Anda di halaman 1dari 56

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI


KELAINAN KONGINENTALDAN PERADANGAN PADA SISTEM
URINARI SERTA DAMPAK TERHADAP PERTUMBUHAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

(SINDROM NEFROTIK)

OLEH :
KELOMPOK 4

1. DEWA AYU LILIK SARASWATI (183222905)


2. GEK FITRINA DWI SARIASIH (183222907)
3. LUH PUTU RATIH ARTASARI (183222919)
4. NI KETUT ARI PRATIWI (183222925)
5. NI PUTU EKA PRADNYA KARTINI (183222940)
KELAS B11-A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Keperawatan Anak khususnya mengenai
Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mengalami Kelainan Konginental dan
Peradangan pada Sistem Urinari serta Dampak Terhadap Pertumbuhan Kebutuhan
Dasar Manusia (Sindrom Nefrotik).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Penulis sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan memerlukan
berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
penulis perlukan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semua pihak.

Denpasar, 29 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Konsep Dasar Penyakit Sindrom Nefrotik pada Anak.......................................3

2.1.1 Pengertian Sindrom Nefrotik..........................................................................3

2.1.2 Insiden Sindrom Nefrotik................................................................................3

2.1.3 Faktor Risiko Sindrom Nefrotik......................................................................4

2.1.4 Insiden Sindrom Nefrotik................................................................................5

2.1.5 Patofisiologi Sindrom Nefrotik.......................................................................6

2.1.6 Manifestasi Klinik Sindrom Nefrotik..............................................................7

2.1.7 Klasifikasi Sindrom Nefrotik..........................................................................8

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik.....................................................9

2.1.9 Pathway Sindrom Nefrotik............................................................................10

2.1.10 Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik.............................................................12

2.1.11 Komplikasi Sindrom Nefrotik.....................................................................13

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Sindrom Nefotik.............14

2.2.1 Pengkajian.....................................................................................................14

2.2.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................................19

2.2.3 Perencanaan...................................................................................................20

2.2.4 Implementasi.................................................................................................25

ii
2.2.3 Evaluasi.........................................................................................................26

BAB III PENUTUP................................................................................................43

3.1 Simpulan..........................................................................................................43

3.2 Saran.................................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................46

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nefrotik Sindrom (NS) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Penyakit yang mengubah
fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke
dalam ruang Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi nefrotik sindrom
secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan
sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus
eritematosus sitemik.Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi
berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan
mempunyai prognosis buruk.
Nefrotik sindrom pada anak yang didiagnosis secara histopatologik sebagai lesi
minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan steroid (sensitif steroid).
Sedangkan nefrotik sindrom lesi nonminimal sebagian besar tidak memberikan respons
terhadap pengobatan steroid (resisten steroid). International Study of Kidney Disease in
Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis dan laboratorium untuk
memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita nefrotik sindrom. Gambaran klinis dan
laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama, jenis kelamin, hipertensi,
hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan kolesterol serum. Seperti telah
diketahui, bentuk histopatologik memberikan gambaran terhadap respons pengobatan
steroid, seperti jenis glomerulonefritis mesangial proliferatif (GNMP) sebesar 80-85%
adalah resisten seroid. Sampai saat ini, belum terdapat data gambaran histopatologik di
Indonesia, sehingga pada sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik
sensitif steroid (SNMSS) akan memberikan gambaran klinis yang berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh ISKDC. Kadar protein nonalbumin diikutsertakan pula dalam penelitian
ini karena belum pernah diteliti sebelumnya.Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan

1
antara berbagai gambaran klinis dan laboratorium secara bersama-sama dengan respons
terhadap pengobatan steroid (SNMRS dan SNSS).
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan
etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya
terhadap pengobatan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
1.2.1 Bagaimana konsep dasar penyakit nefrotik sindrom pada anak?
1.2.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan nefrotik sindrom?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar penyakit nefrotik sindrom pada anak.
1.3.2 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak dengan nefrotik sindrom.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat teoritis
Agar mahasiswa memperoleh pengetahuan tambahan dan dapat mengembangkan
wawasan mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan nefrotik sindrom.
1.4.2 Manfaat praktis
Agar para pembaca mengetahui bagaimana cara untuk menyusun sebuah asuhan
keperawatan pada anak dengan nefrotik sindrom dan dapat menerapkannya dalam
melakukan tindakan keperawatan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT SINDROM NEFROTIK PADA ANAK

A. Pengertian Sindrom Nefrotik

Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan


permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri


glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria
massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100
ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia (Rauf,
2002).

Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria,


hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai
hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Berdasarkan
pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Sindrom
Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan
karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau
tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.

B. Insiden Sindrome Nefrotik

1. Insiden lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan.

2. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi


berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari, dan responnya terhadap pengobatan.

3
3. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun dan
biasanya berkembang pada usia 2-6 tahun.
4. Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) mencakup 60 – 90 % dari
semua kasus sindrom nefrotik pada anak.
5. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan
majunya terapi dan pemberian steroid.
6. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi
bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002)
7. Merupakan gangguan gunjal yang dapat terjadi pada semua usia. NS pada
anak, terutama berkembang pada usia 2-6 tahun, kejadiannya 2/100.000
anak, dan lebih umum di Asia dan anak laki-laki. Insiden pada orang
dewasa adalah 3-4/100.000 dan tanpa usia dominan. Pada dewasa, rasio
terjadi NS pada laki-laki dan perempuan sama. Dan lebih sering terjadi di
Native American (orang-orang pribumi Amerika), Hispanic, dan populasi
orang hitam dibandingkan kelompok etnis lain.
C. Faktor Risiko Sindrom Nefrotik

1. Jenis kelamin: pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Dengan angka
kejadian 2/100.000 kelahiran/tahun. Sementara untuk orang dewasa
perbandingannya sama antara laki-laki dan perempuan.
2. Usia: biasanya banyak di usia 2-6 tahun.
3. Punya riwayat keluarga yang pernah menderita NS.
4. Penyakit genetic
5. Penyakit imun
6. Penggunaan obat intravena (heroin, dll)
7. Infeksi hepatitis B atau C, HIV
8. Imunosupresi (hasil penggunaan cyclosprine)
9. Kanker
10. Penggunaan analgesik kronik
11. Kehamilan
12. Alergi

4
D. Etiologi Sindrom Nefrotik

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir


ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi
antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:

1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi


maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom
nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara
yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus
namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Sindrom nefrotik sekunder disebabkan oleh:
a. Malaria kuartana atau parasit lain.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid
c. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan


pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk
membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal ,nefropati
membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal
segmental.

E. Patofisiologi Sindrom Nefrotik

5
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari
kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A
Latas, 2002 : 383).

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang
terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada
umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5
gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi
kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal
ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang
intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A
Price, 1995: 833).

Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah
arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin
angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga
akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan
merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium
ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang
meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan
peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium
dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002:
383).

6
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic
hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik
kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang
disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat
menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).

F. Manifestasi Klinik Sindrom Nefrotik

1. Edema yang berat dan menyebar

Catatan : edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan, umumnya


ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen, daerah
genitalia, dan ekstremitas bawah.
2. Proteinuria (> 3,0 – 3,5 g/hari)

3. Hipoalbuminemia (< 3,0 g/mL)

4. Oliguria (< 400 mL/24 jam)

5. Lipiduria (oval fat bodies/maltase cross bodies)

6. Ascites

7. Berat badan meningkat signifikan

8. Efusi pleura: suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam


jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200
mL. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali
pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 g/dl.
9. Dyspnea

10. Hipertensi

7
11. Hipertensi ortostatik

12. Stria kulit


13. Mungkin pasien mengeluh sakit kepala, iritabilitas, anoreksia, dan/atau
kelelahan

G. Klasifikasi Sindrom Nefrotik


Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : Minimal Change Nephrotic


Syndrome)

Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih
sedikit dibandingkan pada anak-anak. Di Indonesia gambaran histopatologik
sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila
Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan
sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom
nefrotik primer yang dibiopsi..

2. Sindrom Nefrotik Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai


akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria kuartana, schistosomiasis, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

f. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.


8
g. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun oak, air raksa.
h. Penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan
dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.

H. Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik


1. Uji urine
a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk
hialin dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine : meningkat
2. Uji darah
a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000
mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum : meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan.
c. Uji diagnostic : biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)

I. Pathway Sindrom Nefrotik

(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)


9
Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan
glomerulus permeabilitas
DM peningkatan viskositas darah membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus
kekebalan terganggu proliferasi Mekanisme
abnormal leukosit penghalang
Kerusakan
protein
glomerlurus
Protein & Kegagalan Kebocoran
albumin lolos dalam proses molekul besar
dalam filtrasi & filtrasi (immunoglobuli
Gangguan masuk ke urine n)
Citra Tubuh
Protein dalam Protein dalam Pengeluaran
(D.0083) urine meningkat darah menurun IgG dan IgA

Pembengka Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam


kan pada sirkulasi
periorbita menurun
Ekstravaksi SINDROM Gangguan
Mata cairan NEFROTIK imunitas

Penumpukan Volume Resiko Infeksi (D.0142)


Oedema
cairan ke ruang intravaskuler
intestinum ADH Reabsorbsi
air

Penekanan Paru-paru Asites Hipervolemia


pada tubuh (D.0022)
terlalu dalam Efusi pleura Tekanan Menekan
abdomen diafragma
Nutrisi & O2 Bersihan Jalan meningkat Nafas tidak
Nafas Tidak Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, vomitus
Mendesak Ototadekuat
pernafasan
Efektif (D.0001)
jaringan anaerob rongga lambung tidak optimal

Gangguan Pola Napas


Iskemia Produksi asam Tidak Efektif
pemenuhan
laktat (D.0005)
nutrisi
Nekrosis
Menumpuk di Defisit Nutrisi Volume urin
otot (D.0019) yang diekskresi
Perfusi
Perifer Tidak Kelemahan, Oliguri
Efektif keletihan,
(D.0009) mudah capek
Intoleransi
Aktivitas (D.0056)

Absorbsi air
Hipovolemia
oleh usus Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel glomerulus
10
Konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
(D.0049)
menjadi
angiotensin I &
II Merangsang
reabsorbsi Na+
Efek dan air
vasokontriksi
Volume plasma
arterioral
perifer
Tekanan darah Beban kerja Penurunan Curah
jantung Jantung (D.0008)

J. Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik

1. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit


dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria, mengontrol
edema dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus
dicari dan diberi terapi, dan obat-obatan yang menjadi penyebabnya disingkirkan.

2. Diuretik
Diuretik misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau golongan tiazid
dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic (spironolakton)
digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak
boleh melebihi 0,5 kg/hari.

3. Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal tertentu,
asupan yang rendah protein adalah aman, dapat mengurangi proteinuria dan
memperlambat hilangnya fungsi ginjal, mungkin dengan menurunkan tekanan
intraglomerulus. Derajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien
yang kekurangan protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan
asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan
vitamin D dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.

11
4. Terapi Antikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan dengan
heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu
tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin meningkat karena adanya
penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi heparin intravena , antikoagulasi
oral dengan warfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat diatasi.

5. Terapi Obat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid yaitu
prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 – 6 minggu.
Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis maintenance (5 – 10 mg)
kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila
pada saat tapering off, keadaan penderita memburuk kembali (timbul edema,
protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu kemudian tapering off
kembali. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma
nefrotik (prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion
(MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus
glomerulonephritis. Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada
pasien dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal untuk
mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini menyebabkan
vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus, dan dalam banyak
kasus penurunan proteinuria sampai 75 %. Sitostatika diberikan bila dengan
pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh yang berulang kali atau timbul
efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari.
Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin
dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.

6. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5 mg), kalsium
antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor
angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya
mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria..
12
K. Komplikasi Sindrom Nefrotik

1. Malnutrisi karena hipoalbuminemia berat dan berlangsung lama menyebabkan


penurunan keadaan umum pasien
2. Gangguan koagulasi karena SN mempunyai sifat hiperkoagulasi (peningkatan
faktor pembekuan V dan VII, fibrinogen, dan trombosit) menyebabkan fenomena
tromboemboli pada arteri dan vena misal trombosit vena renalis (dapat sebagai
etiologi dan komplikasi).
3. Akselerasi aterosklerosis disebabkan hiperlipidemia.

4. Kolaps hipovolemia disebabkan proteinuria > 60 g per hari terutama pada anak.

5. Efek samping dari obat-obatan diuretic, antibiotik, kortikosteroid, anti hipertensi,


dll.

6. Infeksi sekunder mungkin terjadi karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
7. Shock: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 g / 100 mL) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
8. Trombosis vaskuler mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma. Akibat kehilangan anti-thrombin 3 yang berfungsi
mencegah terjadinya trombosis.

9. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia.

10. Edema pulmonalakibat kebocoran cairan kadang- kadang masuk pada paru-paru
dan bisa mengakibatkan dispnea atau apnea.
11. Anemia

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROM


NEFROTIK

A. Pengkajian
1. Identitas Klien

13
a) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini
dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik
sejak lahir.
b) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan
dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan
ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya.
Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital.
Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan
kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
c) Agama
d) Suku/bangsa
e) Status
f) Pendidikan
g) Pekerjaan
2. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya
dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar
(adanya acites)
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat perlu menanyakan hal
berikut:
1) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah
3) Kaji adanya anoreksia pada klien
4) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?

14
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya
manifestasi klinis sindrom nefrotik
5. Riwayat kehamilan
a) Prenatal
Adakah penyakit penyerta selama kehamilan seperti HT, DM, penyakit jantung
dll. Bagaimana keadaan kehamilan ibu, diperiksakan atan tidak?
b) Intranatal
Bagaimana proses persalianan ibu dan cara persalinan ibu?
c) Postnatal
Adakah masalah kesehatan pada bayi dan ibu setelah proses persalianan? Seperti
Hpp pada ibu, sepsis neonatum pada bayi
6. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah)
dan keluarga biasanya cemas.

7. Riwayat sosial ekonomi


Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi
ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di
kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.

8. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
a) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
b) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
c) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
d) Pola istirahat tidur: Susah tidur
e) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
f) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri

9. Pertumbuhan dan perkembangan anak


Dengan mengetahui penyimpangan tumbuh kembang secara dini sehingga upaya-
upaya pencegahan, stimulasi dan penyembuhan serta pemulihannya dapat dilakukan
15
sedini mungkin pada masa-masa peka proses tumbuh kembang anak. Pengkajian
antropemetri anak diwajibkan untuk mengetahui pertumbuhan anak.

Perkembangan anak :
a) Anak pada usia 3-6 bulan mengangkat kepala dengan tegak pada posisi telungkup.
b) Anak pada usia 9-12 bulan berjalan dengan berpegangan.
c) Anak pada usia 12-18 bulan minum sendiri dari gelas tanpa tumpah.
d) Anak pada usia 18-24 bulan mencorat-coret dengan alat tulis.
e) Anak pada usia 1-3 tahun mampu melakukan toilet training.
f) Anak pada usia 2-3 tahun berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan, melepas
pakaian sendiri.
g) Anak pada usia 3-4 tahun mengenal dan menyebutkan paling sedikit 1 warna.
h) Anak pada usia 4-5 tahun mencuci dan mengeringkan tangan tanpa bantuan
(Depkes RI, 2009).

10. Pemeriksaan Fisik


1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase
lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan
beban volume.
c) B3 (Brain)

16
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem
saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola

e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum

11. Pemeriksaan Diagnostik


Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin.
Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
(Astuti, 2014; Munandar, 2014).

Menurut Wong (2008), Pengkajian kasus Sindrom nefrotik sebagai berikut :


a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat badan,
edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat
bangun pagi , berkurang di siang hari), pembengkakan abdomen (asites),
kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada
urine (peningkatan volume, urine berbusa).
d. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah,
analisa darah untuk serum protein (total albumin/globulin ratio, kolesterol)
jumlah darah, serum sodium.

17
B. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Kode


Diagnosa
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak D.0005
maksimal
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan D.0001
hipersekresi jalan napas
3. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi D.0022
4. Defisit nurtrisi berhubungan dengan dengan ketidakmampuan D.0019
menelan makanan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan D.0056
antara suplai dan kebutuhan oksigen
6. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penekanan D.0009
tubuh terlalu dalam akibat edema
7. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan D.0008
frekuensi jantung
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk D.0083
tubuh
9. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat D.0049
10. Risiko infeksi berhubungandengan ketidakadekuatan pertahanan D.0142
tubuh sekunder

C. Perencanaan

18
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Pola napas tidak NOC : 1. Observasi keadaan umum pasien
2. Kaji keluhan pasien
efektif berhubungan  Respiratory Status : 3. Monitor vital sign
dengan ekspansi paru ventilation 4. Berikan pasien posisi yang
(status respirasi :
tidak maksimal nyaman
ventilasi) 5. Ajarkan pasien teknik napas
 Respiratory Status :
dalam
airway patency 6. Ajarkan pasien batuk efektif
(status respirasi 7. Kolaboratif dalam pemberian
:kepatenan jalan nafas) terapi
 Vital Sign Status
(tanda-tanda vital)
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
napas yang bersih
b. Tidak ada sianosis dan
dispnea
c. Menunjukkan jalan napas
yang paten
d. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
2. Bersihan jalan nafas NOC : 1. Monitor respiratori dan status
tidak efektif  Respiratory Status : oksigen pasien
2. Posisikan pasien untuk
berhubungan dengan ventilation
 Respiratory Status : memaksimalkan ventilasi
hipersekresi jalan
3. Aukultasi suara napas, catat jika
napas airway patency
terdapat suara tambahan
Kriteria hasil : 4. Atur intake untuk cairan
a. Pasien mampu batuk mengoptimalkan keseimbangan
efektif 5. Kolaboratif dalam pemberian
b. Suara napas bersih oksigen menggunakan nasal
c. Tidak ada sianosis dan
kanul dengan dosis yang sesuai
dispnea
d. Frekuensi pernapasan dengan intruksi
6. Berikan bronkodilator bila perlu
dalam rentang normal

19
e. Tidak ada suara napas
tambahan
3. Hipervolemia NOC : 1. Kaji indikasi retensi atau
berhubungan dengan  Electrolit and Acid Base kelebihan cairan (cracles, CVP,
gangguan mekanisme Balance (keseimbangan edema, distensi vena leher, asites)
2. Monitor masukan cairan
regulasi asam basa) 3. Monitor vital sign
 Fluid Balance 4. Monitor hasil Hb yang sesuai
(keseimbangan cairan) dengan retensi cairan
 Hydration (hidrasi) 5. Timbang popok jika perlu
Kriteria Hasil : 6. Pertahankan catatan intake dan
a. Terbebas dari edema, output yang akurat
7. Pasang urine kateter jika
efusi, anaskara
b. Tidak ada suara napas diperlukan
8. Kolaboratif dalam pemberian
tambahan
c. Vital sign dalam rentang diuretic sesuai intruksi
normal
d. Tidak mengalami
kelelahan
4. Defisit nurtrisi NOC : 1. Observasi adanya penurunan
berhubungan dengan  Nutritional Status : berat badan
2. Kaji adanya alergi makanan
dengan Food and Fluid Intake 3. Kaji kemampuan pasien untuk
ketidakmampuan (status nutrisi : intake mendapatkan nutrisi yang
menelan makanan makanan dan cairan) dibutuhkan
 Nutritional Status : 4. Monitor jumlah nutrisi dan
Nutrient Intake kandungan kalori
 Weight Control (kontrol 5. Berikan makanan yang terpilih
berat badan) (sudah dikonsultasikan dengan
Kriteria Hasil : ahli gizi)
a. Adanya peningkatan 6. Ajarkan keluarga pasien
berat badan sesuai tujuan bagaimana membuat catatan
b. Berat badan ideal sesuai makanan harian
dengan tinggi badan 7. Berikan keluarga informasi
c. Mampu mengidentifikasi mengenai kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
d. Tidak ada tanda-tanda menentukan jumlah kalori dan
20
malnutrisi nutrisi yang dibutuhkan pasien
e. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
5. Intoleransi aktivitas  Energy Conservation 1. Observasi keadaan umum pasien
2. Bantu pasien untuk
berhubungan dengan (konservasi energi)
 Activity Tolerance mengidentifikasi aktivitas yang
ketidakseimbangan
(toleransi aktivitas) mampu dilakukan
antara suplai dan
 Self Care : ADLs 3. Bantu untuk mengidentifikasi
kebutuhan oksigen
(perawatan diri : ADL) aktivitas yang disukai
4. Bantu klien dan keluarga untuk
Kriteria Hasil :
membuat jadwal latihan di waktu
a. Mampu melakukan
luang
aktivitas sehari-hari 5. Kolaborasi dengan tenaga
secara mandiri rehabilitasi medic dalam
b. Vital sign dalam rentang
merencanakan program terapi
normal
c. Mampu berpindah yang tepat
dengan atau tanpa
bantuan alat
d. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
6. perfusi perifer tidak NOC : 1. Monitor adanya daerah tertentu
efektif berhubungan  Circulation Status yang hanya peka terhadap
dengan penekanan (status sirkulasi) panas/dingin/tajam/tumpul
 Tissue Perfusion : 2. Monitor adanya paretese
tubuh terlalu dalam
3. Intruksikan keluarga untuk
akibat edema cerebral
(perfusi jaringan mengobservasi kulit jika ada lesi
serebral) atau laserasi
Kriteria hasil :
a. Tekanan systole dan
diastole dalam rentang
normal
b. Vital sign dalam rentang
normal
c. Tidak ada tanda-tanda
21
peningkatan tekanan
intracranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
7. penurunan curah NOC : 1. Monitor balance cairan
2. Monitor adanya perubahan
jantung berhubungan  Cardiac Pump
tekanan darah
dengan perubahan Effecktiveness 3. Monitor toleransi aktivitas pasien
frekuensi jantung (efektivitas pompa 4. Monitor adanya dispnea, fatigue,
jantung ) tacipnea, dan ortopnea
 Circulation Status 5. Monitor vital sign
6. Monitor irama jantung
(status sirkulasi) 7. Monitor suhu, warna dan
 Vital Sign Status (status
kelembaban kulit
tanda-tanda vital)
Kriteria hasil :
a. Tanda vital dalam
rentang normal
b. Dapat melakukan
aktivitas dan tidak
kelelahan
c. Tidak ada edema paru,
perifer, dan asites
d. Tidak ada penurunan
kesadaran
8. Gangguan citra tubuh NOC : 1. Kaji secara verbal dan nonverbal
berhubungan dengan  Body Image (citra respon pasien terhadap tubuhnya
2. Dorong pasien mengungkapkan
perubahan bentuk tubuh)
 Self Esteem (harga diri) perasaannya
tubuh
3. Fasilitasi kontak dengan individu
Kriteria hasil :
lain dalam kelompok kecil
a. Body image positif

9. Konstipasi NOC : 1. Monitor tanda dan gejala


berhubungan dengan  Bowel Elimination konstipasi
2. Monitor bising usus
ketidakcukupan (elimimasi fekal) 3. Monitor feses : frekuensi,
asupan serat  Hydration (hidrasi)
konsistensi, dan volume
Kriteria hasil : 4. Anjurkan pasien/keluarga pasien
22
a. Mempertahankan bentuk untuk diet tinggi serat
5. Ajarkan pasien/keluarga pasien
feses lunak 1-3 hari
b. Bebas dari mengenai cara pemakaian obat
ketidaknyamanan dan pencahar yang benar
6. Konsultasikan dengan dokter
konstipasi
c. Feses lunak dan tentang penurunan dan
berbentuk peningkatan bising usus
7. Kolaborasi dalam pemberian
laktasif
10. Risiko infeksi NOC : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
berhubungandengan  Immune Status (status sistemik dan local
2. Monitor hitung granullosit, WBC
ketidakadekuatan imun) 3. Bersihkan ligkungan setelah
pertahanan tubuh  Knowledge : Infection
digunakan oleh pasien lain
sekunder Control (Pengetahuan: 4. Batasi pengunjung bila perlu
Pengendalian Infeksi) 5. Instruksikan pada pengunjung
 Risk Control (kontrol untuk mencuci tangan saat
resiko) berkunjung dan setelah
Kriteria hasil : berkunjung
a. Tidak terdapat tanda dan 6. Ajarkan pasien/keluarga pasien
gejala infeksi cara menghindari infeksi
b. Jumlah leukosit dalam 7. Kolaboratif dalam pemberian
rentang normal terapi antibiotik (Infection
c. Menunjukkan perilaku Protection) bila perlu
hidup sehat

D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada
tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi

23
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul
pada pasien

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi berfokus pada ketepatan perawatan yang
diberikan dan kemajuan pasien atau kemunduran pasien terhadap hasil yang
diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat dan dievaluasi dalam
hubungannya dengan hasil yang yang diharapkan. Kemudian berdasarkan respon
klien, direvisi intervensi keperawatan atau hasil yang diperlukan. Ada 2 komponen
untuk mengevaluasi kualitas tindakan computer keperawatan, yaitu :
1. Proses (sumatif)
Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan sesudah
perencanaan keperawatan, dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan.
2. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien
pada akhir tindakan keperawatan klien

24
LAPORAN APLIKASI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
SINDROM NEFROTIK

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA AN. “MD” DENGAN NEFROTIK SINDROM
DI RUANG KASWARI RSUD WANGAYA

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada Pasien dilakukan tanggal 12 Juli 2017 pukul 08.00 Wita di
Ruang Kaswari Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Denpasar. Tehnik pengumpulan data
yang digunakan adalah wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi data yang
diperoleh dari rekam medis.
a. Identitas klien
No Rekam Medis : 558648
Nama klien : An “MD”
Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar, 12 Januari 2010
Umur : 7 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah/Ibu/Wali : Ny. “WN”
Pekerjaan Ayah/Ibu/Wali : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan Gunung Rinjani No. 19 Denpasar

b. Keluhan utama
1) Keluhan utama saat MRS :
Sesak dan bengkak pada perut dan daerah sekitar mata
1) Keluhan utama saat pengkajian :
Ibu pasien mengatakan pasien sesak dan bengkak pada perut dan daerah sekitar mata

a. Riwayat keluhan saat ini


Pasien datang ke UGD RSUD Wangaya tanggal 11 Juli 2017 jam 04.00 WITA
karena pasien dikeluhkan badan bengkak sejak tanggal 3 bulan yang lalu yaitu pada april
2017.Menurut orang tua pasien bengkak yang dialami anaknya dimulai dari perut yang

25
membesar kemudian mata mulai bengkak. Keluarga pasien mengatakan pasien sesak
dikarenakan perutnya yang membesar. Hasil pemeriksaan tekanan darah 100/70 mmHg,
denyut nadi 120x/menit, pernapasan 28x/menit, suhu 36,50C, berat badan 19 kg, tinggi badan
106 cm. Pasien diberikan terapi IVFD DS 5% 8 gtt/m, furosemide 2x40 mg, ceftriaxone
2x450 mg.pasien kemudia di bawa ke Ruang kaswari RSUD Wangaya untuk mendapat terapi
lebih lanjut.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Prenatal
Ibu pasien mengatakan saat hamil melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan sebanyak ±
4 kali, imunisasi TT pada kehamilan 8 bulan, keluhan selama hamil mual-mual pada
trimester pertama. Selama hamil ibu mengalami kenaikan BB ± 10 kilogram. Ibu pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit lain selama hamil.
2) Perinatal dan Posnatal
Pasien lahir pada usia kehamilan 9 bulan di bidan dengan jenis persalinan normal,
penolong persalinan adalah bidan, bayi lahir langsung menangis, dengan BB 2800 gram,
TB 50 cm, saat lahir tidak terjadi komplikasi. Bayi lahir langsung menangis dan dapat
bernafas spontan tanpa menggunakan alat bantu, APGAR skor 7-8, tidak ada riwayat
kuning setelah lahir, bayi langsung diberikan ASI setelah lahir dan dilanjutkan dengan
MPASI setelah 6 bulan.
3) Penyakit yang pernah diderita
Ibu pasien mengatakan saat mengandung pasien, ibu pasien tidak ada peyakit yang pernah
diderita sebelumnya
4) Hospitalisasi/tindakan operasi
Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mempunyai riwayat hospitalisasi ataupun
mengalami tindakan oprasi sebelumnya
5) Injuri/kecelakaan
Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami kecelakaan
6) Alergi
Ibu pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi baik alergi obat maupun
makanan.
7) Imunisasi
Ibu pasien mengatakan pasien telah dilakukan imunisasi lengkap: Imunisasi BCG 1X,
Polio 4X, Hepatitis B 3X, DPT 3X, Campak 1X serta imunisasi boster/ulagan saat kelas 2
SD
8) Pengobatan
Pasien tidak mendapat pengobatan sebelumnya

26
c. Riwayat pertumbuhan
BB saat lahir : 2800 gr
Panjang saat lahir : 50 cm
Lingkar kepala sekarang : 55 cm
Lingkar lengan saat lahir : 23 cm
BB saat ini : 52 kg
BB sebelum sakit : 54 kg

d. Riwayat sosial
1) Yang mengasuh
Yang mengasuh pasien yaitu orang tua pasien
2) Hubungan dengan anggota keluarga
Hubungan antara pasien dengan anggota keluarga yang lain baik
3) Hubungan dengan teman sebaya
Orang tua pasien mengatakan anaknya sering bermain dengan teman- temannya dan tidak
pernah mempunyai masalah dengan temannya.
4) Pembawaan secara umum
Orang tua pasien mengatakan pasien dikenal dilingkungannya sebagai pribadi yang selalu
ceria dan mudah akrab dengan teman baru.

e. Riwayat keluarga
1) Sosial Ekonomi
Pasien dari keluarga sederhana dengan social ekonomi yang cukup. Ayah dan Ibu pasien
bekerja di bidang swasta, keluarga pasien memiliki asuransi kesehatan, saat ini pasien
dirawat dengan tanggungan BPJS rawat inap
1) Lingkungan Rumah
Keluarga mengatakan lingkungan rumah cukup bersih, penerangan dan ventilasi dalam
rumah cukup, sumber air yaitu dari sumur, terdapat anggota keluarga yang merokok.
Rumah terdiri dari 4 buah kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.
2) Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit keturunan seperti penyakit Asma,
DM, Hipertensi dan lain-lain.

Genogram Keluarga Anak “MD”

Genogram

27
Keterangan :
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan : Meninggal

: Garis keluarga : Pasien

f. Pengkajian tingkat perkembangan saat ini


An “MD” tidak lakukan pengkajian KPSP karena anak sudah berusia 7 tahun
g. Pengkajian pola kesehatan saat ini
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Keluarga mengatakan kalau anaknya sakit selalu dibawa ke dokter/puskesmas, keluarga
tidak pernah membawa anak ke “orang pintar”. Keluarga meyakini penyakit anaknya
dapat disembuhkan oleh dokter, semenjak sakit ibu pasien selalu rajin mengingatkan
pasien untuk minum obat dan makan minum yang banyak.
2) Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan dengan porsi sedang sebanyak 3x sehari jenis makanan yang
biasa dikonsumsi anak yaitu nasi dan lauk pauk, sayur, dan air putih serta susu formula.
Keluarga mengatakan anaknya tidak ada keluhan yang berhubugan dengan nutrisi.
Saat pengkaijan keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan nafsu makan
semenjak sakit, frekuensi makan tetap 3x sehari namun dengan porsi yang lebih sedikit ±
½ porsi, jenis makanan yang dikonsumsi semenjak sakit adalah nasi, sayur, buah dan air
putih serta susu formula.
3) Cairan
Ibu pasien mengatakan anaknya mampu hanya minum setengah gelas air dengan jumlah ±
250 cc dari jam 08.00 pagi sampai jam 14.00 wita. Pasien juga mendapatkan cairan dari
IVFD DS 8 gtt/m
4) Aktivitas
Sebelum sakit ibu mengatakan anaknya aktif bermain dirumah. Sedangkan saat pengkajian
ibu mengatakan anaknya hanya berbaring lemas di tempat tidur. Pasien tampak melakukan

28
aktivitas makan, mandi, toileting, berpakaian, berpindah dan berjalan dibantu oleh ibunya,
aktifitas mobilisasi di tempat tidur dibantu oleh keluarga. Pasien tampak lemas
5) Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit pasien tidak mengalami masalah pada pola tidur, rata-rata jumlah jam tidur
pasien perhari 8-9 jam. Jumlah jam tidur siang ±1 jam, dan jumlah jam tidur malam ±7-8
jam, pasien tidak memiliki kebiasaan sebelum tidur dan tidak ada gangguan tidur, pasien
merasa nyaman saat bangun tidur.
Semenjak sakit jumlah jam tidur pasien ±6-7 jam, dimana semenjak sakit pasien jarang
tidur siang, sebelum tidur biasanya keluarga pasien memberikan susu agar tidur pasien
nyenyak. Gangguan tidur yang dialami semenjak sakit yaitu sering terbangun saat malam
hari dikarenakan tidak nyaman dengan lingkungan, dan perasaan saat bangun tidur kurang
segar.
6) Eliminasi
Keluarga pasien mengatakan tidak ada masalah pada eliminasi. BAB setiap pagi dengan
konsistensi lembek.. BAK mengalami penurunan pada umlah urine, urine berwarna
kuning dan berbuih dengan frekuensi dua sampai tiga kali dalam dengan jumlah ±100
cc/BAK. Dalam sehari jumlah kencing sekitar ±400cc
7) Pola hubungan
Hubugan pasien dengan anggota keluarga yang lain baik, hubungan dengan teman
sekolahnya juga baik
8) Koping atau tempramen disiplin yang diterapkan
Koping yang biasa pasien lakukan ketika merasa tidak nyaman dirumah sakit yaitu dengan
bermain smartphone milik ayah pasien, tempramen yang diterapkan adalah ayah pasien
selalu mengingatkan untuk minum obat tepat waktu dan minum air yang banyak.
9) Kognitif dan persepsi
Pasien dapat berbicara dengan lancar, melihat dan membaca dengan baik mengikuti
intruksi perawat dengan tepat, dan tidak mengalami gangguan dalam persepsi sensori
10) Konsep diri
Gambaran diri pasien mengatakan merasa malu dengan tubuhnya karena tubuhnya
membengkak
Ideal diri pasien mengatakan ingin kembali ke sekolah dan bermain serta belajar kembali
bersama teman-temannya
Harga diri pasien merasakan rendah diri karena penyakitnya.
Identitas diri pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.
Peran diri pasien mengatakan takut tidak bisa ikut ulangan harian di sekolahnya akibat
sakit

29
11) Seksual dan menstruasi
Pasien berjenis kelamin laki-laki berumur 7 tahun6 bulan, organ-organ reproduksi pasien
masih dalam masa perkembangan.
12) Nilai
Nilai yang dianut pasien dan keluarga yaitu keyakinan akan adaya Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, pasien dan keluarga beragama Hindu.
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik An “MD
Keadaan umum Lemah
Tingkat kesadaran Compos mentis
E4V5M6
Nadi 120x/menit,
Suhu 36,50C
Respirasi 28x/menit
Tekanan Darah 110/70 mmHg
Respon nyeri 0 (0-10)
BB/TB/LLA/LK BB sebelum sakit : 50 kg BB saat sakit:
53 kg, TB: 106 cm, LK:55 cm, LLA : 23 cm
Kulit Tidak ada sianosis, turgor kulit elastis,
kelembapan cukup.
Kepala Warna rambut hitam kemerahan, distribusi
rambut jarang, rambut tampak rontok,
kebersihan cukup bersih, tidak ada lesi di
kulit kepala, tidak teraba nyeri pada kulit
kepala, tidak teraba adanya benjolan di kulit
kepala.
Mata Pupil isokor, slera ikterik, konjungtiva
pucat, bola mata simetris, tidak teraba nyeri
tekan pada mata, edema pada palpebral.
Telinga Kebersihan telinga cukup bersih, telinga
tampak simetris, tidak tampak adanya
sekresi dari telinga, tidak terdapat gangguan
pendengaran, tidak ada nyeri tekan
Hidung Kebersihan hidung cukup bersih, terdapat
secret pada hidung, pasien tampak kesulitan
30
bernafas, tidak teraba nyeri di daerah sinus,
nafas cuping hidung.
Mulut Mukosa basah, keadaan mulut cukup bersih,
tidak ada nyeri tekan
Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe
ataupun tiroid, posisi trakea tampak
simetris, tidak tampak pembesaran vena
jugularis, tidak teraba nyeri
Dada Bentuk dada normal, pergerakan dada
simetris, pernafasan yang diguakan
pernafasan dada, frekuensi nafas 28x/menit,
irama lebih cepat, terdapat otot bantu
pernapasan, tidak teraba nyeri tekan, tidak
teraba bengkak, sonor, vesikuler
Payudara Tidak ada pembesaran payudara, tidak
teraba nyeri, tidak teraba benjolan.
Paru-paru Vesikuler
Jantung Suara jantung dullness, S1 S2 tunggal, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada massa abnormal
Abdomen Bentuk cembung, bising usus terdegar 12 x,
tidak teraba nyeri tekan , terdapat ascites,
terdapat suara tympani.
Genetalia Pasien berjenis kelamin laki-laki tidak
terdapat kelainan pada genetalia
Anus dan Rectum Tidak terdapat hemoroid

Muskuluskeletal Kemampuan pergerakan sendi tidak ada


keluhan pada pergerakan sendi, tidak ada
deformitas, tidak ada fraktur, tidak ada nyeri
otot dan sendi
Kekuatan otot
555 555
555 555

Neurolgi

31
GCS 15 : E4V5M6

i. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang


- Laboratorium
1. WBC : 8,2 u/L
2. Hb : 13,1 g/dL
3. Hct : 38 %
4. Albumin : 0,87gr%
5. BUN : 16 mg%
6. Creatinin serum : 0.51 mg%
7. Kalium : 3 meq/L
8. Natrium : 128 meq/L
9. Kalsium : 6,29 meq/L
10. Kolesterol : 373 mg/dL
- Urine lengkap
1. Ph :5
2. Leukosit : negative
3. Nitrogen : negative
4. Protein : 75 mg/dL
5. Eritrosit : 25/ul

j. Informasi Lain.
1) IVFD DS 5% : 8 ttg/menit
2) Lasiks : 3x 18 mg
3) O2 : 3 lpm sungkup

Analisa Data
Analisis Data Etiologi Masalah
Data Subjektif : Perubahan permeabilitas Hypervolemia
- Ibu pasien mengatakan membrane glomerlurus
tubuh pasiem
membengkak
terutama di daerah
Kerusakan glomerlurus
mata.
- Ibu pasien mengatakan
jumlah urine yang

32
dihasilkan oleh pasien Kegagalan dalam proses
sedikit. filtrasi
- BAK ±400 cc/hari dan
minum sebanyak
250cc
Data Objektif: Protein dalam darah

- Terdapat oedema di menurun

bagian mata dan


perut
- TD = 110/70 mmHg,
- S = 36,50C Hipoalbuminemia
- RR = 28x/menit
- Hasil cek urine
Protein 75 mg/dL
- Hb 13,1 g/dL
SINDROM NEFROTIK
- Mendapat terapi
IVFD DS 5% 8
ttg/menit
Ekstravaksi cairan

Penumpukan cairan ke
ruang intestinum

Oedema

Hipervolemia (D.0022)

Data Subjektif : Perubahan permeabilitas Pola napas tidak efektif


- Ibu pasien mengakatan
33
anaknya kesulitan membrane glomerlurus
bernapas karena
perutnya yang
membesar
Kerusakan glomerlurus
Data Objektif :
- Terdapat pernapasan
cuping hidung dan otot
bantu pernapasan. Kegagalan dalam proses
- RR : 28 x/menit filtrasi
- Mendapat terapi o2 3 lpm
sungkup

Protein dalam darah


menurun

Hipoalbuminemia

SINDROM NEFROTIK

Ekstravaksi cairan

Penumpukan cairan ke
ruang intestinum

34
Oedema

Asites

Tekanan abdomen
meningkat

Menekan diafragma

Otot pernafasan tidak


optimal

Nafas tidak adekuat

Pola napas tidak efektif


(D.0005)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dibuktikan dengan
Terdapat oedema di bagian mata, kaki dan genetalia, TD = 110/70 mmHg, S = 36,5 0C,
35
RR = 28x/menit, hasil cek urine protein 75 mg/dL, Hb 13,1 g/dL . BAK ±400 cc/hari
dan minum sebanyak 250cc dan mendapat terapi IVFD DS 5% 8 ttg/menit
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal yang
dibuktikan dengan terdapat pernapasan cuping hidung dan otot bantu pernapasan, RR :
28 x/menit.

3. Perencanaan Keperawatan
Dx Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
Hipervolemia Setelah diberikan asuhan 1. Kaji indikasi retensi atau kelebihan

berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 cairan (cracles, CVP, edema,

gangguan mekanisme jam diharapkan tidak terjadi distensi vena leher, asites)
2. Monitor masukan cairan
regulasi kelebihan volume cairan
3. Monitor vital sign
dengan kriteria hasil 4. Monitor hasil Hb yang sesuai
NOC : dengan retensi cairan
5. Timbang popok jika perlu
 Electrolit and Acid Base 6. Pertahankan catatan intake dan
Balance (keseimbangan output yang akurat
asam basa) 7. Pasang urine kateter jika
 Fluid Balance diperlukan
(keseimbangan cairan) 8. Kolaboratif dalam pemberian
 Hydration (hidrasi) diuretic sesuai intruksi
Kriteria Hasil :
a. Terbebas dari edema,
efusi, anaskara
b. Tidak ada suara napas
tambahan
c. Vital sign dalam rentang
normal
1. Tidak mengalami
kelelahan
Pola napas tidak efektif Setelah diberikan asuhan 1. Observasi keadaan umum pasien
36
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 2. Kaji keluhan pasien
3. Monitor vital sign
ekspansi paru tidak jam diharapkan pola napas
4. Berikan pasien posisi yang nyaman
maksimal efektif dengan kriteria hasil 5. Ajarkan pasien teknik napas dalam
6. Ajarkan pasien batuk efektif
NOC :
7. Kolaboratif dalam pemberian terapi
 Respiratory Status :
ventilation
(status respirasi :
ventilasi)
 Respiratory Status :
airway patency
(status respirasi
:kepatenan jalan nafas)
 Vital Sign Status
(tanda-tanda vital)
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara napas
yang bersih
b. Tidak ada sianosis dan
dispnea
c. Menunjukkan jalan napas
yang paten
d. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal

37
4. Pelaksanaan Keperawatan

No. Nama/
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
Dx Ttd
Senin, 1, 2 08.00 - Mengkaji keadaan - Keluarga mengatakan
12 Juli Wita umum pasien pasien tampak sesak
2017 dan merasa sulit
bernafas. Keluarga
menyatakan pasien
hanya minum
- Monitor kebutuhan
setengah gelas sekitar
oksigen pasien
±250ml, dan sehari
BAK ±400ml

2 08.15
- Pasien tampak
Wita - Monitor intake output
terpasang sungkup
pasien
dengan oksigen 3 lpm

- Keluarga pasien
mengatakan saat ini
1
08.30 pasien BAK ±200ml di
Wita pagi hari. Keluarga
mengatakan pasien saat
ini minum ±100ml.
Pasien makan setengah
porsi dari yang
- Kolaboratif dalam diberikan
pemberian lasik 18mg

- Pasien dan keluarga


- Monitor vital sign
tampak kooperatif
1 10.00

32
Wita - TD : 110/70 mmHg, S :
36,80C, N : 88x/mt, RR
1 - Mengedukasi keluarga
: 29x/mt
11.00 dan pasien untuk
Wita latihan nafas dalam - Keluarga mengatakan
paham terhadap apa
2 yang diajarkan.
15.00 Keluarga tampak
Wita mendukung latihan

- Monitor hasil yang dilakukan pasien

laboraturium kadar K - Hasil lab menunjukan


K masih tinggi

- TD: 100/80mmHg, N:
17.00 98x/mt, S : 360C, RR :
1 - Monitor vital sign
Wita 30x/mt

1 - Pasien dan keluarga


- Kolaborasi dalam
17.30 tampak kooperatif saat
pemberian lasik
Wita pemberian terapi
18mg
- Keluarga pasien
1 mengatakan pasien
17.30
minum siang sampe
Wita - Monitor intake sore hari sekitar
output cairan ±120ml atau segelas
ukuran aqua gelas.
Pasien menghabiskan
1
21.00
setengah porsi
Wita
makanan yang
disajikan. BAK
±200ml.
33
- Monitor vital sign
- TD : 90/80mmHg,
N : 88x/mt, S : 37,
10C, RR : 30x/mt
- Memberikan posisi
- Pasien mengatakan
yang nyaman pada
lebih nyaman dengan
pasien
1 posisi kepala lebih

21.15 tinggi dibandingkan

Wita posisi badan

2 - Kolaboratif dalam - Keluarga dan pasien


21.15 kooperatif saat
pemberian lasik 18
Wita pemberian terapi
mg

21.15
Wita
Selasa , 08.00 - Monitor status - Pasien masih dengan
2
13 Juli Wita pernafasan pasien pernafasan cuping
2017 hidung. Sungkup masih
terpasang dengan kadar
3 lpm

- Keluarga dan pasien


- Mendukung keluarga mengatakan masih
2 09.00 dan pasien dalam nyaman dengan posisi
Wita memberikan posisi kepala yang lebih

34
yang nyaman tinggi dengan disangga
dua bantal

- TD : 100/90mmHg, N :
- Monitor vital sign
86x/mt, S : 36,90C,
1,2
RR : 32x/mt
09. 30 - Kolaboratif dalam

Wita pemberian lasik 18 - Obat masuk dengan


mg lancar, reaksi alergi (-)

1
10.00
- Mendukung
Wita
keluarga dan pasien
- Keluarga dan pasien
dalam latihan nafas
tampak kooperatif
dalam

2 10.15
Wita - Monitor intake dan
output cairan - Keluarga mengatakan
pasien dari pagi hingga
siang minum ±250ml.
13.45
Pasien mengatakan
1
Wita
sudah 3x BAK ±400ml.
Pasien hanya bisa
menghabiskan
seperempat porsi dari
yang disajikan.

- Monitor vital sign


- TD : 100/80 mmHg,
N : 98x/mt, S : 360C,

1,2 RR : 27x/mt
- Kolaboratif dalam
- Keluarga dan pasien
35
14.10 pemberian lasik 18mg tampak kooperatif
Wita
- Mendukung keluarga - Keluarga dan pasien
dan pasien melakukan tampak kooperatif dan
1
latihan nafas dalam melakukan latihan yang
14.15
dianjurkan
2 Wita
- Monitor status
- Pernafasaan 27x/mt,
pernafasan pasien
14.15 pernafasan cuping

Wita hidung, pasien masih


termasang sungkup

- Monitor vital sign - TD : 110/90mmHg, N :


1
90x/mt, S : 370C, RR :
17.00 - Mendukung keluarga 32x/mt
Wita dan pasien melakukan
latihan nafas dalam
1,2
- Keluarga dan pasien
tampak kooperatif
17.15
- Kolaboratif dalam
Wita
pemberian lasik 18 mg

- Memberikan posisi
1
yang nyaman bagi - Keluarga dan pasien
17.15 pasien dan mendukung tampak kooperatif
Wita keluarga untuk - Pasien mengatakan
membantu
mengubah posisi
memberikan posisi
berbaring kekanan.
1 yang nyaman bagi
Keluarga mengatakan
17.45 pasien
paham dengan apa
Wita yang disarankan
2
36
- Monitor vital sign

20.45 - TD : 120/90 mmHg,


Wita N : 98x/mt, S : 360C,
- Monitor intake dan RR : 28x/mt
- Keluarga mengatakan
output
pasien habis setengah
porsi yang diberikan.
Keluarga mengatakan

1,2 pasien minum dari


- Kolaboratif dalam siang hingga malam
pemberian lasik 18 mg ±300ml atau
21.00
tigaperempat dari aqua
Wita
tanggung dan BAK tiga
1
kali ±450ml.
- Obat masuk, reaksi
21.00
alergi (-)
Wita

21.15
Wita

Rabu, 1,2 09.15 - Monitor vital sign - TD : 100/70mmHg ,


14 Juli Wita N : 98x/mt, S : 370C,
2017 RR : 33x/mt

37
2 09.15 - Monitor status - Pernafasan cuping
Wita pernafasan pasien hidung, RR : 33x/mt,
masih terpasang
- Monitor intake output sungkup 3lpm
1 cairan
- Keluarga mengatakan
10.00 pasien mampu
Wita menghabiskan
setengah porsi, pasien
minum setengah botol
- Mendukung keluarga
aqua tanggung
dalam memberikan
±300ml, pasien BAK
posisi yang nyaman
dua kali tadi pagi
±350ml
- Mendukung keluarga
- Pasien tampak lebih
2 dan pasien dalam
nyaman dan tenang
10.20
latihan nafas dalam
Wita
- Kolaborasi dalam - Keluarga dan pasien
pemberian lasik 18mg tampak kooperatif
dengan apa yang

2 disarankan
10.30 - Obat masuk dengan
Wita lancar, reaksi alergi
- Monitor vital sign
(-)

- Monitor intake output - TD: 120/90 mmHg, N


1
cairan : 88x/mt , S : 36,90C,
10.30
RR : 32x/mt
Wita
- Keluarga mengatakan
1,2 pasien mampu
14.30 menghabiskan

38
Wita seperempat porsi dari
yang disajikan. Pasien
minum ±200ml
1 14.30 segelas air. BAK
Wita ±300ml sejak tadi
- Mendukung keluarga
dan pasien latihan - Keluarga dan pasien
nafas dalam tampak kooperatif dan
melakukan apa yang
disarankan

- Kolaborasi dalam - Keluarga dan pasien

pemberian lasik 18 mg tampak kooperatif


dengan terapi yang
diberikan

14.45 - TD : 90/80mmHg, N :
2
Wita 98x/mt , S : 360C,
- Monitor vital sign RR : 30x/mt

- Keluarga dan pasien


- Mendukung keluarga tampak kooperatif
14.45 dan pasien dalam dengan apa yang
1 Wita mengatur posisi yang disarankan. Pasien
nyaman mengatakan nyaman
dengan posisi kepala
lebh tinggi daripada
badan.

20.50 - Keluarga dan pasien

1,2 Wita tampak kooperatif


dengan terapi yang
- Kolaborasi dalam diberikan
20.50 pemberian lasik 18 mg
39
Wita

21.00
Wita

1
Kamis, 1,2 08.00 - Monitor vital sign - TD : 120/90mmHg, N
15 Juli Wita : 78x/mt, S : 360C, RR
2017 : 28x/mt
- Pasien tampak lemas,
08.00 - Monitor status pernafasan cuping
2
Wita pernafasan pasien hidung. keluarga
mengatakan pasien
masih sesak nafas
walaupun sudah
- Monitor intake output
dipasang sungkup
cairan - Keluarga mengatakan
pasien mampu
1
08.15 menghabiskan

Wita sepertiga porsi dari


yang disajikan. Pasien
- Mendukung keluarga
BAK ±250ml. dan
dalam memberikan
minum ±200ml
posisi yang nyaman
segelas aqua

- Mendukung keluarga - Keluarga dan pasien

40
2 dan pasien dalam tampak kooperatif dan
latihan nafas dalam aktif dalam
08.15
memosisikan diri
WIta
dengan nyaman
- Keluarga dan pasien
tampak kooperatif
dengan apa yang

2 disarankan

08.15
Wita

41
5. Evaluasi Keperawatan
Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD
Hipervolemia
berhubungan dengan
gangguan mekanisme
S : Keluarga mengatakan pasien
regulasi dibuktikan
Kamis, 15 Juli
mampu menghabiskan sepertiga porsi
dengan terdapat oedema
2017
yang disajikan. Pasien BAK ±250ml,
Pukul 08.15 di bagian mata, kaki dan
dan minum ±200ml segelas aqua
Wita genetalia, TD = 110/70
O : Pasien tampak lemas dan terdapat
mmHg, S = 36,50C, RR =
pernafasan cuping hidung
28x/menit, hasil cek urine A : Tujuan belum tercapai
P : Modifikasi intervensi keperawatan
protein 75 mg/dL, Hb
13,1 g/dL . BAK ±400
cc/hari dan minum
sebanyak 250cc dan
mendapat terapi IVFD DS
5% 8 ttg/menit
Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan
Kamis, 15 Juli S: Keluarga mengatakan pasien masih
ekspansi paru tidak
2017 sesak walaupun sudah terpasang
maksimal yang dibuktikan
Pukul 08.15 sungkup
dengan terdapat O : Pasien tampak lemas, masih tampak
Wita
pernapasan cuping hidung pernafasan cuping hidung
dan otot bantu A: Tujuan belum tercapai
P : Modifikasi intervensi keperawatan
pernapasan, RR : 28
x/menit

BAB III

42
PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan uraian materi pada pembahasan, dapat ditarik beberapa simpulan


sebagai berikut :

3.1.1 Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak sehingga permeabilitas membrane
glomerulus terhadap protein meningkat dengan karakteristik edema,
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, oliguria, hiperkolestrolemia,
dan dyspnea. Tipe sindrom nefrotik antara lain sindrom nefrotik lesi minimal,
sindrom nefrotik sekunder dan kongenital. Pemeriksaan penunjang berupa uji
urine, darah, dan diagnostic (biopsy ginjal). Penatalaksanaannya berupa
pengobatan sindrom nefrotik (obat diuretic, kortikosteroid, antiproteinurik),
diet rendah garam dan rendah lemak, terapi antikoagulasi Komplikasi yang
dapat terjadi berupa malnutrisi, gangguan koagulasi, akselerasi
aterosklerosis, kolaps hipovolemia, infeksi sekunder, gagal ginjal, dan shock.
3.1.2 Konsep asuhan keperawatan pada anak dengan nefrotik sindrom diperlukan
beberapa data focus yang perlu dikaji identitasklien (umur, jenis kelamin),
riwayat kesehatan (keluhan utama ; edema, riwayat kesehatan sekarang ;
karakteristik dari keluhan yang dialami, riwayat kesehatan dahulu ; riwayat
edema, DM, hipertensi, alergi dan penggunaan obat-obatan), Riwayat
Kesehatan Keluarga (adanya riwayat penyakit DM, hipertensi), riwayat
kehamilan (adanya penyakit penyerta selama kehamilan, proses dan cara
persalinan, adanya masalah kesehatan pada ibu dan bayi), riwayat psikologis
(adanya cemas terhadap penyakit yang diderita), riwayat social ekonomi,
kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual (cenderung mengalami anoreksia, mual,
muntah, diare, oliguria, mudah lelah, susah tidur, cemas, rendah diri, putus
asa), pertumbuhan dan perkembangan anak (mengetahui kesesuain tumbang
anak dengan usianya), pemeriksaan fisik (breathing ; gangguan pola dan
jalan nafas, blood ; penurunan curah jantung, brain ; edema, bladder ; urine

43
berwarna kola, bowel ; mual, muntah, anoreksia, asites abdomen, bone ;
kelemahan fisik secara umum). Diagnosis keperawatan yang mungkin
muncul Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak
maksimal, Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas, Hipervolemia berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi, Defisit nurtrisi berhubungan dengan dengan
ketidakmampuan menelan makanan, Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, Perfusi
perifer tidak efektif berhubungan dengan penekanan tubuh terlalu dalam
akibat edema, Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
frekuensi jantung, Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
bentuk tubuh, Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat
dan Risiko infeksi berhubungandengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder. Perencanaan memuat diagnosa, tujuan dan kriteria hasil sesuai
dengan NOC, dan intervensi keperawatan NIC. Implementasi keperawatan
menjadi pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah dibuat. Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

3.2 Saran
Adapun saran yang penulis dapat berikan antara lain :
3.2.1 Bagi petugas kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat memahami dan
mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik pada anak
sehingga dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara optimal
dan mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada rekam
medis pasien sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
3.2.2 Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan diharapkan mampu
mengetahui, memahami dan mempraktikan secara langsung konsep asuhan
keperawatan dengan nefrotik sindrom pada anak.

44
45
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, H., 2002, Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Ginjal, dalam Alatas, H.,
Tambunan, T., Trihono, P., dan Pardede, S. (Editor), Buku Ajar Nefrologi
Anak: Jakarta, Balai Penerbit FKUI, hal. 51-72.

Betz, cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing
Reference). Edisi 3. Jakarta : EGC

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Donna L. Wong. et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan pertama.
Jakarta : EGC

Munandar, Utami. (2014). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:


Rineka Cipta

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 3. Jogjakarta: MediAction

Price, Sylvia. A, Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit”. Edisi : 4. Jakarta : EGC.

SDKI, DPP & PPNI, 2016. Sandar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indicator diagnostic. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi 1.
Jakarta: Agung Setia.

Whaley and Wong. (2000). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC

46

Anda mungkin juga menyukai