Anda di halaman 1dari 9

AB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bayi Baru Lahir

1. Definisi

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu

dan berat badan lahir 2.500 gr sampai dengan 4.000 gr (Sudart, 2010).

2. Ciri-ciri bayi baru lahir

Menurut Sudart (2010), adapun ciri-ciri bayi yang dapat dikatakan normal adalah

sebagai berikut :

a. Berat badan 2500-4000 gram.

b. Panjang badan 48-52 cm.

c. Lingkar dada 30-38 cm.

d. Lingkar kepala 33-35 cm.

e. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama 180 x/menit, kemudian menurun sampai 120-

140 x/menit.

f. Pernafasan pada menit-menit pertama cepat 80 x/menit, kemudian menurun setelah

tenang 40 x/menit.

g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan diliputi

verniks caeseosa.

h. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak sempurna.

i. Kuku agak panjang dan lemas.

j. Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah

turun (pada anak laki-laki).

k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

l. Refleks moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti
memeluk.
m. Graff refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke telapak tangan, bayi akan

menggenggam/adanya gerakan refleks.

n. Eliminasi baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium

berwarna kecoklatan.

3. Penanganan Bayi Baru Lahir

Menurut Varney dan Helen (2002) hal-hal yang harus dilakukan dalam perawatan

pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :

a. Pertahankan kebersihan jalan nafas

1) Pegang kepala bayi lebih rendah dari badan dengan kepala dipindahkan ke sisi drainase.

2) Bersihkan wajah dan kepala, bersihkan cairan dari hidung dan mulut.

3) Hisap hidung dan mulut menggunakan spuit seperti bola lampu yang lunak (de lee).

b. Jaga bayi tetap hangat

1) Bersihkan dan keringkan bayi.

2) Tempatkan bayi diatas perut ibu.

3) Letakkan topi stockinet pada kepala bayi.

4) Gunakan penghangat.

5) Selimuti bayi.

c. Perlihatkan bayi pada orang tua dan yang lain, tempatkan pada perut ibu.

d. Klem dan potong tali pusat.

e. Catat nilai Apgar pada 1 dan 5 menit pertama.

f. Lakukan dengan segera pemeriksaan menyeluruh pada bayi.

B. Konsep Dasar Asfiksia Neonatorum

1. Anatomi fisiologi sistem pernafasan

Menurut Hidayat (2008), anatomi dan fisiologi sistem pernafasan pada manusia
sebagai berikut :

a. Saluran pernafasan bagian atas


Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan epiglotis, yang

berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.

1) Hidung

Bagian ini terdiri atas naares anterior (saluran di dalam lubang hidung) yang memuat

kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke rongga hidung, bagian

hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung

pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dari sini. Pada udara masuk melalui hidung,

udara akan disaring oleh bulu-bulu yang ada didalam vestibulum (bagian rongga hidung),

kemudian dihangatkan serta dilembabkan.

2) Faring

Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar tengkorak sampai

dengan esofagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang

mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringo faring).

3) Laring

Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian tulang

rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri atas dua lamina yang

bersambung di garis tengah.

4) Epiglotis

Epiglotis Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring ketika

orang sedang menelan.

b. Saluran pernafasan bagian bawah

Saluran pernafasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen

bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi

surfaktan.

1) Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang kurang lebih 9

cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorak kelima. Trakhea tersebut
tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin.

Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat

mengeluarkan debu atau benda asing.

2) Bronkhus

Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua percabangan yaitu

kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri yang

memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah. Sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari

bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan bawah. Kemudian saluran setelah

bronkhus adalah bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.

3) Paru-paru

Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu sendiri di dalam

rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas

beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis,

kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.

2. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi

pernafasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi (Maryunani,

2009).

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami

gangguan tidak segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Nurarif dan

Kusuma, 2015).

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang

mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera seteah lahir, sehingga

bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan karbon dioksida
dari tubuhnya (Dewi, 2005).
Asfiksia neonatorum adalah hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan

asidosis pada bayi baru lahir (Kristiyanasari, 2010).

Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan bayi untuk bernafas secara spontan dan

teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir ditandai dengan keadaan P2O2

di didalam darah rendah (hipoksemia), P2CO2 meningkat (hiperkarbia) dan asidosis

(IDAI, 2004).

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur

segera setelah lahir (sarwono, 2007).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asfiksia Neonatorum

adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur

setelah lahir, hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini

berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera

setelah bayi lahir.

3. Klasifikasi

Menurut Fida dan Maya (2012), klasifikasi Asfiksia Neonatorum terbagi

atas :

a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot

buruk, sianosis berat kadang pucat, dan refleks iritabilitas tidak ada.

b. Mild-moderate asphyksia atau asfiksia sedang (Nilai APGAR 4-6)

Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot

kurang baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.

c. Vigorus baby atau sedikit asfiksia (Nilai APGAR 7-10)

Dalam kondisi semacam itu anak dianggap sehat, sehingga tidak memerlukan perlakuan

khusus.
Tabel 1.3 Penilaian dengan Apgar Score
Skor 0 1 2
Tubuh
A : Appearence Seluruh tubuh
Biru/Pucat kemerahan,
(warna kulit) kemerahan
ekstremitas biru
P : Pulse
Kurang dari 100 Lebih dari 100
(frekuensi Tidak ada
x/menit x/menit
jantung)
G : Grimace Gerakan
Tidak ada Sedikit gerakan
(reflek) kuat/melawan
Ekstremitas
A : Activity
Lumpuh dalam fleksi Gerakan aktif
(tonus otot)
sedikit
R : Respiration Lambat, tidak Baik,menangis
Tidak ada
(usaha napas) teratur kuat.

Sumber : (Kristiyanasari, 2011).

4. Etiologi

Pengembangan paru-paru pada anak baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran, yang kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Proses ini bisa terganggu

apabila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke anak,

sehingga menyebabkan asfiksia janin. Gangguan tersebut dapat timbul pada masa

kehamilan, persalinan, atau segera setelah anak dilahirkan.

Hampir sebagian besar asfiksia pada anak baru lahir merupakan kelanjutan

asfiksia janin. Itulah sebabnya, sangat penting untuk melakukan deteksi dan penilaian

terhadap janin selama masa kehamilan, serta persalinan yang memegang peranan

sangat penting bagi keselamatan bayi. Harus diingat bahwa gangguan yang muncul pada
akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin yang
berakhir dengan asfiksia neonatus. Jika ini yang terjadi, maka anak mesti mendapatkan

perawatan yang itensif, adekuat, dan maksimal saat dilahirkan (Fida dan Maya, 2012).

Menurut Weni Kristiyanasari (2010), ada beberapa penyebab terjadinya asfiksia

neonatorum yaitu sebagai berikut :

a. Faktor ibu

1) Hipoksia

Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami hipoksia yang dapat

berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi lain.

2) Gangguan aliran darah fetus

a) Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri.

b) Hipotensi, sebagai akibat penekanan vena cava inferior, yang dapat menimbulkan

asfiksia janin dengan menurunnya aliran darah uterus dan oksigenisasi.

c) Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dll.

3) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, ketuban pecah dini, infeksi.

4) Sosial ekonomi rendah

b. Faktor janin

1) Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat

Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan dengan adanya lilitan tali

pusat. Tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali

pusat menumbung, dan kehamilan lebih bulan (post-term).

2) Prematur

3) Gemeli

4) Kelainan kongenital

c. Faktor plasenta

1) Plasenta kecil
Jika diameter tali pusatnya kekecilan untuk ukuran janin karena dapat berpengaruh pada

penyaluran oksigen dan darah.


2) Solusio plasenta

Solusio plasenta menyebabkan gangguan pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.

3) Perdarahan plasenta

Adanya perdarahan pada plasenta dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara

mendadak.

d. Faktor persalinan

1) Partus lama

Adalah merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu

lama (telah berlangsung 12 jam atau lebih) sehingga timbul gejala-gejala seperti

dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan.

2) Partus tindakan

Adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan

berlangsung lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin (anak).

5. Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa

kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan

yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient), proses ini dianggap sangat perlu

untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “primary gasping” yang

kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas/pengangkutan oksigen selama kehamilan

dan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi

fungsi sel tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan

gangguan fungsi ini dapat reversible/tidak tergantung pada berat dan lamanya asfiksia.

Asfiksia yang terjadi dimulai dengan satu periode apnu (primary apnea) disertai dengan

penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas


(gasping) yang kemudiaan diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat,
usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua

(secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan

pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan

pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan pertukaran gas mungkin hanya

menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi

metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh

terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam organik terjadi akibat metabolisme

ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan

terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya

hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya

asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung

sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang

adekuat akan menyebabkan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga

sirkulasi darah ke paru dan ke sistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis

dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.

Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan

bayi selanjutnya (Maryunani, 2009).

Anda mungkin juga menyukai