Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUN

A. Latar Belakang
Konsumen membutuhkan makanan yang segar, murah dan mudah disajikan
sebagai tuntutan zaman yang makin praktis. Namun bahan makanan umumnya
mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme terutama oleh bakteri dan jamur seiring lamanya masa
penyimpanan. Berbagai cara dilakukan utuk agar makanan sampai pada tangan
konsumen dalam keadaan sama seperti pada saat pemanenan. Proses pengawetan
makanan telah lama dikenal dan digunakan oleh manusia, teknologi berjalan
seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan adanya ketersediaan
pangan. Secara umum makanan di alam mempunyai masa penyimpanan (Shelf
life) yang pendek atau relatif cepat mengalami kerusakan sehingga diperlukan
upaya-upaya untuk dapat memperpanjang masa penyimpanan. Dengan
pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan
sangat menguntungkan produsen. Cara pengawetan bahan makanan dapat
disesuaikan dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan
tujuan dari pengawetan. Secara garis besar ada dua cara dalam mengawetkan
makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia. Salah satu contoh dari pengawetan
makanan secara fisik adalah pengasapan.
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan
asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan
api agar tidak terpanggang atau terbakar. Sewaktu pengasapan berlangsung,
makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu
pengasapan bergantung dari jenis dan ukuran bahan makanan. Api perlu dijaga
agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap
tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang
dipakai tidak boleh terlalu besar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengawetan makanan dengan metode
pengasapan?
2. Bagaimana mekanisme pengawetan makanan dengan metode pengasapan?
3. Apa keuntungan dan kerugian pengawetan makanan dengan metode
pengasapan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pengawetan makanan dengan metode pengasapan.
2. Untuk mengetahui mekanisme pengawetan makanan dengan metode
pengasapan.
3. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian pengawetan makanan dengan
metode pengasapan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengawetan Dengan Pengasapan


Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas
dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat
dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar.
Sebelum diasapi, daging biasanya direndam di dalam air garam. Beberapa
jenis ikan tidak perlu direndam lebih dulu di dalam air garam, Setelah dilap dan
dikeringkan, makanan digantung di tempat pengasapan yang biasanya memiliki
cerobong asap. Sebagai kayu asap biasanya dipakai serpihan kayu yang bila
dibakar memiliki aroma harum seperti kayu pohon ek dan bukan kayu yang
memiliki damar. Ke dalam kayu bakar bisa ditambahkan rempah-rempah seperti
cengkeh dan akar manis
Apabila kayu dipanaskan maka sejumlah senyawa-senyawa kimia akn
terbebaskan ke udara. Asap kayu terdiri dari partikel-partikel bahan yang sanagat
kecil, ringan dan tersebar di udara. Ukuran dari partikel-partikel bahan ini
tergantung dari keadaan bagaimana asap itu terbentuk.
Pada umumnya partikel-partikel asap segar mempunayai garis tengah sekitar
0,1 mikron. Proses melekatnya partikel-partikel asap tadi berkaitan erat dengan
perbaikan kualitas bahan makanan yang diasapi.
Pengasapan biasanya dikombinasikan pemakainnya dengan proses pemanasan
lain untuk membantu membunuh mikroorganisme. Selain untuk membunuh
mikroorganisme, juga pemanasan ini dapat membatu mengeringkan bahan yang
diasapi sehingga menjadi lebih awet. Dalam hal ini pengasapan biasanya
dilakukan pada suhu sekitar 57⁰ C. Jika pengasapan tidak dikombinasikn dengan
pemanasan lainnya, maka suhu yang dipergunakan biasanya lebih tinggi lagi.
Pengasapan yang dilakukan pada suhu sekitar 60⁰ C dapat menghambat
terjadinya reaksi enzimatik didalam bahan makanan yang diasapi.

B. Macam Dan Alat Pengasapan


Di dalam pengawetan dengan cara pengasapan dikenal dua macam metode
pengasapan yaitu: Pengasapan dingin (Cold smoking) atau disebut pengasapan
tidak langsung dan pengasapan panas ( hot-smoking ) atau disebut pengasapan
langsung.
Yang dimaksud dengan pengasapan dingin ialah pengasapan dimana bahan
bakarnya tidak langsung berada dibawah bahan makanan yang diasapi. Suhu
yang dipergunakan adalah sekitar 30⁰ C. Sedang yang dimaksud dengan
pengasapan panas adalah pengasapan dimana bahan makanan yang diasapi
langsung berada diatas bahan bakarnya. Suhu yang dipergunakan pada
pengasapan panas adalah sekitar 90⁰ C.
Bahan makanan yang diasapi dengan cara pengasapan dingin pada umumnya
hasilnya lebih stabil dibandingkandengan bahan makanan yang diasapi dengan
cara pengasapan panas. Hal ini disebabkan karena pada pengasapan dingin bahan
makanan tidak langsung kering, sehingga waktu untuk meresapnya asap ke bahan
makanan akan lebih panjang. Waktu untuk pengasapan dingin lebih lama
daripada waktu yang dibutuhkan untuk pengasapan panas, tetapi susutnya bahan
pada pengasapan dingin jauh lebih kecil bilas dibandingkan dengan pengasapan
panas. Kadar air dari bahan yang diasapi dengan cara pengasapan dingin lebih
rendah daripada pengasapan panas, sehingga kemungkinan lebih awetnya bahan
yang diasapi dengan pengasapan dingin lebih besar.

Alat pengasapan
Pada prinsipnya alat pengasapan terdiri dari dapur api (kiln) sebagai
penghasil asap dan ruang pengasapan sebagai tempat menyimpan bahan makanan
yang diasapi. Pada jaman dahulu pengasapan dilakukan dengan jalan mengasapi
bahan makanan di atas kayu yang dibakar, akan tetapi dewasa ini telah
ditemukan alat jenis penghasil asap yang suhu dan komposisi asapnya dapat
diatur sesuai dengan keinginan kita. Salah satunya adalah “Batch process Kiln”
yaitu suatu klin yang mempunyai alat sirkulasi udara dan asap dengan kecepatan
rata-rata kurang lebih 1 meter per detik. Pengasapan dengan alat ini memakan
waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pengasapan tradisional. Dengan
makin majunya jaman, sekarang juga sering digunakan “pengasapan
Elektrostatis” dalam cara pengasapan ini digunakan suatu generator geser.

C. Cara-Cara Mengasapi Bahan Makanan


Proses pengasapan terjadi dalam tiga tingkatan:
1. Pengaringan pendahuluan, dalam tingkatan ini bahan makanan mulai mengering
karena kontak dengan udara atau uap yang panas.
2. Proses peresapan asap
3. Perlakuan panas, tingkatan ini merupakan proses pengeringan lanjutan.

Ada dua cara pengerjaan pengasapan yang diketahui, yaitu:


1. Pengasapan alami
Dalam cara ini asap meresap ke permukaan bahan makanan, saat bahan
makanan berada langsung di atas kayu yang membara. Dalam hal ini tidak
diperlukan tehnik-tehnik khusus untuk memperbaiki melekatnya partikel-partikel
asap pada bahan makanan.
2. Pengasapan buatan
Cara ini menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk mendorong partikel-
partikel/ senyawa-senyawa yang ada dalam asap kedalam bahan makanan yang
diasapi. Di dalam pengasapan buatan, asap yang digunakan dapat berupa gas yang
dihasilkan dari kayu bakar dan cairan.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengasapan
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada proses pengasapan diantara
lainnya adalah;
1. Jenis bahan bakar
Di Amerika dan Eropa kayu yang biasa digunakan untuk pengasapan
adalah kayu hikori, oak dan kayu beech. Kayu-kayu tersebut ternyata
memberikan bahan-bahan pengawet asam asetat dan kreosol dalam jumlah
relatif banyak.
2. Kadar air kayu pengasap
Kadar air kayu yang dibakar akan menentukan komposisi kimia asap yang
dihasilkan. Kayu yang kadar airnya tinggi akan menghasilakan asap yang
relatif banyak, sedang kayu yang kadar airnya sedikit akan mengahasilakan
asapa yang relatif sedikit pula.
3. Kepekatan asap
Asap pekat sangat efektif untuk menekan jumlah bakteri pada permukaan
bahan yang diasapi (terutama pada produk daging dan ikan) sehingga produk
relatif lebih awet.
4. Suhu
Asap tidak boleh dihasilkan oleh suhu di atas (350-400)⁰ C, karena suhu di
atas (350-400)⁰ C dapat menimbulkan senyawa-senyawa karsinogen (senyawa
penyebab kanker) serta dapat menimbulkan rasa pahit pada bahan.
5. Kelembaban
Kelembaban udara pada ruang asap akan memngaruhi penetrasi asap
kedalam bahan makanan. Pada kelembaban yang tinggi, bahan makanan akan
menyerap asap lebih banyak dan lebih cepat bila dibandingkan dengan kedaan
kelemaban yang rendah.
E. Kerusakan-Kerusakan Yang Terjadi Selama Pengasapan
Kerusakan pada proses pengawetan dengan pengasapan tidak akan terjadi
apabila kita cukup teliti dalam melakukan pengasapan tersebut. Adapun
kerusakan yang terjadi pada proses pengasapan adalah:
1. Penciutan Bahan Makanan
Penciutan bahan makanan akan terjadi apabila suhu permulaan
(pemanasan pendahuluan) terlalu tinggi, sehingga terlalu banyak air yang
diuapkan. Penciutan bahan makanan akan menyebabkan permukaan bahan
makanan menjadi keriput dan juga bahan makanan tersebut rasanya akan
menjadi kesat dan pahit.
2. Gosong Nitrat
Daging yang mengalami gosong nitrat warnanya akan terlihat kehitam-
hitaman dan flavornya berubah. Kerusakan ini sering terjadi pada daging yang
digarami terlebih dahulu sebelum diasapi.
3. Kerusakan Oleh Jasad Renik
Kapang merupakan penyebab utama kerusakan pada ikan laut yang di
asap. Kapang menyebabkan perubahan flavor pada ikan.
4. Kerusakan Oleh Asap
Kerusakan ini terjadi apabila kayu yang digunakan untuk pengasapan
mengandung senyawa tertentu yang menyebabkan berubahnya flavor pada
bahan makanan yang diasapi.
5. Kerusakan Karena Pengaruh Rumah Asap
Terutama hal ini terjadi pada sosis asap. Sosis akan mengalami case
hardening.

F. Perlakuan Sebelum Dan Sesudah Diasapi


1. Perlakuan sebelum diasapi
Hal ini terutama untuk produk ikan. Pada ikan sebelum diasapi
mengalami beberapa tahap perlakuan seperti penggaraman.
2. Perlakuan sesudah diasapi
Yang dimaksud dengan perlakuan setelah pengasapan adalah cara
pengemasan dari produk-produk pengasapan, perlakuan-perlakuan sebelum
pengemasan, dan penyimpanan bahan makanan setelah pengemasan.
Untuk ikan setelah diasapi kemudian dipak dengan mempergunakan
kertas yang tahan minyak, kemudian dimasukkan ke dalam peti-peti yang
berkapasitas 30 lb, atau juga dipak dalam kantung-kantung Cellophane. Ikan
asap pada umumnya cocok untuk disimpan pada suhu sekitar (33-40)⁰ F.
Sedangkan untuk sosis, setelah diasapi tidak langsung dipak, tapi
dikeringkan terlebih dahulu. Pengepakan sosis dilakukan pada pengepakan
vakum dengan menggunakan bahan pengepak selaput tipis poliethilin dan
sebelum dipasarkan harus disimpan dahulu dalam kamar pendingin.

G. Beberapa Produk Yang Biasa Diawetkan Dengan Cara Pengasapan


1. Daging
Di pabrik pengemas daging yang modern, pengasapan dilakukan dalam
rumah asap yang terdiri dari beberapa tingkat. Apabila daging yang diasapi
akan disimpan pada suhu kamar, maka daging tersebut harus diasapi padasuhu
57,2⁰ C sehingga suhu bagian dalam daging mencapai 110⁰ C. Daging asap
dapat disimpan beberapa lama, mempunyai flavor yang menyenangkan dan
rasanya lebih baik.
2. Sosis
Dipabrik-pabrik sosis yang modern sekarang pada kenyataanya baik
proses pengasapan maupun proses pemasakan dilakukan bersama-sama dalam
satu asap. Dengan udara yang terkontrol dan dilengkapi dengan penyiram air
panas, atau produk dapat dipindahkan dari rumah asap umtuk kemudian
dimasak. Tujuan daripada proses pengasapan pada sosis adalah untuk
memperbaiki kenampakan sosis yaitu oleh komponen-komponen dalam asap,
untuk memberi flavor asap yang khas, untuk memberi daya awt oleh bahan-
bahan bakteriostatik dan bahan-bahan antioksidan yang berasal dari asap.
3. Ikan
Ikan salem merupakan ikan yang banyak diasapi di Amerika Serikat.
Setelah digarami pada konsentrasi rendah, ikan salem kemudian diasap dinin.
Ikan salem yang masih lunak direndam dalam air tawar selama semalam atau
disimpan dalam air yang mengalir selama sepuluh jam, kemudian ikan itu
dicuci, ditiriskan dan kemudian dibereskan. Ikan salem kemudian diasap pada
suhu sekitar 27⁰ C selama 24 sampai 48 jam dalam asap yang sedikit.

4. Keju
Pengasapan keju merupakan hal yang telah dikerjakan sejak jaman
dahulu. Pengasapan keju dapat memperbaiki kualitas penyimpanan keju
tersebut, hal itu disebabkan karena permukaan keju akan diseliputi dan diliputi
oleh senyawa-senyawa anti mikrobia dan antioksidan yang memang terdapat
didalam asap. Dengan demikian keju akan langsung terhindar dari serangan
kapang dan jasad-jasad renik lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengasapan Pada Ikan


Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Mutu olahan ikan sangat tergantung
pada mutu bahan mentahnya. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati
menyebabkan pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu dilakukan
untuk mencegah proses pembusukan. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak.
Menurut perkiraan FAO, 2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan
dengan cara pengasapan sedangkan di negara-negara tropik jumlahnya mencapai
30%. Dibandingkan cara pengawetan ikan dengan cara penggaraman atau
pengasinan, pengawetan ikan dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu
luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit,
karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.

B. Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan


Pengasapan merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengawetkan
ikan tanpa campuran bahan pengawet. Pengasapan ikan dilakukan pada suhu
650C – 800C selama 3-4 jam. Untuk menghasilkan asap, sebaiknya dipakai jenis
kayu yang keras (non resinous) atau sabut dan tempurung kelapa. Asap dari kayu
yang lunak sering mengandung zat-zat yang menyebabkan bau kurang baik pada
hasil asapan.
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang
amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam
perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh
ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa
yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting
pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya
aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam
asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan.
Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan
penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada
banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi
alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton
dan asam-asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol,
quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas
telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap.
Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan tergantung kepada
jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan
jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-
kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa
yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban
udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan
dipanasi, maka beratnya akan menjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan
udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi
ikan-ikan di dalamnya. Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung
suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih
tinggi. Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapat dipanasi
lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu
kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada
kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap
kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati
suhu udara dan asap. Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air
harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-
mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan
ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari
lapisan dalam, sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak
mengalami efek pengeringan.

C. Proses-Proses Pada Pengasapan Yang Mempunyai Efek Pengawetan


Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan,
yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya sendiri.
1) Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering ( dry
salting) dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman
menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air
dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi
tertentu,garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam
juga menyebabkan daging ikan menjadi enak.

2) Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap
yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung
menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga
permukaan air dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan
memberikan efek pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif
pada produk-produk berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai
peranan yang sangat penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada
banyaknya air yang diuapkan.

3) Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan
dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu
tinggi efek pengawetannya hampir tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet
ikan, waktu untuk penasapan harus diperpanjang. Pada pengasapan panas
karena jarak antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka
suhunya lebih tinggi sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat
menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan
protein ikan dan menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan.
Jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung
dimakan.

4) Pengasapan
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna
dan rasa spesifik pada ikan. Sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat
terbatas (yang tergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar
ikan dapat tahan lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara
pengawetan lainnya, misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau
penyimpanan pada suhu rendah.

D. Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap


1. Daya Awet Ikan
Seperti telah disebutkan tadi, bahwa asap mengandung zat-zat yang dapat
menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri-bakteri pembusuk.
Namun jumlah zat-zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat
sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.
2. Rupa Ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini
disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang
terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang
menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi
mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasana asam, dan
asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.

3. Warna Ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan
warna ini timbul karena terjadinya reaksi kimia antara phenol dari asap
dengan oksigen dari udara

4. Rasa Ikan
Setelah diasapi, ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa
keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic
dan phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu
1) Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
 Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya,
pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi
karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah turun kualitasnya.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik
harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian
besar dari penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya
ikan-ikan yang sudah hampir busuk yang akan menghasilkan produk
akhir yang lembek, lengket dan permukaannya tidak cemerlang.
Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga dapat
menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan
kondisi ikan tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa ikan asap
yang dibuat dari ikan kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan
rasa yang kurang memuaskan bila dibandingkan dengan ikan asap
yang dibuat dari ikan-ikan gemuk dan dalam kondisi yang sangat
baik

 Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (pretreatments)


Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari
ikan utuh atau sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya
dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara,
masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus
diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar
dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah
penggaraman. Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan
dengan cara penggaraman basah atau larutan (brine salting). Untuk
mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air garam dan ikan
harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan asap yang
bermutu baik, larutan garam yang digunakan harus mempunyai
kejenuhan antara 70 – 80%. Larutan di atas 100% akan merusak
produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas
permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang
kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang
kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang
merupakan hal yang sangat penting pada proses pengawetan, maka
kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol. Seringkali
penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara
sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer (alat untuk
mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan
(batch) harus menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah
harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan
oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan
sisik ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat
timbulkan oleh pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein
ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-gumpalan
yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak
menarik lagi.

2) Pengeringan Sebelum Pengasapan


Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan
tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses
pengasapan. Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara
mengantung ikan di atas rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini
dapat dilakukan pada kondisi iklim di mana kelembaban nisbi rendah.Akan
tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses
pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan
dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak
lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi
mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan
asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan
menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 – 80%,
sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak
suram.
E. Cara Memilih Ikan Segar
Begitu ikan mati maka peredaran darahnya akan terhenti dan terjadi suatu
reaksi kimia yang menyebabkan ikan tersebut menjadi kaku. Ikan seperti ini
masih dianggap sebagai ikan segar dan berkualitas sama dengan ikan hidup.
Tanda-tanda ikan segar yang dapat kita lihat dari luar :
 Ikan bercahaya seperti ikan hidup.
 Jika ikan tersebut bersisik, sisik tersebut masih tertanam kuat pada
dagingnya
 Insang berwarna merah cerah
 Badan kaku atau liat
 Baunya masih seperti ikan hidup
 Mata ikan jernih dan terang.
Dalam keadaan seperti ikan segar ini, walaupun ada kuman-kuman
pembusuk tetapi belum cukup kuat untuk menghancurkan daging ikan. Dengan
pengaruh panas maka kuman-kuman ini jumlahnya bertambah banyak, sehingga
daging mulai lunak dan proses pembusukan terjadi.
Dalam beberapa jam saja ikan yang semula kaku akan menjadi lunak dan
berlendir. Pembusukan menyebabkan kemunduran kualitas ikan sehingga perlu
diupayakan proses pengawetan yang dapat mengurangi kecepatan pembusukan.

F. Cara Pembuatan Ikan Asap


1. Siangi ikan, cuci, dan kelompokkan menurut ukuran;
2. Masukkan garam ke dalam ½ liter air dan didihkan, kemudian dinginkan
3. Rendam ikan selama: 15-20 menit, tiriskan, dan angin-anginkan sampai
permukaannya kering;
4. Ikat satu persatu kemudian gantungkan dalam ruang pengasapan, dengan jarak
masing-masing 1 cm atau gantung dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap
ke atas dengan menggunakan kaitan kawat, atau susun satu persatu di atas
anyaman bambu, kemudian disusun dalam lemari pengasapan secara berlapis-
lapis. Antara masing-masing lapisan diberi jarak kira-kira sama dengan rata-rata
panjang ikan. Agar pengasapan merata ikan harus dibolak-balik.
5. Siapkan bahan bakar berupa arang dan potong-potong kayu di bawah ruang
pengasapan, kemudian bakar;
6. Bubuhkan ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul
asap. Panas diatur pada suhu: 70° - 80° C selama 2-3 jam (harus dijaga agar panas
merata dan ikan tidak sampai hangus); Panas diatur pada suhu: 30°C - 40°C
selama 4 jam terus menerus. Hasil pengasapan ditandai dengan bau harum yang
khas dari ikan asap;
7. Keluarkan ikan asap dari lemari pengasapan lalu bungkus atau kemas dalam
kantong plastik.

G. Ciri-Ciri Khas Ikan Asap yang Baik


1. Rupa dan warna: produk harus licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas
muda
2. Bau dan rasa: produk memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap (bau
asap yang sedap dan merangsang selera);
3. Berair.
4. Dengan cara pengasapan pada suhu 70°C - 80° C, ikan tahan lama disimpan
sampai 1 bulan, dibandingkan dengan pengasapan pada suhu 20°C - 30°C
kurang tahan dari 1 bulan.
5. Selain bandeng, ikan yang biasa diasap adalah ikan tembang, lemuru,
kembung, selar, tongkol, dan cakalang.

H. Kelemahan Pengasapan Ikan


Pengasapan ikan mempunyai kelemahan di antaranya sebagai berikut :
1. Tekstur ikan dapat berubah menjadi keras terutama jika pengasapan
dilakukan pada suhu rendah dalam waktu lama.
2. Proses pengasapan secara sempurna memerlukan waktu yang cukup lama.
3. Ikan asap yang teksturnya menjadi sangat keras diperlukan proses rehidrasi
(pembasahan kembali) sebelum ikan dapat dikonsumsi.
Ikan yang telah diasap harus disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat.
Kerusakan yang sering terjadi pada ikan asap adalah terjadinya pertumbuhan jamur
atau kapang, karena jamur dapat tumbuh pada makanan dengan kadar air rendah.
Pertumbuhan jamur pada ikan asap dapat menyebabkan terjadinya perubahan bau
menjadi tengik dan perubahan tekstur.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan
panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan
dekat dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar.
2. Di dalam pengawetan dengan cara pengasapan dikenal dua macam metode
pengasapan yaitu: Pengasapan dingin (Cold smoking) atau disebut
pengasapan tidak langsung dan pengasapan panas (hot-smoking) atau
disebut pengasapan langsung.
3. Pada prinsipnya alat pengasapan terdiri dari dapur api (kiln) sebagai
penghasil asap dan ruang pengasapan sebagai tempat menyimpan bahan
makanan yang diasapi.
4. Proses pengasapan terjadi dalam tiga tingkatan:
 Pengaringan pendahuluan, dalam tingkatan ini bahan makanan mulai
mengering karena kontak dengan udara atau uap yang panas.
 Proses peresapan asap
 Perlakuan panas, tingkatan ini merupakan proses pengeringan lanjutan.
5. Ada dua cara pengerjaan pengasapan yang diketahui, yaitu: pengasapan
alami, penasapan buatan.
6. Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada proses pengasapan diantara
lainnya adalah; jenis bahan bakar, kadar air pengasap, kepekatan asap, suhu,
kelembaban.
7. Kerusakan pada proses pengawetan dengan pengasapan tidak akan terjadi
apabila kita cukup teliti dalam melakukan pengasapan tersebut. Adapun
kerusakan yang terjadi pada proses pengasapan adalah: penciutan bahan
makanan, gosong nitrat, kerusakan oleh jasad renik, kerusakan oleh asap,
kerusakan karena pengaruh rumah asap.
8. beberapa produk yang bisa diawetkan dengan pengasapan : daging, sosis,
ikan, keju.
DAFTAR PUSTAKA

Anna. 2007. Teknologi Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan.


http://bkki.com/teknologii-pengawetan-ikan-dengan-cara-
pengasapan.html
Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM press
Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Fareliaz, Srikandi. Mikrobiologi Pangan, jakarta: Gramedia pustaka
Mochantoyo, S.Et al. 1997. Pengelolaan Makanan. Bandung: Angkasa
Bandung.
Nuri. 2008. Pengolahan Makanan Dengan Pengasapan.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=makalah%2Bpengolah
an%2Bmakanan&source=web&cd=5&ved=0CDQQFjAE&url=http%3A
%2F%2Fartikelekonomi.com%2Fartikel%2Fmakalah%2Bpengolahan%
2Bmakanan.html

Anda mungkin juga menyukai