubahan. Tidak ada yang
mendeskripsikan kandungan
tetap di dunia, semua berubah.
progresivisme dalam pendidikan
Socrates mengatakan bahwa
bahasa.
pengetahuan adalah kunci kebajikan.
Metode yang digunakan dalam
Protagoras mengatakan bahwa
kajian ini adalah kajian historis (Gall, kebenaran dan nilai-nilai bersifat
Gall, dan Bobg 2003:513-538) atau
relatif, yaitu tergantung pada waktu
historical research, khususnya yang
dan tempat.
bersifat explorative historical desk
Dalam tulisan Sadulloh
study. Penulis ini melakukan kajian-
(2007:142-143) dikatakan bahwa
kajian eksloratif untuk memperoleh
filsafat progresivisme berpendapat
jejak sejarah kajian progresivisme dan
bahwa kebenaran yang berlaku pada
pendidikan bahasa melalui studi
masa kini belum tentu berlaku pada
Filsafat Pendidikan (Ikhsanuddin) 3

masa datang. Oleh karena itu, peserta pandangan tentang hakikat manusia
didik harus disiapkan sedemikan rupa dalam Emile. Sementara itu,
dengan pelbagai strategi pemecahan pandangan-pandangan Dewey yang
masalah memungkinkan mereka menjadi pijakan pendidikan
mengatasi tantangan-tantangan yang progresivisme di antaranya adalah
menghadang pada masa depan peserta pandangan tentang minat dan
didik. Di samping itu, strategi kebebasan dalam teori pengetahuan.
pemecahan masalah yang pelajari Dalam Emile Buku Pertama
juga diharapkan dapat juga digunakan Ayat 10 disebutkan: “Tout est bien
untuk menemukan kebenaran- sortant des mains de l'Auteur des
kebenaran yang relevan secara choses, tout dégénère entre les mains
kekinian. Melalui analisis diri dan de l'homme.” Dengan kata lain, pada
refleksi yang berkelanjutan, individu mulanya setiap individu manusia
diharapkan dapat mengidentifikasi dilahirkan dalam keadaan baik dan
nilai-nilai yang tepat dalam waktu mengalami penurunan nilai kebaikan
dekat. setelah diasuh atau ditangani oleh
Orang-orang progresivis manusia. Di bagian lain dia juga
berpan dangan bahwa kehidupan mengatakan bahwa pendidikan bukan
berkembang kearah positif dan lagi dari Tuhan, melainkan dari alam,
bahwa umat manusia – muda maupun dari manusia, dan dari lingkungan.
tua – pada dasarnya baik dan dapat Alam mendidik manusia untuk
dipercaya untuk bertindak dalam tumbuh secara internal dan
minat-minat terbaik mereka sendiri. meningkatkan ketrampilan-
Oleh karena itu, para pendidik (ahli ketrampilan organ-organ tubuh,
pendidikan) progresivis manusia mendidik menusia untuk
membebaskan para peserta didik mempergunakan pertumbuhan dan
menentukan pengalaman belajar ketrampilan-ketrampilan tersebut, dan
mereka. Guru dalam kelas berfungsi lingkungan mendidik manusia
sebagai fasilitator untuk membantu melalui pengalaman-pengalaman.
para peserta didik mempelajari hal- “Cette éducation nous vient de la
hal yang dianggap penting bagi nature, ou des hommes ou des choses.
mereka alih-alih menjejalkan Le développement interne de nos
kebenaran-kebenaran yang diyakini facultés et de nos organes est
guru. Para peserta didik mengalami l'éducation de la nature; l'usage
kehidupan keseharian sebanyak qu'on nous apprend à faire de ce
mungkin dengan bekerja secara développement est l'éducation des
kooperatif dalam kelompok dalam hommes; et l'acquis de notre propre
memecahkan masalah-masalah yang expérience sur les objets qui nous
mereka anggap penting, bukan yang affectent est l'éducation des choses.”
dianggap penting oleh pendidik. (Rousseau dalam Emile Buku
Pendidikan progresivisme Pertama Pasal 15).
didasari oleh filsafat naturalisme Pandangan-pandangan Dewey
romantik Jean Jaques Rousseau dan tentang minat dan kebebasan di
pragmatisme John Dewey. Filsafat antaranya dapat ditemukan di Dewey
Rousseau yang menjadi dasar 1916 yang dikutip oleh Wilds dan
pendidikan progresivisme adalah Lottich (1970:430) menyatakan
4 Jurnal Cakrawala Kependidikan Vol. 7. No. 1. Maret 2009:1 - 103

bahwa sekolah berfungsi pula daya pikir peserta didik dan


menyesuaikan sifat-sifat individu ketrampilan yang diperoleh bukan
dengan berbagai pengaruh lingkungan dari berpikir tidak akan banyak
sosial yang dimasukinya, misalnya manfaatnya, seperti katanya: “And
penyesuaian dengan lingkungan: skill obtained apart from thinking is
keluarga, masyarakat awam, bengkel not connected with any sense of the
atau toko, dan organisasi keagamaan. purpose for which it is to be used.”
Karena seseorang berganti-ganti (Dewey 1967:96).
dalam pengalaman dari lingkungan Dalam artikel tersebut, ada
satu ke lingkungan yang lain, ia empat butir penting yang disajikan
memiliki pengaruh antagonistik. oleh Dewey. Butir-butir tersebut
Bahaya tersebut meniscayakan berisi prinsip-prinsip dasar
sekolah sebagai suatu kantor yang pengembangan daya pikir peserta
mantap dan terpadu. didik. Prinsip-prinsip dasar tersebut,
Di samping itu, dalam Dewey pada masanya, adalah hal-hal yang
dan Childs (1933:42-43) disebutkan dianggap baru dalam pembelajaran.
pula bahwa gagasan tentang Pertama, tahap paling awal
demokrasi mencakupi gagasan moral pengembangan pengalaman berpikir
yang lebih luas, seperti hak yang adalah “pengalaman”. Peserta didik
setara pada tiap individu atas hendaknya diberi pengalaman hidup
kesempatan menempuh karir dan empiris sehingga benar-benar
mengembangkan kepribadian masing- mengalami berpikir. Pengalaman
masing, individualisme moral, didefinisikan sebagai upaya mencoba
kepercayaan atas kemungkinan melakukan sesuatu dan
adanya kehidupan yang melimpah mengupayakan agar pada gilirannya
bagi semua baik secara materiam sesuatu tersebut dapat bermanfaat.
maupun secara budaya, kepercayaan Pengajaran dengan materi yang sudah
bahwa pemerintah merupakan disiapkan, seperti dalam mata
kegiatan organisasi relawan utuk pelajaran (aritmatika, geografi, dsb.)
barang-barang umum, kepercayaan dianggap sebagai suatu kesalahan.
atas kepandaian dan kemampuan Oleh karena pendidikan diupayakan
beradaptasi individual, dan sikap yang terjauhkan dari sistem persekolahan.
menerima perubahan untuk kebaikan Pembelajaran seharus-nya dilakukan
mendatang daripada sikap menentang dengan pemberian pengalaman di
sebagai tanda degenerasi dari dunia kehidupan nyata yang menarik
kejayaan masa lalu. dan mengaktifkan peserta didik (hlm.
Di dalam sebuah artikelnya 97).
Thinking in Education (1967) yang Kedua, data yang dikehendaki
pada catatan kakinya disebutkan atau diperlukan dalam proses
artikel tersebut berasal dari karyanya mengalami pemecahan masalah pada
pada 1916 dan diperbaharuinya pada kadar kesulitan tertentu harus
1944, Dewey menekankan pentingnya tersedia. Tugas guru adalah terkadang
mengembangkan kemampuan juga memberitahu peserta didik agar
berpikir peserta didik dan bukan berpikir dan memecahkan masalah
menjejali mereka dengan pikiran- tanpa bantuan guru. Materi-materi
pikiran guru. Yang penting adalah berpikir yang digunakan bukan buah-
Filsafat Pendidikan (Ikhsanuddin) 5

buah pikiran melainkan tindakan, Keempat, Ide atau gagasan –


fakta, peristiwa, dan hubungan baik berupa dugaan semenjana
antarsesuatu. Kesulitan adalah maupun teori yang melangit –
perangsang yang tidak boleh tidak ada diperlakukan sebagai pemecahan
untuk berpikir. Namun, sayangya yang dimungkinkan. Gagasan-
tidak semua situasi yang diberikan gagasan tersebut menjadi teruji ketika
oleh guru membutuhkan pemikiran diberlakukan atau dioperasikan.
karena terlalu mudah. Terkadang juga Gagasan-gagasan tersebut juga
kesulitan terlalu banyak dan rumit digunakan untuk menuntun dan
sehingga membuat peserta didik mengatur pengamatan, pemikiran, dan
menyerah. Oleh karena itu, kesulitan percobaan berikutnya. Di samping itu,
yang dibuat harus sesuai dengan gagasan-gagasan yang timbul adalah
kebutuhan belajar (hlm. 99-100). hasil antara dalam pembelajaran,
Ketiga, korelasi dalam bukan hasil akhir. Oleh karena itu,
memikirkan fakta, data, dan setiap sekolah hendaknya dilengkapi
pengetahuan yang telah diperoleh dengan perangkat-perangkat yang
merupakan saran, inferensi, makna memungkinkan terjadinya pengujian
yang diperkirakan, perkiraan, gagasan-gagasan yang timbul dalam
penjelasan tentatif atau gagasan. pembelajaran (hlm. 102-103). Dengan
Pengamatan dan pengingatan yang prinsip-prinsip tersebut, aliran
seksama menentukan apa yang progresivisme sangat dikenal dengan
diberikan, apa yang sudah ada, dan slogan learning by doing. Dari hal
bahkan dijamin. Peserta didik tidak tersebut, sampai dengan sekarang,
dapat menyelasaikan semua masalah. sekolah-sekolah dilengkapi dengan
Terkadang, mereka perlu membuat pelbagai laboratorium untuk
menentukan, memperjelas, dan mendukung pembelajaran.
menyampaikan pertanyaan; mereka
tidak dapat menjawabnya. 3. Progresivisme dan Pendidikan
Kesimpulan-kesimpulan yang Bahasa
nantinya diperoleh merupakan 3.1. Perkembangan Filsafat Bahasa
temuan-temuan orisinil bagi mereka dalam Linguistik Moderen
meskipun mungkin orang lain sudah Linguistik moderen diawali di
mengetahui. Misalnya, anak usia dua Eropa pada akhir Abad XIX dan awal
tahun menemukan cara menyusun abad XX oleh Ferdinand de Saussure
balok-balok dan anak kelas satu dalam berbagai kuliahnya mengenai
menukan bahwa dua keping logam “Ilmu Bahasa”. Pandangan-
limaratusan bernilai seribu rupiah. pandangan de Saussure yang
Dalam hal pendidikan moral, kegiatan disampaikan dalam kuliah-kuliahnya
yang dilakukan dapat berupa kemudian dikumpulkan dan
pemberian pengalaman terhadap suatu diterbitkan oleh para muridnya
situasi untuk dipikirkan dan berselang lima tahun setelah de
dibicarakan bersama bukan Saussure meninggal dunia. Gagasan
pemberian pikiran mengenai ajaran yang paling pokok dalam pandangan
moral (hlm.100-102). de Saussure adalah bahwa ada dua
unsur pokok dalam bahasa, yaitu:
langue dan parole. Bahasa ada dalam
6 Jurnal Cakrawala Kependidikan Vol. 7. No. 1. Maret 2009:1 - 103

komunitasnya. Setiap individu bahwa Searle (1969 dan 1975)


komunitas suatu bahasa sama-sama disusun berdasarkan dan merupakan
memahami langue atau unsur batin penjabaran lebih lanjut dari
(sistem) bahasa dan berkomunikasi pendahulunya, yaitu Austin (1962).
dengan parole kepada sesamanya (de
Menurut Austin, kalimat
Saussure 1916). bukan hanya pernyataan mengenai
Pandangan tersebut kemudian fakta karena pada dasarnya orang
dilanjutkan oleh Leonard Bloomfield yang menggunakan bahasa selalu
(1889-1949). Di dalam bukunya yang memiliki maksud yang perlu
sampai sekarang belum pernah dipahami dan ditindaklanjuti orang
direvisi meskipun sudah dicetak ulang lain, tidak sekadar asal ngomong
puluhan kali dan diterjemahkan ke tanpa maksud apa-apa. Ada hal yang
dalam puluhan bahasa (Bloomfield hendak dilakukan tetapi hal terebut
1933). Dalam pandangannya yang dilakukan dengan kata-kata.
sangat mirip dengan pandangan Perkataan yang digunakan untuk
kalangan psikologi keperilakuan itu, melakukan sesuatu (misalnya
makna dapat didapat dari adanya meminta maaf, memerintah,
stimulus dan respons dalam mamanggil, dsb.) disebut
komunikasi interpersonal. performative utterance atau ujaran
performatif, yang kemudian disebut
Ludwig Wittgenstein (1889-
tindak tutur (speech act). Tindak tutur
1951), seorang filsuf Jerman
digolongkan oleh Austin menjadi
menegaskan keberpihakan linguistik
tiga, yaitu: locutionary act atau
pada progresivisme, terutama dalam
ujaran yang punya makna,
hal hubungan antara individu dan
illocutionary act ujaran yang
kebebasan sekaligus keterikatan
mengharapkan tanggapan verbal, dan
individu dalam memutuskan pilihan
perlocutionary act ujaran yang
dalam berkomunikasi dengan
mengharapkan orang lain berbuat
lingkungan sosial, terutama mitra
sesuatu. Sebagai catatan, locutionary
bicara. Bahasa tidak berdiri sendiri
act itu sendiri terdiri atas tiga jenis,
atau bukan ilmu yang mengawang-
yaitu: phonetic act (ujaran terkait
awang yang terlepas dari masyarakat.
bunyi bahasa - phone), phatic act
Dalam teorinya ia mengatakan bahwa
(ujaran terkait tata bahasa – pheme),
makna kata terletak pada penggunaan
dan rhetic act (terkait acuan
bahasa terkait (Wittgenstein 1953).
kontekstual – rheme).
Penggunaan bahasa selalu di
Searle (1969) memodifikasi
masyarakat dan dalam konteks khusus
teori tindak tutur Austin dan
(Crystal 1987:102). Karya
mengelaborasinya lebih lanjut.
Witgenstein kemudian menjadi
Ringkasnya, modifikasi Searle
tonggak utama pragmatik dalam
menghasilkan empat tindak tutur,
linguistik.
yaitu: utterance act, propositional act
Tokoh yang termasuk mula- atau locution, illocutionary act, dan
mula mengikutinya adalah John perlocutionary act. Pengertian tindak
Langshaw Austin dan John Rogers tutur masing-masing menurut Searle
Searle. Dari karya-karya mereka dan adalah sebagai berikut. Utterance act
komentar berbagai literatur diketahui berarti bunyi apa pun yang keluar dari
Filsafat Pendidikan (Ikhsanuddin) 7

alat ucap manusia. Propositional act ringkas, enam prinsip tersebut


berarti ujaran yang mengekspresikan diartikan sebagai berikut. Tact maxim
adanya acuan. Illocutionary act berarti ujaran jangan merugikan orang
berarti ujaran yang mengharapkan lain tetpi harus menguntungkan orang
orang lain tahu atau paham lain. Generosity maxim berarti ujaran
(Kepahaman dapat diketahui dengan jangan mencerminkan keuntungan
adanya tanggapan verbal). pada pembicara dan harus
Perlocutionary act berarti ujaran menampakkan kerugian pada
yang disampaikan agar orang lain pembicara. Aprobation maxim berarti
melakukan sesuatu. ujaran jangan melecehkan orang lain
Pada perkembangan melainkan harus menonjolkan
berikutnya, kajian pragmatik diisi kesetujuan lepada orang lain. Modesty
oleh Herbert Paul Grice (1913-1988). maxim berarti jangan memuji diri
Grice (1975) mengemukakan bahwa sendiri tetapi rendahkanlah diri
berkomunikasi atau bercakap-cakap sendiri. Agreement maxim berarti
pada pokoknya adalah bekerja sama. ujaran harus meminimalkan
Sehingga, diperlukanlah prinsip kerja ketaksamaan pembicara dengan yang
sama (cooperetive principles) agar lain tetapi harus memaksimalkan
percakapan atau kegiatan berbahasa kesamaan. Sympathy maxim berarti
dapat efektif. Prinsip kerja sama ujaran jangan menjunjukkan antipati
terdiri atas empat maksim (maxim), lepada orang lain tetapi harus
yaitu: prinsip kualitas (yang dikatakan menonjolkan simpati.
harus berupa kebenaran bukan Penggunaan bahasa untuk
kebohongan), prinsip kuantitas berkomunikasi semakin mendapat
(informasi yang dikatakan tidak boleh tempat di kalangan bahasawan. Sejak
terlalu banyak maupun terlalu diperkenalkannya kesantunan oleh
sedikit), prinsip hubungan atau Leech di atas, sampai Sekarang kajian
relevansi (yang dikatakan harus mengenai kesantunan berbahasa
sesuai dengan konteks pembicaraan) semakin subur. Beberapa nama dapat
dan prinsip cara atau manner (dari diungkapkan disini sekadar menjadi
segi makna ujaran jangan kabur dan contoh adalah: Levinson dan Lackof.
jangan taksa). Jika ditelusuri dari awal,
Geoffry Leech memperkenal- linguistik moderen telah Sangat dekat
kan prinsip kesantunan (politeness dengan pemikiran filsafat pendidikan
principle). Kesantunan juga progresivisme. Betapa tidak?
dimaksudkan agar kegiatan berbahasa Linguistik moderen memandang
dapat berjalan efektif. Ada enam bahasa sebagai sarana komunikasi
maksim yang diperlukan dalam dalam masyarakat. Komunikasi
kesantunan berbahasa, yaitu: tact, berbahasa, baik secara implisit
generosity, approbation, modesty, maupun eksplisit, mensyaratkan
agreement, dan sympathy. Yang pemahaman kehidupan manusia,
pertama dan yang kedua berpasangan sebagai individu, sebagai anggota
dengan yang ketiga dan yang masyarakat, dan sebagai makhluk
keempat. Perlu diingat bahwa maksim yang berbudaya. Komunikasi selalu
dalam satu budaya dapat berbeda dari terjadi dalam konteks tertentu.
maksim dalam budaya lain. Secara Hakikat bahasa selalu berkembang
8 Jurnal Cakrawala Kependidikan Vol. 7. No. 1. Maret 2009:1 - 103

atau berubah sesuai kemajuan zaman memiliki keterkaitan yang tidak


dan pola kehidupan manusia begitu erat. Namun, satu kesamaan di
menambah kentalnya hubungan antara metode-metode baru dalam hal
antara progresivisme dengan dunia kedekatan dengan progresivisme
bahasa. Aksioma-aksioma yang adalah metode-metode baru yang
muncul, mengalir, dipakai, dan lahir setelah pada abad XIX dan XX
dikembangkan dalam pemikiran memiliki tujuan memampukan para
filosofis mengenai bahasa tersebut pebelajar berkomunikasi dengan
pada gilirannya mempengaruh orang lain untuk keperluan
pemikiran dan praktik pengajaran kehidupannya, bukan hanya untuk
bahasa. apresiasi sastra, apalagi hanya karya-
karya sastra adiluhung yang mapan.
3.2. Dasar-dasar Pemikiran
François Gouin adalah guru
Filosofis dalam Pengajaran
bahasa Latin di Prancis. Ketika
Bahasa
belajar bahasa Jerman ia mengalami
Mengikuti perkembangan kesulitan yang luar biasa dan
pemikiran dalam linguistik moderen, membuatnya hampir frustasi.
pengajaran bahasa meninggalkan Singkatnya, ketika kembali ke rumah
model pembelajaran tradisionalnya, ia mengamati saudara sepupunya
grammar translation method (GTM). yang baru berumur tiga tahun sudah
Ketika mulai ditinggalkan pada Abad lancar berbahasa, sangat mudah
XIX, GTM juga dikenal dengan nama memperoleh bahasa. Lalu dia amati
classical method (Brown 2001:18). apa-apa yang terjadi ketika sepupunya
GTM sangat dipengaruhi oleh belajar berbicara. Dia sampai pada
pemikiran tata-bahasa tradisional kesimpulan bahwa belajar tidak perlu
dengan objek pembelajaran bahasa- pakai GTM, tidak perlu belajar
bahasa yang sudah mapan pada grammar, tidak pelu penerjemahan,
ratusan tahun yang lalu, seperti dan tidak juga perlu penjelasan.
bahasa Latin dan bahasa Yunani. Metodenya bernama Series Method.
Tujuan pembelajarannya (Larsen Buku yang ditulisnya berjudul The
Freeman 1986:4) terpusat pada Art of Learning and Studying
membantu pebelajar memahami dan Language bertarikh 1800. Namun,
mengapresiasi karya-karya sastra nama Gouin tidak terkenal karena
adiluhung yang tertulis dalam bahasa terbayang-bayangi oleh Charles
Latin dan Yunani. Harapannya, Berlitz, seorang berkebangsaan
dengan memahami gramatika bahasa Jerman yang menemukan Direct
Latin dan yunani para pebelajar akan Method dalam pembelajaran bahasa.
memahami tata-bahasa ibunya. GTM Istilah Direct Method tidak dipakai
ditinggalkan karena tidak efektif oleh Berlitz tetapi muncul kemudian
untuk belajar berkomunikasi. GTM karena prinsip-prinsipnya bersifat
juga masih sangat jauh dari cara langsung, direct, langsung
pembelajaran progresivisme. Metode menggunakan bahasa yang dipelajari
klasik tersebut terus ditinggalkan dan tanpa penjelasan maupun
banyak metode baru ditemukan. penerjemahan dan sedapat mungkin
Sebagian metode sangat dekat dengan bahasa yang dipakai guru dapat
progresivisme tetapi sebagian lagi menjadi model bagi pebelajar. Seperti
Filsafat Pendidikan (Ikhsanuddin) 9

tujuan dalam Series Method, tujuan suasana pembelajaran yang ringan,


pembelajaran dalam Direct Method menyenangkan, dan jauh dari
adalah agar pebelajar mampu kekhawatiran/ketakutan yang sering
menggunakan bahasa sasaran (yang menyertai orang dewasa dalam
dipelajari) untuk kemampuan belajar bahasa. Prinsip yang lebih
berkomunikasi, bukan hanya pada umum adalah Counselling-Learning.
saat dikelas tetapi untuk keperluan Pembelajaran CLL memandang
kehidupan di luar kelas, kehidupan pebelajar sebagai pribadi yang untuh
nyata (Brown 2001:21-24). Penemuan bukan hanya sebagai individu tetapi
Series Method dan Direct Method juga secara sosial. Oleh karena itu,
terus diikuti oleh penemuan- hubungan antar-pribadi pebelajar dan
penemuan metode lain, yang semakin kerja-sama dalam pembelajaran
tegas meninggalkan GTM sampai sangat penting. Guru bukan sebagai
sekarang. pengajar tetapi sebagai fasilitator,
khusnya sebagai konselor
Metode-metode mutakhir
dalam pendidikan bahasa semakin kebahasaan. Tujuan maupun materi
baru semakin bersifat progresivis. pembelajaran ditentukan oleh
Setelah ditemukan Series Method dan pebelajar sesuai kebutuhan mereka
dalam berkomunikasi.
Direct Method bersifat progresivis
NA diperkenalkan oleh
pada tujuan pembelajarannya,
Krashen (1981 dan 1982) dalam
ditemukan Audio-Lingual Method
keriuhan pembicaran mengenai
(ALM), Silent Way (SW),
pemerolehan bahasa (language
Suggestopedia, Community
acquisition) di kalangan para linguis.
Language Learning (CLL), The Total
Dengan menerima gagasan
Physical Response Method (TPR),
Natural Approach (NA), Language pemerolehan bahasa, Krashen
membuat model bahwa orang dewasa
Immersion Approach (LIA), dan
dapat memperoleh bahasa kedua
Communicative Language Teaching
seperti anak-anak mempeoleh bahasa
(CLT). Di antara temuan-temua di
pertama jika persyaratan untuk
atas paling tidak ada tiga yang
pemerolehan dapat diciptakan. Oleh
“kental” unsur progresivismenya,
karena itu pembelajaran dibuat alami
yaitu: CLL, NA, dan CLT. Sementara
itu, yang lain memiliki variasi dalam dalam hubungan sosial dan
mempertimbangkan keadaan individu
pandangan mengenai peran pebelajar,
secara wajar. Tujuannya adalah agar
peran pembelajar, dan prosedur tetapi
orang dewasa dapat memperoleh
memiliki kesamaan dalam tujuan,
bahasa kedua atau bahasa asing untuk
yaitu: memampukan pebelajar
digunakan dalam komunikasi dalam
berkomunikasi di masyarakat
kehidupan sosial.
mengguna-kan bahasa yang
CLT merupakan model
dipelajari.
pembelajaran yang menggunakan
CLL ditemukan oleh Charles
pendekatan komunikatif
Curran pada 1972 (Brown 2001:25)
(Communicative Approach), yang
setelah diilhami pandangan Carl
sedikit demi sedikit berkembang sejak
Rogers mengenai prinsip-prinsip
pembelajaran dan pengajaran bahasa. para bahasawan meninggalkan GTM
menuju arah pembelajaran bahasa
Gagasannya adalah menciptakan
10 Jurnal Cakrawala Kependidikan Vol. 7. No. 1. Maret 2009:1 - 103

yang ditujukan untuk keperluan Kedua, Cooperative and


komunikasi. Sekarang dapat Collaborative Learning (CCL)
dikatakan bahwa seluruh model mengubah pembelajaran yang semula
pembelajaran bahasa di dunia telah bersifat individual dan menjadi
menggunakan pendekatan menekankan pada perlunya kerjasama
komunikatif. Dapat dikatakan bahwa sesama pebelajar (cooperative) dan
pendekatan komunikatif telah kerjasama antara guru (pembelajar)
berkembang secara kumulatif dan dan murid (pebelajar). Dalam
kreatif sehingga pembelajaran bahasa pengembangan selanjutnya,
dewasa ini telah kaya akan pelbagai collaborative learning juga dapat
metode yang komunikatif. Dalam diperluas sampai di luar sistem kelas
Brown (2001:42-51) diuraikan paling dan bahkan antarinstitusi. Ketiga,
tidak ada metode yang sudah cukup Interactive Learning (IL) mengubah
mapan dan “mendunia” yang kecenderungan yang semula memiliki
dikembangkan dari cara pandang ciri komunikasi searah menjadi lebih
pembelajaran bahasa yang berkembang dengan adanya interaksi
komunikatif (CLT), yaitu: Learner- yang lebih fleksibel di antarpebelajar
Centerd Instruction, Cooperative and dengan memperbanyak kerja dan
Colaborative Learning, Interactive aktivitas kelompok. Keempat, Whole
Learning, Whole Language Language Education (WLE),
Education, Content-Based mengubah tradisi yang semula belajar
Instruction, dan Task-Based bahasa sepotong-sepotong – seperti
Instruction. Metode-metode tersebut menulis, membaca, dsb. – menjadi
memiliki banyak kesamaan dalam belajar bahasa secara utuh dan dalam
memandang pentingnya peranan konteks yang utuh pula. Pembelajar
pengalaman belajar, komunikasi ini sangat interaktif, partisipatif,
dalam pembelajaran, tujuan penuh dengan aktivitas pebelajar,
pembelajaran agar pebelajar mampu berfokus pada komunitas pebelajar,
berkomunikasi, kompetensi berfokus pada hakikat sosial bahasa,
komunikasi untuk keperluan hidup menggunakan bahasa-bahasa alamiah
bukan hanya untuk di lembaga bukan buatan guru, pengujiannya
pendidikan tetapi juga di masyarakat, holistic, dan mengintegrasikan semua
dan perlunya kerjasama. Adanya kemampuan berbahasa. Kelima,
perbedaan-perbedaan yang ada di Content-Based Instruction (CBI)
antara metode-metode tersebut memberikan muatan lebih pada
memperkaya CTL dan memperkokoh muatan pembelajaran, tidak sekadar
posisi CTL dalam pembelajaran. aktivitas, yang akan bermanfaat bagi
Beberapa perbedaan yang kehidupan pebelajar. Keenam, Task-
memperkaya tersebut dapat Based Instruction (TBI) menekankan
dilukiskan secara sangat singkat di pada pembelajaran melalui pemberian
bawah ini. Pertama, Learner-Centerd tantangan berupa tugas-tugas untuk
Instruction (LCI) merupakan reaksi diselesaikan oleh para pebelajar.
kontras dari pembelajaran Beberapa sifat pembelajaran TBI
sebelumnya, yang terpusat pada guru. adalah: makna menduduki tempat
Dengan LCT pusat pembelajaran utama, ada masalah komunikasi yang
menjadi terpusat pada pebelajar. harus dihadapi, ada hubungan yang
Filsafat Pendidikan (Ikhsanuddin) 11

mirip dengan hubungan yang ada di berjalan seiring dengan filsafat bahasa
masyarakat sesungguhnya, ada dan pendidikan bahasa. Meskipun
prioritas tertentu dalam penyelesaian tidak tercermin dalam penelitian ini,
tugas, dan hasil belajar diukur dengan berkemungkinan filsafat keduanya
kinerja penyelesaian tugas (Brown saling memengaruhi. Oleh karena itu,
2001:42-51). penelitian selanjutnya mengenai hal
tersebut masih terbuka.
4. Penutup Wallaahua’lam bissawab.
Filsafat pendidikan
progresivisme seperti digambarkan
pada bagian dua makalah ini memiliki Daftar Pustaka
ciri-ciri penghargaan kepada individu Anthony, Edward M. 1963.
pebelajar sebagai konsekwensi dari “Approach, method, and
ajaran demokrasi yang berkembang di technique.” English Language
Amerika dan kemudian tumbuh subur Teaching. 17 (2), 63-67.
di pelbagai belahan dunia. Di (January 1963)
samping itu, manusia sebagai
makhluk sosial juga diperhatikan dan Austin, John Langshaw. How to Do
tingkatnya tidak di bawah manusia Things With Words.
sebagai individu. Konsekwensi dari Cambridge (Mass.) 1962 -
makhluk individu dan makhluk sosial Paperback: Harvard
adalah perlunya kerjasama, University Press, 2nd edition,
2005.
berkooperasi dan berkolaborasi.
Tujuan pendidikannya adalah agar Black, Daniel L. 2000. “Progressive
pebelajar dapat menghadapi Education Means Business”.
kehidupan pada yang akan dihadapi Dalam Education Week.
pada masa depannya. 11/29/2000, vol. 20 Issue 13,
Ciri-ciri tersebut sangat mirip hlm. 36, 2 hlm. Dimuat ulang
dengan ciri-ciri pembelajaran bahasa dalam EBSCOhost. ISSN:
moderen. Bahasa adalah kodrat bagi 0277-4232.
kehidupan manusia sebagai makhluk http://search.ebscohost.com.lo
individu dan makhluk sosial. Lagi gin.aspx?direct=true&db=fth
pula, bahasa dipergunakan oleh &AN=
penggunanya untuk berkomunikasi di 396691&ssite=ehost-live”
masyarakat. Filsafat bahasa telah (Accession Number 3967691)
memelopori pemikiran untuk Bloomfiled, Leonard. Language. New
pendidikan bahasa bahwa bahasa York: Holt, Rinehart &
adalah alat komunikasi dan bahasa Winston. 1993.
selalu berubah dari masa ke masa.
Brown, Douglas H. Teaching by
Oleh karena itu, pebelajar harus
Principles: an Integrative
mempersiapkan diri untuk perubahan
Approach to Language
zaman dan perubahan bahasa.
Pedagogy. New York:
Persiapan tersebut harus dilakukan
Pearson education. 2001, 2nd
dalam pendidikan. Dengan demikian,
Edition.
filsafat pendidikan progresivisme
12 Jurnal Cakrawala Kependidikan Vol. 7. No. 1. Maret 2009:1 - 103

Brown, P. and Levinson, S. (1987) Boston: Allyn and Bacon.


Politeness: Some Universals Edisi ke-7.
in Language. Cambridge: Geoffrey Leech N. Principles of
Cambridge University Press. Pragmatics. 1983. London:
Cremin, Lawrence A. 1959. “John Longman
Dewey and the Progressive
Grice, Paul. “Logic and
Education Movement, 1915-
conversation”. Dalam Cole, P.
1952,” The School Review,
and Morgan, J. (eds.) Syntax
vol. 67, no. 2 (Summer). Hlm. and semantics, vol 3. New
160-173.
York: Academic Press. 1975..
Crystal, David. Encyclopedia of
Handersen, Stella van Pattern. 1959.
Language. Cambridge: Introduction to Philosophy of
Cambridge University Press. Education. Chicago: The
1997. University of Chicago.
de Saussure, Ferdinand. Cours de Kilpatrik, William H. 1933. The
Linguistique Générale. Paris: educational Frontier. New
Payot. English Translation: A York: Appleton-Century-
Course in General Linguistics. Crofts.
New York: Philosophical
Library. 1916. Krashen, Stephen D. 1981. Second
Language Acquisition and
Dewey, John dan John L. Childs. Second Language Learning.
1933. “The Social-economic Oxford: Pergamon.
Situation and Education.” Bab
III, Hlm. 68 dalam Kilpatrik Krashen, Stephen D. 1982. Principles
(Ed.). and Practice in Second
Language Acquisition.
Dewey, John. 1899. The School and Oxford: Pergamon.
Society. Chicago: University
of Chicago Press. Larsen-Freeman, Diane. Techniques
and Principles in Language
Dewey, John. 1916. Democracy and Teaching. New York: Oxford
Education. New York: University Press.
Crowell-Collier and
Macmillan, Inc. Mayhew, K.C. dan A.C. Edwards.
1936. The Dewey School. New
Dewey, John. 1967. “Thinking in York: Appleton-Century-
Education”. Dalam Raths, Crofts.
Pancella, dan van Ness. 1967.
Hlm. 96-104. Raths, James, John R. Pancella, dan
James S. van Ness. 1967.
Djumransyah. 2006. Filsafat Studying Teaching.
Pendidikan. Malang: Englewood Cliffs, N.J.:
Bayumedia Publishing. Printice Hall, Inc.
Gall, Meredith D, Joyce P. Gall, dan Richards, Jack C. dan Theodore S.
Walter R. Bobg. 2003. Rodgers. 2001. Approaches
Educational Research. and Methods in Language
Filsafat Pendidikan (Ikhsanuddin) 13

Teaching. (New York:


Cambridge University Press).
Edisi ke-2.
Rousseau, Jean Jaques. _____. Emile.
http://www.ilt.columbia.edu/
pedagogies/
rousseau/em_fr_bk1.html.
Sadulloh, Uyoh. 2007. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Searle, John. "Indirect speech acts."
Dalam Syntax and Semantics,
3: Speech Acts, ed. P. Cole &
J. L. Morgan, pp. 59–82. New
York: Academic Press.
(1975). Dimuat ulang dalam
Pragmatics: A Reader, ed. S.
Davis, pp. 265–277. Oxford:
Oxford University Press.
(1991)
Searle, John. Speech Acts, Cambridge
University Press 1969, ISBN
0-521-09626-X.
Wilds, Elmer Harrison dan Kenneth
V. Lottich. 1970. The
Foundation of Modern
Education. New York: Holt,
Rinehart and Winston, Inc.
(Edisi ke-4).
Wittgenstein, L. Philosophical
Investigations. Oxford: Blackwell.
1953.

Anda mungkin juga menyukai