Anda di halaman 1dari 11

MATERI ISLAM IPTEK

PERSPEKTIF PENCIPTAAN MANUSIA (PROSES, TUGAS, DAN


TUJUAN SERTA HAKIKAT)

1. PENDAHULUAN

Umat Islam berkeyakinan bahwa Allah SWT. adalah Wujud yang


Maha Kaya (artinya Dia tidak membutuhkan terhadap sesuatu). Jika
demikian mengapa manusia diciptakan? Apa tujuan dari penciptaanNya?
Tidak- kah hal ini berarti bahwa Allah SWT. adalah Wujud yang melalui
tujuan pen- ciptaan manusia membutuhkan atas se- suatu? Kalau seandainya
tidak mem- punyai tujuan, berarti perbuatan Allah SWT tersebut adalah sia-
sia? Untuk mengatasi persoalan di atas, jawabannya tidak terlepas dari dua
pokok proposisi, yaitu;

1. Allah SWT. adalah Wujud yang Maha Sempurna dan tidak


membutuhkan apapun dan tidak bergantung kepada siapapun.
2. Perbuatan Allah SWT tidaklah menuju kesia-siaan. Apa yang
dilakukan Nya pastilah memiliki tujuan, namun tujuan tersebut adalah
untuk objek (makhluq) bukan bagi pelaku perbuatan (Khaliq).

Allah SWT Maha Kaya dan Sempurna, tidaklah memiliki


kekurangan yang mendasari sebuah tindakan untuk mencapai tujuan.
Sebagaimana ulama teologi berkata: “Sesungguhnya perbuatan Allah
tidaklah didasari oleh tujuan.” Pengertiannya adalah; sesungguhnya
manfaat dan tujuan tersebut bukanlah akan kembali pada zat Allah,
dikarenakan bagaimana mungkin Dia sebagai Pemilik Kesempurnaan yang
Absolut menjadikan dan menutupi diri- Nya dengan kekurangan. Allah
SWT menciptakan segala sesuatu baik alam maupun manusia tiada yang
sia-sia, segalanya memiliki maksud dan tujuan. Sebagaimana firman Allah
SWT:
A. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA
1. Quran Surat AL-Mukminun ayat 12-14.
َ ْ َ َّ ُ َ ُ َ َ َ َ ََ
ْ‫ْج َعلن ُاه‬ ‫)ثم‬١٢(ْ ‫ي‬ ‫ْط ن‬
ٍ ِ ‫ْسالل ٍة ِْمن‬ ‫ َولقدْ خلقناْاإلن َسان ِْمن‬.2
َ َ َ َ ً َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ ُ ‫ْف َق َرار َْم ِك ن‬‫ُ َ ً ن‬
ْ‫)ث َّم ْخلقناْالنطفة ْعلقة ْفخلقنا‬١٣(ْ ‫ي‬ ْ ‫نطفة‬
َْ‫ْالع َظام‬ ْ َ َ َ َ ً َ َ َ ُ ْ َ ٍَ َ َ ًٍ َ ُ ِ ِ َ َ َ َ ْ
ِ َ ْ ‫ضغة ِْعظاما َْفكسونا‬ ‫العلق ْة م َضغ ْة ْفخلقنا ْالم‬
َْ‫ي‬ ُ َ ُ ‫ه‬ َ َ َ َ
‫اْآخ َر ْفتبارك ْاَّلل ْأحسن ْالخ ِال ِق ن‬ َ َ ً ْ َ ُ َ َ َّ ُ ً َ
‫اه خلق‬ ْ ‫لحماْثم ْأنشأن‬
(١٤(

Terjemahnya : “12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan


manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. 13. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh
(rahim). 14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”

Berdasarkan QS Al Mukminun 12-14 diatas, jelaslah bahwa proses


kejadian manusia baik secara fisik mapupun non fisik melalui 6 tahap,
yaitu :

 Tahap pertama adalah tahap Nutfah. Pakar embriolog


menamakannya sebagai “periode ovum” yakni proses
bertemunya antara sperma dan ovum yang kemudian
membentuk suatu zat baru dalam Rahim ibu atau dalam bahasa
al quran dinamakan fii qaraarin makiin (suatu tempat yang
kokoh). Pertemuan kedual sel tersebut dalam al quran disebut
dengan istilah nutfah amsyaj (qs al insaan :2)
 Tahap kedua adalah ‘alaqah. Banyak mufassir yang
mengartikan ‘alaqah adalah segumpal darah atau darah yang
membeku seperti al-‘alusi, al-qasimy.
Selanjutnya adb bin Muin Salim menjelaskan bahwa dengan
memilik bentuk dari kata ‘alaq yang tidak hanya berfungsi
sebagai kata benda tetapi juga kata sifat, maka kata ‘alaq
memberi implikasi bahwa manusia diciptakan dengan sifat
kodrati ketergantungan kepada selain dirinya. Dalam hal ini
manusia tidak hanya bergantung secara fisik selama dalam
Rahim ibunya, tetapi selain itu juga tetap bergantung kepada
Tuhan dan alam lingkungan demi kelangsungan hidupnya.

 Tahap ketiga adalah mudghah. Ibn Katsir memberikan


pengertian kata mudghah sebagai sepotong daging seukuran
dengan sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak berukuran . al-
ashafani mengartikannya sebagai sepotong daging seukuran
dengan sesuatu yang dikunyah dan belum masak. Mudghah ini
sebagaimana yang di jelaskan dalam surah al-Hajj:5 ada yang
mukhallaqah dang air mukhalaqah dalam arti ada yang
terbentuk secara sempurna da nada pula yang cacat. Hal ini
terkait dengan tahap sebelumnya yang oleh embriolog
dipandang sebagai periode penting dalam proses kejadian
manusia. Pada tahap selanjutnya mudghah tersebut dijadikan
sebagai tulang (’idzam) dan daging (lahm) sebagai tahapan
keempat dan kelima. Al-Maraghi berpendapat bahwa didalam
mudghah mengandung beberapa unsur, diantaranya terdapat
bahan-bahan yang membentuk tulang dan daging. Bahan
makanan yang dicerna oleh manusia juga mengandung kedua
unsur tersebut dan merupakan sumber tersebut merupakan
sumber terbentuknya darah.
 Setelah melalui beberapa tahapan diatas, Allah kemudian
menjadikan makhluk yang berbentuk lain, yakni bukan hanya
sekedar fisik, tetapi juga non fiisk sebagaimana dijelaskan
dalam surah Al-mukminun ayat 14, sehingga dikatakan bahwa
manusia adalah makhluk dua dimensional, makhluk jasmani
dan rohani.

3. Q.S AL HAJJ AYAT 5


ُ َُ ُ َ َ َ َّ َ ْ َ َ ‫اسْإن ُْكن ُتم نْف‬ َّ َ ُّ َ َ
ْ‫ابْث َّم ِْمن‬ ٍ ‫ر‬ ‫ت‬ ْ‫ن‬ ‫ْم‬
ِ ‫م‬ ‫اك‬ ‫ن‬ ‫ق‬ ‫ل‬‫اْخ‬ ‫ن‬ ‫إ‬ِ ‫ْف‬ ‫ث‬
ِ ‫ع‬ َ ‫ْال‬
‫ب‬ ‫ن‬ ‫ْم‬
ِ ٍ‫ب‬ ‫ي‬
‫ْر‬ ِ ِ ُ َ ِ
ُ ‫اْالن‬ ‫ياْأيه‬
‫َ ُ ُّ ن‬ ُ َ َ‫ُ َ َ ُ َ ِ ن‬ ‫ه‬ َ ‫ه‬
َ َ َ ُ َ ُ َّ َ َ ُ
َّ َ ُ
ْ‫ْف‬
ِ ِ ‫ن َطف ٍةْثم ِْم َنْعلق َ ٍةْثَم ِْمنْمضغ ٍ ُةْم ُخلق ٍة ُْوغ ِيْم ًخل ُق ٍة ِْلن ُبيْل َكمْ ُْۚون ِقر‬
َّ ُ ُ َ ُ َّ ‫َ ُ َ ى‬ ُ َ َ َ
ْْۖ‫ْطفالْث َّم ِْلتبلغواْأشدكم‬ ِ ‫اْلرح ِامْماْنشاء ِْإ َٰلْأج ٍلْمسًّمْثم َْنخ ِرجكم‬
ْ َ َ َ ْ َ َ ُّ ُ َّ‫َ ُ َ َ ن‬
ْ‫ْمن ُْيت َو ٰف َْو ِمنكم َْمن ُْي َرد ِْإ َٰلْأرذ ِلْال ُع ُم ِر ِْلكيال َْيعل َم ِْمن َْبع ِد ِْعل ٍم‬ ْ ‫و ِمنكم‬
َ َ َّ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ً َ َ َ َ َ ً َ
ْ‫ضْه ِامدةْف ِإذاْأن َزلناْعلي َهاْال َم َاءْاه نيت َْو َرَبت َْوأن َبتت ِْمن‬ ‫شيئاْ َْۚوت َرىْاْلر‬
َ ُ
ْ ٍ ‫ك ِلْزو ٍج َْب ِه‬
‫يج‬
Yang artinya :

“Hai manusia, kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur);


maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikanmu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
seumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,
agar Kami jelaskan kepadamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang
Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami
keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampai pada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS. 22:5)”
B. TUGAS HIDUP MANUSIA

Kedudukan manusia menurut Islam terbagi pada dua, yaitu sebagai


‘abullah dan khalifah. Al-Qur’an telah menjelaskan eksistensi manusia
sebagai ‘abd atau hamba Allah ini dalam klausa liya‟ buduni Q.S. al-
Zariyat 56 yang berbunyi : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. Kata abd sendiri dalam Al-
Qur’an pertamakali ditemukan dalam Q.S. al-Alaq: 10, kemudian dalam
bentuk kata kerja ditemukan dalam QS. al-Fatihah : 5. Dari dua
penggunaan kata ‘abd tersebut, terlihat bahwa konsep yang terkandung
meliputi dua aspek, yaitu subjek yang menyembah yaitu manusia dan
objek yang disembah

Pendapat para ulama beragam dalam merumumuskan makna ibadat


secara istilah. Ibnu Karsir memberikan definisi ibadat dengan menunjuk
sifatnya sebagai perbuatan yang menghimpun rasa kecintaan, penyerahan
diri yang sempurna dari seorang hamba kepada Tuhan dan rasa khawatir
yang mendalam terhadap penolakan Tuhan. Rasyid Ridha mengemukakan
bahwa ibadat adalah kesadaran jiwa akan keagungan yang tidak diketahui
sumbernya. Kekuatan, hakikat dan wujud sumber tersebut tak terjangkau
oleh manusia. Senada dengan pendapat ini Muhamad Syaltout
mengemukakan pengertian yang sama bahwa ibadat adalah kesadaran akan
adanya kekuasaan yang tak terbatas. Oleh karenanya tanpa kesadaran
tersebut ibadat tidak akan terwujud. Dari beberapa pengertian di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa kata “Abd mengandung pengertian
ibadah dalam makna penyerahan diri manusia pada hukum-hukum Allah
swt. yang menciptakannya. Dengan kata ‘Abd , Allah swt. ingin
menunjukkan salah satu kedudukan manusia sebagai hamba Allah yang
mengemban tugas-tugas peribadahan.

Manusia dalam perjalanan hidup dan kehidupannya pada dsarnya


mengemban amanah atau tugas-tugas, beban kewajiban dan tanggung
jawab yang dibebankan oleh Allah pada manusia agar dipenuhi. Dijaga
dan diperlihara dengan sebai-baiknya. Menjaga atau memelihara amanah
tersebut bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi memerlukan perjuangan
hidup untuk mewujudkannya. Dengan demikian sangat penting untuk
diketahui apa sesungguhnya yang di amanahkan Allah SWT kepada
manusia itu sendiri.

C. TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA

Terdapat beberapa ayat yang memiliki indikasi tentang maksud atau


tujuan penciptaan manusia, indikasi ter- sebut antara lain termuat dalam
ungkap- an seperti; al-ibadah, al-khilafah (khalifah) dan al-amanah. Ketiga
ungkapan kata tersebut tertuang dalam beberapa ayat al-Quran.

 Al-Ibadah

Ungkapan kata al-Ibadah beserta musytaq-nya dalam al-Quran terulang


sebanyak 275 kali (M. Fuad Abdul Baqiy, t.th.:560-565). Namun demikian
disini hanya akan dipaparkan beberapa ayat yang paling relevan dengan
pokok kajian, yaitu:

1. QS Al-Baqarah ayat 21:

ُ ‫َ ُ َ ه‬ َ ‫ْو هال ذ‬
َ ‫يْخ َل َق ُك م‬
َ ‫ُ ُ َ َّ ُ ُ ه‬ َّ َ َ
َ ‫اْأ ُّي‬
ْ ‫ين ِْم ن ْق ب ِل ك م ْل َع ل ك م‬ ِ ‫ذ‬
ِ ‫ْال‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ب‬‫واْر‬ ‫د‬ ‫ب‬ ‫ْاع‬ ُ
‫اس‬ ‫اْالن‬ ‫ه‬ ‫ي‬
َ ُ َّ َ
ْ‫ت ت ق ون‬
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-
orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,

2. QS Al-Dzariyat ayat 56:

ُ ُ َ َّ َ َ َّ ْ ُ َ َ َ َ
ْ‫ون‬
ِ ‫اإل ن س ِْإ َّل ْ ِل ي ع ب‬
‫د‬ ِ ‫و م اْخ ل ق ت ْال ِج ن ْو‬
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.
Ayat 21 dari surat al-Baqarah merupakan ajakan untuk
menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Ayat-ayat sebelumnya
menggambarkan beberapa kelompok manusia, yaitu kelompok orang-orang
kafir yang menolak hidayah dan kelompok orang-orang munafik.

Kemudian pada ayat 56 surat al- Dzariyat dijelaskan bahwa tujuan


hakiki dari penciptaan jin dan manusia adalah dalam rangka berubudiyah
kepada-Nya. Pada ayat sebelumnya diungkapkan bagaimana pengingkaran
orang-orang Quraisy terhadap kerasulan Muhammad bahwa mereka
menuding bahwa Muhammad adalah tukang sihir dan se- bagainya. Hal itu
bukanlah sesuatu yang baru, karena umat-umat sebelumnya juga berbuat
serupa ketika menolak para nabi yang diutus. Lalu Nabi Muhammad diajak
untuk berpaling dari mereka serta hendaklah ia senantiasa berzikir, sebab
itulah yang dapat mendatangkan manfaat bagi kaum beriman.

 Al-Khilafah

Lafaz al-khalifah dan yang se- makna dengannya (al-khalifah, al- khalaif
dan alkhulafa) terulang dalam al- Quran sebanyak 9 kali, yaitu dalam al-
Quran Surat al-Baqarah ayat 30, surat al- An’am ayat 165, surat al-A’raf
ayat 69 dan 74, surat Yunus ayat 14 dan 73,surat al-Namal ayat 62, surat
Fathir ayat 39 dan surat Shad ayat 26. (M.Fuad Abdul Baqiy, t.th.: 305).
Dalam hal ini akan dikemukakan beberapa ayat yaitu:

1. QS. al-Baqarah ayat 30


ََ ُ َ ً َ َ َ ‫ٌ ن‬ َ ‫ال َْر ُّب َك ْ ل ْل َم َال ئ َك ة ْإ ن ِن‬ َ
ْ ‫ض ْ خ ِل يف ة ْ ْۖق ال واْأ ت ج َع ُل‬ِ ‫ر‬ ‫ْاْل‬ ‫ْف‬
ِِ ‫ل‬ ‫اع‬
ِ ‫ْج‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ْق‬ ‫َو ِإ ذ‬
ُ ‫ْو ُن َق ِد‬
ْ‫س‬ َ ‫ْو َن ح ُن ُْن َس ِب ُح ْب َح م د َك‬
ِ
َ ‫اء‬ ِ ُ
َ ‫ْالد َم‬ ‫ك‬ ‫ف‬ ‫س‬ َ ‫اْو‬
‫ي‬ َ ‫يه‬َ ‫اْم ن ُْي ف س ُد ْف‬ َ ‫ف‬
َ ‫يه‬
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ ِ‫َ َ َ َ ن‬
ْ‫ل ك ْ ْۖق ال ِْإ ِن ْأ ع ل م ْم اَّْل ْت ع ل م ون‬

Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui"

Ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya mengungkap- kan betapa


banyaknya nikmat yang dianugerahkan kepada manusia beriman, dimana
mereka berpaling serta meng- hindarkan diri dari kemaksiatan dan ke-
kafiran sekaligus mengajak manusia lainnya menuju keimanan dan
ketaqwaan.

Khalifah adalah pengganti Allah yang mengatur urusan-Nya di


tengahtengah kehidupan manusia. Di samping itu khalifah juga dapat
dipahami sebagai “suatu regenerasi yang silih berganti dimana mereka
bertugas untuk me- makmurkan dan mensejahterakan bumi” (Hasan al-
Himshi, t.th: 6). Dengan demikian khalifah adalah hamba Allah yang
ditugaskan untuk menjaga ke- maslahatan dan kesejahteraan dunia.

Setelah itu, pada ayat ini Allah ungkapkan bahwa dia telah
mengangkat manusia sebagai klala’if al-ardh, di mana mereka melanjutkan
kedudukan, pekerjaan dan kekuasaan orang-orang sebelumnya. Dalam
menjalankan khilafah tersebut, terdapat ibrah dan pelajaran berharga bagi
mereka yang mau merenungi dan mendalaminya. Kemudian Allah
mengangkat derajat sebagian mereka dari yang lainnya, sehingga ada yang
kaya dan ada yang miskin, ada yang kuat dan ada yang lemah serta ada
yang alim dan ada yang bodoh. Semua itu dimaksudkan sebagai ujian dan
co- baan dimana kelak mereka akan mem- peroleh balasan sesuai dengan
amal dan perbuatan masing-masing. Itu semua adalah sunnah yang
digariskan Allah bagi kehidupan dunia.

 Al-Amanah

Ungkapan kata al-amanah terulang dalam al-Quran sebanyak 6


kali yang juga terdapat dalam enam ayat. Kata tersebut dalam bentuk
mufrad (tunggal/ singular) terulang sebanyak dua kali, sedangkan dalam
bentuk jamak/ plural terulang sebanyak empat kali. Ayat-ayat tersebut
terdapat dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 283, surat al-Nisa’ayat 58,
surat al-Anfal ayat 27, surat al- Mukminun ayat 8, surat al-Ahzab ayat 72
dan surat al-Ma’arij ayat 32.

Kemudian ada juga yang me- mahami bahwa al-amanah adalah


“se- suatu yang dititipkan kepada orang agar dijaga dan dipelihara untuk
kemudian dikembalikan lagi kepada yang me- nitipkan sebelumnya”. Al-
Amanah yang disebutkan dalam ayat ini adalah “sesuatu yang
dipercayakan Allah SWT kepada manusia agar dipelihara dan dijalankan
dengan penuh ketekunan dan istiqomah untuk kemudian hari di-
kembalikan kepada Allah yang telah menitipkan semuanya kepada manu-
sia”.(Thaba Thaba’iy, 1991 juz VII: 254).

Dengan demikian, ada dua hal me- narik terkait dengan makna al-
amanah dalam al-Quran, khususnya pada ayat yang sedang dibahas ini
yaitu: al-tha’ah (taat) dan tanggung jawab. Makna altha’ah nampaknya
lebih melihat kepada korelasi (munasabah) pada ayat-ayat sebelum dan
sesudahnya. Sedangkan makna kedua (tanggung jawab) lebih mengarah
kepada kesatuan dan keutuhan makna pada satu ayat terkait, sebab
tanggung jawab ini amat terkait dengan pembalasan (hisab) di akhirat
kelak. Adapun makhluq yang akan mempertanggungjawabkan seluruh
amal per- buatannya adalah manusia dan ini juga terkait dengan misinya
sebagai khalifah di bumi.

D. HAKIKAT PENCIPTAAN MANUSIA

Pembicaraan tentang manusia telah menjadi tema sentral dari zaman


ke zaman dan tidak pernah dijawab secara final. Meskipun telah banyak
analisa dan begitupula jawaban pemahaman tetntang siapa sebenarnya
manusia itu dan darimana asalnya.

Abu A’la Al-Maududy dalam The Meaning of the Qur’an dan dalam
the basic Principle of Understanding al-Quran sebagaimana yang dikutip
oleh Dawan Raharjo dalam bukunya yang berjudul “Insan Kamil; Konsep
Manusia Menurut Al-Quran.” Mengatakan bahwa tema sentral kandungan
al Quran adalah manusia.

Manusia dihadirkan oleh Allah dipermukaan bumi ini dengan


mengemban amanah dan tanggung jawab didalam kehidupannya, yakni
sebagai Abdi dan Khalifah-Nya. Manusia sebagai khalifah Allah mendapat
kuasa dan wewenang untuk melaksanakan pendidikan dalam rangka
mendidik dirinya sendiri sedangkan “Abd mengandung pengertian ibadah
dalam makna penyerahan diri manusia pada hukum-hukum Allah swt.
yang menciptakannya. Dengan kata ‘Abd , Allah swt. ingin menunjukkan
salah satu kedudukan manusia sebagai hamba Allah yang mengemban
tugas-tugas peribadahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Qasim Jar Allah Muhammad ibn Umar ibn Muhammad al-
Zamakhsyariy. 1995. al-Kasysyaf an Haqa’iq al-Tanzil wa al-
‘Uyun al- Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil, Beirut: Dar al-Fikr
Aisyah Bintu Syati. 1999. Manusia dalam Perspektif al-Quran, Penterjemah:
Ali Zawawi, judul asli: Maqal fi al-Insan, Dirasah Quraniyyah,
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Muhammad Hasan al-Himshi, Mufradat al-Quran, Tafsir wa Bayan, Beirut:
Dar al-Fikr, t.th
Muhammad Husein Thaba Thaba’iy. 1991. al-Mizan fi Tafsir al-Quran,
Beirut: Mu’assasah a-A’lami li al- Mathbu’at
Raghib al-Ashfahaniy, al-Mufradat fi Gharib al-Quran, Beirut: Dar al
Ma’rifah, 502
Muin Salim, Konsepsi Politik dalam al-Quran , Jakarta :LSIK &
Rajawali press, 1998.
Abu al-Fadhl Jamal al-Din Muhammad bin Mukram Ibn Manzhur, Lisan
al-Arab, Mishr: Dar Shadr & Dar Bairut, 1969, hlm. 11

Anda mungkin juga menyukai