Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF
DI RUANG RAJAWALI 2B RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Disusun oleh:
ANGGITA PUTRI HADININGSIH
P1337420616040

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2018
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF

I. Jenis Kasus
A. Diagnosa Medis
Ileus Obstruktif

B. Pengertian
Ileus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon ebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total
usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup (NANDA, 2015).
Menurut Nanda (2015), ada dua tipe obstruksi yaitu:
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik.
Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat
karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid, dan
neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan
abses.
2. Neurigenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Keadaan dimana usus gagal/tidak mampu melakukan kontraksi peristaltic
untuk menyalurkan isinya. Paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus
melainkn akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan operasi yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Contoh penyakit tersebut,
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson (Sudoyo Aru, 2009).
Obstruksi pada ileus sering teradi karena mempunyai segmen yang paling sempit
(Mansjoer, 2008). Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal normal isi
usus sepanjang traktus intestinal. Onstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal.
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase
cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Brunner &
Sudarrth, 2013).

C. Etiologi
Menurut Indrayani (2013), penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus
antara lain:
1. Hernia inkarserata:
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk kedalam kantung hernia
terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi (penyempitan) dan
stragulasi usus (sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke usus).
Pada anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Treelenburg.
Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8
jam, harus diadakan herniotomi segera.

2. Non Hernia inkarserata, antara lain:


a. Adhesi atau perlekatan usus
Adheis bisa disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal sebelumnya atau
proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam
bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umumnya berasal
dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus
karena adhesi biasanya tidak disertai stragulasi. Obstruksi yang disebabkan
oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi
abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan
ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Invaginasi (intususepsi)
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopati karena
tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi
ielosekal yang masuk naik kekolon scendens dan mungkin terus sampai keluar
dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat
diduga atas pemeriksaaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan Rontgen
dengan pemberian enema barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian jejunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling
sempit. Obstruksi umumnya disebebkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas
sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat
pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko
tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan dimana terjadi pemuntiran usus yang adnormal dari
segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis
sehingga pasase (gangguan perjalanan makanan) terganggu. Pada usus halus
agak arang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvus didapat di bagian ileum
dan mudah mengalami stragulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, keculai jika ia
menimbulkan invaginasi. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul (koneksi
abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur lainnya) dari
saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu
masuk ke raktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus
halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang laing sering ialah
karsinoma (kanker yang dimuai di kulit atau jaringan yang melapisi atau
menutupi organ-organ tubuh), terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon
kiri distal.
D. Manifestasi Klinis
1. Mekanika sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah
empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi
terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
2. Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak
ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat,
nyeri tekan difus minimal.
3. Mekanika sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus
minimal.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir;
distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan
terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau
mengandung darah samar. (Price & Wilson, 2007).

II. Fokus Assesment (Bentuk Pathway)


A. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat
dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat
kemudian intermiten akhirnya hilang. Lumen usus yang tersumbat profesif akan
terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus
sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O
dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat,
menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi
pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat
menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka
kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan
pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Price and
Wilson, hal 404).

B. Pathways

C. Pemeriksaan Penunjang
1. HB (hemoglobin), PCV (Volume sel yang ditempati sel darah merah):
meningkat akibat dehidrasi
2. Leukosit: normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningka,
Na+ dan Cl- rendah.
3. Rontgen toraks: diafragma meninggi akbita distensi abdomen.
a. Usus halus (lengkung sentral, distribusi non anatomis, bayangan valvula
connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi
perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)
b. Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium
sulfat sebagai mendia kontras pada usus besar): untuk melihat tempat dan
penyebab.
5. CT Scan pada usus halus: mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi untuk
menunjukkan tempat obstruksi
6. Prokostopi
7. Manometri dan elektromiografi (Pasaribu, 2012).

D. Penatalaksanaan Medis
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), tujuan utama penatalaksanaan adalah
dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan
operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah
tujuan kedua. Kedang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan
usus harus dirawat dirumah sakit.
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi
dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan,
kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan
lapratomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan
pemantauan dan konservatif.
2. Operasi
Operasi dapat dialkukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuakan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila ada stragulasi,
obstruksi lengkap, hernia inkarserata, tidak ada perbaikan dengan pengibatan
konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter).
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
eletrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan
kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam
keadaan paralitik.
III. Masalah/ Diagnosa Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama , suku
dan gaya hidup.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demem, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan
kaku.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST:
P: apa yang menyebabkan timbulnya keluhan
Q: Bagaimana keluhan yang dirasakan oleh pasien, apakah hilang, timbul
atau terus menerus (menetap).
R: Di daerah mana gejala dirasakan
S: Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala
numerik 1 s/d 10
T: Kapan keluhan timbul, sekaligus faktor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat
ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
4) Riwayat kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien
2. Pemeriksaan
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk
Tanda : Kesullitan ambulasi
b. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi (tandasyok)
c. Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasidan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feses
d. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : Muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-
pecah. Kuit buruk
e. Nyeri/Kenamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
f. Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernapasan
Tanda : Napas pendek dan dangkal
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tandatanda generalisata dehidrasi yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan
mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak
gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara,
2007).
3. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara,
2007).
4. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultsi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang.
Tetapi setelah bberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus diatas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bisis usus) bisa tidak
ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum
dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak
adanya feses didalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus
halus. Jika darah makroskopik atau feses positif banyak ditemukan di dalam
rektum, maka sangat meungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
Instrinsik didalam usus (Sabiston, 1995).
Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).

B. Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai
dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

IV. Perencanaan Keperawatan


A. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual,
muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat dengan
bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-
tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat.
· Kriteria hasil:
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl:
94-111 mmol/L).

Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.

2. Observasi tanda-tanda vital: N, 2. Perubahan yang drastis pada


TD, P, S tanda-tanda vital merupakan
indikasi kekurangan cairan.

3. Observasi tingkat kesadaran dan 3. kekurangan cairan dan elektrolit


tanda-tanda syok dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan
syok.
4. Observasi bising usus pasien 4. Menilai fungsi usus
tiap 1-2 jam
5. Monitor intake dan output 5. Menilai keseimbangan cairan
secara ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum 6. Menilai keseimbangan cairan
elektrolit, hematokrit dan elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien 7. Meningkatkan pengetahuan
dan keluarga tentang tindakan pasien dan keluarga serta
yang dilakukan: pemasangan kerjasama antara perawat-
NGT dan puasa. pasien-keluarga.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan
pemberian terapi intravena dan elektrolit pasien.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
· Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor 1. Mempengaruhi pilihan
individual yang intervensi.
mempengaruhi
kemampuan untuk
mencerna makanan, mis:
status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang 2. Menentukan kembalinya
dilepas. peristaltik ( biasanya dalam
2. Auskultasi bising usus; 2-4 hari ).
palpasi abdomen; catat 3. Meningkatkan kerjasama
pasase flatus. pasien dengan aturan diet.
3. Identifikasi kesukaan / Protein/vitamin C adalah
ketidaksukaan diet dari kontributor utuma untuk
pasien. Anjurkan pilihan pemeliharaan jaringan dan
makanan tinggi protein dan perbaikan. Malnutrisi adalah
vitamin C. fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.

4. Sindrom malabsorbsi
dapat terjadi setelah
pembedahan usus halus,
4. Observasi terhadap memerlukan evaluasi lanjut
terjadinya diare; makanan dan perubahan diet, mis: diet
bau busuk dan berminyak. rendah serat.
5. Mencegah muntah.
Menetralkan atau
menurunkan pembentukan
Intervensi Rasional
5. Kolaborasi dalam asam untuk mencegah erosi
pemberian obat-obatan mukosa dan kemungkinan
sesuai indikasi: Antimetik, ulserasi.
mis: proklorperazin
(Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis:
simetidin (tagamet).

c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
pola nafas menjadi efektif
· Kriteria hasil :
pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-20x/menit

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, 1. Perubahan pada pola nafas
N,S akibat adanya distensi
abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan
hasil TTV.

2. Kaji status pernafasan: 2. Adanya distensi pada


pola, frekuensi, kedalaman abdomen dapat
menyebabkan perubahan
3. Kaji bising usus pasien pola nafas.
3. Berkurangnya/hilangnya
bising usus menyebabkan
terjadi distensi abdomen
4. Tinggikan kepala tempat sehingga mempengaruhi
tidur 40-60 derajat pola nafas.
Intervensi Rasional
5. Observasi adanya tanda- 4. Mengurangi penekanan
tanda hipoksia jaringan pada paru akibat distensi
perifer: cianosis abdomen.
5. Perubahan pola nafas
akibat adanya distensi
abdomen dapat
6. Monitor hasil AGD menyebabkan oksigenasi
perifer terganggu yang
7. Berikan penjelasan kepada dimanifestasikan dengan
keluarga pasien tentang adanya cianosis.
penyebab terjadinya
distensi abdomen yang 6. Mendeteksi adanya
dialami oleh pasien asidosis respiratorik.
8. Laksanakan program 7. Meningkatkan
medic pemberian terapi pengetahuan dan kerjasama
oksigen dengan keluarga pasien.

8. Memenuhi kebutuhan
oksigenasi pasien

d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali normal.
· Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35
x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, 1. Mengetahui ada atau
warna dan konsistensi feces tidaknya kelainan yang
terjadi pada eliminasi fekal.
Intervensi Rasional
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.
3. Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan
perbaikan fungsi usus.
4. Kaji adanya distensi 4. Gangguan motilitas usus
abdomen dapat menyebabkan
akumulasi gas di dalam
lumen usus sehingga terjadi
distensi abdomen.
5. Berikan penjelasan kepada 5. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga pasien dan keluarga serta
penyebab terjadinya untuk meningkatkan
gangguan dalam BAB kerjasana antara perawat-
pasien dan keluarga.
6. Kolaborasi dalam
pemberian terapi pencahar 6. Membantu dalam
(Laxatif) pemenuhan kebutuhan
eliminasi

e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
rasa nyeri teratasi atau terkontrol

·Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat
dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P 1. Nyeri hebat yang dirasakan
tiap shif pasien akibat adanya distensi
abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasih TTV.
Intervensi Rasional
2. Kaji keluhan nyeri, 2. Mengetahui kekuatan nyeri
karakteristik dan skala nyeri yang yang dirasakan pasien dan
dirasakan pesien sehubungan menentukan tindakan
dengan adanya distensi abdomen selanjutnya guna mengatasi
3. Berikan posisi yang nyaman: nyeri.
posisi semi fowler 3. Posisi yang nyaman dapat
mengurangi rasa nyeri yang
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik dirasakan pasien
relaksasi tarik nafas dalam saat 4. Relaksasi dapat mengurangi
merasa nyeri rasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk
menggunakan tehnik pengalihan 5. Mengurangi nyeri yang
saat merasa nyeri hebat. dirasakan pasien.
6. Kolaborasi dengan medic
untuk terapi analgetik 6. Analgetik dapat mengurangi
rasa nyeri

f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:
Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan
keterampilan koping positif.
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya 1. Rasa cemas yang dirasakan
peningkatan kecemasan: pasien dapat terlihat dalam
wajah tegang, gelisah ekspresi wajah dan tingkah
laku.
2. Kaji adanya rasa cemas 2. Mengetahui tingkat
yang dirasakan pasien kecemasan pasien.
3. Berikan penjelasan kepada 3. Dengan mengetahui
pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan
Intervensi Rasional
tindakan yang akan dilakukan akan mengurangi
dilakukan sehubungan tingkat kecemasan pasien
dengan keadaan penyakit dan meningkatkan
pasien kerjasama
4. Berikan kesempatan pada 4. Dengan mengungkapkan
pasien untuk kecemasan akan
mengungkapkan rasa takut mengurangi rasa
atau kecemasan yang takut/cemas pasien
dirasakan
5. Pertahankan lingkungan 5. Lingkungan yang tenang
yang tenang dan tanpa stres. dan nyaman dapat
mengurangi stress pasien
berhadapan dengan
6. Dorong dukungan keluarga penyakitnya
dan orang terdekat untuk 6. Support system dapat
memberikan support kepada mengurani rasa cemas dan
pasien menguatkan pasien dalam
memerima keadaan
sakitnya.

B. Evaluasi

Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan

1. Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang

2. Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit

3. Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan
jumlah dan konsistensi

4. Mendapat nutrisi yang optimal

5. Tidak adanya depresi pernafasan

6. Tidur/istirahat tidak ada gangguan

7. Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal


8. Menunjukkan rileks dan tidak cemas

9. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya


DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik,


Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Universitas Udayana
: Denpasar (Jurnal)
Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta:EGC.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Pasaribu, Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap di Rsud Dr.
Pringadi Medan Tahun 2007-2010. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara (Jurnal)
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,
Volume1. Jakarta: EGC.
Sabara. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Penerbit Buku Kedokteran ECG : Jakarta.
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Anda mungkin juga menyukai