MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi dan Praktik Pembelajaran Matematika
Disusun Oleh:
Kuntum
Echo
Atirah
Fitri Retnowati 0103517134
PENDIDIKAN DASAR
KONSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
A. Dasar-dasar Keterampilan Mengajar Matematika
B. Pembelajaran Matematika
1. Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang
mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti
mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike
berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein
atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal
katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat
dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam
dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil
observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang
berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980
:148). Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya
secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio,
diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga
sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep
matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat
dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atua notasi
matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat
karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya
matematika.
Pada awalnya cabang matematika yang ditemukan adalah Aritmatika
atau Berhitung, Aljabar, Geometri setelah itu ditemukan Kalkulus,
Statistika, Topologi, Aljabar Abstrak, Aljabar Linear, Himpunan, Geometri
Linier, Analisis Vektor, dll.
Beberapa Definisi Para Ahli Mengenai Matematika antara lain :
a. Russefendi (1988 : 23) Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang
tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di
mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum,
karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
b. James dan James (1976 : 50). Matematika adalah ilmu tentang logika,
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu
aljabar, analisis dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa
matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar,
geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan
statistika.
c. Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972 : 32) Matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan,pembuktian yang logis, matematika itu
adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat ,
jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa
bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah
pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat
secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma,
sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang
keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni,
keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.
d. Reys – dkk (1984 : 16) Matematika adalah telaahan tentang pola dan
hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu
alat.
e. Kline (1973 : 25) Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam.
Dari beberapan pendapat ahli maka dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah salah satu pengetahuan tertua dan dianggap sebagai
induk atau alat dan bahasa dasar banyak ilmu. Matematika digunakan juga
dalamberbagai industri lain seperti fisika, kimia, biologi, teknik, komputer,
kedokteran dan pertanian.
2. Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan
pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran
suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran
matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan
matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi
misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-
model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita
atau soal-soal uraian matematika lainnya.
Menurut Muhsetyo (2008: 26),pembelajaran matematika adalah
proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh
kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika adalah kegiatan belajar dan mengajar yang
mempelajari ilmu matematika dengan tujuan membangun pengetahuan
matematika agar bermanfaat dan mampu mempraktekkan hasil belajar
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
3. Karakteristik Matematika
a. Matematika adalah ilmu deduktif
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari
kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu
pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian
kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara
induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan
eksperimen. Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat
dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar
untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif. Dalam
matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima
kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif.
Berikut adalah contoh pembuktian dalil atau generalisasi pada
matematika. Dalil atau generalisasi berikut dibenarkan dalam matematika
karena sudah dapat dibuktikan secara deduktif.
Contoh:
Bilangan ganjil ditambah bilangan ganjil adalah bilangan genap. Misalnya
kita ambil beberapa buah bilangan ganjil, baik ganjil positif, atau ganjil
negatif yaitu 1, 3, -5, 7.
1 + 3 = 4 (genap)
1 + 7 = 8 (genap)
Terlihat bahwa untuk setiap dua bilangan ganjil jika dijumlahkan hasilnya
selalu genap. Dalam matematika hasil di atas belum dianggap sebagai suatu
generalisasi,walaupun contoh-contoh dengan bilangan yang lebih banyak
lagi. Pembuktian dengan cara induktif ini harus dibuktikan lagi dengan cara
deduktif.
Pembuktian secara deduktif sebagai berikut :
Misalkan : a dan b adalah sembarang bilangan bulat, maka 2a bilangan
genap dan 2b bilangan genap hasilnya genap , maka 2a +1 bilangan ganjil
dan 2b + 1 bilangan ganjil.
Jika dijumlahkan :
(2a + 1) + (2b + 1)
<=> 2a + 2b + 2
<=> 2 (a + b + 1)
Karena a dan b bilangan bulat maka (a + b + 1) juga bilangan bulat,
sehingga 2 (a + b +1) adalah bilangan genap. Jadi bilangan ganjil + bilangan
ganjil = bilangan genap (generalisasi)
b. Matematika adalah ilmu terstruktur
Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan. Hal
ini karena matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan,
kemudian unsur yang didefinisikan ke aksioma / postulat dan akhirnya pada
teorema. Konsep-konsep amtematika tersusun secara hierarkis, terstruktur,
logis, dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada
konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari
matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benar-benar
dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya.
Dalam pembelajaran matematika guru seharusnya menyiapkan
kondisi siswanya agar mampu menguasai konsep-konsep yang akan
dipelajari mulai dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Contoh seorang siswa yang akan mempelajari sebuah volume
kerucut haruslah mempelajari mulai dari lingkaran, luas lingkaran, bangun
ruang dan akhirnya volume kerucut. Untuk dapat mempelajari topik volume
balok, maka siswa harus mempelajari rusuk / garis, titik sudut, sudut, bidang
datar persegi dan persegi panjang, luas persegi dan persegi panjang, dan
akhirnya volume balok.Struktur matematika adalah sebagai berikut :
1) Unsur-unsur yang tidak didefinisikan
Misal : titik, garis, lengkungan, bidang, bilangan dll.Unsur-unsur ini ada,
tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya.
2) Unsur-unsur yang didefinisikan
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan maka terbentuk unsur-unsur yang
didefinisikan.
Misal : sudut, persegi panjang, segitiga, balok, lengkungan tertutup
sederhana, bilangan ganjil, pecahan desimal, FPB dan KPK dll.
3) Aksioma dan postulat
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan unsur-unsur yang
didefinisikan dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau
postulat.
Misal : Melalui 2 titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis, Semua
sudut siku-siku satu dengan lainnya sama besar, Melalui sebuah titik hanya
dapat dibuat sebuah garis yang tegak lurus ke sebuah garis yang lain,
Sebuah segitiga tumpul hanya mempunyai sebuah sudut yang lebih besar
dari 90 derajat.Aksioma tidak perlu dibuktikan kebenarannya tetapi dapat
diterima kebenarannya berdasarkan pemikiran yang logis.
4) Dalil atau Teorema Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan aksioma
maka disusun teorema-teorema atau dalil-dalil yang kebenarannya harus
dibuktikan dengan cara deduktif.
Misal : Jumlah 2 bilangan ganjil adalah genap, Jumlah ketiga sudut pada
sebuah segitiga sama dengan 180 derajat, dan Jumlah kuadrat sisi siku-siku
pada sebuah segitiga siku-siku sama dengan Kuadrat sisi miringnya.
c. Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan
Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada
matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan pola
dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model yang merupkan
representasinya untuk membuat generalisasi.
Misal : Jumlah a bilangan genap selamanya sama dengan a2.
Contoh : a = 1 maka jumlahnya = 1 = 12.
Selanjutnya 1 dan 3 adalah bilangan-bilangan ganjil jumlahnya adalah 4 =
22. Berikutnya 1, 3, 5, dan 7, maka jumlahnya adalah 16 = 42 dan
seterusnya.
Dari contoh-contoh tersebut, maka dapat dibuat generalisasi yang
berupa pola yaitu jumlah a bilangan ganjil yang berurutan sama dengan a2.
Matematika disebut ilmu tentang hubungan karena konsep matematika satu
dengan lainnya saling berhubungan.
Misalnya : Antara persegi panjang dengan balok, antara persegi dengan
kubus, antara kerucut dengan lingkaran, antara 5 x 6 = 30 dengan 30 : 5 = 6.
Antara 102 = 100 dengan √100 = 10.
d. Matematika adalah bahasaa simbol
Matematika yang terdiri dari simbol-simbol yang sangat padat arti
dan bersifat internasional. Padat arti berarti simbol-simbol matematika
ditulis dengan cara singkat tetapi mempunyai arti yang luas.
Misal : 9 = 32 , 3 + 5 = 8, 3 ! = 1 x 2 x 3
cos, tg, sin, →, ↔, ∪, ∩, ⊂, ⊃, =, >, < , ~, ∨, ∧
e. Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu
Matematika sebagai ratu ilmu artinya matematika sebagai alat dan
pelayan ilmu yang lain. Matematika sebagai suatu ilmu yang berfungsi
melayani ilmu pengetahuan. Matematika tumbuh dan berkembang untuk
dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu
pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya.
Matematika sebagai ratu ilmu dimaksudkan bahwa matematika
adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain. Banyak sekali cabang ilmu
pengetahuan yang pengembangan teori-teorinya didasarkan pada
pengembangan konsep matematika. Sebagai contoh, banyak teori-teori dan
cabang-cabang dari fisika dan kimia (modern) yang ditemukan dan
dikembangkan melalui konsep kalkulus, khususnya tentang persamaan
differensial. Contoh lain, teori ekonomi mengenai permintaan dan
penawaran yang dikembangkan melalui konsep fungsi dan kalkulus tentang
differensial dan integral.
4. Tujuan Pembelajaran Matematika
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan
mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat
dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.
e. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu:
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan umum pertama, pembelajaran matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada
penataan latar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum adalah
memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan
matematika,baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu
mempelajari ilmu pengetahuan lainnya
5. Perencanaan Pembelajaran Matematika
Dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa guru yang mengajar
matematika secara efektif ditentukan penyusunan perencanaan
pembelajaran. Dari beberapa hasil pengamatan ditemukan bahwa terdapat
14 kegiatan yang harus diperhatikan dalam menyusun perencanaan.
Walaupun beberapa negara mempunyai format RPP yang berbeda, tetapi
keempat belas aktivitas itu merupakan inti dari kegiatan penyusunan
perencanaan pembelajaran. Keempat belas tersebut dikelompokkan dalam
enam kelompok, yakni konten matematika, tujuan pembelajaran, sumber
pembelajaran, strategi preassesment, strategi pembelajaran, dan strategi
post-assesment (Bell, 1978).
Isi matematika terdiri dari pemilihan dan penamaan topik yang
diajarkan, mengidentifikasi tujuan matematika dalam topik, dan pengurutan
setiap topik secara hierarkis. Tujuan pembelajaran terdiri dari
mengidentifikasi tujuan kognitif, pemilihan tujuan afektif. Dan
mengomunikasikan tujuan-tujuan dengan siswa. Sumber belajar terdiri dari
menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan siswa dan menetapkan
sumber-sumber tambahan yang diperlukan. Strategi pre-assesment terdiri
dari mengidentifikasi materi prasyarat, menilai kesiapan siswa dalam
mempelajari topik. Strategi pembelajaran terdiri dari pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat dan pengaturan lingkungan pembelajaran. Strategi
post-assesment terdiri dari menilai kemampuan hasil belajar siswa dan
mengevaluasi keefektifan pembelajaran.
a. Mathematics Content
Konten matematika secara umum ini telah disusun dalam Standar Isi
Kurikulum. Dari standar isi inilah guru harus memetakan materi yang akan
diajarkannya. Namun, sayangnya ada kebiasaan terbalik, bahkan dapat
dikatakan kurang tepat, yang dilakukan oleh guru matematika, yakni
menentukan atau memilih buku dahulu, kemudian konten matematika. Jadi,
yang akan diajarkan oleh guru tersebut disesuaikan dengan materi yang ada
pada buku pilihannya. Seharusnya, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya guru memetakan materi yang ada di dalam Standar Isi
kurikulum, kemudian memilih buku yang sesuai dengan isi matematika
yang telah dipetakannya dari standar isi.
b. Learning Objectives
Penetapan isi matematika dalam perencanaan pembelajaran akan
membantu kita dalam memilih strategi pembelajaran dan fasilitasnya
sehingga siswa dapat mempelajarinya secara bermakna, serta menyusun
tujuan kognitif dan afektif, serta mendiskusikan tujuan-tujuan tersebut
dengan siswa. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan kognitif dan afektif
merupakan 2 dari tiga taksonomi dari Bloom. Tujuan kognitif dan afektif
tersebut harus diketam dengan pengetahuan dalam matematika terdiri dari
fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip, tahapan berpikir siswa, tingkatan
sekolah, dan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Kaitan
keempatnya menurut Bell (1978) dapat digambarkan sebagai berikut.
Tujuan matematika tentu saja diajarkan pada setiap tingkatan
sekolah, bagaimanapun fakta dan keterampilan cenderung ditekankan pada
kelas-kelas bawah, konsep pada pertengahan tingkatan sekolah, dan prinsip
pada tingkat tinggi. Kelas enam, tujuh, dan delapan cenderung berada pada
tahap berpikir operasi konkret (concrete operational), serta kelas sepuluh,
sebelas, dan duabelas cenderung berada pada tahap berpikir formal
walaupun masih ada beberapa siswa pada kelas tersebut masih dalam tahap
berpikir konkret. Banyak siswa sekolah menengah pertama yang belajarnya
lebih baik jika konsep dan prinsip baru direpresentasikan dalam bentuk
konkret. Fakta dan keterampilan biasanya diajarkan menggunakan metode
ekspositori, demonstrasi atau model pembelajaran individual, sedangkan
konsep dan prinsip dilakukan dengan menggunakan model discovery,
inkuiri, atau model laboratory. Bagaimanapun menurut Bell (1978) tidak
ada aturan yang ketat dan tepat mengenai kaitan antara tujuan matematis,
tingkat sekolah, tahapan berpikir, serta model atau strategi pembelajaran.
Setelah tujuan matematika ditentukan untuk siswa pada level tertentu
maka kita harus mengasumsikan tahapan berpikir (intellectual development)
yang dapat dicapai oleh siswa maka tiga variabel lainnya, yakni model atau
strategi pembelajaran, tujuan kognitif, dan afektif harus dipertimbangkan.
Tingkatan atau level knowledge, comprhenesion, dan application (mungkin
juga analysis) biasanya berkaitan dengan pembelajaran fakta dan
keterampilan. Untuk pembelajaran konsep, yang di dalamnya juga termasuk
knowledge, comprehension, dan application, tahap analysis lebih tepat
untuk pembentukan konsep tingkat tinggi. Tujuan kognitif untuk
pembelajaran prinsip lebih tepat pada level analysis dan synthesis. Untuk
tujuan kognitif evaluasi lebih tepat digunakan ketika kita pembelajaran
dalam membandingkan atau menyusun prinsip suatu sistem matematika.
Pemilihan tujuan kognitif ini sangat penting untuk diperhatikan,
dikarenakan berkaitan secara langsung dengan kedalaman pemilihan isi
matematika, pertanyaan dalam pembelajaran, tugas yang diberikan guru,
dan penyusunan soal ulangan.
c. Learning Resources
Setelah topik matematika dan tujuan pembelajaran dipilih, langkah
berikutnya adalah aktivitas penting lainnya dalam menyusun rencana
pembelajaran, yakni mempersiapkan sumber pembelajaran. Pemilihan
sumber belajar ini tidaklah hanya bertumpu pada buku teks, kapur, dan
papan tulis, serta alat-alat bantu lainnya, seperti mistar, jangka. Akan tetapi,
keseluruhan bahan atau alat yang dapat dijadikan jembatan oleh siswa dalam
mempelajari matematika. Siswa menjadi lebih motivasi atau mendorong
keterampilan dalam drill and practice, untuk memberikan ilustrasi dan
memperjelas konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika, menyediakan
sarana remedial bagi siswa yang berada pada kategori slow learner serta
menjadi tambahan pengayaan bagi siswa yang mempunyai kemampuan
tinggi atau pandai. Dengan demikian, sangat dimungkinkan sumber belajar
ini sangat individual, artinya disesuaikan dengan kebutuhan siswa dalam
belajar matematika.
Selain memperhatikan hal tersebut, sumber belajar juga perlu
memperhatikan tingkat berpikir siswa. Kerucut Dale (cone’s Dale) yang
mengadopsi teori belajar dari Bruner telah memberikan gambaran
bagaimana pemilihan sumber belajar disesuaikan dengan tingkat berpikir
siswa, yakni untuk tahap berpikir enactive, iconic, dan symbolic.
Gambar 1.1
Kerucut Pengalaman Dale dan Keterkaitannya dengan Ide Bruner