Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis
dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta
kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif
dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya
pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan
pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan, promotif dan
pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya
khusunya dibidang epidemiologi. Tujuan dilakukan surveilans yaitu mendapatkan
informasi epidemiologic tentang masalah kesehatan (penyakit) yang meliputi
gambaran masalah kesehatan menurut waktu, tempat dan orang ; determinan,
faktor risiko dan penyebab langsung terjadinya masalah tersebut. Manfaat
dilakukan surveilans yaitu informasi epidemiologi yang diperoleh dapat
digunakan untuk sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit (SKD-
KLB); pemantauan dan evaluasi program serta perencanaan program
penanggulangan masalah kesehatan (penyakit) yang bersangkutan.
Salah satu penyakit yang sering diderita oleh masyarakat terutama adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA
adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara
berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka
perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit
saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan
sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya
Chronic Obstructive Pulmonary Disease .
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dan
terbanyak menimbulkan akibat dan kematian (Gouzali, 2011). ISPA merupakan
salah satu penyakit pernafasan terberat dimana penderita yang terkena serangan
infeksi ini sangat menderita, apa lagi bila udara lembab, dingin atau cuaca terlalu
panas. (Saydam, 2011). ISPA sering disalah artikan sebahai infeksi saluran
penafasan atas, yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran
Pernafasan Akut. ISPA meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran
pernafasan bagian bawah.
Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di
dunia, karena penyebab ISPA merupakan salah satu hal yang sangat akrab di
masyarakat. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih
gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan keluhan penduduk adalah 25,0 persen. Period prevalence ISPA dihitung dalam
kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat
(28,3%), dan Jawa Timur (28,3%).
Di Jawa Timur angka kesakitan penderita ISPA di peroleh 28,3% kasus
ISPA dimana jumlah yang dilaporkan oleh kabupaten/kota adalah 84.392 orang.
Di Kota Malang angka keasakitan penderita ISPA sebanyak 20,11% kasus
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun
kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti
yang telah dilaporkan berdasarkan pernyataan yang telah telah dilakukan.
ISPA merupakan salah satu penyakit yang sedang marak pada 1 tahun
terkahir di wilayah Puskesmas Kendalkerep dari bulan September 2016 hingga
Agustus 2017. Sehingga penulis akan membahas sistem survilans ISPA,
menentukan prioritas masalah sistem survilans ISPA dan merencanakan
pemecahan masalah sistem survilans ISPA
.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana trend surveilans dalam tahun 2017?
2. Apakah penyebab peningkatan kasus ISPA di Puskesmas Kendalkerep pada
tahun 2017?
3. Bagaimana upaya Puskesmas dalam menangani kasus ISPA di Puskesmas
Kendalkerep pada tahun 2017?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui trend surveilans dalam tahun 2017.
2. Untuk mengetahui penyebab peningkatan kasus ISPA di Puskesmas
Kendalkerep pada tahun 2017.
3. Untuk mengetahui upaya Puskesmas dalam menangani kasus ISPA di
Puskesmas Kendalkerep pada tahun 2017.
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Puskesmas
A. Pengertian
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional
yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang
optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan
puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.
Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan dan
merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah :
1) Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
2) Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang tujuannya
untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu.
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program Puskesmas
merupakan program kesehatan dasar, meliputi :
1) Promosi kesehatan
2) Kesehatan Lingkungan
3) KIA & KB
4) Perbaikan gizi
5) Pemberantasan penyakit menular
6) Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik
(laboratorium dan farmasi)
B. Konsep Wilayah
Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab pemeliharaan
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. wilayah kerja puskesmas adalah
satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu
puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-
masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
C. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif yang ditujukan kepada
semua jenis dan golongan umur sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup
usia.
D. Pelayanan Kesehatan Integritas (Terpadu)
Sebelum di Puskesmas, pelayanan kesehatan di dalam suatu kecamatan
terdiri dari balai pengobatan, balai kesejahteraan ibu dan anak, usaha hygiene
lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan lain-lain.
Usaha-usaha tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri dan
langsung melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dengan
adanya sistem pelayanan melalui puskesmas, maka berbagai kegiatan pokok
puskesmas dilaksanakan bersama di bawah satu koordinasi dan satu pimpinan.
E. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat
kesehatan di masyarakat.
F. Fungsi Puskesmas
Adapun fungsi puskesmas yaitu:
1) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan
dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan
melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program
pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan,
upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan.
2) Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan,
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan
masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab
puskesmas meliputi:
a) Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat
pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas
tertentu ditambah dengan rawat inap.
b) Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat
publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,
keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan
masyarakat lainnya.
2.2 Konsep ISPA
A. Pengertian ISPA
Infeksi saluran napas akut dalam bahasa Indonesia juga di kenal sebagai
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) atau URI dalam bahasa Inggris adalah
penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan, hidung, sinus,
faring, atau laring.
Seringkali ISPA disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas.
ISPA adalah singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA dapat terjadi
pada saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA
adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun
demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan
benar dan dapat mengakibatkan kematian
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dan
terbanyak menimbulkan akibat dan kematian . ISPA merupakan salah satu
penyakit pernafasan terberat dimana penderita yang terkena serangan infeksi ini
sangat menderita, apa lagi bila udara lembab, dingin atau cuaca terlalu panas.
Dari kedua pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah, infeksi yang menyerang saluran
pernafasan atas yang disebabkan oleh bakteri dan virus serta akibat adanya
penurunan kekebalan tubuh penderita akibat populasi udara yang di hirup.
B. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. akteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
C. Klasifikasi ISPA
ISPA terdiri dari sekelompok kondisi klinik dengan etilogi dan perjalanan
klinik yang berbeda. Sampai saat ini ISPA diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Klasifikasi ISPA berdasarkan Lokasi Anatomis
a) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian Atas
Infeksi akut yang menyerang hidung sampai epiglotis dengan
organ adneksa misalnya: rhinitis akut, faringitis akut, sinusitis akut dan
sebagainya.
b) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian Bawah
Dinamakan sesuai dengan organ saluran pernafasan mulai dari
bagian bawah epiglotis sampai alveoli paru, misalnya: trakeitis, bronchitis
akut, bronkiolitis, pneumonia dan lain-lain.
2) Klasifikasi ISPA berdasarkan Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus , bakteri dan riketsia.
a) Virus
Virus penyebab ISPA antara lain: golongan mikrovirus, (termasuk
didalamnya virus influenza, virus parainfluenza dan virus campak),
adenovirus, koronavirus, pikornovirus.
b) Bakteri
Bakteri penyebab ISPA misalnya: streptokokus hemolitikus,
stafilokokus, pneumokokus, hemofilus influenzae, bordetela pertusis,
korine bacterium.
3) Klasifiksasi ISPA yang tercantum pada DTD
Dalam DTD (Daftar Tabulasi Dasar) yang disusun berdasarkan ICD
(International Classification of Disease) dan dipakai pada penyusunan laporan
data kesakitan dari puskesmas maupun rumah sakit, ISPA belum disusun
dalam satu kelompok penyakit. Diagnosis ISPA dalam daftar tersebut
merupakan gabungan dari klasifikasi anatomi dan etiologi, antara lain:
a) Difteria
b) Laringtis dan trakeitis akut
c) Batuk rejan
d) Bronkitis
e) Radang tenggorok
f) Pneumonia
g) Campak
h) Influenza
i) Tonsillitis akut
4) Klasifikasi ISPA berdasarkan Derajat Keparahan Penyakit
Klasifikasi ISPA berdasarkan derajat keparahan penyakit dapat dibagi
menjadi 3 yaitu:
a) ISPA ringan: Satu atau lebih dari tanda berikut: batuk, pilek, serak.
b) ISPA sedang: Pernafasan cepat lebih dari 50 per menit.
c) ISPA berat: Penarikan dada kedalam (Chest Indrawing).
D. Penyebab penyakit ISPA
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas.
Secara umum, pencemaran udara memiliki peranan penting dalam menimbulkan
infeksi saluran peranfasan dan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung
menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat
membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi
lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan daluran pernafasan
dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibatnya, penderita
akan mengalami kesulitan untuk bernafas sehingga benda asing tertarik dan
bakteri juga tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan tersebut, hal ini akan
mempermudah terjadinya infeksi saluran pernafasan.
Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar
kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini
banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu
rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan
bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah
mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak
nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung
zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen
yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Menurut WHO (World Health Organization = organisasi kesehatan dunia),
pengeluaran lendir atau gejala pilek terjadi pada penyakit flu ringan disebabkan
karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan/atau coronavirus. Penyakit ini
dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan
pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas
bagian atas.
E. Faktor resiko terjadinya ISPA
Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA. Hal ini
berhubungan dengan host, agent penyakit dan environment.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian ISPA antara lain :
1) Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
a) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-
lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-
laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering
terkena polusi udara.
b) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang
penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga
yang memasak sambil menggendong anaknya.
c) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas
kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan
upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang
kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang
mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang
penyakit ISPA.
2) Faktor biologis
a) Status gizi
Status gizi merupakan faktor resiko penting timbulnya pneumonia.
Gizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya ISPA. Hal ini di
karenakan adanya gangguan respon imun. Vitamin A sangat berhubungan
dengan beratnya infeksi. Grant melaporkan bahwa anak dengan defisiensi
vitamin A yang ringan mengalami ISPA dua kali lebih banyak daripada
anak yang tidak mengalami defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain
perbaikan gizi dan perbaikan ASI, harus di lakukan pula perbaikan
terhadap defisiensi vitamin A untuk mencegah ISPA.
b) Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran
udara kotor secara alamiah atau mekanis (Keman, 2004). Ventilasi
disamping berfungsi sebagai lubang pertukaran udara juga dapat berfungsi
sebagai lubang masuknya cahaya alami atau matahari ke dalam ruangan.
Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan dan kelembaban
yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan resiko kejadian ISPA.
Adanya pemasangan ventilasi rumah merupakan salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya penyakit ISPA (Nindya dan Sulistyorini, 2005).
c) Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak
kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam
ruangan rumah, terutama cahaya matahari di amping kurang nyaman,
juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya
didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat
merusakan mata.
Untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari, diperlukan
luas jendela minimum 20% luas lantai. Cahaya ini sangat penting karena
dapat membunuh bakteri patogen di dalam rumah misanya, basil TB. Oleh
karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang
cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau
kurang lebih 60 lux. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya
berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya.
Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat
membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan
kaca berwarna (Suryo, 2010).
d) Kepadatan Hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya. Artinya, luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload . Hal ini
tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya oksigen juga bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk
seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per
orang sangat relatif bergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang
tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk
kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah
penularan penyakit pernapasan jarak antara tepi tempat tidur yang satu
dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni
lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun
(Yusuf, 2008).
e) Berat badan lahir rendah (BBLR)
Berat badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat
ISPA. Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan
dengan BBLR. Sebanyak 22% kematian pada pneumonia di perkirakan
terjadi pada BBLR. Meta-analisis menunjukkan bahwa BBLR mempunyai
RR kematian 6,4 pada bayi yang berusia di bawah 6 bulan, dan 2,9 pada
bayi berusia 6-11 bulan.
f) Imunisasi
Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan
resiko terkena ISPA dan memperberat ISPA itu sendiri, tetapi sebetulnya
hal ini dapat di cegah. Di india, anak yang baru sembuh dari campak,
selama 6 bulan berikutnya dapat mengalami ISPA enam kali lebih sering
dari pada anak yang tidak terkena campak. Campak, pertusis, dan difteri
bersama-sama dapat menyebabkan 15-25% dari seluruh kematian yang
berkaitan dengan ISPA. Vaksin campak cukup efektif dan dapat mencegah
kematian hingga 25% usaha global dalam meningkatkan cakupan
imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka kematian ISPA
akibat kedua penyakit ini. Vaksin pneomokokus dan H. Influenzae type B
saat ini sudah di berikan pada anak anak dengan efektivitas yang cukup
baik.
3) Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu
a) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik
industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut
dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap
sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang
dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah
larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air
yang asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang
sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut
dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan
asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi
rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan
bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah
bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.
b) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000
bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida,
hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane,
methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya,
sehingga di bahan kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.
F. Tanda dan Gejala
Pada musim-musim dingin Penyakit ISPA tidak hanya menyerang mereka
yang usia dewasa, tetapi juga menyerang anak-anak. ISPA yang berlanjut menjadi
pneumonia (radang-radang) sering terjadi pada anak-anak terutama apabila
terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak
sehat.
Gejala klinis
1) Gejala ISPA ringan
Seorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika di temukan gejala sebagai
berikut :
a) Batuk.
b) Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara(misalnya
pada waktu berbicara atau menangis).
c) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C.
Jika menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di rumah
tidakperlu dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat diberi obat
penurun panas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik tetapi jika dalam
dua hari gejala belum hilang, harus segera di bawa ke dokter atau puskesmas
terdekat.
2) Gejala ISPA sedang
Seorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
a) Pernafasan lebih dari 50kali/menit pada anak umur kurang dari satu tahun
atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih
b) Suhu lebih dari 390’C.
c) Tenggorokan berwarna merah
d) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur
g) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
3) Gejala ISPA berat
Seorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringanatau
sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :
a) Bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis pada waktu
bernafas.
b) Tidak sadar atau kesadaran menurun.
c) Pernafasan berbunyi mengorok dan tampak gelisah.
d) Pernafasan menciut, sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
e) Nadi cepat lebih dari 60 kali/menit atau tidak teraba
f) Tenggorokan berwarna merah
ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas karenaperlu
mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan infus
G. Penatalaksanaan Kasus ISPA
Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan akut meliputi langkah-langkah
pencegahan dan pengobatan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna
menurunkan angka kejadian ISPA antara lain:
1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik sehingga tubuh memiliki daya tahan
yang optimal untuk melawan segala macam agen infeksi yang dapat
menyebabkan seseorang jatuh sakit.
2) Imunisasi. Vaksinasi juga dapat dilakukan dalam upaya pencegahan infeksi
beberapa jenis virus seperti influenza dan pneumonia. Namun, saat ini masih
kontroversial mengenai efektivitas pemberian vaksinasi pada usia lanjut yang
berhubungan dengan penurunan fungsi limfosit B pada kelompok geriatri.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan akan mengurangi risiko
terjadinya penyebaran agen infeksi dari luar.
4) Menghindari berhubungan dengan penderita ISPA untuk mencegah penularan
infeksi dari invidu satu ke individu lainnya.
Jika datang pasien dengan gejala ISPA seperti demam, nyeri badan, batuk,
nyeri tenggorokan dan pilek maka perlu dipertimbangkan penyebab infeksinya.
Apakah infeksi tersebut disebabkan oleh virus atau bakteri. Perlu ditanyakan
bagaimana riwayat penyakitnya meliputi onset, penggunaan obat yang telah
dilakukan sendiri oleh pasien, faktor risiko dan faktor komorbidnya. Dan jika
terdapat indikasi ISPA maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik untuk
mengidentifikasi tanda klinis yang relevan.
Pasien dengan infeksi virus maka tidak perlu pemberian antibiotik. Terapi
yang digunakan pada pasien adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien
dan membantu pasien mengurangi gejala yang muncul sementara tubuh berusaha
untuk mengeliminasi virus.3
Berikut ini adalah beberapa contoh gejala serta tindakan dan obat yang
dapat digunakan untuk meringankan gejala yang muncul pada pasien dengan
infeksi virus:
1) Demam dan nyeri
Kompres dingin, tirah baring, kompres hangat pada bagian tubuh yang
nyeri/pegal. Medikamentosa: analgesik (asetamenofen, ibuprofen).
2) Batuk dan sakit tenggorokan
Perbanyak minum air, menjaga kelembaban ruangan, kumur dengan air
garam hangat. Medikamentosa: ekspektoran, antitusif, kombinasi keduanya.
3) Pilek
Inhalasi uap hangat, spray pelega hidung, pelembab kulit untuk daerah
kemerahan sekitar hidung. Medikamentosa: dekongestan dan antihistamin.
Banyak pasien beranggapan semua penyakit infeksi perlu diberikan
antibiotik. Edukasi dan penyampaian informasi yang baik penting untuk
menjelaskan kepada pasien bahwa tidak semua kasus infeksi memerlukan
antibiotik. Pasien perlu tahu akan bahaya resistensi antibiotik pada penggunaan
yang tidak tepat. Pasien juga perlu diingatkan apabila sakitnya bertambah buruk
untuk segera datang ke unit kesehatan terdekat.3
Berdasarkan Adult Clinical Practice Guidelines Summary dari CMA
Foundation, penatalaksanaan pada ISPA dapat dikelompokan menjadi:3
1) Sinusitis Bronkhial Akut
a) Dengan antibiotik
Pasien dewasa dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas yang tidak
membaik dalam 10 hari atau tidak memburuk dalam 5-7 hari. Antibiotik
diberikan selama 7 hingga 10 hari. Jika setelah pemberian selama 72 jam,
reevaluasi pasien dan berikan antibiotik pilihan lain.
b) Tanpa antibiotik
Hampir semua kasus sinusitis akut dapat sembuh tanpa pemberian
antibiotik.
2) Faringitis
a) Dengan antibiotik
Jika pada gejala klinis ditemukan demam, eritema dan eksudat
tonsilofaringeal, petekie palatum, nyeri tekan dan pembesaran pada nodus
limfatikus servikal anterior dan tanpa disertai batuk. Diagnosis dipastikan
dengan kultur swab tenggorok atau deteksi antigen sebelum diberikan
antibiotik.
b) Tanpa antibiotik
Hampir seluruh kasus faringitis disebabkan oleh infeksi virus. Adanya
gejala seperti di atas tidak biasa ditemukan pada Strep grup A. dan
antibiotik tidak diperlukan pada pasien dengan konjungtivitis, batuk,
rinorea, diare dan tanpa demam.
3) Batuk Tidak Khas/Bronkhitis Akut
a) Dengan antibiotik
Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan eksaserbasi bakterial akut
pada bronchitis kronis dan PPOK. Pada pasien dengan kondisi yang lebih
berat dapat dipertimbangkan pneumonia. Pemeriksaan sputum tidak
banyak membantu untuk menentukan kebutuhan antibiotik.
b) Tanpa antibiotik
90% kasus ini merupakan kasus nonbakterial.
4) Infeksi Saluran Pernapasan Atas Nonspesifik
a) Tanpa antibiotik
Tidak ada indikasi untuk pemberian antibiotik. Pasien biasanya
mengharapkan terapi obat sehingga diperlukan edukasi yang baik tentang
penggunaan antibiotik dan terapi nonmedikamentosa.
5) Pasien rawat jalan dengan Pneumonia Community Acquired
a) Dengan antibiotik
Kultur gram sputum disarankan jika pasien merupakan pengkonsumsi
alkohol, mengalami obstruksi paru berat atau efusi pleura.
b) Tanpa antibiotik
Pertimbangkan untuk memondokkan pasien jika skor PSI > 90, CURB-65
≥ 2, tidak dapat mentoleransi pemberian oral, kondisi sosial yang tidak
stabil atau jika penilaian klnis tidak terdapat indikasi.
Namun, penatalaksanaan infeksi pada geriatri tidak hanya terfokus pada
penggunaan antibiotika saja. Pada pasien usia lanjut, telah terjadi perubahan
fungsi organ akibat proses penuaan serta faktor-faktor komorbid. Sehingga terjadi
perubahan pada proses distribusi obat, metabolisme obat, interaksi dan eksresi
obat. Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan ekskresi obat melalui ginjal
menurun sehingga diperlukan penurunan dosis obat-obat yang diekskresi oleh
ginjal. Perubahan motilitas gaster, penurunan permukaan untuk mengabsorpsi
obat dan peningkatan jumlah jaringan adipose akan mempengaruhi efektivitas
obat pada pasien geriatri.
Selain itu, juga perlu diperhatikan terapi pada penyakit komorbidnya dan
perbaikan keadaan umum yang meliputi nutrisi, hidrasi, oksigenasi, elektrolit dan
lain sebagainya. Penyakit komorbid yang berat serta keadaan umum yang jelek
sering menimbulkan sepsis.
Menurut Leipzig, prinsip pemberian obat yang benar pada usia lanjut antara
lain sebagai berikut:
1) Mengumpulkan informasi mengenai riwayat pengobatan lengkap, meliputi
semua obat termasuk obat tanpa resep dan vitamin serta riwayat alergi, efek
yang tidak diinginkan, merokok, alkohol, waktu pemberian dan siapa pemberi
obatnya.
2) Menghindari pemberian obat sebelum diagnosis ditegakkan jika keluhan
ringan atau tidak khas, atau jika manfaat pengobatan diragukan.
3) Menyesuaikan obat sesuai kebutuhan. Penggunaan obat tidak boleh terlalu
lama.
4) Mengenali farmakokinesis dan farmakodinamis dari obat yang digunakan.
5) Memulai pemberian obat dari dosis yang terendah dan menaikkan dengan
perlahan-lahan.
6) Menggunakan dosis yang cukup sesuai dengan standar dosis pemberian obat.
7) Memberikan dorongan pada pasien untuk patuh terhadap pengobatan. Kadang
diperlukan instruksi tertulis untuk memudahkan pasien mengingat waktu
berobat atau dengan meminta bantuan kerabat terdekat pasien untuk
mendampingi pasien selama pengobatan berlangsung.
8) Berhati-hati dalam menggunakan obat baru, terutama yang belum tuntas
dinilai pada kelompok usia lanjut.
H. Pencegahan ISPA
ISPA dapat dicegah melalui beberapa cara baik dengan menghindarkan
atau mengurangi faktor risiko maupun melalui beberapa pendekatan, yaitu dengan
melakukan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas
kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan ISPA,
penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang
tepat dan segera bagi kasus ISPA terutama pneumonia berat.
Untuk mencegah anak-anak terserang penyakit ISPA, beberapa tips berikut
dapat dijadikan panduan untuk melakukan pencegahan, antara lain:
1) Menjaga kesehatan anak agar memiliki daya tahan tubuh yang kuat dengan
pemberian gizi yang baik
2) Pemberian imunisasi pada anak
3) Menjaga kebersihan diri dan anak
4) Mencegah anak untuk berhubungan dengan seseorang yang sudah terjangkit
penyakit ISPA, tujuannya hanya agar anak tidak tertular penyakit ini.
Bagi orang dewasa, udara dingin bukanlah satu-satunya penyebab
terjadinya penyakit ISPA, masih ada beberapa hal yang mungkin sudah menjadi
gaya hidup yang kurang sehat, mungkin mereka menyasari bahwa kebiasaan
tersebut akan mengganggu mereka. Bagi laki-laki dewasa, kebiasaan merokok
merupakan salah satu faktor utama mereka dapat terjangkit penyakit ISPA.
Walaupun bukan satu-satunya tetapi tetap saja menjadi kawan terbesar untuk
menimbulkan penyakit ISPA pada orang dewasa.
Yang paling penting dalam melakukan penyembuhan terhadap orang
dewasa tidak hanya dengan pengobatan semata, tetapi juga dengan mengubah
gaya hidup yang kurang sehat. beberapa hal sederhana yang mampu membant
penyembuhan penyakit ISPA pada orang dewasa, antara lain :
1) Mengurangi rokok
2) Menggunakan masker ketika berkendara menggunakan motor, karena ketika
berkendara Anda terkadang melintasi daerah dimana tempat tersebut memiliki
kondisi udara yang kurang baik, berasap atau mungkin melintasi jalan yang
memiliki kapasitas debu yang lumayan banyak.
3) Memulai mengkonsumsi makanan sehat
4) Berkonsultasi ke dokter
Penyakit ISPA pada orang dewasa tidak seperti penyakit ISPA yang
mungkin dialami oleh anak-anak, karena mungkin lebih banyak faktor yang
disebabkan karena kebiasaan dari orang dewasa yang kurang sehat yang
menyebabkan mereka lebih sering terserang penyakit ISPA. Ketika seseorang
gagal dalam bernafas, akibatnya akan menjadi fatal bagi nyawa seseorang.
I. Pengendalian Penyakit ISPA
Upaya yang dilakukan dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi
saluran pernafasan akut (P2 ISPA) lebih difokuskan pada upaya penemuan secara
dini dan tata laksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita pneumonia
balita yang ditemukan. Upaya ini dikembangkan melalui suatu manajemen
terpadu dalam penanganan balita sakit yang datang ke unit pelayanan kesehatan
atau lebih dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Dengan
pendekatan MTBS semua penderita ISPA langsung ditangani di unit yang
ditemukan, namun bila kondisi balita sudah berada dalam pneumonia berat
sedangkan peralatan tidak mencukupi maka penderita langsung dirujuk ke fasilitas
pelayanan yang lebih lengkap.
Target penurunan angka kematian (40/1000) dan kesakitan (10%) karena
ISPA pada balita akan dapat dicapai jika 86% kasus ISPA pada balita dapat
dideteksi dan mendapat tatalaksana standar.
BAB III
HASIL SURVEILANS

1.1 Gambaran Umum Puskesmas


Puskesmas Kendalkerep adalah terletak di sebelah utara kota Malang,
dengan luas wilayah 559 ha, dan berada di wilayah kecamatan Blimbing yang
terdiri dari 4 kelurahan yaitu :
a. Kelurahan Bunulrejo : 200 ha, 21 RW, 135 RT
b. Kelurahan Kasatrian : 150 ha, 12 Rw, 70 RT
c. Kelurahan Jodipan : 90 ha, 8 RW, 85 RT
d. Kelurahan Polehan : 118,6 ha, 7 RW, 65 RT.
Puskesmas Kendalkerep memiliki batas-batas antara lain :
a. Utara : Wilayah Puskesmas Cisadea Kelurahan Purwantoro.
b. Selatan :Wilayah Puskesmas Kedung kandang Kelurahan
Kedungkandang.
c. Timur : Wilayah Puskesmas Pandanwangi Kelurahan Pandan Wangi
d. Barat : Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Kelurahan
Kedungkandang
Potensi alam yang dimiliki Puskesmas Kendalkerep adalah letaknya yang
cukup tinggi, yaitu 440-667 meter di atas permukaan laut. Kondisi iklim
Puskesmas Kendalkerep selama tahun 2017 tercatat rata-rata suhu udara berkisar
antara 15,8oC sampai 24,1oC. Sedangkan suhu maksimum mencapai 32,7oC dan
suhu minimum 17,5oC. Rata-rata kelembaban udara berkisar 69% - 85%, dengan
kelembaban maksimum 98% dan minimum mencapai 28%.
Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Puskesmas Kendalkerep
mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan dan musim kemarau. Dari
hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso, curah hujan yang relatif
tinggi selama tahun 2018 terjadi diawal dan penghujung tahun. Sedangkan curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yang mencapai 425 mm yang terjadi
selama 25 hari. Kecepatan angin maksimum terjadi pada bulan Januari.
3.1 Keadaan Penduduk
Informasi kependudukan sangat diperlukan dalam proses perencanaan dan
evaluasi pembangunan, termasuk didalamnya adalah kesehatan, karena penduduk
merupakan subyek sekaligus obyek pembangunan. Data penduduk dapat
diperoleh melalui beberapa cara, yaitu melalui sensus penduduk, registrasi
penduduk dan survey kependudukan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
ataupun yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Jumlah penduduk Puskesmas Kendalkerep Tahun 2016 berdasarkan angka
proyeksi mencapai 67.244 jiwa. Tingkat kepadatan pada Tahun 2016 berdasarkan
hasil proyeksi adalah 11.492,19 jiwa/ Km2, artinya setiap 1 Km2 di wilayah
Puskesmas Kendalkerep dihuni oleh 11.493 sampai 11.492 jiwa.
Rata-rata jiwa yang berada dalam satu rumah tangga adalah 4,13. Artinya
dalam satu keluarga terdiri dari 4 – 5 jiwa. Rasio jenis kelamin penduduk
Puskesmas Kendalkerep berdasarkan Proyeksi Penduduk Puskesmas Kendalkerep
Tahun 2016 menunjukkan dominasi perempuan. Secara umum, rasio jenis
kelamin penduduk Puskesmas Kendalkerep adalah 97,53. Artinya penduduk laki-
laki jika dibandingkan dengan penduduk perempuan di Puskesmas Kendalkerep
adalah dari 100 penduduk laki laki terdapat 97-98 penduduk perempuan.
Peningkatan jumlah penduduk Puskesmas Kendalkerep hingga Tahun 2016
tentunya akan menambah permasalahan sosial ekonomi di masyarakat. Kondisi ini
bisa berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat Puskesmas Kendalkerep.
Kepadatan penduduk dapat berpengaruh terhadap kasus penyakit tertentu dan
akan turut berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan Puskesmas Kendalkerep,
seperti polusi udara karena banyaknya kendaraan bermotor, polusi tanah karena
meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan oleh penduduk Puskesmas
Kendalkerep, polusi air karena terjadinya pencemaran air dimana-mana, dll.
Sedangkan komposisi penduduk Puskesmas Kendalkerep dirinci menurut
kelompok umur dan jenis kelamin, menunjukkan golongan umur tertinggi adalah
golongan umur 20 - 24 tahun yaitu sebesar 8.723 jiwa. Dari jumlah tersebut, kaum
wanita sebanyak 4.439 jiwa dan laki-laki sebanyak 4.284 jiwa. Sedangkan
golongan umur terbesar berikutnya adalah golongan umur 15 – 19 tahun dan
golongan umur 10 – 14 tahun. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada gambar
mengenai distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
pada gambar 2.
Keadaan ini menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk Puskesmas
Kendalkerep adalah kelompok usia produktif (usia 10 – 24 tahun).
3.2 Sumber Daya Kesehatan
a. Sarana Kesehatan
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan; Pemeliharaan, Peningkatan
kesehatan (promotif), Pencegahan penyakit (preventif), Penyembuhan penyakit
(kuratif), dan Pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Sedangkan usaha-usaha Kesehatan
Masyarakat meliputi:
1) Program Pelayanan Kesehatan Dasar
2) Program kesehatan ibu dan anak (KIA)
3) Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
4) Keluarga Berencana (KB)
5) Program Hygiene Sanitasi (HS) Lingkungan
6) Hygiene Perusahaan dan kesehatan kerja
7) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)
8) Program Gizi Masyarakat
9) Pemeriksaan, Pengobatan dan Perawatan Kesehatan Masyarakat
10) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
11) Usaha kesehatan gigi, mata dan jiwa
12) Rehabilitasi
13) Usaha-usaha farmasi dan laboratorium kesehatan
14) Statistik kesehatan
b. Pengendalian Penyakit ISPA
Upaya yang dilakukan dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi
saluran pernafasan akut (P2 ISPA) lebih difokuskan pada upaya penemuan secara
dini dan tata laksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita pneumonia
balita yang ditemukan. Upaya ini dikembangkan melalui suatu manajemen
terpadu dalam penanganan balita sakit yang datang ke unit pelayanan kesehatan
atau lebih dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Dengan
pendekatan MTBS semua penderita ISPA langsung ditangani di unit yang
ditemukan, namun bila kondisi balita sudah berada dalam pneumonia berat
sedangkan peralatan tidak mencukupi maka penderita langsung dirujuk ke fasilitas
pelayanan yang lebih lengkap.
Target penurunan angka kematian (40/1000) dan kesakitan (10%) karena
pneumonia pada balita akan dapat dicapai jika 86% kasus pneumonia pada balita
dapat dideteksi dan mendapat tatalaksana standar. Selama tahun 2016 terjadi
kasus pneumonia pada balita sebanyak 54 kasus dan keseluruhan ditangani, atau
1,05% dari perkiraan penderita pneumonia pada balita yang berjumlah 5.138.
c. Kasus Kematian Anak Balita
Kasus kematian anak balita juga menjadi perhatian lain dalam bidang
kesehatan selain daripada kasus kematian ibu melahirkan dan bayi. Sehingga hal
ini juga menjadi salah satu indikator penting dalam pembangunan kesehatan
mengingat hubungannya yang sangat erat dengan indikator pembangunan sumber
daya manusia.
Pada tahun 2016 kasus kematian anak balita sudah menurun jika
dibandingkan dengan kasus kematian pada tahun 2015, dimana tidak ada kasus
kematian anak balita pada tahun ini.
Menurunnya kasus kematian balita dapat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Diantara faktor tersebut adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang
permasalahan kesehatan, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan
perkembangan balita di posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, kualitas
pelayanan kesehatan, banyaknya program-program kesehatan yang mencapai
target dan sasaran, dll.
Menurut Hendrick L. Blumm, ada 4 faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Faktor tersebut yaitu : perilaku, pelayanan kesehatan,
lingkungan dan keturunan.
d. Sepuluh Besar Penyakit
Selama tahun 2016, penyakit terbanyak di Puskesmas Kendalkerep adalah
Hipertensi yang mencapai 6.203. Berturut-turut setelahnya adalah kasus ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang mencapai 6.061 kasus, Diabetes Militus
mencapaia 3.660 kasus, influenza (virus tidak diidentifikasi) mencapai 2.367
kasus. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan tahun 2015 dimana penyakit
terbanyak adalah ISPA sebanyak 6.904 kasus diikuti dengan hipertensi primer
dengan 6.724 kasus dan Diabetes Militus sebanyak 3.947 kasus.
Berikut ini daftar 10 besar penyakit selama 3 tahun terakhir :

Tabel 1. Sepuluh Besar Penyakit Puskesmas Kendalkerep 2014-2016


TAHUN
NO
2014 2015 2016
1 ISPA ISPA Hipertensi
2 Penyakit pd sistem Hipertensi ISPA
Otot
3 Peny.lain salauran Diabetes Militus Diabetes Militus
bag atas
4 Hipertensi Influenza Influenza
5 Peny.gusi & jaringan Hiperkolesterol Hiperkolesterol
periodental
6 Tukak Lambung Dermatitis Gastritis
7 Diabetes Militus Gastritis Dermatitis
8 Peny.Kulit &alergi Dispepsia Rheumatoid
9 Gangguan neurosa Rheumatoid Dispepsia
10 Peny.Pulpa & Batuk Fharingitis
jaringan peripikal

3.3 Data penyakit ISPA Di wilayah kerja Puskesmas Kendalkerep


Tabel Distribusi Kasus Penyakit ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin di
Puskesmas Kendalkerep Kabupaten Malang Tahun periode September 2016-
Agustus 2017

Tabel 2. Data kejadian ISPA bulan September 2016-Agustus 2017 di Puskesmas


Kendalkerep.

Bulan Laki-laki Perempuan Jumlah


September 201 294 495
Oktober 196 276 472
November 191 281 472 Sumber Data
: Desember 107 158 265 Puskesmas
Januari 250 362 612
Kendalkerep Februari 215 281 496 Tahun 2017
Maret 262 397 659
April 213 312 525
Mei 197 302 499
3.4 Data Juni 75 145 220 penjabaran
Juli 116 160 276 penyakit ispa
Agustus 139 226 365 berdasrakan
jenis Jumlah 1971 2889 4860 kelamin di
Wilayah kerja Puskesmas Kendalkerep
A. Desa Bunulrejo

B. Desa Kesatrian
C. Desa Jodipan

D. Desa Polehan
E. Desa Lain di Luar Wilayah Puskesmas yang berobat di Puskesmas
Kendalkerep
Dari hasil pencatatan dan pelaporan yang dilakukan di wilayah
Puskesmas Kendalkerep pada periode bulan September 2016 sampai Agustus
2017, didapatkan hasil bahwa trend penyakit pada 1 tahun terakhir adalah
penyakit ISPA . Jumlah penderita penyakit ISPA pada 1 tahun terakhir berjumlah
laki-laki 1971 orang dan perempuan 2889 orang yang masing-masing terbagi
dalam 4 wilayah / desa di dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas Kendalkerep.
Angka kejadian ISPA dalam 1 tahun terkahir mengalami penurunan
tetapi tidak cukup segnifikan. September terdapat 201 penderita laki-laki dan 294
penderita perempuan. Pada bulan Oktober terdapat penurunan kejadian ISPA yaitu
196 penderita laki-laki dan 276 penderita perempuan. Pada bulan November
terdapat 191 penderita laki-laki dan 281 penderita perempuan. Pada bulan
Desember terdapat penurunan kejadian ISPA yaitu 107 penderita laki-laki dan 158
penderita perempuan. Pada bulan Januari terdapat kenaikan kejadian ISPA yaitu
250 penderita laki-laki dan 362 penderita perempuan. Pada bulan Februari
terdapat penurunan kejadian ISPA yaitu 215 penderita laki-laki dan 281 penderita
perempuan. Pada bulan Maret terapat kenaikan kejadian ISPA yaitu 262 penderita
laki-laki dan 397 penderita perempuan. Pada bulan April terdapat penurunan
kejadian yaitu 213 penderita laki-laki dan 312 penderita perempuan. Pada bulan
Mei mengalami penurunan kejadian ISPA yaitu 197 penderita laki-laki dan 302
penderita perempuan. Pada bulan Juni mengalami penurunan kejadian ISPA yang
signifikan yaitu 75 penderita laki-laki dan 145 penderita perempuan. Pada bukan
Juli terjadi kenaikan kejadian ISPA yaitu 116 laki-laki 160 perempuan. Pada bulan
Agustus terdapat penderita laki-laki sebanyak 139 dan sedangkan penderita
perempuan sebanyak 226.

Angka kejadian ISPA tertinggi terjadi pada bulan Maret 2016 dengan
jumlah penderita sebanyak 659 orang dengan 262 penderita laki-laki dan 397
penderita perempuan. Sedangkan angka kejadian ISPA dalam 1 tahun terakhir
terendah pada bulan juni dengan jumlah penderita 220 orang dengan 75 penderita
laki-laki dan 145 penderita perempuan.

Jika dilihat berdasarkan tiap wilayah atau desa maka desa Bunulrejo
merupakan desa dengan penderita ISPA terbanyak dalam 1 tahun terakhir dengan
jumlah penderita yang mencapai 1221 ,yaitu penderita laki-laki sebanyak 541 dan
perempuan sebanyak 680 . sedangkan desa dengan penderita terendah terdapat
pada desa Kesatrian yaitu dengan jumlah total penderita yaitu 845 orang yaitu 319
penderita laki-laki dan 596 penderita perempuan.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Distribusi Penyakit ISPA berdasarkan jenis kelamin


Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu
spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi
seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Berdasarkan data
yang diperoleh pada bulan September 2016 hingga Agustus 2017 menunjukkan
bahwa kejadian ISPA lebih banyak terjadi pada perempuan yaitu 59% , sedangkan
laki-laki 41%. Menurut teori laki-laki lebih beresiko ISPA dibandingkan dengan
perempuan tetapi menurut fakta dilapangan bahwa perempuanlah yang beresiko
terkena ISPA dibandingkan laki-laki dikarenakan rentan terkena polusi rumah
tangga yang dihasilkan oleh bahan bakar masak dank arena perempuan rentan
terkena polusi asap rokok sehingga menjadi perokok pasif, sehingga data tersebut
tidak sesuai dengan hasil analisis data kegiatan SIBI (Surveilans ISPA berat di
Indonesia) yang menyatakan bahwa laki-laki lebih beresiko ISPA dibandingkan
perempuan.
4.2 Distribusi penyakit ISPA berdasarkan desa/kelurahan
Tempat tinggal / domisili adalah tempat bermukimnya suatu
masyarakat dalam jangka waktu yang lama dam bersifat menetap. Berdasarkan
data yang diperoleh pada pada bulan September 2016 sampai Agustus 2017
menunjukkan bahwa kejadian ISPA terbanyak terjadi pada desa Bunulrejo yaitu
penderita laki-laki sebanyak 541 dan perempuan sebanyak 680 dan terendah pada
desa Kesatrian yaitu penderita laki-laki sebanyak 319 dan perempuan sebanyak
596.
Menurut penanggung jawab surveilans ISPA di Puskesmas
Kendalkerep, kenaikan angka kejadian ISPA yang terjadi dari bulan September
2016 hingga bulan Agustus 2017 disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor
demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan. Selanjutnya adalah
faktor biologis meliputi status gizi, ventilasi rumah , pencahayaan, kepadatan
hunian , BBLR , imunisasi, dan yang terakhir adalah faktor polusi terbagi menjadi
2 aspek yaitu cerobong asap dan kebiasaan merokok.
Pencegahan dapat dilakukan dengan : Menjaga keadaan gizi agar tetap
baik; Immunisasi; Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan; Mencegah
anak berhubungan dengan penderita ISPA. Sedangkan usaha pemberantasan
antara lain dilakukan dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang terutama di
tujukan pada para ibu, pengelolaan kasus yang disempurnakan, serta gerakan
Immunisasi
Pada Puskesmas Kendalkerep telah dilakukan berbagai upaya untuk
menekan angka kejadian ISPA , salah satunya dengan melakukan pembinaan
terhadap bidan dan perawat desa karena beliaulah yang langsung berhadapan
dengan masyarakat sehingga dapat memberikan pengetahuan berupa penyuluhan
dan sosialisasi kepada masyarakat guna mengurangi angka kejadian ISPA di
wilayah Puskesmas Kendalkerep.
Pada tingkat Puskesmas , pelaksanaan pemberantasan ISPA merupakan
tanggung jawab bersama, dengan Kepala Puskesmas bertanggungjawab bagi
keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagaimana kita ketahui
sebagian besar kematian akibat pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat
pengobatan petugas kesehatan. Karena itu peran petugas kesehatan melalui
pemberdayaan masyarakat melalui peran aktif kader dengan bimbingan bidan
desa dan perawat desa akan sangat membantu menemukan kasus-kasus ISPA yang
perlu mendapatkan penanganan tenaga kesehahtan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Berdasarkan data yang diperoleh satu tahun terakhir yaitu dari bulan
September 2016 sampai Agustus 2017 bahwa kejadian ISPA terbanyak terjadi
pada perempuan dengan 59 % dan dengan jumlah 2889 daripada laki-laki
yaitu sebanyak 41% dan dengan jumlah 1971.
b. Berdasarkan data yang diperoleh satu tahun terakhir yaitu dari bulan
September 2016 sampai Agustus 2017 bahwa kejadian ISPA terbanyak terjadi
pada bulan Maret 2017 yaitu sebanyak 659 kasus dengan jumlah penderita
laki-laki sebanyak 262 orang dan perempuan 397 orang.
c. Berdasarkan data yang diperoleh satu tahun terakhir yaitu dari bulan
September 2016 sampai Agustus 2017 bahwa kejadian ISPA terendah terjadi
pada bulan Juni 2017 yaitu sebanyak 220 kasus dengan jumlah penderita laki-
laki sebanyak 75 orang dan perempuan 145 orang.
d. Berdasarkan data yang diperoleh satu tahun terakhir yaitu dari bulan
September 2016 sampai Agustus 2017 bahwa desa Bunulrejo merupakan desa
dengan angka kejadian ISPA terbanyak dengan jumlah penderita 1221 dengan
penderita laki-laki sebanyak 541 dan perempuan sebanyak 680.
e. Berdasarkan data yang diperoleh satu tahun terakhir yaitu dari bulan
September 2016 sampai Agustus 2017 bahwa desa Kesatrian merupakan desa
dengan angka kejadian ISPA terendah dengan jumlah total penderita 845
orang dengan 319 penderita laki-laki dan 596 penderita perempuan.

1.2 Saran
a. Diharapkan dapat menjadi masukan kepada pihak Puskesmas untuk
memberikan pengetahuan pada petugas kesehatan dipuskesmas berupa
pelatihan-pelatihan mengenai cara pencegahan ISPA.
b. Kepada masyarakat diharapkan agar menjaga kesehatan dengan
memperhatikan nutrisibagi tubuh dan PHBS, terutama untuk ibu-ibu agar
lebih memperhatikan kesehatan anak karena anak lebih rentan beresiko
terkena penyakit yang di sebabkan daya tahan tubuh yang lemah. Pemberian
ASI sangatlah penting di butuhkan oleh bayi dengan tujuan untuk
membentuk daya tahan si bayi tersebut agar terbentuk lebih kuat dalam
menghadapi resiko terkena penyakit.
c. Kita harus lebih memperhatikan resiko penyebab timbulnya penyakit ISPA
misalnya faktor lingkungan , faktor individu anak , dan faktor perilaku serta
selalu waspada terhadap tanda bahaya jika mengalami infeksi saluran
pernapasan.

Anda mungkin juga menyukai