INTISARI
Provinsi Sulawesi Barat adalah Daerah Otonom Baru (DOB) yang terbentuk
sejak sejak tahun 2004. Sebagai DOB, peran pemerintah daerah akan sangat
berperan dalam memacu laju pertumbuhan ekonomi. Peran pemerintah daerah
dapat tercermin dalam pengalokasian belanja pemerintah. Penelitian terdahulu
menyatakan bahwa daerah yang memiliki sektor basis lebih dari 1 akan lebih cepat
berkembang dari pada yang tidak memiliki sektor basis. Sulawesi Barat belum
memiliki penelitian terkait sektor basis, sehingga penentuan sektor basis penting
dilakukan. Hal ini dilakukan agar pemerintah dapat fokus dalam pembangunan dan
tepat sasaran dalam pengalokasian belanjanya. Penelitian ini menjelaskan pengaruh
belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, serta menentukan sektor basis
dari Provinsi Sulawesi Barat.
Penelitian menggunakan data panel dengan melibatkan 5 kabupaten dengan
periode 8 tahun. Untuk dapat menentukan sektor basis Sulawesi Barat digunakan
analisis regional dengan menggunakan location quotient (LQ). Untuk menjelaskan
pengaruh belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penelitian ini
membagi belanja pemerintah menjadi 2 model di mana Model-1 menggunakan
variabel belanja modal, belanja operasi, dan tenaga kerja. Model-2 menggunakan
belanja pemerintah bidang pendidikan, bidang kesehatan dan infrastruktur, serta
tenaga kerja, sedangkan variabel dijelaskan adalah variabel PDRB. Model regresi
yang dipilih menggunakan pendekatan teori Solow.
Hasil analisis LQ menghasilkan kesimpulan bahwa Sulawesi Barat memiliki
2 sektor basis yang memiliki keunggulan dari provinsi lainnya di Pulau Sulawesi.
Pengaruh belanja pemerintah terhadap PDRB Sulawesi Barat dapat dianalisis
menggunakan regresi data panel dengan menggunakan model fixed-effects dan
didapatkan kesimpulan bahwa belanja modal berpengaruh negatif terhadap PDRB,
sedangkan belanja operasi memiliki pengaruh positif terhadap PDRB. Belanja
pemerintah bidang pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap PDRB,
sedangkan belanja pemerintah bidang kesehatan tidak berpengaruh. Belanja
pemerintah bidang infrastruktur memiliki pengaruh negatif terhadap PDRB. Tenaga
kerja memiliki pengaruh positif PDRB.
1
Mahasiswa Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada.
2
Dosen Faklutas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.
3
1 Pendahuluan
Selatan sejak 5 Oktober 2004 melalui UU No. 26 Tahun 2004. Sudah satu
Kajian atau penelitian perlu dilakukan untuk melihat apakah kebijakan pemerintah
telah dapat memenuhi tujuan utama dari terbentuknya daerah otonom baru ini.
pemerintah daerah akan lebih efektif jika alokasi anggaran dapat tepat sasaran,
riil per kapita, kesehatan riil per kapita dan infrastruktur riil per kapita berpengaruh
otonom baru di Indonesia. Selain itu, Nurudeen dan Usman (2010), menyimpulkan
5
bahwa belanja modal, pertanian, transportasi dan komunikasi, pendidikan,
ekonomi di Nigeria.
Selatan. Hasil yang sama diperoleh oleh Simangkalit (2014), Muharni (2008),
ekonomi.
Bappenas dan UNDP (2008), meneliti 32 Daerah Otonom Baru (DOB) pada
dampak pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi daerah DOB itu sendiri.
Pertumbuhan ekonomi DOB masih lebih rendah dari daerah induk sebelum daerah
tersebut menjadi DOB. Bappenas menyatakan umumnya pada daerah induk telah
terdapat basis industri yang dapat mendorong perekonomian sebesar 12 persen dari
total PDRB sementara DOB umumnya masih bergantung pada satu sektor basis
dasar seperti pertanian, perkebunan maupun sektor dasar lainnya. Dikatakan bahwa
semakin tinggi peran industri pengolahan dalam satu wilayah, maka semakin maju
6
pertumbuhan ekonomi DOB adalah dependensi fiskal pada pemerintah pusat.
Selain itu, bukti empiris menunjukkan bahwa daerah yang memiliki lebih dari satu
sektor basis akan memiliki laju pertumbuhan ekonomi lebih cepat dibanding
dengan daerah yang tidak memiliki sektor basis (Bappenas dan UNDP, 2007;
Ambya, 2014). Dengan mengetahui sektor basis ekonomi dan sektor-sektor yang
berpotensi menjadi sektor basis maka pembangunan pemerintah bisa lebih terarah.
Penelitian terkait sektor basis ekonomi di Sulawesi Barat belum pernah dilakukan
Sulawesi Barat merupakan DOB yang terbentuk sejak tahun 2004, namun
memiliki indikasi yang berbeda dengan kesimpulan dari penelitian Bapenas dan
UNDP (2008). Indikasi peran pemerintah dapat terlihat dari besarnya total belanja
pemerintah di Sulawesi Barat yang mencapai Rp4.206 miliar atau berarti 25,99
persen dari total PDRB Provinsi Sulawesi Barat sebesar Rp 16.184.01 miliar pada
tahun 2013. Pada tahun 2006-2013 persentase belanja pemerintah terhadap PDRB
riil berada pada kisaran 24,53 sampai dengan 31,02 persen. Jika kita berpegang
maka dapat dilihat bahwa peran belanja pemerintah terhadap peningkatan PDRB
sangat besar.
sebesar 5,9 persen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sebesar 8,85
persen lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan nasional yang hanya sebesar 5,57
persen. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat terpaut 1,83 persen di atas
7
rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang hanya sebesar 7,02 persen.
beberapa tahun terakhir dengan menembus angka 2 digit, yaitu pada tahun 2008
sebesar 12,07 persen, 11,89 persen pada 2011 dan 10,32 persen pada tahun 2012.
Hal ini berbeda dengan kesimpulan Bappenas dan UNDP (2008), yang menyatakan
mengalami penurunan besaran sejak tahun 2007–2011 dan mulai meningkat pada
tahun 2012–2013, namun peningkatan masih di bawah besaran tahun 2006. Sejak
tahun 2007 belanja operasi riil mengalami peningkatan hingga tahun 2013. Jika data
2. Di saat belanja modal riil dan belanja operasi riil mengalami peningkatan dari
peran menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan berpengetahuan untuk dapat
8
digunakan sektor privat sebagai masukan (input) produksi. Barang publik yang
dinikmati oleh sektor privat adalah sama besarnya. Pemerintah juga menyiapkan
tenaga kerja yang terampil dan berpengetahuan dengan belanja pemerintah pada
privat menggunakan tenaga kerja yang terampil dan terlatih sebagai masukan
pada tahun 2005 dengan rata-rata IPM sebesar 65,52 terus meningkat hingga tahun
2012 mencapai 70,89. Hal ini menunjukkan bahwa ada upaya pemerintah untuk
Barat masih di bawah rata-rata nasional. Peningkatan IPM adalah salah satu
komponen pembentuk IPM antara lain adalah pendidikan dan kesehatan. Upaya
pemerintah dapat terlihat dari besarnya belanja pemerintah yang dialokasikan pada
bidang pendidikan dan kesehatan. Semakin besar alokasi belanja pemerintah pada
pertumbuhan ekonomi.
untuk untuk mengetahui apakah Provinsi Sulawesi Barat memiliki sektor basis
ekonomi pada kawasan regional Pulau Sulawesi. Penelitian ini juga ingin
dalam penelitian ini di proksi dengan PDRB. Untuk mengetahui peran belanja
9
menggunakan variabel Belanja Modal (BM), Belanja Operasi (BO), dan Tenaga
pemerintah Sulawesi Barat dapat lebih terarah dalam mengalokasikan sumber daya
2 Landasan Teori
perubahan atas jumlah produksi atau perubahan pendapatan riil penduduk suatu
produksi ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi. Smith (1776), menyatakan
3 hal yaitu sumber daya alam, tenaga kerja (jumlah penduduk) dan jumlah
persediaan (stok barang modal yang ada). Smith mengatakan bahwa pertambahan
10
memerlukan kecukupan tenaga kerja untuk dapat menghasilkan output produksi
Dari beberapa teori pertumbuhan ada Arsyad (2010: 55), setidaknya terdapat
historismus, teori Klasik, teori Keynesian, teori Neo Klasik, teori Pertumbuhan
Endogen, teori Schumter serta teori Ketergantungan. Dari beberapa terori tersebut
hanya beberapa teori saja yang terkait dan dijelaskan dalam penelitian ini.
ekonomi tak lepas dari sudut pandang dan pemikiran Keynes. Keynes menganggap
pengeluaran pemerintah dan pengeluaran publik adalah faktor eksogen yang dapat
2.1.2 Solow
pertambahan faktor-faktor produksi antara lain tenaga kerja, akumulasi modal, serta
kemajuan teknologi. Teori ini didasarkan pada teori klasik yang mengasumsikan
11
kapasitas produksi mesin dapat digunakan sepenuhnya. Sejak diperkenalkannya
teori ini pada tahun 1956, teori ini telah berperan dalam memacu pertumbuhan
ketersediaan modal K dan tenaga kerja L. Teori ini berasumsi bahwa fungsi
produksi memiliki skala hasil yang tetap (constant return to scale) artinya kenaikan
produksi. Asumsi ini dianggap realistis dan dapat mempermudah analisis yang
dilakukan (Mankiw, 2010: 193). Selain Mankiw, Romer (2011: 10) menyatakan
Y adalah total produksi, K adalah kapital atau modal, L adalah tenaga kerja, A
adalah pengetahuan atau efektivitas dari tenaga kerja, dan t adalah waktu.
2.1.3 Endogenous
dan menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari dalam sistem
ekonomi itu sendiri (Arsyad, 2010: 91). Model endogenous ini fokus melihat pada
ekonomi dapat dicapai dengan pertumbuhan teknologi. Chude dan Chude (2013),
Banyak dari kemampuan tersebut berasal dari proses belajar dan inovasi. Ickes
digunakan yaitu model Rebelo, Romer, dan Barro (model dengan barang publik).
12
Model Rebelo berasumsi fungsi produksi linear pada masukan (input) dan
modal, sehingga akan menghasilkan skala yang konstan dan modal yang konstan
modal yang dapat didefinisikan secara luas. K (modal) bisa terdiri dari modal fisik
(phisical capital) namun bisa juga berupa modal manusia (human capital) seperti
manusia.
pada sektor privat. Asumsinya adalah G merupakan agregat dari layanan publik
sehingga setiap produsen pada sektor privat akan mendapatkan alokasi layanan
tersebut. Ickes (1996), alokasi barang publik ini tidak selalu tepat dengan apa yang
diharapkan apalagi jika barang publik tersebut bersifat rival. Model yang
produsen mendapatkan g dengan jumlah yang tetap atau sama. Y merupakan total
Pada model yang diperkenalkan Romer (1994), peran dari teknologi menjadi
penting. Romer tidak puas terhadap model Solow yang kurang bisa menjelaskan
13
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Romer beranggapan peran penelitian
Arsyad (2010: 93), dalam praktiknya model ini seringkali digambarkan dalam
𝑌 = 𝐴𝐾 ............................................................................................. (5)
besarnya alokasi investasi terhadap R itu sendiri. Dari sisi H (akumulasi modal
14
penyediaan barang dan infrastruktur publik, pelayanan sosial dan intervensi seperti
makro ekonomi ke pemerintah daerah tidak akan merusak stabilitas ekonomi makro
lebih efisien dan efektif pada berbagai potensi ekonomi lokal (Lin dan Liu, 2000).
Dengan demikian peran pemerintah daerah dituntut secara aktif mengelola dan
Josaphat dan Morrissey (2000), mendefinisikan modal K terdiri dari modal sektor
privat D dan modal sektor publik G atau K=KD+KG. Pemerintah memiliki peran
untuk meningkatkan modal dari sektor publik untuk meningkatkan output atau total
produksi. Selain itu, ia juga menganggap tenaga kerja L terdiri dari 2 sektor yaitu
kesehatan, serta rasio belanja modal terhadap total pengeluaran, pengeluaran rutin,
dan rasio defisit keuangan terhadap GDP riil per kapita. Hasilnya pengeluaran
per kapita, sedangkan rasio belanja modal terhadap total pengeluaran berpengaruh
Penelitian ini juga memasukkan variabel dummy yaitu kabupaten/kota dan dummy
pemerintah bidang pendidikan riil per kapita, kesehatan riil per kapita dan
15
infrastruktur riil per kapita berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Garba dan Abdullahi (2013), melakukan penelitian untuk mendebat hasil
belanja publik, yang menemukan bahwa kausalitas antara pengeluaran publik dan
penelitian ini adalah pengaruh pengeluaran pemerintah adalah positif dan signifikan
terhadap perekonomian (GDP riil) di Nigeria. Mercan dan Sezer (2014) melakukan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Turki. Variabel yang digunakan adalah GDP riil,
3 Metoda Penelitian
Penelitian ini menggunakan data panel, yaitu gabungan antara data observasi
lintas sektor (cross section) dan data runtun waktu (time-series). Data lintas sektor
runtun waktu (time-series) yang dimaksud adalah data yang digunakan memiliki
beberapa sumber yang berbeda. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
serta data tenaga kerja diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Sulawesi Barat. Data realisasi anggaran belanja modal dan belanja operasi
Indonesia (LHP BPK) Provinsi Sulawesi Barat. Data realisasi anggaran belanja
16
Pusat dan Daerah Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Direktorat
Variabel belanja modal adalah total pengeluaran pemerintah daerah yang masuk
dalam klasifikasi belanja modal dalam periode waktu satu tahun anggaran.
Variabel ini diukur dengan harga riil per kapita yaitu belanja modal dibagi
masuk dalam klasifikasi belanja operasi dalam periode waktu satu tahun
daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Variabel ini diukur dengan harga
riil per kapita yaitu belanja modal dibagi dengan PDRB deflator tahun
daerah untuk membiayai pendidikan dalam periode waktu satu tahun anggaran.
Variabel ini diukur dengan riil per kapita yaitu belanja bidang pendidikan dibagi
17
4. Belanja pemerintah bidang kesehatan (BKES)
daerah untuk membiayai kesehatan dalam periode waktu satu tahun anggaran.
Variabel ini diukur dengan riil per kapita yaitu belanja bidang kesehatan dibagi
daerah untuk membiayai kesehatan dalam periode waktu satu tahun anggaran.
Variabel ini diukur dengan harga riil yaitu belanja bidang kesehatan dibagi
6. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk dengan usia 15 tahun keatas yang bekerja selama
satu minggu menurut lapangan kerja utama. Jumlah tenaga kerja, Variabel ini
ini diukur dengan PDRB riil dengan tahun dasar 2000. dibagi dengan jumlah
kabupaten/kota.
ekonomi basis dan non basis, serta mengetahui sektor ekonomi yang potensial pada
Quotient (LQ). LQ adalah suatu indeks yang dapat mengukur perbandingan relatif
18
dari sumbangan nilai tambah suatu sektor ekonomi kab/kota terhadap nilai tambah
sektor yang sama pada tingkat yang lebih tinggi (Bendavid-Val, 1997 dalam
Widodo, 2006: 116). Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor basis
dengan sektor yang sama pada tingkat nasional. Data yang digunakan adalah data
Keterangan:
Xij = PDRB Sektor i Kab/Kotaj
Xj = PDRB Total di Kab/Kota j
Xin = PDRB Sektor I di Provinsi
X = PDRB Seluruh Sektor di Provinsi.
1. LQ pada sektor i=1, artinya laju pertumbuhan sektor i pada kab/kota j sama
2. LQ pada sektor i>1 maka laju pertumbuhan sektor i pada kab/kota j lebih besar
unggulan).
3. LQ<1 maka laju pertumbuhan sektor i pada kab/kota j lebih kecil dibandingkan
dengan demikian sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan tidak
19
3.3 Metode Analisis Regresi Data Panel
panel. Estimasi data panel ini dapat meningkatkan derajat kebebasan, mengurangi
kolinearitas antara variabel bebas, dan efisiensi estismasi. Verbeek (2008: 342-
kendala. Regresi data panel memiliki 3 tehnik regresi yang mungkin digunakan
dalam penelitian ini yaitu common effect, fixed effect dan random effect. Pilihan
Penentuan penggunaan tehnik regresi data panel didasarkan pada hasil Uji Chow,
Uji Hausman dan Uji LM (Langrange Multiplier). Analisis regresi data panel juga
mensyaratkan uji asumsi klasik sehingga prediksi yang dihasilkan dapat bersifat
menyediakan barang publik dan layanan publik yang digunakan sektor privat untuk
menghasilkan keluaran. Pada model ini pendekatan yang digunakan adalah agregat
dalam penelitian Frank dan Ismaell (2014). Regresi Model-2 menganggap bahwa
20
pemerintah yang digunakan untuk menyediakan fasilitas publik dan layanan publik.
Sektor privat menggunakan fasilitas publik atau layanan publik sebagai salah satu
input produksi. Dengan formulasi mengikuti fungsi agregat produksi model Solow.
Persamaan Model-1
Persamaan Model-2
........................................................................................................... (8)
di mana:
ln PDRBit = Logaritma Natural Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil
per kapita
α0, β0 = Intersept (konstanta)
ln BM = Logaritma Natural Belanja Modal (Belanja Modal riil per kapita)
ln BO = Logaritma Natural Belanja Operasi (Belanja Operasi riil per
kapita)
ln BPEND = Logaritma Natural Belanja pemerintah bidang pendidikan
(Belanja bidang pendidikan riil per kapita)
ln BKES = Logaritma Natural Belanja pemerintah bidang kesehatan (Belanja
bidang kesehatan riil per kapita)
ln BINFRA = Logaritma Natural Belanja pemerintah bidang infrastruktur
(Belanja bidang infrastukatur riil per kapita)
ln TK = Logaritma Natural Tenaga Kerja (Tenaga Kerja)
α(1-3) = koefisien variabel independen (variabel ln BM, ln BO dan ln TK)
β(1-4) = koefisien variabel independen (variabel ln BKES, ln BKES, ln
BINFRA dan ln TK)
𝜀it = error term
21
dikatakan memiliki sektor basis jika sektor ekonomi daerah tersebut memiliki
kapasitas ekspor, kebutuhan untuk daerah itu sendiri telah berhasil dicukupi dan
memiliki 5 sektor basis dan Kabupaten Mamuju Utara hanya memiliki 1 sektor
Sektor pertanian dan sektor jasa-jasa menjadi sektor basis untuk Provinsi
Sulawesi Barat. Sulawesi Barat merupakan daerah yang memiliki sektor basis
pada Tabel 2.
Uji Chow dan uji Hausman yang dilakukan terhadap Model-1 dan Model-2
dapat diketahui bahwa kedua model tepat menggunakan regresi data panel dengan
tehnik fixed-effects model (FEM). Hal ini didasarkan dari hasil uji Chow dan uji
Hausman yang dilakukan terhadap kedua model persamaan. Uji asumsi klasik yang
dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi pada kedua model
regresi. Uji Park telah mengkonfirmasi bahwa kedua model regresi dalam penelitian
22
model. Selain itu, kedua model terbebas dari uji normalitas hal ini didasarkan pada
Model-1 yang memiliki F-statistik sebesar 17,77205 lebih besar dari F-tabel
sebesar 2,8662 serta Probabilitas-F sebesar 0,00000 lebih kecil dari tingkat
Belanja Modal (BM), Belanja Operasi (BO) dan Tenaga Kerja (TK) secara
sebesar 0,7506 berarti variasi perubahan variabel BM, BO dan TK pada Model-1
dapat menjelaskan perubahan PDRB sebesar 75,06 persen, dan 24,94 persen
lainnya adalah variabel lain di luar model. Model-2 memiliki F-statistik sebesar
13,93146 lebih besar dari F-tabel sebesar 2,6414 dan Probabilitas-F sebesar
0,00000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (α=5%). Dapat disimpulkan
0,7262 berarti variabilitas variabel BPEND, BKES, BINFRA, dan TK pada Model-
2 dapat menjelaskan variabilitas PDRB sebesar 72,62 persen, dan 27,38 persen
lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Hasil regresi dengan disajikan
pada Tabel 3.
memiliki koefisien negatif -0,1374 dengan probabilitas 0,0060 lebih kecil dari 0,05
(α=5%), yang berarti variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap PDRB.
23
Artinya setiap peningkata 1 persen belanja modal (t-1) akan menyebabkan PDRB
riil menurun sebesar 0,1374 persen. Variabel Belanja Operasi (BO) memiliki
koefisien 0,5467 probabilitas 0,0000 lebih kecil dari 0,05 (α=5%), yang berarti
peningkatan 1 persen belanja operasi akan meningkatkan PDRB riil sebesar 0,5467
persen. Variabel Tenaga Kerja (TK) memiliki koefisien 0,2309 dengan probabilitas
0,0488 lebih kecil dari 0,05 (α=5%) yang artinya variabel ini berpengaruh positif
signifikan terhadap PDRB. Artinya setiap peningkatan 1 persen tenaga kerja akan
kecil dari 0,05 (α=5%), yang artinya variabel ini berpengaruh positif signifikan
pendidikan akan meningkatkan PDRB riil sebesar 0,3127 persen. Variabel belanja
0,5945 lebih besar dari 0,05 (α=5%), yang berarti tidak berpengaruh terhadap
koefisien negatif -0,1128 dengan probabilitas 0,0134 lebih kecil dari 0,05 (α=5%),
variabel ini memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap PDRB. Artinya setiap
PDRB riil sebesar 0,1128 persen. Tenaga Kerja (TK) memiliki koefisien 0,2899
dengan probabilitas 0,0162 lebih kecil dari 0,05 (α=5%), yang menunjukkan
24
peningkatan 1 persen tenaga kerja akan meningkatkan PDRB riil sebesar 0,2899
Berdasarkan hasil penelitian dan data data yang diperoleh dapat dirumuskan
1. Dapat diketahui bahwa pola alokasi belanja modal yang secara nominal
meningkat dari tahun ke tahun, namun jika diriilkan belanja modal per kapita
2. Sulawesi Barat adalah provinsi baru dengan 5 kabupaten yang masih tergolong
dalam daerah tertinggal dengan sarana dan infrastruktur yang belum tersedia
ataupun belum memadai. Pola penerapan belanja modal yang kecil akan sangat
25
5. Peningkatan sarana dan pelayanan kesehatan seperti pembangunan sarana
5 Simpulan
dan regresi data panel selama periode 2006-2013. Hasil menunjukan bahwa
Sulawesi Barat memiliki sektor basis atau sektor yang memiliki keunggulan
dengan provinsi lain dalam Pulau Sulawesi yaitu sektor pertanian dengan rata-rata
LQ sebesar 1,78 dan sektor jasa-jasa dengan rata-rata LQ sebesar 1,49. Analisis
PDRB. Tenaga Kerja memiliki pengaruh positif signifikan terhadap PDRB pada
kedua model.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Muharni, 2008. Pengaruh belanja modal, dana alokasi khusus dan investasi swasta
terhadap pertumbuhan ekonomi Studi pada Kabupaten atau Kota di Provinsi
Riau. Tesis tidak dipublikasikan, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta
Nurudeen, A., & Usman, A. 2010. Government expenditure and economic growth
in Nigeria, 1970-2008: A disaggregated analysis, Business and Economics
Journal, 2010, p: 1-11.
Romer, P. M. 1990. Human capital and growth: theory and evidence. Carnegie-
Rochester Conference Series on Public Policy. May (Vol. 32, pp. 251-286).
North-Holland.
Romer, David. 2011. Advanced Macroeconomic Theory, Fourth Edition Mcgraw-
hill.
Romer, P. M. 1994. The origins of endogenous growth. The journal of economic
perspectives, p: 3-22.
Shrestha, P. K. 2009. The Composition of Public Expenditure, Physical
Infrastructure and Economic Growth in Nepal. Nepal Rastra Bank, (21), 79.
Smith, A. 1976. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
Renascence Editions. ISO 690 Simangkalit, Taruli D, 2014. Analisis
Pengaruh Human Capital, Angkatan Kerja, Dan Belanja Modal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat, 2007-2011. Tesis tidak
dipublikasikan, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Verbeek, M. 2008. A guide to modern econometrics. John Wiley & Sons.
World Bank Group (Ed.). 2012. World development indicators 2012. World Bank
Publications.
Widodo, T. 2006. Perencanaan pembangunan: aplikasi komputer (era otonomi
daerah). Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
28
Tabel 1 Rekapitulasi Rata-rata LQ Kabupaten di Sulawesi Barat, 2008-2013
29
Tabel 2 Rekapitulasi Rata-rata LQ Provinsi Se-Sulawesi, 2006-2013
30
Tabel 3 Ikhtisar Hasil Regresi Data Panel untuk Model-1 dan Model-2
Variabel Hasil
Model-1
Konstanta 2,9132***
(1,0549)
LN_BM_1 -0,1374***
(0,0467)
LN_BO 0,5467***
(0,1118)
LN_TK 0,2309**
(0,1127)
Adj. R-Squared 0.750646
F-Statistik 17.77205
Prob (F-Statistik) 0,00000
Model-2
Konstanta 3,6004***
(1,2857)
LN_BPEND 0,3127***
(0,0739)
LN_BKES 0,0611
(0,1137)
LN_BINFRA -0,1128**
(0,0430)
LN_TK 0,2899**
(0,1139)
Adj. R-Squared 0.726223
F-Statistik 13.93146
Prob (F-Statistik) 0,00000
Catatan: Signifikasi * 10%, ** 5%, ***1%
( ) Standar Error
31