Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

HIPERTIROID PADA ANAK

PEMBIMBING
dr. Pulung Silalahi, Sp.A

DISUSUN OLEH
Siti Rohaeni
1102014254

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I RADEN SAID SUKANTO
Periode 2 Juli s.d. 8 September 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini ditulis
untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Bhayangkara Tk I Raden Said Sukanto.
Dalam referat ini akan dibahas mengenai Hipertiroid pada anak. Tinjauan
pustaka pada referat ini menggunakan berbagai sumber kepustakaan. Penulis berharap
referat ini dapat memenuhi memberikan manfaat berupa pengetahuan kepada
pembaca.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada pembimbing, yaitu dr. Pulung
Silalahi, Sp.A yang telah banyak memberikan arahan dan masukan guna melengkapi
penulisan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak keterbatasan. Oleh sebab itu penyusun menerima segala kritik dan saran yang
membangun. Akhir kata semoga referat ini dapat berguna bagi penulis maupun
pembaca sekalian.

Jakarta, Juli 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Hipertiroid adalah keadaan hipermetabolik yang disebabkan karena peningkatan
kadar T3 (Triiodothyronine) dan T4 (Thyroxine) bebas.1 Hipertiroid berbeda dengan
tirotoksikosis. Tirotoksikosis adalah keadaan klinis yang terjadi akibat peningkatan
produksi hormon tiroid, yang dapat bersumber primer dari kelenjar tiroid maupun
tidak.2
Hipertiroid merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi pada masa anak,
namun kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa. Pada anak-
anak, lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit Graves.3
Belum ada angka yang pasti mengenai insiden dan prevalensi hipertiroid pada
anak-anak di Indonesia. Beberapa kepustakaan luar negeri menyebutkan insidensinya
masa anak diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Mulai 0,1/100.000 anak per tahun
untuk anak usia 0-4 tahun meningkat sampai dengan 3/100.000 anak per tahun pada
usia remaja. Kejadian hipertiroid pada anak hanya 5-6% dari keseluruhan kasus
penyakit Graves pada segala umur.3

I.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, serta
prognosis terhadap hipertiroid pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Hipertiroid adalah hiperaktivitas kelenjar tiroid, yang menyebabkan pelepasan
hormon tiroid dalam jumlah banyak dan peningkatan metabolisme di jaringan
perifer.2
Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi
berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan
pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi
tiroksin (T4) di jaringan perifer.4
Hipertiroid ditandai dengan peningkatan kadar T4 dan T3 bebas dan TSH serum
yang rendah ataupun normal.5 Hipertiroid ditandai dengan aktivitas kelenjar tiroid
disertai dengan manisfestasi yang dikenal dengan tiroktosiosis.6

II.2. Epidemiologi
Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2008 menunjukkan, terdapat 0,44
kejadian hipertiroid per 1000 populasi pada anak usia 0-11 tahun, dan 0,59 per 1000
populasi pada usia 12-17 tahun, dengan rata-rata usia 10-15 tahun.2
Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan prevalensi
hipertiroid pada anak-anak di Indonesia. Beberapa penelitian di luar negeri, insiden
hipertiroid pada anak diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Mulai 0,1/100.000 anak
per tahun untuk anak per tahun untuk anak 0-4 tahun, meningkat sampai dengan
3/100.000 anak pertahun pada usia remaja. Secara keseluruhan insiden hipertiroid
pada anak jumlahnya kecil sekali, atau diperikarakan hanya 5-6% dari keseluruhan
jumlah penderita penyakit Graves segala umur.3
Prevalensi hipertiroid pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali dibanding pada
remaja pria. Kebanyakan anak-anak yang menderita penyakit Graves mempunyai
riwayat keluarga dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun yang lain, misalnya
diabetes melitus tipe I, penyakit Addison, lupus sistemik, ITP, myasthenia gravis,
arthritis rheumatoid, dan vitiligo.1-3

II.3. Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terdiri dari sel-sel folikel yang berbentuk seperti cincin dan
memiliki lumen yang berisi koloid. Koloid ini mengandung Tiroglobulin yang
didalamnya berisi hormon tiroid.1,8,9
Sintesis hormon tiroid memerlukan asam amino tirosin, yang diproses di dalam
tubuh, dan iodium yang didapat secara esensial dari makanan. Setelah sintesis tirosin,
makan tirosin akan menyatu dengan tiroglobulin yang dihasilkan RE sel folikel tiroid
dan kompleks golgi. Setelah itu tiroglobulin yang mengandung tirosin akan di
eksositosis ke lumen folikel yang berisi koloid. Iodium dalam darah dipindahkan ke
dalam koloid melalui pompa aktif iodium. Di koloid, iodium akan melekat ke tirosin
dalam molekul tiroglobulin. Pelekatan sebuah iodium menghasilkan Monoiodotirosin
(MIT) dan pelekatan dua iodium menghasilkan Diiodotirosin (DIT). Selanjutnya
penggabungan dua DIT membentuk Tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan
penggabungan satu DIT dan satu MIT menghasilkan Triiodotironin (T3).8,9
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh interaksi antara komponen stimulator
dan inhibitor atau mekanisme umpan balik. Pelepasan tirotropin (TSH) dari kelenjar
pituitari anterior distimulasi oleh kadar hormon tiroid yang rendah (umpan balik
negatif) dan dibawah pengaruh Thyrothropin Releasing Hormon (TRH), somatostatin
atau dopamin. Tirotropin kemudian berikatan dengan reseptor TSH di permukaan sel-
sel kelenjar tiroid, dan memulai kaskade di dalam kelenjar tiroid, untuk melepaskan
hormon tiroid terutama tiroksin (T4) serta sejumlah kecil triiodotironin (T3).
Peningkatan hormon ini memberikan umpan balik ke hipotalamus dan kelenjar
pituitari anterior, sehingga sintesis TSH menurun.1,8,9
II.4. Etiologi
Hipertiroid (tiroid yang menyebabkan tirotoksikosis) pada anak-anak
disebabkan oleh hal-hal berikut: Penyakit Graves, McCune-Albright Sindrom,
Tiroiditis Subakut (virus), Tiroiditis Bakteri.1,2
Gangguan pada kelenjar pituitari juga dapat menyebabkan hipertiroid pada
anak-anak, hal ini dapat disebabkan oleh adenoma pituitari dan pituitari resisten T4.
Penyebab lain hipertiroid pada anak adalah : Hipertiroid yang diinduksi Iodine dan
Tumor Sekresi hCG.1,2

Penyakit Graves pada Anak

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan trias :


tirotoksikosis, oftalmopati infiltratif dan dermopati infiltratif.1,6 Hipertiroid pada
penyakit Graves disebabkan oleh sub kelas imunoglobulin G1 (IgG1), Thyroid-
stimulating immunoglobulins (TSIs). Antibodi ini berikatan dengan reseptor thyroid-
stimulating hormone (TSH) ekstraselular dan mengaktivasinya. Aktivasi ini
menyebabkan pertumbuhan folikel dan pengaktifan serta pelepasan hormon tiroid.
Pada beberapa pasien, juga ditemukan antibodi antitiroid (TRAbs) atau TSH-binding
inhibitor immunoglobulin (TBII), hal ini mempengaruhi derajat keparahan penyakit.1-3
Penyakit Graves pada Neonatus

Angka kejadian hipertiroid pada neonatus kurang dari 1% dari semua kasus
hipertiroid pada pasien anak. Hampir keseluruhan pasien lahir dari ibu dengan riwayat
penyakit Graves, baik selama kehamilan ataupun sebelumnya.2
Penyakit Graves pada neonatus disebabkan oleh transfer TSI melalui plasenta.
Ibu dengan klinis hipertiroid, atau memiliki riwayat pengobatan antitiroid, atau
riwayat Ibu dengan klinis hipertiroid belum tentu menyebabkan penyakit Graves pada
neonatus. Hanya 1 dari 70 bayi dari ibu dengan tirotoksikosis yang memiliki gejala.
Kadar TSI ibu harus sangat tinggi (>5 kali kadar normal) untuk menyebabkan
penyakit secara klinis pada neonatus.2,3

Sindrom McCune-Albright

Hipertiroid yang disebabkan sindrom McCune-Albright sangat jarang terjadi.


Sindrom ini meliputi displasia poliostotik fibrosa, bintik café-au-lait, atau
endokrinopati. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi pada subunit α pada protein G di
reseptor TSH. Hal ini menyebabkan aktivasi dan produksi cAMP yang pada akhirnya
menyebabkan peningkatan produksi hormon tiroid.2,8

Tiroiditis Subakut

Tiroiditis subakut disebabkan oleh infeksi virus pada saluran napas bagian
atas. Hipertiroid yang terjadi tidak berat dan gejala lebih didominasi oleh demam dan
nyeri tekan tiroid. Pada pemeriksaan didapatkan eritema dan hangat di sekitar
kelenjar. Hipertiroid pada penyakit ini disebabkan oleh inflamasi kelenjar tiroid dan
peningkatan pelepasan hormon tiroid.2

Adenoma Pituitari

Hipertiroid pada penyakit ini disebabkan karena produksi TSH meningkat


karena tumor pada kelenjar hipofisis. Penyakit ini ditandai dengan kadar TSH yang
tinggi yang akhirnya menstimulasi peningkatan produksi hormon tiroid.2
Pituitari Resisten T4

Penyakit ini disebabkan oleh mutasi spontan dan dapat diturunkan secara
autosom dominan. Adanya resistensi terhadpa T4, menyebabkan produksi TSH tidak
sepenuhnya dihambat oleh T4, kadar TSH yang tinggi menyebabkan produksi hormon
tiroid secara terus-menerus, hal ini menyebabkan terjadinya hipertiroid.

Hipertiroid yang diinduksi Iodine

Diet tinggi idonie dapat meningkatkan resiko hipertiroid, khususnya pada


pasien yang sebelumnya memiliki riwayat hipertiroid karena penyakit Graves.

Tumor Sekresi hCG

Tumor sekresi hCG, seperti Hiatidiform dan Koriokarsinoma dapat


menyebabkan gejala hipertiroid. hCG secara langsung berikatan dengan reseptor TSH
dan menstimulasi pelepasan hormon tiroid.

II.5. Gambaran Klinis

Gejala yang sering ditemukan pada hipertiroid anak adalah hiperaktivitas,


gugup, dan gangguan emosional, yang sering terjadi adalah Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD). Adanya perubahan perilaku dan kemampuan belajar
di sekolah juga merupakan tanda yang harus diperhatikan.2
Gambaran klinis lainnya pada hipertiroid disebabkan oleh peningkatan efek
hormon tiroid pada organ sasaran.8
 Efek pada Laju Metabolik
Hormon tiroid merupakan regulator penting untuk konsumsi O2 dan pengeluaran
energi pada keadaan istirahat. Peningkatan kadar hormon ini, menyebabkan
keadaan hipermetabolik sehingga terjadi peningkatan metabolisme karbohidrat,
lemak dan sintesis protein.1,2,8
 Efek Kalorigenik
Peningkatan produksi panas pada hipertiroid menyebabkan anak intoleran
terhadap panas.1,2,8
 Efek pada Metabolisme Perantara
Peningkatan metabolisme basal, menyebabkan peningkatan produksi sumber
cadangan energi untuk dipakai dalam metabolisme. Hal ini menyebabkan
pengurangan simpanan karbohidrat, lemak dan protein. Hal ini menyebabkan anak
mengalami penurunan berat badan walaupun nafsu makan meningkat.1,2,8
Peningkatan sintesis protein juga menyebabkan, berkurangnya massa protein pada
otot rangka yang akhirnya menyebabkan gejala kelelahan pada anak.
 Efek Simpatomimetik
Hormon tiroid menyebabkan ploriferasi reseptor spesifik katekolamin di sel
sasaran, hal ini menyebabkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Pada
saluran cerna, aktivitas saraf simpatis yang meningkat menyebabkan
hipermotilitas, malabsorpsi dan diare.1,2,8
Stimulasi berlebihan saraf simpatis terhadap otot levator palpebra menyebabkan
tatapan lebar dan melotot (eksoftalmus).1,2 Hal ini berbeda dengan oftalmopati
infiltraif pada penyakit Graves yang disebabkan karena diferensiasi fibroblas
menjadi adiposit dan pengeluaran glikosaminoglikan hidrofilik ke interstitium.1
 Efek Kardiovaskular
Hormon tiroid dapat bekerja langsung pada jantung ataupun melalui peningkatan
reseptor katekolamin. Sehingga kadar hormon tiroid yang meningkat
menyebabkan peningkatan kecepatan dan kekuatan denyut jantung. Hal ini
menyebabkan keluhan palpitasi pada pasien. Terhadap pembuluh darah, hormon
tiroid menyebabkan vasodilatasi. Meningkatnya pembentukan panas serta
vasodilatasi menyebabkan kulit pasien tampak merah, teraba hangat dan mudah
berkeringat.1,2,8
 Efek pada Pertumbuhan dan Sistem Saraf
Efek hormon tiroid yang berlebihan pada sel saraf menyebabkan tremor,
peningkatan kewaspadaan mental yang berlebihan seperti mudah tersinggung,
tegang, cemas dan emosional.1,2,8,9

Tabel 1 : Gejala Klinis Penyakit Graves pada anak2

Tanda Klinis Jumlah (%)


Goiter 98-99

Takikardia 82-95

Bruit pada Tiroid 20-84

Bising Jantung 10-84

Iritable 80-82

Peningkatan Pulse Pressure 77-80

Berkeringat Banyak 41-78,6

Tremor 51-78,2

Palpitasi 34-76,8

Intoleransi Panas 27-76,8

Peningkatan Nafsu Makan 47-73,2

Hipertensi 71

Oftalmopati 58,9-71

Peningkatan Tinggi Badan 7,1-71**

Penurunan Berat Badan 50-54

Diare 13-48,2

Hiperaktif 44

Gangguan Menstruasi 33,3

Gangguan Tidur 22-30,4

Lekas Capai 5,4-16

Sakit Kepala 15

*Hanya 62,5% termasuk sedang sampai besar


** Pada prepubertas dengan SDS tinggi badan rata-rata 2,6±0,7
II.6. Diagnosis

Diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan bila didapatkan goiter dapat asimetris


maupun simetris dan pemeriksaan tes fungsi tiroid yang menunjukkan peningkatan
kadar hormon tiroid.1.2 Peningkatan hormon tiroid ditentukan dengan pengukuran T4,
T3, dan Thyroid-stimulating Hormone (TSH). Pengukuran kadar TSH dapat dilakukan
untuk menentukan penyebab utama terjadinya hipertiroid. Pada penyakit Graves
biasanya ditemukan kadar T4 dan T3 yang tinggi, TSH rendah dan terdapat
imunoglobulin TSI atau TBII. Karena terjadi inhibisi sekresi TSH oleh peningkatan
T4 dan T3 yang disebabkan oleh imunoglobulin TSI.1-5
Pada pemeriksaan darah lengkap, terdapat leukopenia dan trombositopenia.
Diagnosis dengan uptake radioaktif jarang digunakan, karena dapat menekan hormon
TSH dan menghilangkan TSIs.

KRITERIA DIAGNOSIS
Hipertiroid neonatal
• Manifestasi klinis
-- Riwayat kehamilan: penyakit autoimun pada ibu dan obat antitiroid yang
diminum.
Sebagian besar bayi lahir prematur, pertumbuhan intrauterin terhambat.
-- Mikrosefali, sutura sempit, kraniosinostosis.
-- Goiter, eksoftalmus, flushing, peningkatan suhu tubuh.
-- Iritabel, sangat gelisah, hiperaktif, takipnea, hiper-refleksi.
-- Takikardi (denyut jantung >160x/menit), aritmia, pembesaran ventrikel
jantung, gagal jantung, dan hipertensi.
-- Pada keadaan yang berat dapat terjadi penurunan berat badan yang progresif.
• Pemeriksaan Laboratorium
-- Peningkatan kadar T4/FT4, T3/FT3, kadar TSH menurun, TRAb positif pada
ibu dan anak.
• Pemeriksaan TRAb pada ibu hamil sebaiknya dilakukan pada kehamilan 20 – 24
minggu. Bila TRAb ibu tinggi, sangat berisiko bayi yang dilahirkan mengalami
tirotoksikosis neonatal. Bila TRAb ibu negatif, tidak akan ada risiko
tirotoksikosis neonatal.

Hipertiroid pada anak (penyakit Grave)


• Manifestasi klinis
-- Riwayat penyakit autoimun pada penderita dan keluarga. -- Gejala
dan tanda sesuai tabel 1.
-- Pemeriksaan kelenjar tiroid: Goiter (konsistensi, noduler, nyeri), murmur, dan
bruit.
• Pada penderita dengan pembesaran tiroid simetris disertai dengan kelainan mata
(orbitopathy), sangat mungkin penyakit Grave sehingga tidak perlu mencari
penyebab lebih lanjut.
• Pemeriksaan laboratorium:
-- Kadar T4/FT4 dan T3/FT3 meningkat, kadar TSH menurun, dan TRAb positif.
• Pemeriksaan radiologi
-- Skintigrafi: Uptake iodium meningkat.
-- Skintigram dengan 123I maupun 99mTc sebaiknya dilakukan bila ada
kecurigaan Toxic Adenoma (TA) atau Toxic Multinodular Goiter (TMNG).
-- USG (colour doppler): penilaian aliran darah tiroid dan dapat membedakan
PG dan tiroiditis destruktif.
• Bila kelenjar tiroid tidak noduler tanpa orbitopathy, perlu pemeriksaan TRAb
dan RAIU untuk membedakan PG dengan sebab lain.

Tabel 1: Tanda dan gejala penyakit Grave pada anak


Tanda Gejala

• Goiter • Hiperaktif
• Eksoftalmus • Palpitasi
• Takikardi • Gangguan tidur
• Penurunan berat badan • Lelah
Prestasi sekolah
• Heat intolerance • menurun
• Tremor halus • Emosi labil
Neck fullness atau
• Hipertensi sistolik • benjolan
Irritability and
• Tekanan nadi melebar • nervousness
Buang air besar
• Rambut rontok • sering
Enuresis sekunder Nafsu makan
• (nokturia) • meningkat
• Usia tulang maju
• Ophtalmopathy-pain, keratitis, lid lag, proptosis.

II.7. Penyulit
KRISIS TIROID
Krisis tiroid, suatu keadaan hipermetabolik yang mengancam nyawa, dipicu oleh
pelepasan hormon tiroid yang berlebihan pada penderita hipertiroid.

• Manifestasi klinis
-- Riwayat tirotoksikosis sebelumnya
-- Gejala umum: hiperpireksia, banyak keringat, penurunan berat, distres napas,
mudah lelah, lemah.
-- Gejala saluran cerna: mual, muntah,diare, nyeri perut, ikterus.
-- Gejala kardiovaskuler: aritmia, takikardi, hipertensi bisa berakhir dengan
hipotensi, syok, dan gagal jantung.
-- Gejala neurologis: agitasi, hiper-refleksi, tremor, kejang sampai koma
-- Tanda tirotoksikosis: exophthalmus dan goiter
-- Faktor pencetus: sepsis, pembedahan, anestesi, terapi iodium radioaktif, obat
(pseudoefedrin, salisilat, kemoterapi), pemberian hormon tiroid berlebihan,
penghentian terapi antitiroid, ketoasidosis diabetik, trauma langsung terhadap
kelenjar tiroid.
• Pemeriksaan laboratorium:
-- Peningkatan T3, T4, FT4, kadar TSH menurun. -- Lekositosis
dengan shift to the left.
-- Tes fungsi hati menunjukkan kelainan yang tidak khas: peningkatan alanine
aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), alkaline
phosphatase, dan serum bilirubin.
• Pemeriksaan penunjang lain (sesuai indikasi):
-- Radiografi toraks : untuk mendeteksi edema paru dan pembesaran jantung
(gagal jantung) dan juga adanya infeksi paru.
-- EKG : untuk memonitor aritmia fibrilasi atrial dan takikardi ventrikular

Tabel 2: Skoring untuk mendiagnosis krisis tiroid.


Kriteria Skor Kriteria Skor
Gangguan gastro-
Gangguan termoregulasi hepato
Suhu (°C) Manifestasi
• 37 – 37,7 5 • Tidak ditemukan 0
• 37,8 – 38,2 10 • Sedang (diare, nyeri 10
• 38,3 – 38,8 15 perut, mual/muntah)
• 38,9 – 39,3 20 • Berat (jaundice) 20
• 39,4 – 39,9 25
• ≥ 40 30
Gangguan sistem
Kardiovaskuler saraf
Takikardi (x/menit) pusat
• 100 – 109 5 Manifestasi
• 110 – 119 10 • Tidak ditemukan 0
• 120 – 129 15 • Ringan (agitasi) 10
Sedang (delirium,
• 130 – 139 20 • psiko- 20
• ≥ 140 25 sis, ekstrim letargi)
Atrial fibrilasi • Berat (kejang, koma) 30
• Tidak ditemukan 0
• Ditemukan 10
Gagal jantung kongestif
• Tidak ditemukan 0
• Ringan 5
• Sedang 10
• Berat 20
Faktor pencetus Total skor
Status • > 45 Krisis tiroid
Impending
• Positif 0 • 25-44 storm
• Negatif 10 • < 25 Bukan krisis

II.8. Penatalaksanaan
Hipertiroid neonatal
• Terapi harus segera dimulai untuk mencegah gagal jantung (jangka pendek) dan
kraniosinostosis serta gangguan kognitif di kemudian hari (jangka panjang).
• Pilihan terapi adalah methimazole (MMI) dengan dosis 0.2-0.5 mg/ kgBB/hari
dibagi 1 sampai 3 dosis.
• Durasi terapi 2-4 minggu tapi bisa sampai 3 bulan.
• Jika MMI tidak tersedia atau terdapat efek samping terhadap MMI, maka bisa
diberikan PTU hanya untuk jangka pendek.
• Lugol iodine 1-3 tetes /hari bisa ditambahkan dalam kasus yang berat untuk
menghambat sekresi hormone tiroid.
• Jika terdapat gejala hiperaktivitas simpatetis seperti takikardi, hipertensi,
kesulitan minum, maka ditambahkan propranolol 2mg/kgBB/hari.
• Perawatan NICU diperlukan jika terdapat ketidakstabilan hemodinamik, gagal
jantung atau gagal nafas. Dalam kondisi ini bisa ditambahkan prednisolone 2
mg/kgBB dibagi 1-2 dosis terbagi.
• Pemberian terapi harus dititrasi sampai tercapai kondisi eutiroid.
• Pemberian Air susu ibu (ASI) tetap disarankan.

Pemantauan
• Fungsi tiroid harus diukur setiap minggu sampai stabil dan sesudahnya diperiksa
setiap 2 minggu.
• Perlu dievaluasi terhadap gangguan perkembangan, kraniosinostosis, dan
mikrosefali.
• TRAb Setiap tahun.

Hipertiroid pada anak (penyakit Grave)


• Terapi medikamentosa
-- Obat antitiroid diberikan sebagai terapi pilihan utama pada anak dengan PG.
»» Methimazole (MMI): dosis 0,2 – 0,5 mg/kg hari dalam jangka waktu 1-2
tahun
»» Titrasi dosis dengan pedoman fungsi tiroid.
»» Sebelum pemberian obat anti-tiroid, periksa darah tepi lengkap, fungsi
hepar (bilirubin, transaminase dan alkali fosfatase).
»» Hentikan obat jika anak mengalami demam, atralgia, luka-luka di mulut,
faringitis atau malaise, dan dilakukan pengukuran hitung lekosit.
-- Apabila tidak mengalami remisi dalam 2 tahun lakukan dievaluasi
terhadap kepatuhan pengobatan, efek samping obat, dan dievaluasi kembali
pengobatan yang diberikan. Dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
tiroidektomi.
-- Jika dalam keadaan tidak tersedia MMI, maka bisa diberikan PTU dengan
dosis awal 5-7mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis dengan pengawasan ketat
terutama terkait dengan fungsi hati.
-- PTU harus dihentikan jika kadar transaminase meningkat 2-3 kali lipat di atas
kadar normal dan gagal membaik dalam 1 minggu setelah diulang tes
tersebut.
• Terapi simtomatik
-- Beta adrenergic blocker (misal propranolol, atenolol, metoprolol)
direkomendasikan untuk anak dengan hipertiroid yang denyut jantungnya >
100x/menit.
-- Beta adrenergic blocker bisa dihentikan ketika kadar hormon tiroid sudah
mencapai normal.
-- Dosis propanolol: 0.5 – 2 mg/kg/hari.

• Terapi pembedahan
-- Jika pembedahan dipilih sebagai terapi untuk anak dengan PG, maka
dilakukan near-total tiroidektomi
-- Pembedahan harus dilakukan oleh ahli bedah tiroid yang berpengalaman.
-- Setelah terapi pembedahan anak memerlukan terapi sulih atau pengganti
hormon tiroid seumur hidup.

• Radioterapi
-- Radioterapi dilakukan dengan 131I, belum termasuk first line therapy di
Indonesia. Tujuan radioterapi adalah menjadikan penderita hipotiroid. Dosis
radioterapi sesuai dengan protokol yang berlaku pada masing-masing pemberi
pelayanan radioterapi.

Pemantauan
Pemeriksaan laboratorium dilakukan 4-6 minggu sesudah terapi awal dan setiap
pergantian dosis. Ulang tiap 2-3 bulan jika dosis sudah sesuai.
• TSH seringkali masih tersupresi sampai waktu yang cukup lama sehingga
penyesuaian dosis berdasarkan (fT4 atau fT3).
• Sesudah terapi obat antitiroid selama 2 tahun dan anak masih melanjutkan terapi,
maka pemantauan laboratorium dilakukan tiap 6-12 bulan.
• Pemantauan jangka panjang hingga dewasa diperlukan meskipun telah terjadi
remisi atau telah menjalani pembedahan dan terapi iodine radioaktif.
• Prognosis :
-- 30% anak yang diobati obat antitiroid mencapai remisi dalam 2 tahun.
-- 75% pasien relaps dalam 6 bulan setelah henti obat, sedangkan hanya 10%
relaps setelah 18 bulan.

Krisis tiroid
• Terapi awal terdiri dari:
-- Mencari penyebab dan mengobati pencetus.
-- Menurunkan secara cepat konsentrasi serum hormon tiroid dan mengganggu
aksi perifer hormon tiroid.
• Terapi pilihan pertama adalah PTU karena memblok konversi T4 ke T3.
-- PTU 100-200 mg tiap 4-6 jam oral atau melalui NGT.
• Iodides (SKKI) 8-10 tetes tiap 8 jam untuk menghambat pelepasan hormon yang
belum terbentuk dari kelenjar, harus diberikan paling tidak 1 jam sesudah
pemberian PTU.
• Propanolol 2mg/kgBB/hari per oral akan memblok efek adrenergik dari hormon
tiroid dan menghambat konversi T4 menjadi T3.
• Glukokortikoid :
-- Hidrokortison 2 mg/kgBB IV bolus, dilanjutkan dengan 36-45mg/ m2/hari,
dibagi dalam 6 dosis. Atau
-- Hidrokortison 5mg/kgBB (hingga 100mg) IV setiap 6-8 jam. Atau --
Dexametason 0,1-0,2 mg/kgBB/hari dibagi dalam setiap 6-8 jam.

II.9. Prognosis
Sebagian besar pasien anak dengan hipertiroidisme memiliki prognosis yang
sangat baik. Tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF) jarang terjadi pada anak-
anak. Ophthalmopathy of Graves disease biasanya ringan tetapi mungkin bertahan
meskipun ada resolusi hipertiroidisme.

Meskipun perjalanan penyakit Graves neonatal terbatas, prognosisnya jauh


lebih buruk daripada pada anak yang lebih tua. Sebagai akibat dari penyakit mereka,
pasien rentan terhadap prematuritas, obstruksi jalan napas, dan gagal jantung. Angka
kematian dari kondisi ini telah setinggi 16%. Bahkan pasien yang berhasil diobati
dapat mengembangkan craniosynostosis dan keterlambatan perkembangan akhirnya.
Tingkat remisi penyakit Graves bervariasi dari 34-64% pada pasien yang memakai
obat antitiroid. Kekambuhan dapat terjadi beberapa bulan atau tahun setelah
penghentian terapi.
BAB III
KESIMPULAN

Hipertiroid adalah keadaan hipermetabolik yang disebabkan karena


peningkatan kadar T3 (Triiodothyronine)dan T4 (Thyroxine) bebas. Hipertiroid
berbeda dengan tirotoksikosis. Tirotoksikosis adalah keadaan klinis yang
terjadi akibat peningkatan produksi hormon tiroid, yang dapat bersumber
primer dari kelenjar tiroid maupun tidak.
Keadaan hipertiroid yang sering terjadi pada anak paling banyak
disebabkan oleh penyakit Graves, suatu penyakit autoimun yang ditandai
dengan adanya imunoglobulin TSI yang menyebabkan peningkatan kadar
hormon tiroid.
Gambaran klinis hipertiroid disebabkan karena efek berlebihan hormon
tiroid. Gejala dapat berupa palpitasi, mudah berkeringat, intoleransi panas,
diare, kulit kemerahan dan hangat, tremor, eksoftalmus, dan lain-lain.
Pengobatan hipertiroid yang digunakan adalah PTU 5-7 mg/kgBB/hari
dalam dosis terbagi 3 dan MMI 5-10% dari dosis PTU dalam dosis terbagi 2
atau sekali sehari. Hipertiroid merupakan penyakit autoimun dengan potensi
kedaruratan dengan angka relaps yang tinggi. Tata laksana medikamentosa
pada hipertiroid memerlukan durasi pengobatan 2 tahun. Pilihan tata laksana
selain medikamentosa adalah pembedahan dan radioterapi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003. Basic Pathology. 7th ed., Vol.2. USA
: Elsevier Inc.
2. Sunil Sinha, Jonathan G. Gold. 2015. “Pediatric Hypertiroidism”.
http://www.emedicine.com/article/921707-overview. (Diakses 20 Juli, 2018).
3. Faizi M, P. E. Netty. (2006). Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak.
Naskah Lengkap Continuing Education XXXVI. Divisi Endokrinologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR RSU Dr. Soetomo. Surabaya.
4. Balai Penelitian dan Pengembangan GAKI Kementerian Kesehatan RI. 2010.
“Nilai Diagnostik Indeks Wayne dan Indeks Newcastle untuk Penapisan
Kasus Hipertiroid”.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/bpk/article/download/2110/1176
. (Diakses 23 Desember 2014).
5. Bahn RS, Burch HB, et all. 2011. “Hyperthyroidism and Other Causes of
Thyrotoxicosis : Management Guidelines of The American Thyroid
Association and American Association of Clinical Endocrinologists”.
Hyperthyroidism Management Guidelines, Endocrine Practice, Vol. 17 No. 3
6. Anderson D. (2014). Insidens Relaps pada Anak dengan Hipertiroid Graves
dan Hubungannya Terhadap Kadar Awal Tiroksin Bebas. Tesis Program
Pendidikan Dokter Spesialis IKA FKUI Jakarta : tidak diterbitkan
7. Firdaus I. Fibrilasi Atrium pada Penyakit Hipertiroidisme Patogenesis dan
Tatalaksana. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2007; 28 : 375-386.
8. Sherwood L. 1996. Human Physiology : From Cells to System. 2nd ed. USA :
International Thomson Publishing Inc.
9. Junqueira LC. 2003. Basic Histology : Text & Atlas. 10th ed. USA : The
McGraw-Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai