Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam khazanah peradaban Islam persolan bahasa dan logika


muncul ketika terjadi perdebatan tentang kata dan makna antara Abu sa’id
al-Syirafi (893-950 M) dengan Abu Bisyr Matta (870-940 M). menurut sl-
Syirafi yang ahli bahasa, kata muncul lebih dahulu daripada makna, dan
setiap bahasa lebih merupakan cerminan dari budaya masyarakat masing-
masing. Sebaliknya, menurut Abu Bisyr Matta, makna ada lebih dahulu
disbanding kata, begitu pula logika muncul lebih dahulu daripada bahasa.
Makna dan logiika inilah yang menentukan kata dan bahasa, bukan
sebaliknya.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dapat berinteraksi secara


aktif dan melakukan transformasi dengan sesamanya tak lain karena ia
memiliki akal untuk berfikir. Al-Qur’an yang merupakan sumber autentik
dan absolut, yang tak diragukan lagi kebenaranya sangat menghargai
peranan akal ini. Bahkan, pertanyaan yang berupa seruan “untuk selalu
berfikir” bagi seseorang sangat banyak sekali dijumpai dalam berbagai
ayat, di antaranya : Al-Baqarah: 44, 76, Ali Imran: 65, Al-An’am: 32, Al-
A’raf: 169, Hud: 51, Yusuf: 109, Al-Anbiya’: 67, Al-Mukminun: 80, Al-
Qashash: 60, Shaffat: 138 (Lihat. Fathurrahman, pada sub kalimat “afalaa
ta’qilun”).

Dengan akal manusia dapat mengetahui sesuatu yang belum


diketahuinya. Atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang telah
diketahuinya, baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia yang
terkandung di dalamnya. Manusia karena akalnya menjadi makhluk unik
yang senantiasa terdorong untuk berfikir sepanjang hayatnya sesuai
dengan kemampuan befikir yang dimilikinya.Ketika manusia itu masih
diberi kehidupan, dan hidup dalam keadaan normal, selama itu pula

1
aktivitas berfikir tidak akan terlepas darinya. Manusia termasuk anda
selalu berambisi untuk mencari kebenaran dengan jalan berpikir. Pada saat
itulah ilmu logika berperan penting dalam mencari suatu kebenaran.

Akan tetapi, hasil pemikiran manusia, meskipun dengan


menggunakan akal tidak selalu benar. Hasil pemikirannya, kadang-kadang
salah meskipun ia telah bersungguh-sungguh berupaya mencari yang
benar. Kesalahan itu bisa saja terjadi tanpa unsur kesengajaan. Jika hal itu
memang terjadi, maka ia telah mendapat pengetahuan yang salah
meskipun ia yakin akan kebenarannya.

Oleh karena itu, supaya manusia aman dari kekeliruan berfikir dan
selamat dari mendapat kesimpulan yang salah, maka disusunlah kaidah-
kaidah berfikir atau metodologi berfikir ilmiah yang kita kenal ilmu
logika atau manthiq. Maka setidaknya, itulah yang menjadi latar
belakang penulisan makalah ini, meskipun di dalamnya hanya
menyinggung sebagaian kecil dari ilmu logika itu sendiri, seperti arti
logika. definisi logika scientific, klasifkasi dan hukum hukum logika.

2
1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian logika dalam al-quran?

2. Bagaimana sejarah logika?

3. Apa saja pengertian dan klasifikasi logika?

4. Apa definisi logika sceintific menurut ahli?

5. Apa saja hukum-hukum logika?

1.3 Tujuan masalah

1. Mengetahui apa pengertian logika dalam Al-qur’an.


2 . Memahami sejarah munculnya logika.
3. Mengetahui pengertian dan klasifikasi logika.
4. Memahami definisi logika scientific.
5. Mengetahui hukum-hukum logika.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian logika dalam al-qur’an

Sistem Penalaran menurut Al-Quran

Salah satu faktor terpenting yang dapat menghalangi perkembangan ilmu


pengetahuan terdapat dalam diri manusia sendiri. Para psikolog menerangkan
bahwa tahap-tahap perkembangan kejiwaan dan alam pikiran manusia dalam
menilai suatu ide umumnya melalui tiga fase. Fase pertama, menilai baik
buruknya suatu ide dengan ukuran yang mempunyai hubungan dengan alam
kebendaan (materi) atau berdasarkan pada pancaindera yang timbul dari
kebutuhan-kebutuhan primer. Fase kedua, menilai ide tersebut atas keteladanan
yang diberikan oleh seseorang; dan atau tidak terlepas dari penjelmaan dalam diri
pribadi seseorang. Ia menjadi baik, bila tokoh A yang melakukan atau
menyatakannya baik dan jelek bila dinyatakannya jelek. Fase ketiga (fase
kedewasaan), adalah suatu penilaian tentang ide didasarkan atas nilai-nilai yang
terdapat pada unsur-unsur ide itu sendiri, tanpa terpengaruh oleh faktor eksternal
yang menguatkan atau melemahkannya (materi dan pribadi).

Sejarah menunjukkan bahwa pada masa-masa pertama dalam pembinaan


masyarakat Islam, pandangan atau penilaian segolongan orang Islam terhadap
nilai al-fikrah Al-Quraniyyah (ide yang dibawa oleh Al-Quran), adalah bahwa ide-
ide tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pribadi Rasulullah
saw. Dalam perang Uhud misalnya, sekelompok kaum Muslim cepat-cepat
meninggalkan medan pertempuran ketika mendengar berita wafatnya Rasulullah
saw., yang diisukan oleh kaum musyrik. Sikap keliru ini lahir akibat pandangan
mereka terhadap nilai suatu ide baru sampai pada fase kedua, atau dengan kata
lain belum mencapai tingkat kedewasaannya.

Al-Quran tidak menginginkan masyarakat baru yang dibentuk dengan


memandang atau menilai suatu ide apa pun coraknya hanya terbatas sampai fase

4
kedua saja, karenanya turunlah ayat-ayat: Muhammad tiada lain kecuali seorang
Rasul. Sebelum dia telah ada rasul-rasul. Apakah jika sekiranya dia mati atau
terbunuh kamu berpaling ke agamamu yang dahulu? Siapa-siapa yang berpaling
menjadi kafir; ia pasti tidak merugikan Tuhan sedikit pun, dan Allah akan
memberikan ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur kepadaNya (QS
3:144).

Ayat tersebut walaupun dalam bentuk istifham, tetapi –sebagaimana


diterangkan oleh para ulama Tafsir– menunjukkan “istifham taubikhi
istinkariy” yang berarti larangan menempatkan “al-fikrah Al-Qur’aniyyah” hanya
sampai pada fase kedua. Ayat ini merupakan dorongan kepada masyarakat untuk
lebih meningkatkan pandangan dan penilaiannya atas suatu ide ke tingkat yang
lebih tinggi sampai pada fase ketiga atau fase kedewasaan. Ayat-ayat ini juga
melepaskan belenggu-belenggu yang dapat menghambat kemajuan ilmu
pengetahuan dalam alam pikiran manusia.

Untuk lebih menekankan kepentingan ilmu pengetahuan alam masyarakat,


Al-Quran memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merupakan ujian kepada
mereka: Tanyakanlah hai Muhammad! Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui? (QS 39:9).

Ayat ini menekankan kepada masyarakat betapa besar nilai ilmu


pengetahuan dan kedudukan cendekiawan dalam masyarakat. Demikian juga
ayat, Inilah kamu (wahai Ahl Al-Kitab), kamu ini membantah tentang hal-hal
yang kamu ketahui, maka mengapakah membantah pula dalam hal-hal yang
kalian tidak ketahui? (QS 3:66).

Ayat ini merupakan kritik pedas terhadap mereka yang berbicara atau
membantah suatu persoalan tanpa adanya data objektif lagi ilmiah yang berkaitan
dengan persoalan tersebut. Ayat-ayat semacam inilah yang kemudian membentuk
iklim baru dalam masyarakat dan mewujudkan udara yang dapat mendorong
kemajuan ilmu pengetahuan. Iklim baru inilah yang kemudian menghasilkan
tokoh seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan,

5
dan sebagainya. Ia-lah yang membantu Muhammad bin Ahmad menemukan
angka nol pada tahun 976, yang akhirnya mendorong Muhammad bin Musa Al-
Khawarizmiy menemukan perhitungan Aljabar. Tanpa penemuan-penemuan
tersebut, Ilmu Pasti akan tetap merangkak dan meraba-raba dalam alam gelap
gulita.

Al-Quran sebagai kitab petunjuk yang memberikan petunjuk kepada


manusia untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat dalam hubungannya
dengan ilmu pengetahuan adalah mendorong manusia seluruhnya untuk
mempergunakan akal pikirannya serta menambah ilmu pengetahuannya sebisa
mungkin. Kemudian juga menjadikan observasi atas alam semesta sebagai alat
untuk percaya kepada yang setiap penemuan baru atau teori ilmiah, sehingga
mereka dapat mencarikan dalilnya dalam Al-Quran untuk dibenarkan atau
dibantahnya. Bukan saja karena tidak sejalan dengan tujuan-tujuan pokok Al-
Quran tetapi juga tidak sejalan dengan ciri-ciri khas ilmu pengetahuan. Untuk
menjelaskan hal ini, berikut ini kami paparkan beberapa ciri-ciri ilmu
pengetahuan.

2.2 Sejarah logika

Nama logika pertama kali muncul pada Filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum
Masehi) tetapi dalam arti “seni berdebat”. Alexander Aphrodisias (sekitar
permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang
mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita.

Yunani adalah negeri asal ilmu mantiq atau logika karena banyak
penduduknya yang mendapat karunia otak cerdas. Negeri Yunani, terutama
Athena diakui menjadi sumber berbagai ilmu. Socrates, Plato, Aristoteles dan
banyak yang lainnya adalah tokoh-tokoh ilmiah kelas super dunia yang tidak ada
ilmuwan nasional dan internasional tidak mengenalnya sampai sekarang dan akan
datang. Tetapi, khusus untuk logika atau ilmu mantiq Aristoteleslah yang menjadi
guru utamanya.

6
Akan tetapi, meski Aristoteles terkenal sebagai “Bapak Logika”, itu tidak
berarti bahwa sebelum dia tidak ada logika. Segala orang ilmiah dan ahli filosofi
sebelum Aristoteles menggunakan logika sebaik-baiknya. Dalam literatur lain,
disebutkan bahwa Aristoteleslah orang yang pertama kali meletakkan ilmu logika,
yang sebelumnya memang tidak pernah ada ilmu tentang logika tersebut. Maka
tak heran jika ia dijuluki sebagai “Muallim Awwal” (Guru pertama). Bahkan
Filosof Besar Immanuel Kant mengatakan 21 abad kemudian, bahwa sejak
Aristoteles logika tidak maju selangkah pun dan tidak pula dapat mundur.

Sepintas, ada beragam pendapat tentang siapa peletak pertama ilmu logika
ini. Akan tetapi jika ditelisik lebih mendalam, maka akan tampak suatu benang
merah bahwa sebelum Aristoteles memang ada logika, akan tetapi ilmu logika
sebagai ilmu yang sistematis dan tersusun resmi baru muncul sejak Aristoteles,
dan memang dialah yang pertama akali membentangkan cara berfikir yang teratur
dalam suatu sistem.

Kecerdasan penduduk Yunani itulah barangkali yang telah menyebabkan


antara lain, lahirnya kelompok Safshathah. Kelompk ini dengan ketangkasan
debat yang mereka miliki menghujat dan malah merusak sistem sosial, agama dan
moral dengan cara mengungkap pernyataan-pernyataan yang kelihatannya sebagai
benar, tetapi membuat penyesatan-penyesatan pemikiran nilai dan moral.

Pada abad ke-7 Masehi berkembanglah agama islam di jazirah Arab dan
pada abad ke-8, agama ini telah dipeluk secara meluas ke Barat sampai perbatasan
Perancis sampai Thian Shan. Dizaman kekuasaan khalifah Abbasiyyah
sedemikian banyaknya karya-karya ilmiah Yunani dan lainnya diterjemahkan ke
dalam bahasa, sehingga ada suatu masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan
Abad Terjemahan. Logika karya Aristoteles juga diterjemahkan dan diberi nama
Ilmu Mantiq.

Di antara ulama dan cendikiawan muslim yang terkenal mendalami,


menerjemah dan mengarang di bidang ilmu Mantiq adalah Abdullah bin
Muqaffa’, ya’kub Ishaq Al-Kindi, Abu Nasr Al-farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-

7
Gahzali, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi dan banyak lagi yang lain. Al-Farabi, pada
zaman kebangkitan Eropa dari abad gelapnya malah dijuluki dengan Guru Kedua
Logika.

Kemudian menyusullah zaman kemunduran dibidang mantiq atau logika


karena dianggap terlalu memuja akal. Di antara ulama-ulama besar islam seperti
Muhyiddin An-Nawawi, Ibnu Shalah, Taqiyuddin ibnu Taimiyah, Syadzuddin at-
Taftsajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantiq. Namun komunitas
ulama dan cendikiawan Muslim membolehkan bahkan menganjurkan untuk
mempelajarinya sebagai penyempurna dalam menginterpretasikan hadits dan al-
Qur’an.1

Logika pertama kali muncul dengan adanya kisah Zeno dari Citium
(kuranglebih 340-265), disebutkan bahwa tokoh Stoa adalah yang pertama kali
menggunakan logika. Namun, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis
para filusuf mahzab Elea. Mereka telah melihat masalah identitas dan perlawanan
asas dalam realitis. Tetapi kaum sofislah yang membuat pikiran manusia sebagai
titik api pemikiran secara eksplisit. Gorgias (kuranglebih 493-375) dari
lionti(sicilia), mempersoalkan masalah dan bahasa, masalah penggunaan bahasa
dalam kegiatan pemikiran. Dapatkah ungkapan menyatakan secara tepat apa yang
ditangkap pikiran?.

Sokrates dengan metode sokratesnya, yakni ironi dan maieutika, defacto


mengembangkan metode induktif, dalam metode ini dikumpulkan contoh dan
peristiwa yang kongkret untuk kemudian dicari ciri umumnya.

Logika telah ada karena manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya


harus selalu berfikir, caraberfikir seperti ini disebut dengan logika Naturalis
(berfikir berdasarkan kodrat). Walaupun sebenarnya manusia belum mempelajari
hukum-hukum akal dan kaeda-kaedah ilmiah, namun secara praktis telah dapat
berfikir dengan teratur terutama dalam soal mudah-mudah. Namun jika manusia

1
AK, Baihaki, Ilmu Mantiq Teknik dasar Berfikir Logik, Jakarta, Dar Ulum Press, cet-2, 2001, hlm

8
memikirkan hal-hal yang sulit ia akan membutuhkan kaedah-kaedah ilmiah yaitu
logika.2

Mantiq (logika) sebagai ilmu di yunan pada abad ke 5 SM oleh para ahli
ahli filsafat yunani kuno. Dan yang pertama kali pencetusnya adalah Socrates,
kemudian dilanjutkan oleh plato dan disusun dengan rapi sebagai dasar falsafat
oleh Aristoteles, inilah sebab Beliau dinyatakan sebagai guru pertama kali dari
ilmu pengetahuan.

Dan selanjutnya banyak penambahan perubahan oleh filsuf-filsuf muslim, seperti


Al-Farabi, yang sering disebut sebagai mhaguru kedua dalam ilu pengetahuan.
Pada masa Al-Farabi ilmu logika dipelajari lebih rinci dan dipraktekkan, termasuk
dalam pentasdikan qodhiyah.

Dan perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, ilmu mantiq(logika)


banyak menyumbangkan baik pembahasan ataupun pervobaan percobaan yang
telah dilakukan oleh para ahli seperti, Discartes, Imanuel kant, dan para ahli
lainnya.3

2.3 Pengertian Dan Klasifikasi Logika


A. Pengertian logika

Logika berasal dari kata logis berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“kata” dan “ucapan” atau pikiran yang diucapkan selengkap lengkapnya. Jadi
scientia logika berarti ilmu tentang penalaran atau ilmu tentang berfikir.

Menurut istilah, logika adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang


membicarakan tentang aturan-aturan berfikir, agar dengan aturan itu dapat di
ambil suatu kesimpulan yang benar. Dan partap sing mehra damlam bukunyayang
berjudul “logika tradisional” memberikan sebuah definsi bahwa “logika itu adalah
suatu ilmu yang meberi aturan-aturan berfikir valid”.

2
Drs.Ali Abri, MA., PENGANTAR LOGIKA TRADISIONAL, Usaha nasional, surabaya, 1994, hlm 32
3
DRS. H. A. Basiq djalil, S.H., M.A., LOGIKA ILMU MANTIQ, Kencana, Jakarta, 2010, hlm 3

9
Muhammad nur ibrahim dalam bukunya ilmu mantiq berpendapat “ilmu
mantiq ialah suatu ilmu (undang-undang) yang membimbing manusia dalam
berfikir supaya terpelihara dari tergelincir dan menyelamatkan pengetahuannya
dari tersalah.

1. Dan dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa


logika Logika ilmu tentang undang-undang berfikir.

2. Logika adalah ilmu untuk mencari suatu dalil.

3. Logika adalah suatu ilmu untuk menggerakan fikiran kepada jalan


yang lurusdalam memperoleh suatu kebenaran.

4. Logika adalah suatu ilmu sebagai alat yang dapat dijadikan untuk
berfikir benar dan sistematis.

Sebagai suatu bagian dari filsafat, logika meletakkan landasan mengenai


ajaran berfikir, menganalisis, pengetahuan manusia dan proses terjadinya
pengetahuan itu, yang diselidiki bukan pengetahuan tentang alam atau tentang
kebudayaan atau mengenai manusia, melainkan mengenai pengetahuan.

Dan logika bukan membicarakan begaimanakah manusia (subyek) dapat


mengetahui dunia (obyek), atau apakah pengetahuan itu? Bagaimana cara manusia
mendapatkan pengetahuan, akan tetapi logika menelusuri bentuk-bentuk atau cara
serta jalan fikiran unruk sampai kepada kesimpulan yang benar. Jadi sasaran dari
logika adalah mencari pemikiran yang benar melalui undang undang logika.4

Suatu pengalaman yang menyatakan bahwa kita tidak hanya sering


berfikir tetapi kita harus berfikir, dan kita juga harus berfkir untuk kedepan
dengan , membuat rencana. De facto membuat rencana, bahkan merupakan
kewajiban dan keharusan bagi manusia betapapun keterbatasan rencana dan
antisipasi manusia.

4
Drs.Ali Abri, MA., PENGANTAR LOGIKA TRADISIONAL, Usaha nasional, surabaya, 1994, hlm 13

10
Dan pengalaman juga menyatakan bahwa kita sering tersesat dalam
berfikir. Memang setelah mengalami kesesatan kita dapat menganalisis kesesatan
kita dan menemukan sebab-sebabnya kesesatan itu. Tetapi hal ini terjadi secara
tidak formal tanpa pengetahuan dan kesadaran sehingga menjadi tidak sempurna
cara berfikir itu atau sering disebut dengan berfikir deduktif.5

a) klasifikasi logika

Klasifikasi merupakan proses pengelompokan sifat, hubungan, maupun


peranan masing-masing unsur yang terpisah dalam suatu keseluruhan untuk
memahami sesuatu konsep universal. Klasifikasi bergerak dari barang-barang,
kejadian-kejadian, fakta-fakta atau proses-proses alam kodrat individual yang
beraneka ragam coraknya, menuju ke arah keseluruhan yang sistematik dan
bersifat umum. Perbedaan antara klasifikasi dan analisis adalah sebagai berikut:
Analisis lebih erat hubungannya dengan proses yang semata-mata bersifat formal,
sedang klasifikasi lebih bersifat empirik serta induktif.

Pembedaan klasifikasi didasarkan atas sifat bahan-bahan yang akan


digolong-golongkan disebut dengan klasifikasi kodrati, dan maksud yang
dikandung oleh orang yang mengadakan penggolongan disebut dengan klasifikasi
buatan, dan juga klasifikasi gabungan antara keduanya yang disebut dengan
klasifikasi perantara atau klasifikasi diagnostik.

Klasifikasi kodrati ditentukan oleh susunan kodrati, sifat-sifat dan atribut-


atribut yang dapat ditemukan dari bahan-bahan yang tengah diselidiki. Klasifikasi
buatan ditentukan oleh sesuatu maksud yang praktis dari seseorang, seperti untuk
mempermudah penanganannya dan untuk menghemat waktu serta tenaga.
Klasifikasi diagnostik merupakan gabungan yang tidak sepenuhnya kodrati dan
juga tidak sepenuhnya buatan.

5
DR. W. Poespoprodjo, S.H, S.S, B.Ph,. L.Ph. LOGIKA SCIENTIFIKA PENGANTAR DIALEKTIKA DAN
ILMU,Pustaka grafika, Bandung, 1999, hlm 25

11
2.4 Definisi logika Scientifika

Logika scientifika adalah ilmu praktis normatif yang mempelajari hukum-


hukum, prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran manusia yang jika dipatuhi akan
membimbing kita mencapai kesimpulan-kesimpulan yang betul lurus, sah.

 Ilmu = Manusia mengerti bahwa mengerti,maka dapatlah ia


menyempurnakan pengertiannya. (Disini, meskipun mungkin menurut asal
kata tidak ada perbedaan yang jelas antara mengerti dan mengetahui,saya
dengan sengaja memakai istilah ‘pengertian’ dalam arti yang umum,
sedangkan pengetahuan dipakai untuk menunjuk pengertian yang ‘lebih
sempurna’ karna orang mengerti sebab-sebabnya).

Manusia dapat menyempurnakan cara-caranya menangkap realitas,


menunjukkan sifat-sifat suatu realitas, dan mencari sebab-sebab suatu realitas.
Dengan demikan, manusia tidak saja mengerti melainkan juga dapat mengeri
seluk-beluk objeknya.manusia tidak saja menemukan sesuatu, tetapi juga dapat
mempertanggungjawabkanhasil pertemuannya. Dia dapat mengerti betul-betul
apakah sebabnya ia berkata begini atau berkata begitu tentang suatu objek.

Demikianlah manusia mempunyai pengetahuan, yakni pengetahuan yang


disertai sebab-sebab pengertian yang dipertanggungjawabkan dengan dasar-dasar.
Tetapi pengetahuan bukanlah atau belumlah ilmu, karena belumlah ilmu karena
dibutuhkan pandangan, penelitian yang logis teratur bersifat kritis dan sistematis.
Untuk mendapatkan ilmu, orang masih harus menyempurnakan cara mengetahui
suatu objek dengan lebih seksama. Dengan demikian, dibutuhkan metode, yakni
cara pendekatan persoalan, melalui jalan yang ditetapkan, dipikirkan,
dipertanggungjawabkan terlebih dahulu. (Disini orang perlu waspada terhadap
kenyataan keterbatasan metode karena metode memprastrukturkan pikiran peneliti
sehinggaobjek tidak di tangkap sebagaimana mestinya).

Bahan-bahan yang diperoleh melalui jalan ini kemudian di banding-


bandingkan, dianalisis, dicari usur-unsurnya, sebab-akibatbnya, dipastikan sifat-
sifat yang umum. Kemudian disintesis kembali, dijadikan suatu pandangan yang

12
kritis, satu keseluruhan yang logis teratur dan berkaitan, satu sistem. Jadi, ilmu
dapat dirumuskan sebagai :

Kumpulan pengetahuan hasil penyelidikan pandangan logis teratur, kritis


dan sistematis terhadap suatu objek.

Logika scientifika memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut, meskipun sebagai


filsafat juga memiliki perbedaan fundamental dari ilmu valid lainnya. Logika
scientifika bahkan merupakan syarat mutlak eksistensi ilmu.

Pikiran kita mempunyai hukum-hukum kodrat, mempunyai bentuk-bentuk


dan prinsip yang harus diindahkan supaya dapat bekerja dengan baik. Hukum,
bentuk, dan prinsip-prinsip tersebut dapat di selidiki dan di kumpulkan. Hal
tersebut dapat dilaksanakan karena manusiaa dapat sadar akan kesadarannya. Batu
tidak sadar akan sesuatu pun, begitu juga pohon. Hewan tidak pernah sadar, tetapi
berlainan sekali dengan kesadaran manusia. Hewan tidak pernah sadar akan
kesadarannya sendiri, tidak pernah sadar akan dirinya sendiri dalam arti formal,
artinya sehingga dapat berkata : Aku . Apa sebab ? karena hewan bukan persona.
Berbeda dengan manusia.

Oleh karena itu logika dapat disebut sebagai suatu ilmu pengetahuan
kendatipun ia tidak disebut pure science. Hal ini dapat dilihat dari beberapa segi :
a.Logika mengatur penelitian hukum-hukum akal manusia sehingga menyebabkan
fikirannya dapat mencapai kebenaran.

b.Logika mempelajari aturan-aturan dan cara-cara berpikir benar.

c.Logika mempunyai bahasan yang berbeda dengan ilmu lain, disamping itu
logika juga mempunyai metode dan sistema yang tertentu.

Parta Sip Mehra juga menyetujui, bahwa logika merupakan suatu ilmu
yang mempersoalkan pemikiran dan beberapa proses pembantunya. Dengan cara

13
yang metodis dan sistematis ilmu ini mempelajari syarat-syarat yang mesti
dipenuhi.6

2.5 Hukum-hukum logika

Hukum-hukum yang dirumuskan adalah pedoman-pedoman. Setiap orang


harus berusaha untuk tidak melanggar hukum-hukum tersebut dalam proses
pemikirannya.

Diantara interpretasi normatif dan psikologis terdapat bentuk-bentuk yang


merupakan usaha-usaha menjawab masalah pendasar ciri normatif logika. Usaha-
usaha tersebut adalah penjelasan posteriori terhadap eksistensi hukum-hukum
logika. Hal-hal tersebut berkaitan dengan masalah status epistemologis hukum-
hukum logika hukum-hukum logika di ketahui melalui pengalaman (pengetahuan)
ataukah bersifat tidak bergantung pada pengalaman. Masalah lain juga muncul
logika itu bersifat sintetik atau analitik (yakni logika itu berbicara tentang
kenyataan atau tidak).

Penjelasan a priori dapat terlihat pada misalnya, pandangan Plato dan


kaum rasionalis. Mereka berdalil bahwa hukum logika diketahui manusia melalui
suatu pandangan rasional (rational insight). Pengakuan pancaindra hanya
merupakan releaser function. Hukum logika adalah hukum tentang realitas. Dan
inilah yang disebut pandangan yang bersifat a priori sintetik tentang logika.

Menurut Kant, hukum-hukum logika adalah hukum berpikir yang


menentukan syarat-syarat yang harus ada bagi terlaksananya pengalaman, empiri.
Sedangkan menurut George Boole, mahaguru matematika di Queen’s College,
Cork, Inggris dalam karyanya An Investigation of the Laws of Thought (1854,
hal.459) dikatakan : hukum-hukum logika ditentukan oleh struktur psikologis
manusia.

6
DR. W. Poespoprodjo, S.H, S.S, B.Ph,. L.Ph. LOGIKA SCIENTIFIKA PENGANTAR DIALEKTIKA DAN
ILMU,Pustaka grafika, Bandung, 1999, hlm 27-28

14
Menurut penjelasan a posteriori, empiri mempunyai peranan
menentukan bagi pengetahuan dan konstruksi hukum-hukum logika.
Disini dapat disebut eksponennya, yakni John Stuart Mill (1958). John
Dewey (1920), Alfred Tarski, Willard V.O Quine. Di dalam penjelasan
mereka dengan jelas ditekankan bahwa aturan logika bukanlah aturan yang
membatasi pemikiran manusia. Hukum logika adalah aturan evaluasi yang
bersifat relatif yang selalu dapat ditinjau kembali. Berpikir mempunyai
sifat terbuka. Bentuk-bentuk pikiran baru selalu dapat dikembangkan dan
bahkan mungkin dapat dijadikan norma. Dengan demikian, perkembangan
pemikiran dapat terjamin.7

7
DR. W. Poespoprodjo, S.H, S.S, B.Ph,. L.Ph. LOGIKA SCIENTIFIKA PENGANTAR DIALEKTIKA DAN
ILMU,Pustaka grafika, Bandung, 1999, hlm 34-35

15
BAB III

KESIMPULAN

Al-Quran tidak menginginkan masyarakat baru yang dibentuk


dengan memandang atau menilai suatu ide apa pun coraknya hanya
terbatas sampai fase kedua saja, karenanya turunlah ayat-ayat: Muhammad
tiada lain kecuali seorang Rasul. Sebelum dia telah ada rasul-rasul.
Apakah jika sekiranya dia mati atau terbunuh kamu berpaling ke agamamu
yang dahulu? Siapa-siapa yang berpaling menjadi kafir; ia pasti tidak
merugikan Tuhan sedikit pun, dan Allah akan memberikan ganjaran
kepada orang-orang yang bersyukur kepadaNya (QS 3:144).

Nama logika pertama kali muncul pada Filsuf Cicero (abad ke-1
sebelum Masehi) tetapi dalam arti “seni berdebat”. Alexander Aphrodisias
(sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang
mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus
tidaknya pemikiran kita.

Logika berasal dari kata logis berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “kata” dan “ucapan” atau pikiran yang diucapkan selengkap
lengkapnya. Jadi scientia logika berarti ilmu tentang penalaran atau ilmu
tentang berfikir.

Hukum-hukum yang dirumuskan adalah pedoman-pedoman. Setiap


orang harus berusaha untuk tidak melanggar hukum-hukum tersebut dalam
proses pemikirannya.

SARAN

Saya menyadari bahwa makalah saya banyak salah dan


kekurangan, oleh karena itu saya butuh kritik dan saran yang mendukung
dari bapak dan kawan semua. Wasalamualaikum
warahmatullahhiwabarakatuhu.

16
DAFTAR PUSTAKA

DR. W. Poespoprodjo, S.H, S.S, B.Ph,. L.Ph. LOGIKA SCIENTIFIKA


PENGANTAR DIALEKTIKA DAN ILMU,Pustaka grafika, Bandung, 1999.

Drs.Abri, Ali, MA., PENGANTAR LOGIKA TRADISIONAL, Usaha nasional,


surabaya, 1994.

DRS. H. A. Djalil, Basiq, S.H., M.A., LOGIKA ILMU MANTIQ, Kencana,


Jakarta, 2010.

AK, Baihaki, Ilmu Mantiq Teknik dasar Berfikir Logik, Jakarta, Dar Ulum
Press, 2001.

17

Anda mungkin juga menyukai