Disusun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Jiwa II berjudul
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Isolasi
Sosial dengan tepat waktu tanpa halangan apapun.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Jiwa II. Dengan dituliskannya makalah ini diharapkan mahasiswa maupun
tenaga kesehatan dapat memahami Makalah Laporan Pendahuluan Dan Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Isolasi Sosial. Makalah ini tidak akan
selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. M. Sajidin, S.Kp., M.Kes Selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI.
2. Ifa Ro’ifah S.Kep.Ns., M.Kes Selaku Kepala Prodi Ilmu Keperawatan.
3. Lilik Ma’rifatul Azizah, S.Kep.,Ns.,M.Kes Selaku Dosen Mata Kuliah
Jiwa II yang telah membimbing penulis.
4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak, Ibu serta
kelurga yang telah mendukung, mendorong memberikan fasilitas
kepada penulis sehingga terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Penulis
berharap semoga Makalah ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
perkembangan pendidikan khususnya keperawatan. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
3.11 Strategi Pelaksanaan (SP) ........................................................ 38
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................. 69
4.2 Saran ............................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 70
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang
mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan
perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk
mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi
diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga
melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya,
semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami
dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain
(Stuart dan Sundeen, 1998). Dalam membina hubungan sosial, individu
berada dalam rentang respon yan adaptif sampai dengan maladaptif. Respon
adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi
dalam kehidupan sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik
diri sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif
penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin
kepada pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial :
menarik diri. Menurut pengajar Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Surjo Dharmono, penelitian Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) di perbagai Negara menunjukkan, sebesar 20-30 persen pasien
yang datang ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan
jiwa. Bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi.
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah
merupakan hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak
adanya kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah
1
besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang
merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang
lain atau lingkungan disekitarnya (Carpenito, 1997).
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
3
2.2 Proses Terjadinya Masalah
2.2.1 Etiologi
4
pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan
seseorang kedalam gangguan berhubungan bila keluarga
hanya mengkomunikasikan hal-hal yang negative akan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah
2) Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian
kehidupan yang penuh stress seperti kehilangan yang
mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain yang menyebabkan ansietas.
a. Faktor Nature
Secara alamiah, manusa merupakan makhluk holistic
yang terdiri dari dimensi bio-psiko-sosial dan spiritual. Oleh
karena itu meskipun stressor presipitasi yang sama tetapi
apakah bedampak pada gangguan jiwa atau kondisi
psikososial tertentu yang maladaptive dari individu, sangat
bergantung pada ketahanan holistic individu tersebut.
b. Faktor Orgin (sumber presipitasi)
Demikian juga dengan faktor sumber presipitasi, baik
internl maupun eksternal yang berdampak pada psikososial
seseorang.Hal ini karena manusia bersifat unik.
c. Faktor Timing
Setiap stressor yang berdampak pada trauma
psikologis seorang yang berimplikasi pada gangguan jiwa
sangat ditentukan oleh kapan terjadinya stressor, berapa lama
dan frekuensi stressor.
d. Faktor Number (banyaknya stressor)
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada
kondisi gangguan jiwa sangat ditentukan oleh banyaknya
stressor pada kurun waktu tertentu. Misalnya, baru saja suami
meninggal, seminggu kemudian anak mengalami cacat
permanen karena kecelakaan lalulintas, lalu sebulan kemudian
sang ibu kena PHK dari tempat kerjanya (Suryani, 2005)
5
e. Aplaisal of stressor (cara menilai predisposisi dan presipitasi)
Pandangan setiap individu terhadap faktor predisposisi
dan presipitasi yang dialami sangat tergantung pada:
1. Faktor kognitif: berhubungan dengan tingkat
pendidikan, luasnya pengetahuan dan pengalaman
2. Faktor afektif: berhubungan dengan tipe kepribadian
seseorang. Tipe kepribadian introvert bersifat: tertutup,
suka memikirkan diri sendiri, tidak terpengaruh pujian
banyak fantasi, tidak tahan kritik, mudah tersinggung,
menahan ekspresi emosinya, sukar bergaul, sukar
dimengaerti orang lain, suka membesarkan
kesalahannya dan suka kritik terhadap diri sendiri. Tipe
kepribadian extrovert bersifat: terbuka, lincah dalam
pergaulan, riang, ramah, mudah berhubungan dengan
orang lain, melihat realitas dan keharusan, kebal
terhadap kritik, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu
merasakan kegagalan dan tidak banyak mengkritik diri
sendiri. Tipe kepribadian ambivert dimana seseorang
memiliki kedua tipe kepribadian dasar tersebut sehingga
sulit untuk menggolongkan dalam satu tipe.
f. Faktor Phsyological
Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan
fisik, faktor kecacatan atau kesempurnaan fisik sangat
berpengaruh terhadap penilaian seorang terhadap stressor
predisposisi dan presipitasi.
g. Faktor behavioral
Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi
nilai, keyakinan, sikap dan keputusannya.Oleh karena itu,
factor perilaku turut berperan pada seseorang dalam menilai
factor predisposisi dan presipitasi yang dihadapinya. Misalnya
seorang peminum alcohol, dalam keadaan mabuk akan lebih
emosional dalam menghadapi stressor. Demikian dengan
6
perokok atau penjudi, dalam menilai stressor berbeda dengan
seseorang yang taat beribadah.
h. Faktor social
Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya
saling bergantung antara satu dengan yang lainnya. Menurut
Luh Ketut Suryani (2005), kehidupan kolektif atau
kebersamaan berperan dalam pengambilan keputusan, adopsi
nilai, pembelajaran, pertukaran pengalaman dan
penyelenggaraan ritualitas. Dengan demikian, dapat
diasumsikan bahwa factor kekolektifitas atau kebersamaan
berpengaruh terhadap cara menilai stressor predisposisi dan
presipitasi.
7
Harga Diri Rendah Kronis
Isolasi Sosial
a) Respon Adaptif:
Respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma
social dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas
normal dalam menyelesaikan masalah
8
3) Bekerja sama: kemampuan individu yang saling
membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen: saling ketergantuangan antara individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b) Respons Maladaptif:
Renspons yang diberikan individu yang menyimpang dari
normal social. Yang termasuk respons maladaptif:
9
Putus asa terhadap hubungan dengan
orang lain
(regresi)
Tidak mampu
lain
ISOLASI
SOSIAL
2.3 Tanda dan Gejala
Gejala subjektive
10
Gejala objective
2.4.1 Pengkajian
11
merasa ditolak, tidak diterima kesepian dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
1) Identitas klien
2) Alasan masuk
12
berkonsentrasi, merasa tidak berguna dan merasa tidak yakin dalam
melangsungkan hidup. Apakah sudah tau penyakit sebelumnya, apa
yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi maslah ini.
3) Faktor predisposisi
13
Isolasi social merupakan faktor dalam gangguan
berhubungan. Ini akibat dan norma yang tidak menghargai
anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang
cacat, dan penyakit kronik. Isolasi social dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dan
kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
4. Faktor komunikasi
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung unttuk terjadinya gangguan dalam berhubungan
social. Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak
jelas yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga
4) Stressor presipitasi
Umumnya mencakup kejadian kehidupan yang oenuh stress
seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor
presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori:
1. Stressor social budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah
dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat
dirumah sakit.
2. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini akn
14
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (isolasi
social)
5) Pemeriksan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
6) Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola
komunikasi pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
a) Gambaran diri
Tanyakan presepsi klien terhadapntubuhnya, bagian tubuh yang
disukai, reaksi klien terhaap bagian tubuh yang tidak disukai.
Pada klien dengan isolasi social, klien menolak melihat dan
menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
bagian tubuh yang terjadi dan akan terjadi, menolak penjelsan
perubahanbentuk tubuh, presepsi negative tentang tubuh,
preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan
perasaan keputusan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Klien dengan isolasi social mengalami ketidakpastian
memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan.
c) Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau
peranyya, dan bagaimana perasaan akibat perubahan tersebut.
Pada klien dengan isolasi social bisa berubah atau berhenti
fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, purus
skolah, PHK, perubahan yang terjadi saat klien sakit dan
dirawat.
15
d) Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien
terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya,
bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Pada
klien dengan isolasi social cenderung mengungkapakan
keputusan karena penyakitnya, mengungkapkan keinginan yang
terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan social, merendahkan martabat,
menciderai diri, dan kurang percaya diri.
c. Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus
menyadari luasnya dunia kehidupan klien.Siapa orang yang berarti
dalam kehidupan klien, tempat mengadu, bicara minta bantuan atau
dukungan baik ecara material maupun non-material. Peran serta
dalam kegiata kelompok/ masyarakat social apa saja yang diikuti
dilingkungan. Pada penderita ISOS perilaku social terisolasi atau
sering menyendiri, cenderung menarik diri dari lingkungan
pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri. Hambatan klien dalam
menjalin hubungan soial oleh karena malu atau merasa adanya
penolakan oleh orng lain.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan
keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
7) Status mental
1. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kak.
Pada klien dengan isolasi social mengalami defisit perawatan diri (
penampilan tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara
16
berpakaian tidak seperti biasanya, rambut kotor, rambut seperti tidak
pernah disisir, gigi kotor kuning, kuku panjang dan hitam).
2. Pembicaraan
Tidak mampu memulai pembicaraan,berbicara hanya jika
ditanya. Cara berbicara digambaran dalam frekuensi (kecepatan,
cepat/lambat) volume (keras/lembut) jumlah (sedikit, membisu,
ditekan) dan karakteristiknya (gugup, kata-kata berbicara yang pelan
(lambat, lembut, sedikit/membisu, dan menggunakan kata-kata
simbolik).
3. Aktivitas motorik
Klien dengan isoasi social cenderung lesu dan lebih sering
duduk menyendiri, berjalan pean dan lemah.Aktivitas motorik
menurun, kadang ditemukan hipoksia dan katelepsi.
4. Afek dan emosi
Klien dengan isolasi social cenderung datar (tidak ada
perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan
atau menyedihkan) dan tumpul (hany bereaksi bila ada stimulus emosi
yang sangat kuat).
5. Interaksi selama wawancara
Klien dengan isolasi social kontak mata kurang (tidak mau
menatap lawan bicara), merasa bosan dan cenderung tidak kooperatif
(tidak konsentrasi menjawab pertanyaan pewawancara dengan
spontan). Emosi ekspresi sedih dan mengekspresikan penolakan atau
kesepian pada orang lain.
6. Presepsi-Sensori
Klien dengan isolasi social beresiko mengalami gangguan
sensori/pengelihatan halusinasi.
7. Proses piker
a. Peroses pikir
Arus: bloking (pembucaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan
dari luar kemudian dilanjutkan kembali).
17
Bentuk piker: Otistik (autism) yaitu bentuk pemikiran yang
berupa fantasia atau lamunan untuk memuaskan keinginan yang tidak
dapat dicapainya. Hidup dalam pikirannya sendiri, hanya memuaskan
keinginannya tanpa peduli sekitarnya, menandakan ada distorsi arus
assosiasi dalam diri klien yang dimanifestasikan dengan lamunan yang
cenderung menyenangkan dirinya.
b. Isi fikir
Social isolation ( pikiran isolasi social) yaitu isi pikiran yang
berupa rasa terisolasi, tersekat, terkucul, terpencil dari lingkungan
sekitarnya/masyarakat, merasa ditolak, tidak disukai orang lain, dan
tidak enak berkumpul dengan orang lain sehingga sering menyendiri.
8. Tingkat kesadaran
Pada klien dengan isolasi social cenderung bingung, kacau
(perilaku yang tidak mengarah pada tujuan) dan apatis (acuh tak acuh)
9. Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien sulit
mengingat hal-hal yang terjadi oleh karena menurunnya konsentrasi.
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pada klien dengan isolasi social tidak mampu berkonsentrasi:
klien selalu minta agar pertanyaan diulang karena tidak bisa
menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan
kembali pembicaraan.
11. Daya tilik
Pada klien dengan isolasi social cenderung mengingkari
penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu
meminta pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya, klien
tidak mau bercerita tentang penyakitnya.
18
1. Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak
dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba di
kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental yang tidak sadar yang
mengakibatkan timbulanya kegagalan defensive dalam
menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan
antara sikap dan perilaku.
19
- Asupan makan dan minuman
terganggu
- Retensi urin dan feses
- Aktifitas menurun
- Kurang berenergi atau bertenaga
- Rendah diri
- Poster tubuh berubah
1. Isolasi social
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan presepsi sensori: Halusinasi
4. Koping individu tidak efektif
5. Intoleransi aktivitas
6. Defisit perawatan diri
Perencanaan
Tujuasn kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan Umum:
Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain.
20
TUK I: kriteria evaluasi: 1.1 Bina hubungan Hubungan saling
Klien dapat Klien dapat saling percaya percaya
membinahubungan Klien mau dengan merupakan
saling percaya menjawab salam menggunakan langkah awal
Klien mau prinsip komunikasi untuk
berjabattangan terapeutik menentukan
Klien mau a. Sapa klien keberhasilan
menjawab dengan ramah rencana
pertanyaan ,baik verbal selanjutnya
berdampingan b. Perkenalkan
21
a.Diri sendiri klien untuk langkah
b.Orang lain mengungkapkan intervensi
c.Lingkungan perasaan penyebab selanjutnya.
menarik diri atau
tidak mau bergaul
c .Diskusikan bersama
klien tentang
perilaku menarik
diri, tanda dan
gejala.
d. Berikan pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya,
Perencanaan
22
misal: sendiri tidak 3.3 Diskusikan
k punya teman, bersama klien
sepi,dll. tentang manfaat
berhubungan
berhubungan
dengan orang lain
3.4 Kaji pengetahuan
klien tentang ke
rugian bila tidak
berhubungan
dengan orang lain.
.
3.5 Beri kesempatan
kepada klien untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian bila tidak
berhubungan dngan
orang lain
3.6 Diskusikan
bersama klien
tentang kerugian
tidak berhubungan
dengan orang lain
3.7 Ben reinforcement
positif terhadap
kemampuan
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
berhubungan
dengan orang lain
TUK 4: Kriteria evaluasi : 4.1 Kaji kemampuan Mengetahui
klien membina sejauh mana
Klien dapat Klien dapat
hubungan dengan pengetahuan
23
Melaksanakan Mendemonstrasikan orang lain Klien
hubungan sosia l hubungan sosia l berhubungan
4.2 Doreng dan bantu
secara secara secara secara dengan orang lain
klien untuk
bertahap. bertahap.
berhubungan
a) Klien-perawat dengan orang lain
b) Klien-perawat- melalui
perawat lain .
Klien-perawat
c) Klien- perawat-
Klien-perawat-
perawat lain-klien
perawat lain .
lain
Klien- perawat-
d) Klien-kelompok
perawat lain-klien
kecil
lain
Klien-keluarga/
Klien-kelompok
kelompok
kecil
/masyarakat
Klien-keluarga/
kelompok
/masyarakat
4.3 Beri reinforcement
terhadap
keberhasilan yang
yang telah dicapai
di rumah nanti.
4 5 Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama
klien dalam
mengisi waktu
24
untuk mengikuti
kegiatan terapi
Aktivitas kelompok
sosialisasi.
Perencanaan
25
sistem pendukung a) Menjelaskan Sampaikan tujuan berhubungan
atau keluarga atau Perasaannya Membuat kontrak dengan orang
keluarga mampu Eksplorasi lain
b) Menjelaskan cara.
mengembangkan perasaan keluarga
merawat klien Mengetahui
kemampuan klien 6..2 Diskusikan
menarik diri sejauh mana
untuk berhubungan dengan anggota
pengetahuan
dengan orang lain . c) keluarga tentang:
klien tentang
Mendemonstrasik
a Perilaku menarik diri membina
an cara perawatan
b Penyebab perilaku hubungan
menarik diri
menarik diri. dengan orang
d) .Berpartisipasi c.Cara keluarga lain
dalam perawatan menghadapi klien
menarik diri yang sedang menarik
6.3 Dorong anggota
keluarga untuk
memberikan
dukungan kepada
klien
berkomunikasi
dengan orang lain
26
2.4.6 Srategi Komunikasi (SP) Berdasarkan Pertemuan
SP 1 Pasien:
1. Identifikasi penyebab:
a) Siapa yang satu rumah dengan pasien?
b) Siapa yang dekat dengan pasien? Dan apa sebabnya?
c) Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Dan apa penyebabnya?
2. Keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
3. Latihan berkenalan
4. Masukkan jadwal kegiatan pasien
SP 2 Pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien (SP 1)
2. Melatih berhubungan social secara bertahap (pasien dan
keluarga)
3. Memasukkan kedalam jadwal harian.
SP 3 Pasien
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2)
2. Latih ADL (Kegiatan sehari – hari), cara bicara
3. Masukkan kedalam kegiatan jadwal klien
SP 1 Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi social serta
protes terjadinya
3. Menjelaskan cara merawat klien dengan isolasi social
4. Bermain peran dalam merawat pasien isolasi social (Simulasi)
5. Menyusun RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 2 Keluarga
1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
2. Melatih keluarga merawat langsung klien dengan isolasi social
3. Menyusun RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat klien
SP 3 Keluarga
1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1,2)
27
2. Evaluasi kemampuan klien
3. Rencana tindak lanjut keluarga dengan follow up dan rujukan.
2.4.7 Evaluasi
28
2. Menyebutkan cara – cara merawat pasien dengan
isolasi sosial.
3. Mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial.
4. Menyebutkan tempat rujukan yang sesuai untuk
pasien isolasi sosial.
2. Kemampuan Perawat
Nama Pasien :
Ruangan :
Nama Perawat :
No Kemampuan Tanggal
A. Pasien
SP I p
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.
2. Berdiskusi dengan pasien tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian
berinteraksi dengan orang lain.
4. Menganjurkan pasien cara berkenalan
dengan satu orang.
5. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan latihan berbincang – bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
Nilai SP I p
SP II p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien.
29
2. Memberikan kesempatan kepada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang.
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang – bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian.
Nilai SP II p
SP III p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien.
2. Memberikan kesempatan kepada
berkenalan dengan dua orang atau lebih.
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
Nilai SP III p
B. Keluarga
SP I k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
isolasi sosial yang dialami pasien beserta
proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien
isolasi sosial.
Nilai SP I k
SP II k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien dengan isolasi sosial.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien isolasi sosial.
Nilai SP II k
SP III k
2.1.1.1.1.1.1
Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
30
Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang.
Nilai SP III k
Total nilai : SP p + SP k
Rata – rata
31
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Nn. Y masuk RSJ pada tanggal 1 Maret 2018 pukul 09.00 WIB, keluarga
klien mengatakan masuk RSJ karena sering menyendiri dan merasa di tolak di
pabrik di Surabaya. Padahal klien anak paling tua dan di jadikan sebagai tulang
punggung di keluarganya. Semenjak saat itu klien merasa dirinya tidak berguna di
keluarganya. Selain itu keluarga klien juga mengatakan klien tidak mau bergaul
dengan orang lain, tidak banyak bercakap- cakap, banyak melamun, mengurung
diri dan sering menyendiri. Kebanyakan klien selalu berdiam diri di kamar dan
kurang bersosialisasi baik dengan orang yang berada di rumahnya dan tetangga
sekitarnya, serta klien selalu pesimis, ragu, dan tidak mampu merumuskan
keinginan, dan selalu merasa tertekan. Keluarga mengatakan ia sudah dua kali
masuk RSJ, pertama kali pada tahun 2017 karena klien sering melempari batu ke
yang kedua kalinya adalah sekarang, klien dimasukan ke RSJ karena klien selalu
berdiam diri dan tidak bersosialisasi, baik dengan keluarganya dan orang
disekitarnya. Dari hasil pengkajian dijumpai klien sering berbicara sendiri dan
mendengar bisikan-bisikan halus untuk lari dari RSJ ini, selain itu didapatkan
rambut dan pakaian tidak tertata rapi, klien tampak kotor, gigi kuning, kuku hitam
dan panjang.kontak mata kurang, kalau di tanya klien cenderung blocking, apatis.
32
3.2 Faktor Predisposisi
2. Riwayat pengobatan
3. Riwayat penganiayaan
33
b) Tidak mempunyai teman dekat, tidak ada anggota keluarga yang
dianggap teman dekat klien
a. Primer
Bekerjasama dengan keluarga Nn.Y dalam memelihara kesehatan
dan kebugaran jiwa Nn.Y sekarang, yakni dengan memberikan
suport/motivasi atau dengan peran keluarga yang selalu mendampinginya
akan mengurangi penilaian terhadap stressornya, Nn.Y akan merasa
dibutuhkan oleh keluarga dan berfikir kalau Nn.Y masih memilki
keluarga yang selalu menyayanginya, serta menjauhkan segala hal yang
dapat mengingatkan masa lalunya. Dengan seperti itu, maka Nn.Y akan
merasa lebih tenang, tidak lagi melamun dan tidak menutup diri. Dengan
adanya dorongan pada Nn.Y untuk bangkit lagi dari masalah yang
dihadapinya saat ini.
b. Sekunder
1. Dengan cara memantau terus keadaan Nn.Y setiap harinya, apakah
ada kemajuan dengan diberikanya terapi-terapi yang ada.
34
2. Psikofarmakologi pada kasus di atas mungkin dapat di berikan
chlorpromazine (Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis
dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur,
kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku) atau haloperidol
(Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan
apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan
inisiatif, hipoaktif)
3. Terapisomatis yang cocok untuk kasus di atas adalah terapi
deprivasi tidur. Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan
kepada klien dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak
3,5 jam. Cocok diberikan pada klien dengan depresi.
4. Terapi Modalitas
c. Tersier
Jika Nn.Y sudah sembuh dalam masalah gangguan jiwa yang
dialaminya, maka Nn.Y bisa direncanakan untuk pulang.Selain itu kita
juga harus menjelaskan ke keluarga, kalau untuk saat ini Nn.Ysangat
membutuhkan peran dalam keluarga, sehingga Nn.Y dapat berinteraksi
sosial dengan keluarga maupun masyarakat dan tidak mengalami
kekambuhan.
a) Identitas klien
Nama : Nn. Y
Umur : 24 tahun
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Jalan Suka Maju
Bahasa yang dipakai : Bahasa Jawa
Rekam Medik : 00-09-18
35
Tanggal masuk : 1 Maret 2018
Tanggal pengkajian : 1 Maret 2018
b) Alasan Masuk
Klien masuk RSJ pada tanggal 1 Maret 2018 pukul 11.00
WIB, keluarga klien mengatakan masuk RSJ karena sering menyendiri
dan merasa di tolak di lingkungan keluarganya. Semenjak dia berhenti
dari pekerjaanya sebagai buruh pabrik di Surabaya.
c) Pemeriksaan Umum
TD : 120/90 mmHg
N : 86 x/menit
S : S : 37 0C .
RR : 24 x/menit .
BB : 74 kg
Data Problem
36
diri, Poster tubuh berubah
Halusinasi
Label : gangguan
Exis 4 : kronis
37
Isolasi Umum : Setelah 3x interaksi Bina hubungan saling percaya Dengan
sosial pasien dapat dengan mengungkapkan prinsip adanya
Pasien dapat
berhubun menunjukkan komunikasi terapeutik. kepercay
berinteraksi
gan tanda-tanda percaya aan
dengan orang 1. Beri salam setiap kali
dengan kepada perawat : pasien
lain berinteraksi.
menarik pada
a. wajah cerah dan 2. Perkenalkan diri dengan sopan
diri Khusus : perawat
tersenyum 3. Tanyakan nama lengkap
akan
Pasien dapat b. mau berkenalan pasien dan nama panggilan
membuat
membina c. ada kontak mata yang disukai
pasien
hubungan saling d. bersedia 4. Tunjukkan sikap jujur dan
merasa
percaya menceritakan menepati janji setiap kali
nyaman
perasaannya berinteraksi
e. bersedia 5. Tanyakan perasaan pasien dan
mengungkapkan maslah yang dihadapi pasien
masalahnya 6. Buat kontak interaksi yang
jelas
7. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
pasien
Isolasi SP 1 SP 1
38
dengan Nn.Y? b. Penjelasan Isolasi
Siapa yang dekat dengan social
Nn.Y? Apa sebabnya? c. Cara merawat Isolasi
Siapa yang tidak dekat social.
dengan Nn.Y? Apa d. Latih (stimulasi).
sebabnya? RTL keluarga/
b. Keuntungan dan kerugian jadwal keluarga untuk
berinteraksi dengan
merawat Nn.Y
oranglain.
c. Latih berkenalan
d. Masukkan jadwal kegiatan
pasien.
SP 2 SP 2
a. Evaluasi SP 1. a. Evaluasi SP 1.
b. Latihan berhubungan social b. Latih (langsung ke
secara bertahap (pasien dan Nn.Y)
keluarga). c. RTL keluarga/ jadwal
c. Masukkan jadwal kegiatan keluarga untuk
Nn.Y merawat NnY.
SP 3 SP 3
39
sehari-hari), cara bicara. b. Evaluasi kemampuan
c. Masukkan jadwal kegiatan Nn.Y
Nn.Y c. Rencana tindak lanjut
keluarga:
Follow up
Rujukan
Pertemuan : Ke – 1
A. Proses Keperawatan
40
Tujuan : - TUK 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Mengidentifikasi penyebab :
c. Melatih berkenalan.
41
B. Strategi Komunikasi
1. Tahap Orientasi
a. Salam Terapuetik
b. Evaluasi / Validasi
c. Kontrak
2. Tahap Kerja
“Di rumah Mbak tinggal dengan siapa saja ?dan siapa yang paling dekat
dengan Mbak ?
42
“Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul
dengan orang lain atau Mbak memiliki masalah dengan keluarga atau yang
lainnya ?”
“Oh, jadi Mbak tidak suka bergaul dengan keluarga dan orang lain karena
Mbak merasa tidak dapat menjadi anak yang berguna, dan karena berhenti dari
pekerjaannya sebagai buruh pabrik?”
“Lalu kalau ada masalah Mbak biasanya sering cerita kepada siapa?”
“Oo jadi kalau ada masalah Mbak tidak cerita pada siapa- siapa dan hanya
di pendam sendiri?”
“Kira – kira mbak tahu tidak kerugian jika Mbak lebih banyak menyendiri
dari pada berinteraksi dengan orang lain?
“Ya benar mungkin kalau sendiri Mbak akan merasa lebih nyaman.Tapi
jika Mbak bersikap seperti itu lama – kelamaan Mbak pasti akan merasa sendirian
dan bosan, bahkan merasa tidak dipedulikan.”
“Ditambah lagi jika ada masalah dan tidak ada yang diajak untuk berbagi
atau di mintai pendapat membuat masalah akan menjadi menumpuk dan Mbak
jadi banyak pikiran. Kemudian jika ada masalah dan hanya menyendiri serta
berdiam diri tidak akan menyelesaikan masalah yang Mbak hadapi.
“Sebaliknya jika Mbak suka berinteraksi dengan orang lain , kita dapat
mengeluarkan unek – unek yang ada pada diri kita, meminta pendapat akan
masalah yang kita hadapi, membuat diri kita menjadi lega setelah bercerita kepada
orang lain. Dan jika Mbak tidak suka dengan perilaku orang lain kepada Mbak,
Mbak dapat menegurnya dengan baik atau menanyakan mengapa perilakunya
seperti itu kepada Mbak.”
“Selain itu jika sering berinteraksi dengan orang lain kita juga merasa
tidak sendiri dan merasa banyak yang peduli pada diri kita, serta akan banyak
pengalaman serta informasi yang di dapat jika kita berinteraksi dengan orang
lain.”
43
“Sekarang Mbak sudah tahukan keuntungan dari berinteraksi dengan
orang lain?”
“Baik Mbaknya untuk latihan atau belajar berinteraksi dengan orang lain,
yang pertama harus kita lakukan yakni menyebutkan dahulu nama kita dan nama
panggilan yang kita sukai.”
“Contohnya seperti ini, nama saya Durrotun nafisah , biasanya dipanggil
Durroh.”
“Selanjutnya Mbak menanyakan nama orang yang Mbak ajak berkenalan.
Contohnya seperti ini : Nama anda siapa ? Dan senangnya dipanggil apa?”
“Jadi seperti itu, cara memulai interaksi dengan orang lain.”
“Nah..sekarang coba Mbak praktekan! Seolah – olah Mbak belum kenal
saya.”
“ Ya, bagitu. Bagus sekali !Mbak dapat melakukannya dengan baik.”
“Setelah Mbak saling berkenalan dengan orang tersebut.Mbak bisa
melanjutkan pembicaraan dengan menanyakan tentang hal – hal yang
menyenangkan, seperti hobi atau kegiatan yang disukai, keluarga, pekerjaan, dan
sebagainya.”
“Bagaimana apakah Mbak sudah mengerti? Mudahkan melakukan
interaksi dengan orang lain.”
“Mbak hanya perlu sering melakukannya, supaya Mbak terbiasa untuk
berinteraksi dengan orang lain.”
“Ohh ya bagaimana jika kita buat jadwal untuk kegiatan hari – hari dan
kegiatan hari ini kita masukkan ke dalam jadwal tersebut?”
“Mbak tidak keberatan bukan?”
3. Tahap Terminasi
44
- Data Subyektif
- Data Obyektif
Pasien dapat mengungkapkan kembali keuntungan bergaul dengan
orang lain dan kerugian tidak bergaul dengan orang lain meskipun hanya
sedikit dan agak dibantu oleh perawat. Dan pasien mampu melakukan
latihan berinteraksi atau berkenalan dengan baik.
45
- Waktu : “Kalau Mbak mau, bagaimana kalau jam 13.00 saja?”
- Tempat : “Mbak ingin melakukan pertemuan selanjutnya dimana
?Apa tetap di sini atau di tempat lain? Bagaimana kalau
tetap di sini saja?”
46
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SPTK )
Pertemuan : Ke - 2
A. Proses Keperawatan
Kondisi : Pasien tidak mau bergaul dengan orana lain, dan rambut
kusam serta tidak tetata.Namun klien sudah mengetahui
keuntungan dan kerugian jika tidak berinteraksi dengan
orang lain.
47
c. Masukkan Kedalam jadwal kegiatan
harian.
B. Strategi Komunikasi
1. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik
” Selamat pagi Mbak ? Bertemu dengan saya lagi, masih
ingat kan ?Saya harap Mbak tidak bosan bertemu dengan saya.”
b. Evaluasi/ Validasi
”Bagaimana perasaan Mbak pagi ini? Saya harap secerah
cuaca hari ini.”
“Apakah Mbak masih ingat dengan apa yang saya diajarkan
kemarin tentang bagaimana cara memulai interaksi dengan orang
lain?”
c. Kontrak
- Topik : Oh iya, Mbak masih ingat tidak kita mau
ngapain hari ini? “
“Hari ini kita akan latihan berinteraksi atau
belajar berkenalan dengan salah satu
perawat dari Ruang A, Mbak seperti yang
telah kita sepakati kemarin? Bagaimana,
apakah Mbak sudah siap ?
- Waktu : Kira – kira Mbak butuh waktu berapa
lama untuk melakukan latihan interaksi
dengan perawat mbak ?” Bagaimana kalau
30 menit saja?”
48
2. Fase Kerja
“Mbak tunggu disini sebentar ya! Saya akan memanggilkan perawat dari
Ruang A terlebih dahulu. Nanti Mbak melakukan seperti yang sudah saya
contohkan kepada Mbak ya! Mbak tidak perlu malu jika melakukan interaksi
dengan orang lain, bukankah kita sudah belajar kemarin? Dan Mbak pasti bisa
melakukannya.”
“Ya sudah, Mbak bersiap – siap dulu.Saya akan memanggil perawat dari
Ruang A.”
“Baiklah Mbak, ini perawat dari Ruang A yang akan pertama melakukan
perkenalan dengan Mbak.”
“Ayo sekarang coba Mbak sebutkan nama Mbak sambil berjabat tangan
dan tanyakan nama perawat ini!”
“Setelah itu, coba Mbak tanyakan asal perawat ini dan apa hobinya?”
“Sekarang terserah Mbak ingin menanyakan hal apa pada perawat ini?”
“Baiklah kalau begitu, latihan berkenalan untuk hari ini sampai disini
saja.Mbak sudah melakukannya dengan sangat baik.”
49
3 Tahap Terminasi
- Data Subyektif
- Data Obyektif
Pasien dapat melakukan latihan berkenalan dengan orang lain
dengan baik meskipun dengan bantuan perawat.
50
Tempat ? Bagaimanan jika tetap disini saja
?”
“ Kalau begitu terimah kasih atas
kerjasamanya untuk Mbak, dan jangan lupa tetap
mengasah kemampuannya.”
51
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SPTK )
Pertemuan : Ke – 3
A. Proses Keperawatan
Kondisi klien : Pasien terlihat tidak mau bergaul dengan orang lain,
tidak banyak bercakap-cakap, banyak ngelamun,
mengurung diri dan sering menyendiri .Namun klien
sudah mengetahui keuntungan dan kerugian jika tidak
berinteraksi dengan orang lain. Dan sudah dapat
berinteraksi dengan perawat lain, yakni perawat ruang
A.
secara bertahap.
52
a. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP
1 dan SP 2).
B.Strategi Komunikasi
1. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik:
“Selamat pagi Mbak ? Bertemu dengan saya lagi, jadi Mbak pasti
tidak lupa, tapi kalau bosan sepertinya iya.”
b. Evaluasi/Validasi
“ Mbak masih ingat tidak, apa saja yang sudah dilakukan pada
pertemuan satu dan pertemuan dua ?”
c. Kontrak
53
orang petugas lain yang bekerja di rumah sakit ini
dan berlatih cara merawat diri.”
2. Fase Kerja
“Baiklah Mbak, karena saya yang memilih dua orang petugas rumah sakit
untuk latihan berkenalan dengan Mbak. Saya harap nanti Mbak dapat mandiri
melakukan latihan perkenalan seperti kemarin.”
“Baiklah Mbak, ini dua orang petugas yang akan berkenalan dengan
Mbak, ini petugas kebersihan di rumah sakit ini, dan Bapak ini petugas yang
menjaga keamanan di rumah sakit ini.. Coba sekarang Mbak ajak berkenalan
seperti yang kita lakukan kemarin.”
54
“Coba pertama apa yang harus ditanyakan, Mbak jangan malu.Orang kalau
diajak berkenalan pasti senang.”
“Ya bagus...... terus selanjutnya apa lagi yang akan ditanyakan, terserah
Mbak ingin bertanya apa. Nanti gantian perawatnya juga akan tanya tentang diri
Mbak.”
“Ya sudah, kita mulai dengan menyisir rambut dan merapikan tempat
tidur.”
“Nah rambutnya sudah rapi, sekarang kita belajar menata tempat tidur.”
“Jadi, seprainya harus dilipat masuk kedalam pada setiap ujungnya seperti
ini, kemudian merapikan atasnya, dengan menata bantal serta guling dengan rapi.”
“Kemudian kita bersihkan bagian atasnya, agar tidak berdebu dan kotor.”
“ya seperti itu Mbak , tidak apa – apa jika belum bisa. Kan kita nanti bisa
belajar lagi.”
55
3. Tahap Terminasi
- Subyektif
- Obyektif
Pasien dapat melakukan latihan interaksi ketiga yakni dengan dua
petugas rumah sakit lain serta dapat sedikit mempraktekakkn cara merawat diri
yang sudah diajarkan.
56
b. Rencana Tindak Lanjut
57
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)
A. Proses Keperawatan
1.) Kondisi klien
klien sudah mengetahui keuntungan dan kerugian jika tidak
berinteraksi dengan orang lain. Dan sudah dapat berinteraksi dengan 3
orang perawat lain dan petugas rumah sakit, yakni perawat ruang A,
serta tukang kebun dan satpam.
2.) Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial
3.) Tujuan Keperawatan
Tujuan : TUK 6 Klien dapat memberdayakan system
pendukung ( keluarga ) atau keluarga mampu mengembangkan
kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
4.) Rencana Tindakan Keperawatan: (SP1keluarga)
Mengidentifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
Menjelaskan proses terjadinya isolasi sosial.
Menjelaskan tentang cara merawat pasien isolasi social.
Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien.
1. Orientasi
58
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, bu. Apakah bener ibu keluarga dari Nn.y ?”
perkenalkan nama saya Lina Nur ‘Aini, saya biasa dipanggil saya
Lina, saya adalah mahasiswa dari STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO yang sedang praktek di sini, dan saya adalah perawat
yang bertugas pada sore hari ini.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana keadaan Nn. Y ?apakah sudah ada perkembangan?”
c. Kontrak
Topik : “baiklah bu, bagaimana kalau siang hari ini kita bercakap-
cakap sebentar tentang kondisi Nn. Y yang tidak mau berinteraksi
dengan orang lain dan cara mengatasinya? Dan nanti saya juga
akan memberikan beberapa informasi yang perlu ibu ketahui
untuk merawat mbak”
Tempat: “ ibu ingin mengobrol dimana? Bagaimana jika di ruang
perawat saja?”
Waktu : “ kira-kira ibu bisanya berapa lama?bagaimana kalau 30
menit saja? Apakah ibu bersedia”
2. Fase Kerja
“kira-kira apa yang ibu ketahui tentang masalah Nn. Y ?” ya
memang benar sekali bu, Nn. Y itu tidak mau bergaul dengan orang
lain, bagan di ajak kberkomunikasi pun sulit atau tidak bahkan tidak
merespon . masalah yang di alami Nn. Y ini di sebut isolasi sosial. Ini
merupakan salah satu gejala yang di alami oleh pasien dan gangguan
jiwa. Hal tersebut biasanya terjadi karena adanya pengalaman yang
tidak menyenangkan saat berhubungan dengan orang lain, atau tidak
adah dampak positif yang di rasakan Nn. Y berinteraksi, sehingga Nn.
Y merasah bahwa berinteraksi dengan orang lain tidak berguna dan
tidak berarti.” Sehingga Nn. Y lebih suka menyendiri, karena dia
merasa tidak ada yang dapat mengerti dia untuk berbagi rasa atau
pengalaman bersama. Dan hal ini yang membuat Nn. Y seolah-olah dia
sendiri dan tidak memiliki teman. Jika masalah ini terus menerus dan
59
tidak diatasi, maka dapat berakibat lebih parah atau dapat mengarah
gangguan jiwa lain nya seperti halunisasi yaitu mendengar suara atau
melihat bayangan yang sebenarnya.” Maka dari itu,untuk menghadapi
Nn. Y keluarga harus sabar dan dapat membina hubungna saling
percya dan cara bersikap peduli dengn Nn. Y , member semangat dan
dorongn kepada Nn. Y untuk melatihkan kegiatan bersama-sama,
kemudian kita dapat memberikan pujian ke pada Nn. Y karena dapat
melakukan kegiatan atau interaksi. Pujian dapat membuat Nn. Y
merasa lebih dihargai dan dapat di pedulikan oleh orang lain.” Oleh
karena itu, peran serta keluarga berpengaruh terhadap perkembangan
Nn. B. . Sekarang coba bapak berlatih memberi pujian pada Nn. Y .
Bapak/Ibu anggap saja saya ini seolah-olah sebagai Nn. Y ?Bagaimana ,
apakah ibu sudah siap? Iya,bagus sekali. Nanti jika bertemu dengna
Nn. Y jangan lupa ibu melakukan seperti itu.
3. Fase Terminasi
Evaluasi Subjektif :
“nah Bagaimana perasaan ibu, setelah kita mengobrol
dengan saya?dapatkah ibu jelaskan kembali masalah yang
dihadapi Nn. Y dan bagaimana cara merawatnya?”
Evaluasi Obyektif :
orang tua pasien dapat menjelaskan kembali bagaimana
proses terjadinya isolasi sosial beserta penyebabnya. Dan dapat
menjelaskan kembali bagaimana cara merawat pasien. kegiatan
pasien.
a. Rencana tindak lanjut
“baiklah bu setelah saya jelaskan tentang keadaan Nn. Y
dan penyebabnya, serta telah saya ajarkan bagaimana cara
merawat Nn. Y . Saya harap ibu dapat mengerti dan tetap
melakukannya baik di rumah sakit maupun di rumah.”
b. Kontrak
Topik :
60
” baiklah ibu,saya rasa cukup untuk perbincangan kita.
Silahkan ibu melihat kondisi Nn. Y terlebih dahulu. Nanti kalau
ibu kesisni lagi dapat kita lanjutkan untuk melakukan pujian
secara langsung kepasa Nn. Y seperti yang kita praktekan tadi.
Bagaimana apakah ibu bersedia?
“Kira-kira kapan ibu kesini lagi?”
“Oo dua hari lagi. Baiklah dua hari lagi kita bertemu lagi
ya bu?:
Waktu :
“ kira-kira nanti ibu disini sampai pukul berapa?”
bagaimana jika besok kita lakukan interaksi secara langsung pada
Nn. Y pukul 10.00?”
Tempat :
“ untuk tempatnya di ruang perawat ini saja ya bu sekarang
saya permisi dulu, dan terima kasih atas kerja sama ibu ,selamat
siang!”
61
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SPTK )
Pertemuan : Ke-5
A . Proses Keperawatan
62
c. Masukkan RTL keluarkan/jadwal keluarga untuk
merawat pasien.
B . Strategi Komunikasi
1. Tahap Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat siang Ibu,bertemu lagi dengan saya. Tidak bosan kan Ibu
dengan saya?”
b. Validasi/ Evaluasi
c. Kontrak
63
2. Tahap Kerja
“ Baiklah Ibu mari kita menemui Nn. Y di ruang perawatan. Dan Ibu
bisa menunggu di sini sebentar atau di ruang tunggu.”
“Saya harap nanti Ibu langsung mempraktekan sendiri seperti yang saya
ajarkan dan kita latih kemarin.Nanti akan saya pantau dari belakang.”
“Saya rasa, cukup untuk hari ini, perkembangan Nn. Y sudah sangat
baik, dan Ibu juga dapat melakukannya dengan baik.”
3. Fase Terminasi
- Subjektif
“ Bagaimana perasaan Ibu setelah melakukan interaksi secara
langsung dengan Nn. Y ?”
- Objektif
Keluarga pasien dapat melakukan interaksi dengan baik, serta
mendampingi pasien dengan sabar.
64
c. Kontrak Akan Datang
- Waktu : “Ibu nanti maunya jam berapa bertemu dengan saya di sini ?
Bagaimana kalau jam 14.00 IB saja setelah Ibu menemui Nn.
Y.”
- Tempat : “ Dan untuk nanti Ibu ingin bertemu dimana? Bagaimana jika
di ruang perawatan saja?”
65
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)
Pertemuan : Ke-6
A . Proses Keperawatan
66
B . Strategi Komunikasi
1. Tahap Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat siang Ibu,masih ingat dengan saya? Ibu tidak bosan kan dengan
saya?”
b. Validasi/ Evaluasi
c. Kontrak
2. Tahap Kerja
“ Baiklah Ibu mari kita menemui Nn.Y di ruang perawatan. Dan Ibu bisa
menunggu di sini sebentar atau di ruang tunggu.”
“Saya harap nanti Ibu langsung mempraktekan sendiri seperti yang saya
ajarkan dan kita latih kemarin.Nanti akan saya pantau dari belakang.”
67
3. Fase Terminasi
Data subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu setelah melakukan interaksi secara
langsung dengan Nn.y?”
Data Objektif
Keluarga pasien dapat melakukan interaksi dengan baik, serta
mendampingi pasien dengan sabar.
- Waktu : “ Ibu nanti maunya jam berapa bertemu dengan saya di sini ?
Bagaimana kalau jam 16.00 WIB saja setelah Ibu menemui
Nn.Y.”
- Tempat : “ Dan untuk nanti Ibu ingin bertemu dimana? Bagaimana jika
di ruang perawatan saja?”
68
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa optimal
adalah :
1. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang maka keluarga
tetap melakukan kontrol ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat dan
tim medis lainnya guna memperlancar proses keperawatan.
3. Diharapakan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ
karena dapat membantu proses penyembuhan.
69
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L. M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa - Teori dan Aplikasi Praktik
Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Dalami, E. d. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta Timur: CV.Trans Info Media.
Iyus Yosep, S. M. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
70