Anda di halaman 1dari 42

1

BAB 1

PEDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan

tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah suatu organ vital dalam tubuh,

apabila tubuh mengalami kekurangan atau kelebihan cairan dan elektrolit dalam

waktu yang cukup lama akan mengakibatkan fungsi ginjal terganggu (Kemenkes

RI, 2010). Akibat dari fungsi ginjal yang terganggu dapat menyebabkan gagal

ginjal. Kemenkes RI (2010) mengatakan gagal ginjal kronik merupakan salah satu

penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di

dunia maupun negara Indonesia. Penyakit ini dapat menyerang setiap orang baik

pria maupun wanita tanpa memandang derajat ekonomi.

World Health Organization/WHO (2014) mengatakan pertumbuhan jumlah

penderita gagal ginjal pada tahun 2013 meningkat 50% dari tahun sebelumnya

yaitu lebih dari 500 juta orang dan yang bergantung pada hemodialisa sebanyak

1,5 juta orang. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal

meningkat 50% di tahun 2014. Data menunjukan bahwa setiap tahun 200.000

orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis yang artinya

1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti, 2014).

Penyakit gagal ginjal di Indonesia menempati urutan ke 10 dalam penyakit tidak

menular (Kemenkes RI, 2013).


2

Menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2015), pada tahun 2007

terdapat sekitar 70.000 orang penderita gagal ginjal kronik dan hanya 13.000

orang yang menjalani hemodialisa. Prevalensi gagal ginjal di Indonesia pada

tahun 2013 mencapai 400.000 orang tetapi belum semua pasien tertangani oleh

tenaga medis, baru sekitar 25.000 orang pasien yang dapat ditangani, artinya ada

80% pasien yang tidak mendapat pengobatan dengan baik. Di Sumatera Utara

jumlah pasien hemodialisa yang menjalani terapi rutin pada tahun 2015 sebanyak

1.235 orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUP HAM Medan pada

bulan Februari 2015 penderita gagal ginjal kronis yang rutin menjalani

hemodialisa sebanyak 170 pasien, data RSUD DR. Pirngadi Medan pada bulan

Januari 2015 tercatat sebanyak 156 pasien, bulan Februari 2015 sebanyak 157

pasien, bulan Mei 2015 sebanyak 153 pasien dan bulan Maret 2016 tercatat 136

pasien yang rutin menjalani hemodialisa, sedangkan di Klinik Spesialis Ginjal dan

Hipertensi Rasyida Medan bulan Februari 2015 sebanyak 135 orang.

Salah satu perawatan bagi penderita gagal ginjal kronik adalah hemodialisa

atau lebih dikenal dengan sebutan cuci darah, yang dapat mencegah kematian

tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakitnya dan tidak

menutup kemungkinan pasien akan tetap menghadapi permasalahan ataupun

komplikasi terkait pengobatan (Smeltzer & Bare, 2010). Hemodialisa adalah suatu

bentuk tindakan pertolongan dengan menggunakan alat yaitu dializer yang akan

menyaring dan membuang sisa produk metabolisme toksik yang seharusnya

dibuang oleh ginjal (Rahman, 2013).


3

Terapi hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal

dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang

dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap

kualitas hidup pasien. Pasien harus menjalani terapi hemodialisa sepanjang

hidupnya biasanya 1-3 kali seminggu dan setiap kalinya memerlukan waktu 2-5

jam, atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan ginjal.

Keadaan ketergantungan pada mesin hemodialisa selama hidupnya

mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan penderita gagal ginjal

kronik yang melakukan terapi hemodialisa (Brunner & Suddarth, 2014).

Hemodialisa dilakukan hanya untuk mempertahankan kehidupan dan

kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Hemodialisa merupakan

terapi yang lama, mahal, serta membutuhkan retriksi cairan dan diet.

Pasien akan kehilangan kebebasan karena berbagai aturan, pasien sangat

tergantung pada pemberi layanan kesehatan. Tidak menutup kemungkinan pula

pasien sering mengalami pemecahan didalam keluarga dan didalam kehidupan

sosial. Pendapatan akan semakin berkurang atau bahkan hilang, akibat pasien

tidak produktif. Berbagai faktor tersebut atau bahkan didukung beberapa aspek

lain selain aspek fisik, psikologis, sosio, ekonomi dan lingkungan dapat

mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal (Nurchayati, 2011). Dukungan

keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pasien dalam

perawatan hemodialisa. Faktor pendukung keberhasilan pelayanan keperawatan

adalah dengan melibatkan keluarga pasien.


4

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga

terhadap penderita yang sakit. Dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisa terdiri dari dukungan instrumental, dukungan

informasional, dukungan emosional, dukungan pengharapan dan dukungan harga

diri. Dukungan tersebut diberikan sepanjang hidup pasien. Apabila dukungan

semacam ini tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan/pemulihan (rehabilitasi)

sangat berkurang.

Hasil studi di Amerika Serikat dan luar negeri lainnya terhadap sejumlah

pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis, didapat bahwa dukungan keluarga

dapat meningkatkan kesehatan pasien yang sedang menjalani hemodialisa yang

dipengaruhi oleh faktor geografis, status sosial ekonomi dan kebudayaan serta

memberikan perbedaan rata-rata angka kematian pada pasien gagal ginjal kronis

(Widyastuti, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Susanti dan Santoso (2016), menunjukan

pasien yang menjalani hemodialisa mendapatkan dukungan keluarga yang baik

sebesar 25,7%, dukungan keluarga cukup 29,2% dan dukungan keluarga yang

kurang 45,1%. Orang yang hidup dalam lingkungan yang supportif dengan

memberikan perhatian, kasih sayang, motivasi kondisinya akan jauh lebih baik

daripada mereka yang tidak memilikinya, selain itu dukungan keluarga dapat

meningkatkan kualitas hidup seseorang. Pasien juga harus mengontrol gejala dan

komplikasi dari penyakitnya. Hal ini berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien gagal ginjal kronis. Kualitas hidup merupakan indikator penting untuk
5

mengevaluasi hasil hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronis (Griva et al,

2011).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien hemodialisa memiliki

kualitas hidup yang buruk dan cenderung mengalami komplikasi seperti depresi,

kekurangan gizi, dan peradangan. Banyak dari mereka menderita gangguan

kognitif, seperti kehilangan memori, konsentrasi rendah, gangguan fisik, mental,

dan sosial yang nantinya mengganggu aktifitas sehari-hari.

Banyak peneliti menekankan bahwa peningkatan kualitas hidup akan

mengurangi komplikasi yang terkait dengan penyakit ini. Kualitas hidup diukur

berdasarkan rasa subjektif dari kesejahteraan umum yang dirasakan oleh pasien

yang juga akan digunakan sebagai ukuran klinis dalam hal perawatan medis

pasien yang menjalani hemodialisis (Pakpour, dkk, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan Fitri Mailani (2015) menunjukan pasien

yang menjalani hemodialisa memiliki kualitas hidup yang lebih buruk

dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya dan mengalami gangguan atau

skor yang lebih rendah disebagian besar domain kualitas hidup. Hasil penelitian

yang dilakukan Zurmeli, Bayhakki dan Utami (2015) menunjukan 51,4% kualitas

hidup pasien hemodialisa buruk. Kualitas hidup pasien yang menjalani

hemodialisa ada empat domain yaitu: fisik, psikologis, sosial dan lingkungan juga

lebih rendah dibangingkan dengan pasien yang menjalani transplantasi ginjal.

World Health Organization/WHO (2010) menjelaskan bahwa sehat tidak

hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan, tetapi juga kesejahteraan fisik,

mental dan sosial. Hal-hal tersebut merupakan hal yang menjadi masalah pada
6

pasien yang menjalani terapi hemodialisa karena terapi yang berkepanjangan

mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas hidup. World Health Organization

Quality of Life (WHOQoL) menjelaskan kualitas hidup adalah persepsi individu

dalam kemampuan, keterbatasan, gejala serta sifat psikososial hidupnya dalam

konteks budaya dan sistem nilai untuk menjalankan peran dan fungsinya (Dalam

Nurchayati, 2010).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien yang sedang menjalani

terapi hemodialisa di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan fenomena yang muncul mengenai

dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien yang sedang menjalani terapi

hemodialisa, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah

bagaimana dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien yang sedang menjalani

terapi hemodialisa?

1.3. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana dukungan keluarga dan

kualitas hidup pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa.

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1. Untuk pendidikan keperawatan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

institusi pendidikan dan dapat dijadikan kepustakaan mengenai dukungan


7

keluarga dan kualitas hidup pasien yang sedang menjalani terapi

hemodialisa.

1.4.2. Untuk layanan keperawatan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

perawat tentang pentingnya mengetahui dukungan keluarga dan kualitas

hidup pasien yang sedang menjalani hemodialisa dengan ranah tindakan

memberikan pendidikan mengenai awal diagnosis, terapi rutin hemodialisis

dan pemberian motivasi. Memberikan pengetahuan dan dapat diaplikasikan

dalam praktik layanan keperawatan kepada pasien khususnya yang sedang

menjalani terapi hemodialisa.

1.4.3. Untuk peneliti selanjutnya

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan penelitian

selanjutnya, juga sebagai sumber pengetahuan dan informasi serta

memberikan dasar bagi peneliti selanjutnya khususnya mengenai dukungan

keluarga dan kualitas hidup pasien yang sedang menjalani terapi

hemodialisa.
8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep hemodialisa


2.1.1. Defenisi hemodialisa

Hemodialisa dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengubahan

komposisi solute darah oleh larutan lain (cairan dialisat) melalui membran

semipermeabel (membran dialisis). Tetapi pada prinsipnya, hemodialisis adalah

suatu proses pemisahan atau penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu

membran semipermeabel yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal baik akut maupun kronik (Suhardjono, 2014). Tujuan dari hemodialisa

adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah pasien ke

dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh

pasien. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis

dan ultrafiltrasi. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah

kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyebabkan penyembuhan atau

pemulihan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas

metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal ginjal

serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Suhardjono,2014).


9

2.1.2. Prinsip hemodialisa

Hemodialisis merupakan gabungan dari proses difusi dan ultrafiltrasi. Difusi

adalah perpindahan zat terlarut melalui membran semipermeabel. Laju difusi

terbesar terjadi pada perbedaan konsentrasi molekul terbesar. Ini adalah

mekanisme utama untuk mengeluarkan molekul kecil seperti urea, kreatinin,

elektrolit, dan untuk menambahkan serum bikarbonat. Zat terlarut yang terikat

dengan protein tidak dapat dibuang melalui difusi karena protein yang terikat

tidak dapat menembus membran (Suhardjono, 2014).

Sedangkan ultrafiltrasi adalah aliran konveksi (air dan zat terlarut) yang

terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik maupun tekanan osmotik.

Ultrafiltrasi terjadi karena perbedaan positif pada kompartemen darah dengan

tekanan negatif yang terbentuk pada kompartemen dialisat yang dihasilkan oleh

pompa dialisat. (Transmembran Pressure). Pada proses hemodialisis, proses difusi

dan filtrasi berjalan secara bersamaan serta dapat diprogram sesuai dengan

keadaan klinis pasien. Dalam proses hemodialisis, cairan dialisat mengalir

berlawanan arah dengan darah, sehingga tetap mempertahankan kecepatan difusi

yang optimal (Suhardjono, 2014).

2.1.3. Penatalaksanaan hemodialisa pada pasien

Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal

atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat

membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan

sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat


10

menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa

dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal

(Wijayakusuma, 2008).

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa

mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu

mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan

menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang

terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia

dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan

mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan

gejala (Smeltzer & Bare 2010).

Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal

jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga

merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis

yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya

memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium,

kalium dan cairan (Smeltzer & Bare 2010).

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.

Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,

antiaritmia dan antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar

kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa

menimbulkan akumulasi toksik (Smeltzer & Bare 2010).


11

2.2. Konsep dukungan keluarga


2.2.1. Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran,

dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap

anggota keluarga (Friedman, 2013). Setiadi (2008) mengatakan bahwa keluarga

adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk

kebudayaan yang sehat. Friedman (2013) juga menyebutkan bahwa keluarga

adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan

emosional serta yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari keluarga.

Definisi lain dari keluarga menurut U.S Bureau of the Census dalam Friedman

(2010) adalah terdiri atas individu yang bergabung bersama oleh ikatan

pernikahan, darah atau adopsi dan tinggal didalam suatu rumah tangga yang sama.

Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga

adalah sekumpulan orang yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, atau

adopsi yang biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap saling

memberikan perhatian, berinteraksi satu sama lain yang bertujuan untuk

menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik,

psikologis dan sosial anggota keluarga.


12

2.2.2. Tipe-tipe keluarga

Tipe keluarga yang bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang

mengelompokan dalam Setiadi (2008) terdiri atas:

a. Secara Tradisional

Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu: (a)

Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan

anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. (b)

Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota

keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-

bibi).

b. Secara Modern

Secara Modern (berkembangnya peran individu dan berkembangnya

rasa individualisme maka pengelompokkan tipe keluarga selain diatas adalah:

(a) Tradisional Nuclear adalah keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal

dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan

perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah. (b) Reconstituted

Nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan

kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan dalam satu rumah dengan


13

anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah. (c) Niddle Age/

Aging Couple adalah Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/kedua-duanya

bekerja dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena

sekolah/perkawinan/meniti karir. (d) Dyadic Nuclear adalah suami istri yang

sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satunya

bekerja diluar rumah. (e) Single Parent adalah satu orang tua sebagai akibat

perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal

dirumah atau diluar rumah. (f) Dual Carrier adalah suami istri atau keduanya

orang karir atau tidak mempunyai anak. (g) Commuter Married adalah suami

istri atau keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak tertentu.

Keduanya saling mencari pada waktu tertentu. (h) Single Adult adalah wanita

atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk

kawin. (i) Three Generation adalah tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu

rumah. (j) Institusional Adalah anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal

dalam suatu panti-panti. (k) Comunal adalah satu rumah terdiri dari dua atau

lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama

dalam penyedian fasilitas. (l) Group Marriage adalah satu perumahan terdiri

dari orang tua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap

individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari

anak-anak. (m) Unmarried Parent and Child adalah ibu dan anak dimana

perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi. (n) Cohibing Coiple adalah

dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin. (o) Gay and
14

Lesbian Family adalah Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis

kelamin sama. Gambaran tentang bentuk keluarga diatas ini melukiskan

banyaknya bentuk sruktur yang menonjol dalam keluarga saat ini, yang

penting adalah keluarga harus dipahami dalam konteksnya, label dan jenisnya

hanya berfungsi sebagai referensi bagi penataan kehidupan keluarga dan

sebuah kerangka kerja serta setiap upaya perlu memperhatikan keunikan dari

setiap keluarga.

2.2.3. Fungsi keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (2013) adalah sebagai

berikut:

a. Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan

segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan

dengan orang lain.


b. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan

menjaga kelangsungan keluarga.


c. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan

individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

Fungsi keluarga menurut UU No. 10 tahun 1992 PP No. 21 tahun 1994

dalam Setiadi (2008) adalah sebagai berikut:

a. Fungsi keagamaan: (1) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar

dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga. (2) Menerjemahkan agama


15

dalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga. (3)

Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan

dalam ajaran agama. (4) Melengkapi dan menambah proses kegiatan

belajar anak tentang keagamaan yang kurang diperolehnya disekolah atau

masyarakat. (5) Membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga

beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.


b. Fungsi budaya: (1) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin

dipertahankan. (2) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai. (3) Membina tugas

keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari pemecahan masalah

dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia. (4) Membina tugas-tugas

keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berperilaku yang baik

sesuai dengan norma Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.

(5) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras, dan seimbang dengan

budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma

keluarga kecil bahagia dan sejahtera.


c. Fungsi cinta kasih: (1) Menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang

telah ada antar anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara

optimal dan terus menerus. (2) Membina tingkah laku saling menyayangi

baik antar anggota keluarga secara kuantitatif atau kualitatif. (3) Membina

praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan rohani dalam keluarga

secara serasi, selaras, dan seimbang. (4) Membina rasa, sikap, dan praktik
16

hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang

sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera
d. Fungsi perlindungan: (1) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota

keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari

luar keluarga. (2) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis

dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar. (3)

Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal

menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.


e. Fungsi reproduksi: (1) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana

pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi

keluarga disekitarnya. (2) Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah

pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik, maupun mental.

(3) Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan

dengan waktu melahirkan, jarak antara 2 anak dan jumlah ideal anak yang

diinginkan dalam keluarga. (4) Mengembangkan kehidupan reproduksi

sehat sebagai modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia dan

sejahtera.
f. Fungsi sosialisasi: (1) Menyadari, merencanakan dan menciptakan

lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak

pertama dan utama. (2) Menyadari, merencanakan dan menciptakan

kehidupan keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan

dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik lingkungan

sekolah maupun masyarakat. (3) Membina proses pendidikan dan

sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan

kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang kurang diberikan


17

lingkungan sekolah maupun masyarakat. (4) Membina proses pendidikan

dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja dapat

bermanfaat perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju

keluarga kecil dan sejahtera.


g. Fungsi ekonomi: (1) Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun

didalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan

perkembangan kehidupan keluarga. (2) Mengelola ekonomi keluarga

sehingga terjadi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara

pemasukan dan pengeluaran keluarga. (3) Mengatur waktu sehingga

kegiatan orang tua diluar rumah dan perhatiannya terhadap anggota

keluarga berjalan serasi, selaras, dan seimbang. (4) Membina kegiatan dan

hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil

bahagia dan sejahtera.


h. Fungsi pelestarian lingkungan: (1) Membina kesadaran, sikap dan praktik

pelestarian lingkungan keluarga. (2) Membina kesadaran, sikap dan

praktik pelestarian lingkungan keluarga. (3) Membina kesadaran, sikap

dan praktik pelestrian lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara

lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya. (4)

Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup

sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

2.2.4. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas

dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (2013)

membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:
18

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun

yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian

dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan

perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan

seberapa besar perubahannya.


2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan

pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan

memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan

tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan

teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta

bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.


3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau

kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah

yang lebih parah tidak terjadi.


4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.


5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).


2.2.5. Pengertian dukungan keluarga
19

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia.

Dalam keluarga individu belajar memperhatikan orang lain dan bekerja sama.

Beberapa psikolog berpendapat bahwa kesehatan, kebahagiaan dan kestabilan

keluarga tergantung pada orang sekitar keluarga dan masyarakat. Dukungan

keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan

suatu masalah. Apabila ada dukungan, maka rasa percaya diri akan bertambah dan

motivasi untuk menghadapi masalah yang akan terjadi akan meningkat (Tamher

dan Noorkasiani, 2009).

Dukungan keluarga merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif

yang diberikan keluarga kepada salah satu anggota keluarga. Anggota keluarga

memandang bahwa orang yang mendukung selalu siap memberikan pertolongan

dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu

berfungsi dengan berbagai kemampuan, kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya,

hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga. Dukungan keluarga adalah

proses yang terjadi terus menerus disepanjang masa kehidupan manusia.

Dukungan keluarga berfokus pada interaksi yang berlangsung dalam berbagai

hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individu. Dukungan keluarga

adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 2013).

Menurut Francis dan Satiadarma (dalam Kartika, 2010) dukungan keluarga

merupakan bantuan bantuan sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga

dari anggota keluarga lainnya dalam rangka menjalankan fungsi –fungsi yang
20

terdapat didalam sebuah keluarga. Menurut Smet (2010) dukungan keluarga

merupakan salah satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial yang mencakup

dukungan emosional, adanya ungkapan persaan, pemberian informasi, nasehat,

dan bantuan material. Menurut Cohem dan Syme (dalam Anggina, 2010)

dukungan keluarga merupakan suatu keaddan yang bermanfaat yang diterima oleh

individu dari orang lain, sehingga individu mengetahui bahwa orang lain

memperhatikan, menghargai dan mencintainya.

2.2.6. Jenis dukungan keluarga

Menurut Friedman (2013) sumber dukungan keluarga terdapat berbagai

macam bentuk seperti :

1. Dukungan informasional

Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai pemberi

informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti,

informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.

2. Dukungan peniliaian atau penghargaan

Dukungan penilaian adalah keluarga yang bertindak membimbing dan

menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota

keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

3. Dukungan instrumental

Dukungan instrumental adalah keluarga merupakan sumber kebutuhan

keuangan, makan, minum dan istirahat.


21

4. Dukungan emosional

Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang aman dan damai

untuk istirahat serta pemulihan dan membantu penguasaan terhadap emosi.

Dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk adanya

kepercayaan dan Perhatian.

2.2.7. Sumber dukungan keluarga

Sumber dukungan keluarga adalah sumber dukungan sosial keluarga yang

dapat berupa dukungan sosial keluarga secara internal seperti dukungan dari

suami atau istri serta dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial

keluarga secara eksternal seperti paman dan bibi (Friedman, 2013).

2.2.8. Manfaat dukungan keluarga

Menurut Setiadi (2008), dukungan sosial keluarga memiliki efek terhadap

kesehatan dan kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan. Adanya dukungan

yang kuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari

sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Selain itu, dukungan keluarga

memiliki pengaruh yang positif pada pemyesuaian kejadian dalam kehidupan

yang penuh dengan stress.

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial keluarga berbeda-beda dalam berbagai

tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian dalam semua tahap siklus

kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan


22

berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya hal ini meningkatkan kesehatan

dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013).

2.2.9. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Menurut Rahayu (2008) faktor – faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga adalah :

1. Faktor internal

a. Tahap perkembangan

Dukungan ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini merupakan

pertumbuhan dan perkembangan, artinya setiap rentang usia mempunyai

pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda – beda.

b. Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel

intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan

pengalaman masa lalu. Kemempuan kognitif akan membentuk cara berpikir

seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor – faktor yang

berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan

untuk menjaga kesehatan dirinya.

c. Faktor spiritual
23

Aspek ini terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,

mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungn dengan keluarga dan

teman, dan kemampuan mencari harapan dalam arti hidup.

2. Faktor eksternal

a. Faktor sosioekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit

dan mempengaruhi seseorang mendefenisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.

Seseorang biasanya akan mencari dukungan dari kelompok sosialnya, hal ini akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi

tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala

penyakit yang dirasakan dan segera mencari pertolongan.

b. Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan

individu dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan

pribadi.

2.3. Kualitas hidup


2.3.1. Pengertian kualitas hidup

Menurut World Health Organozation (WHO) kualitas hidup didefenisikan

sebagai persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup,

ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan

hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal
24

ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis,

tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik

lingkungan Mereka.

Kualitas hidup menurut World Health Organozation Qualityof Life

(WHOQOL) dalam Nimas (2012), didefinisikan sebagai persepsi individu

mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai

dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang

ditetapkan dan perhatian seseorang.

Menurut Suhud (2009) kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati

penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis,

sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk

kebahagiaan dirinya maupun orang lain.

Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif dari individu terhadap kondisi

fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari yang

dialaminya (Urifah, 2012). Donald (dalam Urifah, 2012) menyatakan kualitas

hidup merupakan suatu terminology yang menunjukkan tentang kesehatan fisik,

sosial dan emosi seseorang serta kemampuannya untuk melaksanakan tugas

sehari-hari.

Menurut Cohan & Lazarus (dalam Handini, 2011) kualitas hidup adalah

tingkatan yang menggambarkan keunggulan seseorang individu yang dapat dinilai

dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan
25

hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi,

intelektual dan kondisi materi. Sedangkan Ghozali juga mengungangkap faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya adalah mengenali diri

sendiri, adaptasi, merasakan perhatian orang lain, perasaan kasih dan sayang,

bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.

Menurut Karangora (2012) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi

seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan tempat hidup

seseorang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standar dan kepedulian

selama hidupnya. Kualitas hidup individu yang satu dengan yang lainnya akan

berbeda, hal itu tergantung pada definisi atau interpretasi masing-masing individu

tentang kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup akan sangat rendah apabila

aspek-aspek dari kualitas hidup itu sendiri masih kurang dipenuhi.

Kualitas hidup merupakan sesuatu yang bersifat subyektivitas dan

multidimensi. Subyektivitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat

ditentukan dari sudut pandang pasien itu sendiri dan ini dapat diketahui hanya

dengan bertanya langsung pada pasien sedangkan multidimensi bermakna bahwa

kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara holistik

meliputi aspek biologis/fisik, psikologis, sosiokultural dan spiritual (Panthee &

Kritpracha, 2011).

Dari beberapa uraian tentang kualitas hidup diatas maka dapat ditegaskan

bahwa yang dimaksud dengan kualitas hidup dalam kontek penelitian ini adalah

persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupannya baik dilihat dari

konteks budaya maupun sistem nilai dimana mereka tinggal dan hidup yang ada
26

hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standart dan fokus hidup mereka

yang mencakup beberapa aspek sekaligus, diantaranya aspek kondisi fisik,

psikologis, sosial dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Raebun dan Rootman (Nimas, 2012) mengemukakan bahwa terdapat

delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu:

1. kontrol, berkaitan dengan control terhadap perilaku yang dilakukan oleh

seseorang, seperti pembahasan terhadap kegiatan untuk menjaga kondisi

tubuh.
2. Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan seberapa besar seseorang

dapat melihat peluang yang dimilikinya.


3. Keterampilan, berkaian dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat mengembangkan dirinya,

seperti mengikuti suatu kegiatan atau kursus tertentu.


4. Sistem dukungan, termasuk didalamnya dukungan yang berasal dari

lingkungan keluarga, masyarakat maupun sarana-sarana fisik seperti

tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas yang memadai

sehinga dapat menunjang kehidupan.


5. Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan dan

stress yang diakibatkan oleh tugas tersebut. Kejadian dalam hidup sangat

berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang harus dijalani, dan

terkadang kemampuan seseorang untuk menjalani tugas tersebut

mengakibatkan tekanan tersendiri.


27

6. Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang.

Sumber daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki oleh seseorang

sebagai individu.
7. Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada

lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat bencana.


8. Perubahan politik, berkaitan dengan masalah Negara seperti krisimoneter

sehingga menyebabkan orang kehilangan pekerjaan/mata pencaharian.

Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan pasienan orang lain,

perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.

2.3.3. Aspek-aspek kualitas hidup

Menurut World Health Organization Quality of Life (dalam Nimas, 2012)

terdapat empat aspek mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut:

1. Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-

obatan, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan,

tidur/istirahat, kapasitas kerja.


2. Kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance, perasaan

negative, perasaan positif,self-esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi,

berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.


3. Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, aktivitas

seksual.
4. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber finansial, kebebasan,

keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan sosial termasuk

aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan untuk


28

mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan, partisispasi

dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang

menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk

polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta transportasi.


2.3.4. Domain kualitas hidup pasien dialisis
World Health Organization/WHO dalam Nimas (2012) kualitas hidup

menyangkut dimensi yang lebih luas termasuk kesehatan fisik, psikologis, tingkat

kemandirian, hubungan sosial, keyakinan tentang penyakit yang diderita dan

lingkungan. Konsep kualitas hidup secara umum dibagi menjadi empat domain

yaitu domain kesehatan fisik dan fungsinya, domain sosial dan lingkungan,

domain psikologis, dan domain spiritual.


1. Domain kesehatan fisik
Domain pertama dalam kualitas hidup adalah domain kesehatan fisik

dan fungsiya. Domain ini mencakup beberapa elemen yaitu kemampuan

melakukan aktifitas sehari-hari, physical independence, ketergantungan pada

obat-obatan atau bantuan medis, nyeri, energi (kelelahan), istirahat dan tidur,

dan kemampuan fisik untuk melakukan pekerjaan yang harus

diselesekaikannya. Kesehatan fisik adalah hal yang harus dinilai dalam

mengevaluasi kualitas hidup individu.


2. Domain sosial dan lingkungan
Domain ini terkait dengan relasi personal, dukungan keluarga dan

sosial yang diterima dan aktivitas seksual. Domain ini terkait dengan keadaan

keuangan individu, menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat

mempengaruhi kebebasannya dirinya, meliputi kepuasan dengan kehidupan,

kebahagiaan secara umum, perawatan kesehatan yang diterima dan social

care.
3. Domain psikologis
29

Domain ini menggambarkan bagaimana individu memandang dirinya

sendiri terkait dengan kemampuan tubuh dan penampilannya. Domain ini juga

menggambarkan tentang perasaan positif dan bagaimana individu menilai

dirinya sendiri, serta kemampuan belajar, berfikir dan berkonsentrasi.


4. Domain spiritual
Domain ini meliputi kepuasan dengan diri sendiri, tercapainya tujuan

pribadi, kedamaian dalam pikiran, penampilan pribadi dan kepercayaan

kepada Tuhan. Spiritualitas merupakan dimensi penting yang harus

diperhatikan dalam penilaian kualitas hidup karena gangguan spiritualitas

akan menyebabkan gangguan berat secara psikologis termasuk ingin bunuh

diri (Bele et al., 2012).


2.3.5. Komponen kualitas hidup
University of Toronto dalam Nimas (2012) menyebutkan kualitas hidup

dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu kesehatan, kepemilikan, dan harapan.
a. Kesehatan
Kesehatan dalam kualitas hidup dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu

secara fisik, psikologis, dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan

fisik, personal hygiene, nutrisi, olahraga, pakaian dan penampilan fisik

secara umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian

psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri.

Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standar-standar pribadi dan

kepercayaan spiritual.
b. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam

kualitas hidup di bagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan sosial. Secara

fisik terdiri dari rumah, tempat kerja/sekolah, tetangga/lingkungan dan


30

masyarakat. Secara sosial dekat dengan orang lain, keluarga, teman/rekan

kerga, lingkungan dan masyarakat.

c. Harapan

Merupakan keinginan dan harapan yang akan dicapai sebagai

perwujudan dari individu seperti terpenuhinya nilai (prestasi dan aspirasi

individu) sehingga individu tersebut merasa berharga atau dihargai di dalam

lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya melalui suatu tindakan

nyata yang bermanfaat dari hasi karyanya

2.3.6. Dampak hemodialisa terhadap kualitas hidup

Klien hemodialisa mempunyai respon fisik dan psikologis terhadap tindakan

hemodialisa. Respon tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

karakteristik individu, pengalaman sebelumnya dan mekanisme

koping.Kelemahan berhubungan dengan gangguan pada kondisi fisik, termasuk

malnutrisi, anemia, uremia. Kelemahan fisik dapat menurunkan motivasi.

Kelemahan secara signifikan berhubungan dengan timbulnya gejala gangguan

masalah tidur, status kesehatan fisik yang menurun dan depresi yang dapat

mempengaruhi kualitas hidupnya. Seperti telah diuraikan sebelumnya, tindakan

hemodialisa sangat erat hubungannya dengan kualitas hidup pasien, dimana

kualitas hidup meliputi 4 aspek yaitu aspek fisik, psikologis, sosial dan

lingkungan(Bele et al., 2012).


31

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka konseptual

Kerangka konsep ini bertujuan untuk mengidentifikasi dukungan keluarga

(instrumental, informasional, emosional, pengharapan dan harga diri yang akan

dibagi mejadi tiga kategori dukungan keluarga yaitu dukungan keluarga baik,

cukup dan kurang ) dengan kualitas hidup (kesehatan, kepemilikan dan harapan)

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa yang dipengaruhi

oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, suku/etnis, pendidikan, penghasilan,


32

penyakit lain dan lamanya menjalani hemodialisa sehingga didapat kualitas

hidupnya tinggi, sedang dan rendah. Konsep kerja dari penelitian ini digambarkan

sebagai berikut :
Dukungan Keluarga
1. Dukungan
instrumental
2. Dukungan
emosional Dukungan Keluarga
3. Dukungan
1. Baik
informasional
Pasien Hemodialisa 2. Cukup
4. Dukungan
3. Kurang
penilaian
Kualitas Hdiup
Kualitas Hidup
1. Baik
1. Kesehatan 2. Buruk
2. Kepemilikan
3. Harapan

Skema 3.1. Kerangka Penelitian Dukungan Keluarga dan Kualitas Hidup Pasien

Hemodialisa.

3.2. Defenisi operasional

Tabel 1. Defenisi Operasional


Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala
Dukungan Bantuan berupa sikap, Kuesioner Baik Ordinal
Keluarga tindakan dan (Desita, = 63-74
penerimaan yang 2010) Cukup
diberikan keluarga pada = 38-62
pasien yang menjalani Kurang
hemodialisa sepanjang = 26-37
hidupnya yang terdiri
dari dukungan
instrumental,
emosional,
informasional, penilaian
33

Kualitas Kepuasan atau Kuesioner Baik Ordinal


Hidup kenikmatan yang (Desita, =63-100
didapat oleh pasien 2010) Buruk
yang menjalani =25-62
hemodialisa dalam
kehidupan sehari-hari
yang terdiri dari
komponen kesehatan,
kepemilikan, dan
harapan

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan

untuk mendapatkan gambaran tentang dukungan keluarga dan kualitas hidup

pasien hemodialisa di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.2. Populasi dan sampel penelitian

4.2.1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu

yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah
34

keseluruhan pasien yang menjalani hemodialisa rutin dalam satu bulan di RSUD

Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 136 orang.

4.2.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling. Purposive sampling adalah cara pengambilan sampel dengan

menetapkan ciri yang sesuai dengan tujuan dari penelitian. Adapun kriteria inklusi

sampel dalam penelitian ini adalah pasien hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Medan

yang menjalani proses hemodialisa rutin. Dapat berbahasa Indonesia serta

berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi sampel pada penelitian ini.

Menurut Arikunto (2011), jika jumlah populasi dalam penelitian kurang dari

100, maka lebih baik diambil semua sebagai sampel. Tetapi, jika jumlah populasi

besar dapat diambil antara 10-15% atau 15-25% atau lebih. Dari keseluruhan

populasi semuanya berjumlah 136 orang, maka sesuai pendapat diatas jumlah

sampel dalam penelitian ini dapat diambil 25% dari keseluruhan populasi.

Sehingga didapat jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 34 orang.

Rumus yang digunakan untuk pengambilan sampel (Arikunto, 2010) adalah:

n= 25% x N
n= 25% x 136
n= 34
Keterangan : n = jumlah sampel penelitian

N = Jumlah populasi seluruhnya


35

4.3. Lokasi dan waktu penelitian

4.3.1. Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan

pertimbangan untuk mempermudah peneliti memperoleh data yang diperlukan.

4.3.2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Februari 2018 sampai dengan

selesai. Sehingga dapat mengidentifikasi dukungan keluarga dan kualitas hidup

pasien hemodialisa.

4.4. Pertimbangan etik

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan

surat ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan setelah

mendapat izin dari RSUD Dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapatkan izin dalam

pengumpulan data, maka dilakukan pendekatan kepada responden dan

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

Peneliti tidak memaksa jika calon responden menolak untuk mengikuti

penelitian dan menghormati hak-haknya sebagai responden dalam penelitian ini

jika calon responden bersedia menjadi peserta penelitian maka responden diminta

menandatangi lembar persetujuan. Untuk menjaga kerahasiaan identitas

responden maka peneliti tidak mencantumkan nama dari responden (anonymity).

Nama responden dibuat dengan inisial. Selanjutnya identitas responden juga

dirahasiakan (confidentiality) dimana peneliti menjamin kerahasian informasi

responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
36

4.5. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini dibuat

dalam bentuk kuesioner. Kuesioner ini diambil dari penelitian sebelumnya yaitu

“Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal

Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan”

(Desita, 2010). Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu kuesioner pertama

mengenai data demografi, kuesioner kedua mengenai pernyataan tentang

dukungan keluarga dan kuesioner ketiga mengenai kualitas hidup pasien

hemodialisa.

a. Kuesioner data demografi

Kuesioner yang pertama berisi data demografi yang terdiri dari kode

responden, nama (inisial), jenis kelamin, umur, suku, agama dan berapa lama

menjalani hemodialisa. Data karakteristik demografi ditampilkan hanya untuk

melihat distribusi demografi dari responden saja dan tidak akan dianalisis

terhadap dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien hemodialisa.

b. Kuesioner dukungan keluarga

Kuesioner dukungan keluarga bertujuan untuk mengidentifikasi

dukungan keluarga terhadap pasien hemodialisa. Kuesioner ini dimodifikasi

dari penelitian sebelumnya yaitu “Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi


37

Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan” (Desita, 2010). Kuesioner

dukungan keluarga ini terdiri dari 20 pertanyaan, dimana masing-masing

komponen dukungan keluarga terdiri dari 4 pertanyaan yaitu dukungan

instrumental (No 1-4), dukungan informasional (No 5-8), dukungan emosional

(No 9-12), dukungan pengharapan (No 13-16) dan dukungan harga diri (No

17-20). Penilaian menggunakan skala likert yang terbagi mejadi dua bagian

yaitu penyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif dengan 4

pilihan jawaban yaitu sangat sering (SS) bernilai 4, sering (S) bernilai 3,

jarang (J) bernilai 2, dan tidak pernah (TP) bernilai 1. Pernyataan negatif

dengan 4 pilihan jawaban sangat sering SS) bernilai 1, sering (S) bernilai 2,

jarang (J) bernilai 3, dan tidak pernah (TP) bernilai 4. Nilai terendah yang

mungkin dicapai adalah 20 dan nilai tertinggi adalah 80.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (dalam Notoatmodjo,

2012), p = rentang/banyak kelas dimana p merupakan panjang kelas, dengan

rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) yaitu sebesar 60 dan banyak

kelas dibagi atas 3 kategori kelas untuk dukungan keluarga, maka akan

diperoleh panjang kelas sebesar 20. Dengan p = 20 dan nilai terendah 20

sebagai batas bawah kelas pertama, maka dukungan keluarga pada pasien

gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Khusus

Ginjal Rasyida Medan dikategorikan atas kelas sebagai berikut :

20-40 = Dukungan keluarga kurang

41-60 = Dukungan keluarga cukup

61-80 = Dukungan keluarga baik


38

Untuk kuesioner masing-masing komponen dukungan keluarga

(instrumental, informasional, emosional, pengharapan dan harga diri) nilai

tertinggi yang mungkin dicapai adalah 16 dan nilai terendah adalah 4. Maka

dukungan untuk masing-masing komponen dukungan keluarga tersebut dapat

dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

4-8 = Dukungan keluarga kurang

9-12 = Dukungan keluarga cukup

13-16 = Dukungan keluarga baik

c. Kuesioner kualitas hidup

Kuesioner kualitas hidup bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas

hidup pasien hemodialisa. Kuesioner ini diambil dan dimodifikasi dari

penelitian sebelumnya yaitu “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas

Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di

RSUP Haji Adam Malik Medan” (Desita, 2010). Kuesioner ini terdiri dari 25

pernyataan yang akan mewakili setiap komponen kualitas hidup yaitu

komponen kesehatan (No. 01-15), komponen kepemilikan (No. 16-20) dan

komponen harapan (No. 21-25). Kategori jawaban yaitu sangat sering (SS),

sering (S), jarang (J), dan tidak pernah (TP). Penilaian menggunakan skala

likert yang terbagi mejadi dua bagian yaitu penyataan positif dan pernyataan

negatif. Pernyataan positif dengan 4 pilihan jawaban yaitu sangat sering (SS)

bernilai 4, sering (S) bernilai 3, jarang (J) bernilai 2, dan tidak pernah (TP)

bernilai 1. Pernytaan negatif dengan 4 pilihan jawaban sangat sering (SS)

bernilai 1, sering (S) bernilai 2, jarang (J) bernilai 3, dan tidak pernah (TP)
39

bernilai 4. Kuisioner pernyataan positif yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 10, 11, 12,

13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24, dan 25. Kuisioner pernyataan negatif

yaitu nomor 6, 7, 8, 9dan 21. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 25

dan nilai tertinggi adalah 100.

Dengan menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (dalam

Notoatmodjo, 2012), p= rentang/banyak kelas dimana p merupakan panjang

kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) yaitu sebesar 75

dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk kualitas hidup maka akan

diperoleh panjang kelas sebesar 37. Dengan p = 37 dan nilai terendah 25

sebagai batas bawah kelas pertama, maka kualitas hidup dikategorikan atas

kelas sebagai berikut :

25.62 = Kualitas hidup buruk

63-100 = Kualitas hidup baik

Untuk kuesioner masing-masing komponen kualitas hidup (kesehatan

kepemilikan dan harapan) nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 20 dan

nilai terendah adalah 4. Maka kualitas untuk masing-masing komponen

kualitas hidup tersebut dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

4-12 = Kualitas hidup buruk

13-20 = Kualitas hidup baik

4.6. Validitas dan reliabilitas

4.6.1. Validitas
40

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan atau kesahihan

suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid adalah instrumen yang mempunyai

validitas yang tinggi (Arikunto, 2011). Tinggi rendahnya validitas instrumen

menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran

tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini

yaitu dengan uji validitas isi, yaitu dengan instrumen dibuat mengacu pada isi

yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini divalidasi oleh dosen keperawatan yang ahli dibidangnya.

4.6.2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2012). Uji

reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat ukur

dapat mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang baik

adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan

beberapa kali pada kelompok sampel yang sama.

Uji reliabilitas dilakukan sebelum mengumpulkan data kepada 30 subjek

yang sesuai dengan kriteria subjek studi kemudian peneliti menilai responnya. Uji

reliabilitas akan dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sumatera

Utara Medan terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa. Instrumen yang diuji yaitu kuesioner dukungan keluarga (20

pertanyaan) dan kuesioner kualitas hidup (25 pertanyaan). Suatu instrumen

dikatakan reliabel jika memiliki reliabilitas labih dari 0,70 (Polit & Hungler,
41

1995). Peneliti menggunakan komputer untuk analisis crobach’s alpha pada item

berkala.

4.7. Rencana pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Mengajukan surat permohonan izin melukakan penelitian pada RSUD

Dr. Pirngadi Medan.

2. Setelah mendapat izin peneliti mengadakan pendekatan terhadap calon

responden untuk mendapatkan persetujuannya sebagai sampel

penelitian.

3. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

kuesioner.

4. Sebelum mengisi kuesioner, responden terlebih dahulu diberi

penjelasan dan menandatangani informed concent sebagai tanda

persetujuan menjadi responden penelitian.

5. Responden menjawab pernyataan yang terdapat pada lembaran

kuesioner sesuai dengan petunjuk pada masing-masing bagian.

6. Mengingatkan responden untuk mengisi kuesioner sesuai dengan apa

yang dialami, dirasakan, dilakukan oleh responden dan harus diisi

sendiri.

Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan

diperiksa kelengkapannya

4.8. Analisa data


42

Semua data yang terkumpul, maka analisa data akan dilakukan melalui

beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu mengecek nomor

responden dan kelengkapannya serta memastikan bahwa semua jawaban telah

diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu

pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa,

tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari kueisoner ke dalam program

komputer, tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali

data yang telah dientry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Dilanjutkan

dengan analisa univariat.

Anda mungkin juga menyukai