Anda di halaman 1dari 25

KONSEP DASAR-DASAR KETERAMPILAN MENGAJAR

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi dan Praktik Pembelajaran Matematika

Dosen Pengampu : Dr. Rochmad, M.si


Dr. Masrukan, M.si

Disusun Oleh:

Kuntum
Echo
Atirah
Fitri Retnowati 0103517134

PENDIDIKAN DASAR
KONSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
A. Dasar-dasar Keterampilan Mengajar Matematika
B. Pembelajaran Matematika
1. Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang
mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti
mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike
berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein
atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal
katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat
dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam
dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil
observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang
berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980
:148). Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya
secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio,
diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga
sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep
matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat
dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atua notasi
matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat
karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya
matematika.
Pada awalnya cabang matematika yang ditemukan adalah Aritmatika
atau Berhitung, Aljabar, Geometri setelah itu ditemukan Kalkulus,
Statistika, Topologi, Aljabar Abstrak, Aljabar Linear, Himpunan, Geometri
Linier, Analisis Vektor, dll.
Beberapa Definisi Para Ahli Mengenai Matematika antara lain :
a. Russefendi (1988 : 23) Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang
tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di
mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum,
karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
b. James dan James (1976 : 50). Matematika adalah ilmu tentang logika,
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu
aljabar, analisis dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa
matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar,
geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan
statistika.
c. Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972 : 32) Matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan,pembuktian yang logis, matematika itu
adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat ,
jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa
bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah
pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat
secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma,
sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang
keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni,
keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.
d. Reys – dkk (1984 : 16) Matematika adalah telaahan tentang pola dan
hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu
alat.
e. Kline (1973 : 25) Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam.
Dari beberapan pendapat ahli maka dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah salah satu pengetahuan tertua dan dianggap sebagai
induk atau alat dan bahasa dasar banyak ilmu. Matematika digunakan juga
dalamberbagai industri lain seperti fisika, kimia, biologi, teknik, komputer,
kedokteran dan pertanian.
2. Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan
pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran
suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran
matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan
matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi
misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-
model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita
atau soal-soal uraian matematika lainnya.
Menurut Muhsetyo (2008: 26),pembelajaran matematika adalah
proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh
kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika adalah kegiatan belajar dan mengajar yang
mempelajari ilmu matematika dengan tujuan membangun pengetahuan
matematika agar bermanfaat dan mampu mempraktekkan hasil belajar
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
3. Karakteristik Matematika
a. Matematika adalah ilmu deduktif
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari
kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu
pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian
kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara
induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan
eksperimen. Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat
dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar
untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif. Dalam
matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima
kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif.
Berikut adalah contoh pembuktian dalil atau generalisasi pada
matematika. Dalil atau generalisasi berikut dibenarkan dalam matematika
karena sudah dapat dibuktikan secara deduktif.
Contoh:
Bilangan ganjil ditambah bilangan ganjil adalah bilangan genap. Misalnya
kita ambil beberapa buah bilangan ganjil, baik ganjil positif, atau ganjil
negatif yaitu 1, 3, -5, 7.
1 + 3 = 4 (genap)
1 + 7 = 8 (genap)
Terlihat bahwa untuk setiap dua bilangan ganjil jika dijumlahkan hasilnya
selalu genap. Dalam matematika hasil di atas belum dianggap sebagai suatu
generalisasi,walaupun contoh-contoh dengan bilangan yang lebih banyak
lagi. Pembuktian dengan cara induktif ini harus dibuktikan lagi dengan cara
deduktif.
Pembuktian secara deduktif sebagai berikut :
Misalkan : a dan b adalah sembarang bilangan bulat, maka 2a bilangan
genap dan 2b bilangan genap hasilnya genap , maka 2a +1 bilangan ganjil
dan 2b + 1 bilangan ganjil.
Jika dijumlahkan :
(2a + 1) + (2b + 1)
<=> 2a + 2b + 2
<=> 2 (a + b + 1)
Karena a dan b bilangan bulat maka (a + b + 1) juga bilangan bulat,
sehingga 2 (a + b +1) adalah bilangan genap. Jadi bilangan ganjil + bilangan
ganjil = bilangan genap (generalisasi)
b. Matematika adalah ilmu terstruktur
Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan. Hal
ini karena matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan,
kemudian unsur yang didefinisikan ke aksioma / postulat dan akhirnya pada
teorema. Konsep-konsep amtematika tersusun secara hierarkis, terstruktur,
logis, dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada
konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari
matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benar-benar
dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya.
Dalam pembelajaran matematika guru seharusnya menyiapkan
kondisi siswanya agar mampu menguasai konsep-konsep yang akan
dipelajari mulai dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Contoh seorang siswa yang akan mempelajari sebuah volume
kerucut haruslah mempelajari mulai dari lingkaran, luas lingkaran, bangun
ruang dan akhirnya volume kerucut. Untuk dapat mempelajari topik volume
balok, maka siswa harus mempelajari rusuk / garis, titik sudut, sudut, bidang
datar persegi dan persegi panjang, luas persegi dan persegi panjang, dan
akhirnya volume balok.Struktur matematika adalah sebagai berikut :
1) Unsur-unsur yang tidak didefinisikan
Misal : titik, garis, lengkungan, bidang, bilangan dll.Unsur-unsur ini ada,
tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya.
2) Unsur-unsur yang didefinisikan
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan maka terbentuk unsur-unsur yang
didefinisikan.
Misal : sudut, persegi panjang, segitiga, balok, lengkungan tertutup
sederhana, bilangan ganjil, pecahan desimal, FPB dan KPK dll.
3) Aksioma dan postulat
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan unsur-unsur yang
didefinisikan dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau
postulat.
Misal : Melalui 2 titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis, Semua
sudut siku-siku satu dengan lainnya sama besar, Melalui sebuah titik hanya
dapat dibuat sebuah garis yang tegak lurus ke sebuah garis yang lain,
Sebuah segitiga tumpul hanya mempunyai sebuah sudut yang lebih besar
dari 90 derajat.Aksioma tidak perlu dibuktikan kebenarannya tetapi dapat
diterima kebenarannya berdasarkan pemikiran yang logis.
4) Dalil atau Teorema Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan aksioma
maka disusun teorema-teorema atau dalil-dalil yang kebenarannya harus
dibuktikan dengan cara deduktif.
Misal : Jumlah 2 bilangan ganjil adalah genap, Jumlah ketiga sudut pada
sebuah segitiga sama dengan 180 derajat, dan Jumlah kuadrat sisi siku-siku
pada sebuah segitiga siku-siku sama dengan Kuadrat sisi miringnya.
c. Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan
Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada
matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan pola
dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model yang merupkan
representasinya untuk membuat generalisasi.
Misal : Jumlah a bilangan genap selamanya sama dengan a2.
Contoh : a = 1 maka jumlahnya = 1 = 12.
Selanjutnya 1 dan 3 adalah bilangan-bilangan ganjil jumlahnya adalah 4 =
22. Berikutnya 1, 3, 5, dan 7, maka jumlahnya adalah 16 = 42 dan
seterusnya.
Dari contoh-contoh tersebut, maka dapat dibuat generalisasi yang
berupa pola yaitu jumlah a bilangan ganjil yang berurutan sama dengan a2.
Matematika disebut ilmu tentang hubungan karena konsep matematika satu
dengan lainnya saling berhubungan.
Misalnya : Antara persegi panjang dengan balok, antara persegi dengan
kubus, antara kerucut dengan lingkaran, antara 5 x 6 = 30 dengan 30 : 5 = 6.
Antara 102 = 100 dengan √100 = 10.
d. Matematika adalah bahasaa simbol
Matematika yang terdiri dari simbol-simbol yang sangat padat arti
dan bersifat internasional. Padat arti berarti simbol-simbol matematika
ditulis dengan cara singkat tetapi mempunyai arti yang luas.
Misal : 9 = 32 , 3 + 5 = 8, 3 ! = 1 x 2 x 3
cos, tg, sin, →, ↔, ∪, ∩, ⊂, ⊃, =, >, < , ~, ∨, ∧
e. Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu
Matematika sebagai ratu ilmu artinya matematika sebagai alat dan
pelayan ilmu yang lain. Matematika sebagai suatu ilmu yang berfungsi
melayani ilmu pengetahuan. Matematika tumbuh dan berkembang untuk
dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu
pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya.
Matematika sebagai ratu ilmu dimaksudkan bahwa matematika
adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain. Banyak sekali cabang ilmu
pengetahuan yang pengembangan teori-teorinya didasarkan pada
pengembangan konsep matematika. Sebagai contoh, banyak teori-teori dan
cabang-cabang dari fisika dan kimia (modern) yang ditemukan dan
dikembangkan melalui konsep kalkulus, khususnya tentang persamaan
differensial. Contoh lain, teori ekonomi mengenai permintaan dan
penawaran yang dikembangkan melalui konsep fungsi dan kalkulus tentang
differensial dan integral.
4. Tujuan Pembelajaran Matematika
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan
mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat
dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.
e. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu:
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan umum pertama, pembelajaran matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada
penataan latar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum adalah
memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan
matematika,baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu
mempelajari ilmu pengetahuan lainnya
5. Perencanaan Pembelajaran Matematika
Dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa guru yang mengajar
matematika secara efektif ditentukan penyusunan perencanaan
pembelajaran. Dari beberapa hasil pengamatan ditemukan bahwa terdapat
14 kegiatan yang harus diperhatikan dalam menyusun perencanaan.
Walaupun beberapa negara mempunyai format RPP yang berbeda, tetapi
keempat belas aktivitas itu merupakan inti dari kegiatan penyusunan
perencanaan pembelajaran. Keempat belas tersebut dikelompokkan dalam
enam kelompok, yakni konten matematika, tujuan pembelajaran, sumber
pembelajaran, strategi preassesment, strategi pembelajaran, dan strategi
post-assesment (Bell, 1978).
Isi matematika terdiri dari pemilihan dan penamaan topik yang
diajarkan, mengidentifikasi tujuan matematika dalam topik, dan pengurutan
setiap topik secara hierarkis. Tujuan pembelajaran terdiri dari
mengidentifikasi tujuan kognitif, pemilihan tujuan afektif. Dan
mengomunikasikan tujuan-tujuan dengan siswa. Sumber belajar terdiri dari
menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan siswa dan menetapkan
sumber-sumber tambahan yang diperlukan. Strategi pre-assesment terdiri
dari mengidentifikasi materi prasyarat, menilai kesiapan siswa dalam
mempelajari topik. Strategi pembelajaran terdiri dari pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat dan pengaturan lingkungan pembelajaran. Strategi
post-assesment terdiri dari menilai kemampuan hasil belajar siswa dan
mengevaluasi keefektifan pembelajaran.
a. Mathematics Content
Konten matematika secara umum ini telah disusun dalam Standar Isi
Kurikulum. Dari standar isi inilah guru harus memetakan materi yang akan
diajarkannya. Namun, sayangnya ada kebiasaan terbalik, bahkan dapat
dikatakan kurang tepat, yang dilakukan oleh guru matematika, yakni
menentukan atau memilih buku dahulu, kemudian konten matematika. Jadi,
yang akan diajarkan oleh guru tersebut disesuaikan dengan materi yang ada
pada buku pilihannya. Seharusnya, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya guru memetakan materi yang ada di dalam Standar Isi
kurikulum, kemudian memilih buku yang sesuai dengan isi matematika
yang telah dipetakannya dari standar isi.
b. Learning Objectives
Penetapan isi matematika dalam perencanaan pembelajaran akan
membantu kita dalam memilih strategi pembelajaran dan fasilitasnya
sehingga siswa dapat mempelajarinya secara bermakna, serta menyusun
tujuan kognitif dan afektif, serta mendiskusikan tujuan-tujuan tersebut
dengan siswa. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan kognitif dan afektif
merupakan 2 dari tiga taksonomi dari Bloom. Tujuan kognitif dan afektif
tersebut harus diketam dengan pengetahuan dalam matematika terdiri dari
fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip, tahapan berpikir siswa, tingkatan
sekolah, dan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Kaitan
keempatnya menurut Bell (1978) dapat digambarkan sebagai berikut.
Tujuan matematika tentu saja diajarkan pada setiap tingkatan
sekolah, bagaimanapun fakta dan keterampilan cenderung ditekankan pada
kelas-kelas bawah, konsep pada pertengahan tingkatan sekolah, dan prinsip
pada tingkat tinggi. Kelas enam, tujuh, dan delapan cenderung berada pada
tahap berpikir operasi konkret (concrete operational), serta kelas sepuluh,
sebelas, dan duabelas cenderung berada pada tahap berpikir formal
walaupun masih ada beberapa siswa pada kelas tersebut masih dalam tahap
berpikir konkret. Banyak siswa sekolah menengah pertama yang belajarnya
lebih baik jika konsep dan prinsip baru direpresentasikan dalam bentuk
konkret. Fakta dan keterampilan biasanya diajarkan menggunakan metode
ekspositori, demonstrasi atau model pembelajaran individual, sedangkan
konsep dan prinsip dilakukan dengan menggunakan model discovery,
inkuiri, atau model laboratory. Bagaimanapun menurut Bell (1978) tidak
ada aturan yang ketat dan tepat mengenai kaitan antara tujuan matematis,
tingkat sekolah, tahapan berpikir, serta model atau strategi pembelajaran.
Setelah tujuan matematika ditentukan untuk siswa pada level tertentu
maka kita harus mengasumsikan tahapan berpikir (intellectual development)
yang dapat dicapai oleh siswa maka tiga variabel lainnya, yakni model atau
strategi pembelajaran, tujuan kognitif, dan afektif harus dipertimbangkan.
Tingkatan atau level knowledge, comprhenesion, dan application (mungkin
juga analysis) biasanya berkaitan dengan pembelajaran fakta dan
keterampilan. Untuk pembelajaran konsep, yang di dalamnya juga termasuk
knowledge, comprehension, dan application, tahap analysis lebih tepat
untuk pembentukan konsep tingkat tinggi. Tujuan kognitif untuk
pembelajaran prinsip lebih tepat pada level analysis dan synthesis. Untuk
tujuan kognitif evaluasi lebih tepat digunakan ketika kita pembelajaran
dalam membandingkan atau menyusun prinsip suatu sistem matematika.
Pemilihan tujuan kognitif ini sangat penting untuk diperhatikan,
dikarenakan berkaitan secara langsung dengan kedalaman pemilihan isi
matematika, pertanyaan dalam pembelajaran, tugas yang diberikan guru,
dan penyusunan soal ulangan.
c. Learning Resources
Setelah topik matematika dan tujuan pembelajaran dipilih, langkah
berikutnya adalah aktivitas penting lainnya dalam menyusun rencana
pembelajaran, yakni mempersiapkan sumber pembelajaran. Pemilihan
sumber belajar ini tidaklah hanya bertumpu pada buku teks, kapur, dan
papan tulis, serta alat-alat bantu lainnya, seperti mistar, jangka. Akan tetapi,
keseluruhan bahan atau alat yang dapat dijadikan jembatan oleh siswa dalam
mempelajari matematika. Siswa menjadi lebih motivasi atau mendorong
keterampilan dalam drill and practice, untuk memberikan ilustrasi dan
memperjelas konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika, menyediakan
sarana remedial bagi siswa yang berada pada kategori slow learner serta
menjadi tambahan pengayaan bagi siswa yang mempunyai kemampuan
tinggi atau pandai. Dengan demikian, sangat dimungkinkan sumber belajar
ini sangat individual, artinya disesuaikan dengan kebutuhan siswa dalam
belajar matematika.
Selain memperhatikan hal tersebut, sumber belajar juga perlu
memperhatikan tingkat berpikir siswa. Kerucut Dale (cone’s Dale) yang
mengadopsi teori belajar dari Bruner telah memberikan gambaran
bagaimana pemilihan sumber belajar disesuaikan dengan tingkat berpikir
siswa, yakni untuk tahap berpikir enactive, iconic, dan symbolic.

Gambar 1.1
Kerucut Pengalaman Dale dan Keterkaitannya dengan Ide Bruner

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa untuk siswa yang berada


pada tingkatan enactive (sekitar Sekolah Dasar ke bawah), media
pembelajaran yang digunakan dimulai dari pengalaman langsung,
pengalaman buatan (peragaan), dramatik, demonstrasi, karyawisata dan
pertunjukan. Artinya, belajar matematika bagi siswa kelas bawah haruslah
dimulai dari pengalaman sehari-hari siswa. Pengenalan tentang bilangan
tidak dapat dilakukan begitu saja, tetapi dilakukan melalui aktivitas
keseharian anak. Begitupun dalam konsep operasi aritmetika dan sifat-sifat
yang berlakunya tidak dapat diberikan secara deduktif.
Selain itu, dari kerucut di atas nampak bahwa simbol visual dan
simbol verbal dilakukan ketika tahap berpikir siswa sudah mencapai tahap
symbolic atau setara dengan tahap berpikir formal dari Piaget. Konsep
abstrak matematika mungkin sudah dapat dipahami oleh sebagian siswa
pada tingkat SMP, namun sebagian besar siswa pada tingkat tersebut masih
memerlukan bantuan media sebagai jembatan dalam memahami konsep
abstrak matematika.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, media pembelajaran (secara
khusus dalam matematika) telah banyak dipengaruhi oleh kemajuan
teknologi informatika. Sudah banyak media pembelajaran interaktif dalam
bentuk program sudah jadi atau program yang dapat digunakan untuk
mendesain media pembelajaran. Dengan tersedianya hal itu maka
kesempatan guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran
menjadi semakin mudah.
d. Pre-assessment and Post-assesment Strategies
Dalam perencanaan pembelajaran, seorang guru penting untuk
mengetahui kesiapan siswa dalam belajar menguasai materi baru setelah
pembelajaran. Keduanya memiliki peran peting yang sama dalam kegiatan
pembelajaran. Untuk itulah, guru tidak hanya melakukan penilaian pada
akhir pelajaran, tetapi juga penting untuk melakukan penilaian pada awal
pelajaran. Pre-assessment atau penilaian sebelum pembelajaran dilakukan
untuk mereviu fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip yang menjadi
prasyarat bagi materi yang akan dipelajari siswa, sedangkan strategi post-
assessment dilakukan untuk menentukan penilaian kemampuan siswa
terhadap materi yang telah dipelajarinya, dan juga menilai keefektifan
strategi pembelajaran yang telah dipilih oleh guru dalam membantu
mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa.
Bentuk pre-assessment ini tidaklah harus dilakukan sebagaimana tes
formatif atau sumatif. Guru dapat melakukannya melalui oral test (lisan),
kuis, dan dalam bentuk lainnya. Artinya, pada awal pelajaran, guru tidak
hanya cukup menjelaskan tentang materi apa yang akan dipelajari dan
keuntungan yang akan diperoleh manakala siswa memahami materi yang
akan dipelajarinya, tetapi juga guru perlu mengetahui kesiapan siswa
(prasyarat) yang berkaitan dengan topik-topik yang akan dipelajarinya.
Sayangnya, menurut Bell (1978) walaupun kegiatan ini mudah dilakukan,
tetapi karena kegiatan pre-assessment ini tidak berpengaruh terhadap nilai
siswa maka guru matematika sering mengabaikannya.
Post-assessment sering dilakukan oleh guru dalam bentuk tes tertulis,
kuis, ataupun secara lisan. Namun, kegiatan ini terkadang juga terlewatkan.
Guru lebih sering melakukan tes formatif yang dilaksanakan setelah satu
pokok bahasan selesai walaupun jika kita melihat rencana pembelajaran
yang disusun, guru selalu menuliskan atau mengagendakan post-assessment.
Bentuk tes, jenisnya, dan teknik-teknik yang dapat digunakan dalam
assessment ini dipelajari secara khusus dalam evaluasi pembelajaran.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh guru dalam post-assessment
adalah evaluasi yang berkaitan dengan desai strategi yang direncanakan.
Guru juga perlu mengkaji dan menilai apakah strategi pembelajaran yang
dikembangkan telah dapat mendorong siswa belajar aktif, berani
berkomunikasi, berani bertanya dan mengemukakan pendapat, melakukan
konjektur, serta kegiatan siswa lainnya.
e. Teaching/Learning Strategies
Ada suatu proposisi yang telah diketahui bersama, yakni tidak ada
cara atau strategi/model pembelajaran terbaik, yang ada adalah ketepatan
dalam memilih strategi/model pembelajaran. Kondisi ini secara langsung
mendorong guru untuk lebih banyak memahami strategi-strategi
pembelajaran sehingga ia akan dapat dengan mudah memilih strategi atau
model pembelajaran mana yang tepat untuk digunakannya. Pada modul
berikutnya Anda akan mempelajari tentang model-model pembelajaran
disertai dengan contoh implementasinya. Diharapkan dengan memahami
model-model tersebut Anda akan mempunyai pilihan dalam menentukan
model yang tepat dalam kondisi dan situasi tertentu ketika akan mengajar
matematika di sekolah.
Penting untuk diungkapkan dalam strategi pembelajaran adalah
situasi didaktis dan pedagogis dari model atau strategi pembelajaran. Dalam
pembelajaran dikenal aspek mendasar, yakni hubungan antara guru – siswa
–materi. Pembelajaran yang efektif dapat dilaksanakan oleh guru dengan
mengupayakan terpeliharanya hubungan yang baik antara ketiga komponen
tersebut dalam situasi didaktis (Alhadad, 2010). Hubungan ini digambarkan
oleh Kansanen dalam Suryadi (Alhadad, 2010) sebagai sebuah Segitiga
Didaktis yang menggambarkan Hubungan Didaktis (HD) antara siswa
dengan materi, serta Hubungan Pedagogis (HP) antara guru dan siswa.
Namun, segitiga didaktis ini belum menunjukkan hubungan antara guru dan
materi pelajaran, padahal ketiga faktor ini dapat berlangsung sekaligus
selama proses pembelajaran sehingga Suryadi (Alhadad, 2010)
menambahkan hubungan antisipasi guru – materi yang disebut dengan
Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP). Gambaran hubungan ketiganya
dapat dilihat pada diagram berikut.
Gambar 1.2 Segitiga Didaktis
Unsur guru, siswa, dan materi pada segitiga didaktis tersebut tidak
ada yang berperan inti. Setiap mempelajari topik matematika ketiganya
harus dipandang pada level yang sama. Untuk itulah, setiap model atau
strategi yang dipilih diperlukan kejelasan hubungan-hubungan yang terjalin
antara ketiganya.
Peran guru adalah menciptakan situasi didaktis sehingga terjadi
proses belajar pada diri siswa. Jika situasi yang terjadi tidak memungkinkan
untuk terjadinya proses belajar pada diri siswa maka guru perlu
mengondisikannya dengan berbagai teknik yang ada pada model yang
dipilihnya, misalnya melalui scaffolding. Dalam hubungannya dengan
materi maka saat seorang guru merancang sebuah situasi didaktis, guru
perlu memikirkan prediksi respons siswa atas situasi tersebut serta
antisipasinya sehingga tercipta situasi didaktis baru. Antisipasi tersebut
tidak hanya menyangkut hubungan siswamateri, akan tetapi juga hubungan
guru-siswa, baik secara individu, kelompok maupun kelas. Situasi tersebut
yang dimaksudkan adalah Antisipasi Didaktis Pedagogis (Alhadad, 2010).
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa pada sisi yang menghubungkan guru
dengan materi ditandai oleh kata kerja to transpose dengan aktivitas
utamanya adalah perubahan didaktis yang dipelajari ke pengetahuan yang
akan diajarkan. Hal ini bermakna bahwa guru harus menyadari akan
kebutuhan pendekatan pembelajaran sehingga ia dapat mengubah urutan (to
transpose) dari suatu materi yang harus dipahami siswa menjadi suatu
materi yang akan diajarkannya kepada siswa. Dengan memahami ini, guru
akan mempersiapkan secara ekstra dari situasi didaktis sehingga setiap
siswa dapat memahami materi dengan baik dan berpartisipasi dalam
mempelajari materi tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan
oleh Bell (1978) tentang pentingnya guru memilih pendekatan atau strategi
yang tepat dalam mengajar.
Ketika membuat persiapan mengajar, guru harus mempertimbangkan
kesulitan yang mungkin terjadi ketika siswa mempelajari suatu materi
mempelajari suatu materi. Kesulitan-kesulitan ini harus dipertimbangkan
untuk seluruh siswa, agar siswa yang berkemampuan kurang pun dapat
memahami materi dengan baik. Terkadang guru tidak menyadari bahwa
akan terdapat banyak hal yang dapat menjadi masalah dalam pemahaman
bagi siswa yang kurang. Oleh karena itu, guru harus terus berupaya memilih
cara yang sesuai dengan kemampuan siswanya agar mereka memahami
materi dengan baik (Alhadad, 2010).
6. Proses Pembelajaran Matematika
Tahapan pertama dalam proses pembelajaran matematika adalah
persiapan. Di tahapan ini, guru harus mempersiapkan dokumen rencana
pembelajaran. Isinya antara lain tujuan pembelajaran, prosedur dan fasilitas
yang digunakan, serta metode untuk penilaian. Rencana pembelajaran ini
juga mungkin mengandung rencana pembelajaran di rumah yang perlu
dilakukan siswa. Guru harus memastikan semua sarana dan prasana
pembelajaran siap untuk digunakan.Persiapan dari rencana pembelajaran ini
dapat dilakukan dengan melihat silabus standar, atau tes standar.
Tahapan kedua adalah presentasi. Guru dapat memilih dari berbagai
cara presentasi, misalkan ceramah, demonstrasi, diskusi. Metode yang
paling umum adalah ceramah. Metode ini cocok diterapkan untuk
mempresentasikan materi baru atau menerangkan hubungan antara teori dan
praktek. !alam metode ini guru memaparkan konsep-konsep matematika
kepada siswa di dalamkelas, mungkin dengan bantuan papan tulis.
Metode demonstrasi cocok diterapkan untuk mengajarkan suatu
keahlian. Dengan metode ini guru menunjukkan bagaimana cara melakukan
sesuatu dengan benar kepada siswa. Baik halnya apabila metode ceramah
dan demonstrasi ini dikombinasikan. Metode ceramah digunakan untuk
menjelaskan konsep-konsep matematika, sedangkan metode demonstrasi
digunakan untuk menjelaskan berbagai teknik atau prosedur matematika.
Metode diskusi sangat baik digunakan untuk mendorong partisipasi aktif
dari siswa. Cara ini cocok digunakan untuk mengajarkan cara penyelesaian
suatu masalah.
Tahapan ketiga adalah aplikasi, di mana siswa menggunakan apa
yang telah diajarkan oleh guru. Setelah kelas berakhir, guru dapat meminta
siswa menjelaskan materi yang baru. Siswa juga bisa diminta untuk
mendemonstrasikan prosedur atau teknik yang baru saja ditunjukkan.
Misalkan siswa diminta untuk menunjukkan cara mencari akar persamaan
dari suatu persamaan kuadrat. Seringkali,guru harus mengkoreksi
demonstrasi siswa dan menunjukkan kembali cara yang benar.
Tahapan yang keempat adalah penilaian. Setelah pelajaran diberikan,
guru harus melakukan penilaian dan meminta siswa untuk
mendemonstrasikan apakah semua tujuan pembelajaran sudah tercapai.
Penilaian adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan pada setiap
pembelajaran. Penilaian ini bisa bersifat informal dan berguna bagi guru
untuk menyiapkan rencana pelajaran selanjutnya.Penilaian ini juga bisa
bersfat formal dan hasilnya dicatat untuk menentukan status
pemahamansiswa. Penilaian ini juga menjadi suatu timbal balik bagi siswa
agar siswa menjadi lebih percaya diridengan tingkat pemahaman yang
dicapai. Penilaian yang dilakukan harus didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang tertera pada rencana pembelajaran. Adanya penilaian
memberikan gambaran yang jelas posisi siswa terhadap suatu standar yang
telah ditetapkan.
7. Prinsip-prinsip Pengajaran Matematika yang Efektif
Prinsip yang peratama, pembelajaran matematika harus masuk akal.
Para guru harus mengusahakan pemahaman mengenai konsep-konsep dan
prosedur matematika. Siswa harus paham konsep di balik semua prosedur
matematika, dan bukan hanya bagaimana suatu prosedur matematika
dilakukan. Pemahaman yang mendalam seperti ini biasanya tidak dapat
diperoleh dalam waktu yang singkat, bahkan mungkin perlu beberapa tahun.
Mungkin ada beberapa konsep yang siswa hanya mengertisebagian pada
awalnya, kemudian diperdalam pada tahun-tahun berikutnya. Prosedur yang
diajarkantanpa konsep di baliknya biasanya mudah dilupakan. Guru harus
mengajarkan prosedur dan konsepsecara bergantian. Dengan ini, lama
kelamaan murid akan semakin paham baik konsep maupun prosedur
matematika yang diajarkan.
Salah satu praktek buruk yang banyak ditemui saat ini adalah murid
hanya mempelajari berbagai bentuk soal yang mungkin keluar pada saat
ujian. Kemudian menghapalkan rumus apa yang harusdigunakan tanpa
mengetahui prinsip-prinsip di balik rumus yang digunakan. Bahkan
mungkin ada juga guru yang mengajarkan rumus-rumus cepat seperti ini.
Praktek seperti ini kurang baik karena selain pemahaman siswa menjadi
sangat dangkal serta hapalan rumus akan sangat mudah untuk dilupakan.
Sangat mungkin praktek seperti ini membuat pelajaran matematika menjadi
terlihat sangatmembosankan dan memperburuk motivasi siswa dalam
belajar.
Prinsip yang kedua, guru harus memegang teguh apa tujuan dari
pelajaran matematika yang diberikan. Tujuan-tujuan tersebut dibahas pada
bagian sebelumnya. Tujuan di sini bukan seperti menyelesaikan semua bab
di buku matematika, atau siswa mampu mengerjakan soal ujian nasional.
Tujuan ini lebih bersifat tujuan jangka panjang yaitu bagaimana matematika
akan berperan dikehiupan siswa selanjutnya. !engan demikian, struktur
pelajaran yang diberikan bisa lebih menarik di mata para siswa dan
pemahaman siswa akan menjadi lebih baik.
Apabila guru tidak memiliki tujuan yang benar dalam mengajarkan
matematika, misalkan hanyauntuk menyelesaikan materi di buku teks, atau
asal agar siswa mampu menyelesaikan ujian nasional, biasanya pelajaran
akan terkesan dipaksakan dan tidak menarik. Tujuan yang benar seperti
mempersiapkan siswa di masa depan sangat penting agar pelajaran dapat
berlangsung menarik dan pemahaman siswa juga akan menjadi lebih baik.
Apabila guru tidak memiliki tujuan yang benar dalam mengajarkan
matematika, misalkan hanyauntuk menyelesaikan materi di buku teks, atau
asal agar siswa mampu menyelesaikan ujian nasional, biasanya pelajaran
akan terkesan dipaksakan dan tidak menarik. Tujuan yang benar
sepertimempersiapkan siswa di masa depan sangat penting agar pelajaran
dapat berlangsung menarik dan pemahaman siswa juga akan menjadi lebih
baik.
Prinsip yang ketiga, guru harus mengenal alat-alat pengajaran apa
saja yang ada di masa sekarang dan mengaplikasikannya sesuai dengan
kondisi siswa serta sarana prasarana yang ada. sini guruharus betul-betul
menguasai alat-alat belajar yang akan digunakan. Tidak ada gunanya
memaksakansuatu alat pembelajaran modern yang guru sendiri belum
terlalu paham manfaat dan penggunaannya.Peralatan yang dimaksud di sini
misalnya papan tulis, kertas, struktur kurikulum, benda-benda fisik sebagai
ilustrasi, peralatan untuk menggambar geometri serta alat ukur seperti
penggaris,kompas, jangka, dan gelas takar, sampai ke peralatan modern
seperti media sosial, permainan komputer atauhp, software simulasi, dan
sebagainya
Guru harus mau untuk berkembang dan terus belajar untuk
menggunakan alat-alat terbaru yangmungkin cocok untuk diterapkan di
kelas. Jika guru tidak mau belajar, sangat mungkin muridmenjadi jauh lebih
baik dalam hal teknologi, dan guru akan sulit untuk menguasai kelas
karenakurang mengetahui teknologi yang populer pada masa itu.
Prinsip yang keempat, guru harus menghidupi dan mencintai
matematika. Guru harus menunjukkan pada siswa bahwa dia menggunakan
matematika untuk memudahkan hidupnya sehari-hari, danmampu memberi
contoh kepada siswa. Guru harus biasa mengambil keputusan secara
numerik danmampu menceritakannya. Guru sendiri harus menyukai
matematika dan senang untuk mengajarkannya. Apabila guru tidak antusias,
akan sulit bagi siswa untuk menjadi antusias.
Dengan demikian, murid mampu melihat bahwa memang benar
matematika itu bermanfaat dan mereka dapat lebih bersemangat untuk
mempelajari, berlatih, dan menerapkan matematika dalamkehidupan
mereka.
8. Cara Membuat Pembelajaran Matematika Menyenangkan
Matematika harus menyenangkan dan menarik. Menurut Colgan
(2014), sebagian besar siswa menemukan matematika “membosankan,
sebagian besar tidak relevan dan tidak menguntungkan” (Colgan, 2014, p.
1). Ini tidak perlu terjadi, namun, sebagai pendidik harus berusaha untuk
menggunakan sumber daya dan strategi yang menarik menangkan siswa dan
lonjakan motivasi (Colgan, 2014).Contohnya termasuk penggunaan:
a. aplikasi pendidikan (seperti Kahoot)
b. game matematika (seperti Mathemagic atau Radikal Perdana Permainan)
(Colgan, 2014)
c. program TV / video (seperti program TVOkids Perdana Radikal) (Colgan,
2014)
d. Cerita dan buku-buku yang menggabungkan matematika (seperti
Mathemagic! Nomor Trik) (Colgan, 2014)
e. Gunakan gerakan fisik di dalam kelas untuk bertindak matematika (Rittle-
Johnson & Jordan, 2016)
f. Matematika mengamen', menggunakan jalan melakukan untuk belajar
tentang matematika (Program Robertson untuk Kirim berbasis Pengajaran
Matematika dan Ilmu Pengetahuan, 2016).
9. Membangung Sikap Positif Pada Pembelajaran Matematika
Memiliki pandangan positif dalam matematika merupakan faktor
penting dalam prestasi siswa (Colgan, 2014). Beberapa peneliti telah
menemukan korelasi positif antara sikap matematika positif dan prestasi
matematika, menunjukkan bahwa siswa dengan sikap positif tentang
matematika lebih berhasil dalam matematika (Mata, Monteiro, & Peixoto,
2012). Sayangnya, banyak siswa memiliki sikap negatif terhadap
matematika dan merasa bahwa mereka tidak pandai matematika (Colgan,
2014). Dalam studi TIMMS terbaru yang dilakukan pada tahun 2011, hanya
35% dari siswa di kelas 4 dan 32% dari siswa di kelas 8 melaporkan
menyukai matematika (EQAO, 2011). Beberapa faktor di lingkungan
sekolah termasuk dukungan guru, murid-interaksi siswa, dan harapan guru
dapat mempengaruhi sikap dalam matematika (Mata et al.,2012). Akey
(2006) menyimpulkan bahwa siswa memiliki sikap yang lebih baik terhadap
matematika ketika guru mereka memiliki sikap yang sangat positif tentang
matematika (Mata et al., 2012). Selain itu, guru dengan sikap yang lebih
positif dalam matematika yang dianggap lebih baik untuk siswa pendukung
(Mata et al., 2012). Selanjutnya, guru yang membangun kemitraan dengan
orang tua / pengasuh lebih mampu mendukung siswa (TKCalifornia, 2016).
10. Langkah-langkah Pemilihan Materi Pelajaran
Pertama, mengidentifikasi aspek yang terdapat dalam standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebelum menentukan materi
pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Aspek tersebut
perlu ditentukan, karenasetiap aspek standar kompetensi dan kompetensi
dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda.
Kompetensi dasar yang harus diajarkan biasanya merupakan sesuatu
yang sudah ditentukan oleh kementrian Pendidikan. Guru harus memastikan
bahwa apa yang diajarkan di kelas sejalan dengan kompetensi-kompetensi
yang sudah ditetapkan ini.
Kedua, identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran. Sejalan dengan
berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat
dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif ,dan psikomotorik.
Aspek kognitif adalah aspek keilmuan, aspek ini dipenuhi dengan
penyampaian setiap materi pelajaran yang diperlukan. Aspek kognitif biasa
dinilai melalui kuis dan ujian. Aspek afektif adalah aspek sikap siswa dalam
mengikuti pelajaran. Siswa harus memiliki antusiasme yang cukup
dalammengikuti pelajaran. Aspek psikomotorik adalah aspek keaktifan
siswa dalam mengikuti kegiatan pendukung seperti laboratorium atau
simulasi.
Ketiga, memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Pilih jenis materi yang sesuai dengan standar
kompetensi yang telah ditentukan. Perhatikan pula jumlahatau ruang
lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah siswa dalam
mencapai standar kompetensi.
Keempat, memilih sumber bahan ajar. Setelah jenis materi
ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber bahan ajar.
Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan dari berbagai
sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media
audiovisual, dsb.
Semakin beragam sumber bahan ajar yang digunkan, semakin baik
karena siswa dapat mengertisuatu materi pelajaran dari berbagai sisi an
pemahaman siswa bisa menjadi mendalam. Tiap-tiap siswa memiliki cara
tersendiri dalam memahami pelajaran, ada yang paling mudah melalui
halvisual, ada yang melalui video, ada pula yang lebih mudah melalui
psikomotorik.
11. Cara Mengurangi Kecemasan di Pembelajaran Matematika
Beberapa siswa melaporkan kecemasan atau kegugupan dalam
matematika, dan sebagai pendidik, kita harus dapat mengenali bahwa
kecemasan matematika adalah nyata, dan menyadari strategi untuk
mengurangi kecemasan matematika dengan siswa kami (Stuart, 2000).
Kecemasan matematika dapat ditandai dengan menghindari matematika,
terobsesi segala sesuatu yang tidak dipahami, atau melihat matematika
sebagai hukuman (Stuart, 2000). Paling sering kurangnya keyakinan pada
kemampuan matematika dapat menyebabkan kecemasan dalam matematika,
tetapi banyak hal lain dapat atribut untuk kecemasan matematika termasuk
sikap guru, rekan sikap, dan sikap keluarga (Stuart, 2000). Ho et al. (2000)
melakukan penelitian dengan 671 siswa di kelas 6 di Cina, Taiwan, dan
Amerika Serikat dan menemukan bahwa kecemasan matematika memiliki
dampak pada prestasi siswa. Dengan demikian, guru harus menyadari
mengajar strategi untuk membantu mengurangi kecemasan matematika.
Jackson dan Leffingwell (1999) melakukan penelitian dengan guru SD 157
pre-service pengalaman pribadi mereka dengan kecemasan matematika di
dalam kelas dan berdasarkan temuan mereka, penulis memberikan
rekomendasi berikut untuk guru untuk membantu dengan kecemasan
matematika:
a. Menyadari dampak guru pada siswa
b. Memproyeksikan sikap bahagia dan positif yang ingin Anda mengajar di
masing-masing dan setiap orang di kelas Anda
c. Jadilah menggembirakan. Jangan membuat siswa merasa malu untuk
meminta bantuan
d. Cobalah untuk memasukkan minat siswa ke dalam kelas
e. Menyediakan waktu tambahan atau bantuan untuk siswa yang mungkin
menderita kecemasan matematika
f. Memberikan instruksi baik dalam format tertulis dan lisan (Jackson &
Leffingwell, 1999).
DAFTAR PUSTAKA
Sutawidjaja, Akbar. Modul Konsep Dasar Pembelajaran.
Sinay, E., & Nahornick, A. TEACHING AND LEARNING MATHEMATICS
RESEARCH SERIES I: Effective Instructional Strategie. Canada. November
2016
https://www.academia.edu/27592291/Dasar_Pembelajaran_Matematika.
Diakses pada 19 Agustus 2018 Pukul 13.00
https://www.kajianmakalah.com/2014/02/pengertian-pembelajaran-
matematika.html. Diakses pada 19 Agustus 2018 Pukul 13.02
http://eprints.uny.ac.id/9509/15/BAB%20II%20TUTIK-08301244031.pdf.
Diakses pada 19 Agustus 2018 Pukul 13.05
http://irwansahaja.blogspot.com/2014/06/pengertian-pembelajaran-
matematika.html. Diakses pada 19 Agustus 2018 Pukul 13.10
http://irwansahaja.blogspot.com/2014/06/pengertian-pembelajaran-
matematika.html. Diakses pada 19 Agustus 2018 Pukul 13.20
https://hesronfree.wordpress.com/2011/07/26/dasar-dasar-pembelajaran-
matematika-ii/. Diakses pada 19 Agustus 2018 Pukul 13.34
file:///C:/Users/FITRI/Downloads/Teaching%20and%20Learning%20Math
%20Research%20Series%201.en.id.pdf. Diakses pada 19 Agustus 2018
Pukul 13.35
http://repository.ut.ac.id/4377/1/MPMT5301-M1.pdf. Diakses pada 19
Agustus 2018 Pukul 13.40
https://magdamme.wordpress.com/2010/06/21/obyek-matematika/. Diakses
pada 19 Agustus 2018 Pukul 13.40

Anda mungkin juga menyukai