Neonatus
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir
sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Berdasarkan penyebabnya, kematian
bayi ada dua macam yaitu dalam kandungan dan luar kandungan. Kematian bayi
dalam kandungan adalah kematian bayi yang dibawa oleh bayi sejak lahir seperti
asfiksia. Sedangkan kematian bayi luar kandungan atau kematian post neonatal
disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh dari luar (Vivian,
2014).
2015, angka kematian bayi di negara ASEAN (Association of South East Asia
Nations) seperti Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000
kelahiran hidup, Thailand 17 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000
kelahiran hidup dan di Indonesia sendiri mencapai 27 per 1000 kelahiran hidup.
Data tersebut menunjukan bahwa angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi
pada tahun 2016 sebesar 3,93 per 1000 kelahiran hidup, menurun 0,16 dibanding
tahun 2015 sebesar 4,09 per 1000 kelahiran hidup. Proporsi kematian bayi berasal
dari bayi usia 0-28 hari (Neonatal) sebesar 84,63% atau 3,32 per 1000 kelahiran
Masalah utama kematian bayi dan balita adalah pada masa neonatus (bayi
baru lahir umur 0-28 hari). Menurut hasil Rikesdas 2007, menunjukan bahwa
78,5% dari kematian neonatal terjadi pada umur 0-6 hari. Jika dihubungan dengan
kesehatan, keadaan sosial ekonomi, system rujukan yang belum berjalan dengan
adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir (Prambudi, 2013). Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya
mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini
mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama
Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Pada
bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat
dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea sekunder
(Saifuddin,2009).
dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, selanjutnya dilakukan pada 5 menit berikutnya
karena hal tersebut mempunyai korelasi yang erat dengan mortalitas dan morbiditas
neonatal. Nilai APGAR menit pertama menunjukkan toleransi bayi terhadap proses
kelahirannya, dan menit kelima menujukkan adaptasi bayi terhadap lingkungan barunya.
sehingga kejadian asfiksia pada waktu kelahiran dapat diperkirakan sebelum janin
dilahirkan. Faktor risiko asfiksia dapat dibedakan menjadi 2 faktor, yaitu faktor risiko
antepartum dan faktor risiko intrapartum. Dengan mengetahui faktor risiko asfiksia
asfiksia neonatorium dapat dilakukan secara cepat dan tepat sehingga pada
akhirnya angka kematian dan kesakitan bayi yang disebabkan oleh asfiksia
plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat
kehamilan), faktor tali pusat seperti lilitan tali pusat, tali pusat pendek simpul tali
pusat, prolapses tali pusat, serta faktor bayi seperti bayi premature, persalinan
kehijauan) (Depkes RI, 2009). Menurut hasil penelitian (Dewi, dkk, 2005) di
disebabkan oleh faktor ibu seperti partus lama sebesar 11,2%, perdarahan
antepartum sebesar 5%, dan komplikasi pada ibu sebesar 16,4%. Sedangkan
angka kejadian asfiksia akibat faktor bayi seperti air ketuban bercampur
mekonium 34,6%, persalinan dengan tindakan 61%, dan kelainan plasenta 6,3%.
meninggal karena asfiksia kebanyakan berusia antara 20-35 tahun usia produktif
atau sebanyak 29 (76%) orang, berparitas <4 yaitu 36 orang (95%), SMP
pendidikan sekolah adalah 21 orang (55%), usia saat kehamilan adalah 28 orang
asfiksia dengan penyebab faktor janin, 13 bayi (34,2%) meninggal karena asfiksia
penyebab faktor ibu, bukan bayi meninggal karena asfiksia diperoleh dengan
penyebab faktor plasenta. Saran yang diberikan adalah petugas kesehatan harus
lebih teliti dalam memeriksa wanita hamil dan lebih bijaksana dalam mengambil
tindakan yang dapat mengatasi disstres janin asfiksia tidak memungkinkan terjadi.
Bayi 21 kasus (23%), dan 4 kasus (4%) kematian balita. Dari laporan bulanan
puskesmas diketahui bahwa jumlah kematian bayi dan neonatal di Kota Cimahi
pada tahun 2015 adalah sebanyak 89 kasus dari 10.193 Kelahiran Hidup (konversi
8.73/1000 KH) jauh lebih baik dari target yang ditetapkan (29.70 - 29.30/1.000
KH), meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu 78 kasus dari
10.539 KH (konversi: 7.40/ 1.000 KH) dan tahun 2013 dengan 76 kasus dari
gangguan saluran cerna 1 kasus, kelainan congenital 5 kasus, lnfeksi 3 kasus dan
Neonatus”.
masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimana faktor risiko asfiksia yang
Hasil penelitian ini akan digunakan oleh peneliti untuk menambah wawasan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian lanjutan mengenai faktor
yang akan melakukan penelitian lebih lanjut dengan topic “faktor risiko