Kelompok 1
Kelas 58
Anggota Kelompok:
1. Najuwa Hana (161610101009)
2. Oksalani Cahaya R (161610101013)
3. Ananda Regina (161610101014)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah umum Pancasila yang berjudul “Pancasila
dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia: Era Pra Kemerdekaan,
Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah umum Pancasila kelompok I pada semester
lima ini.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ibu Anis Syatul Hilmiah selaku dosen pengajar pada mata kuliah umum
Pancasila, yang telah membantu dan memberi masukan yang bermanfaat
untuk tercapainya tujuan belajar.
2. Teman-teman kelompok 2 dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalahini.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan–perbaikan agar kedepannya dapat tercipta kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
2
3
DAFTAR ISI
Cover ............................................................................................................................. 1
DaftarIsi......................................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan...................................................................................................... 4
DaftarPustaka ................................................................................................................ 15
4
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan
dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda
dengan masa yang sebelumnya.
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh
kehidupan Negara Replubik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur
penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar
Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada
Pancasila.
5
1.3 Tujuan
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak. Dalam bidang politik,
demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang
dianggap paling demokratis.
3. Periode 1959-1966.
Pada masa itu dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. dimana
demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat
sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada
kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan
penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi
otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi,
menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok
bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang
tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Untuk memberi arah perjalanan
bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme
ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian
nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang
memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia
internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat
ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai
ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi
rakyat sehingga dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang
terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi
dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu (Ikhsan, 2016).
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno
menghasilkan dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh
terhadap munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut yaitu mereka yang
memenuhi “anjuran” Presiden/ Pemerintah untuk “kembali ke Undang-
Undang Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam
Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara. Sedangkan pihak lainnya menyetujui
‘kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya dengan
8
Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
yang disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun,
kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante
(Anshari, 1981: 99). Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di
kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan
pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante .
Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul
dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut. Hasil pemungutan
suara menunjukan bahwa 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945 dan
119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945.
Kejadian ini menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah
Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang
kemudian dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan
diumumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00
di depan Istana Merdeka (Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden tersebut
berisi:
1. Pembubaran konstituante;
9
2.4 Pancasila Era Orde Baru
Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968. Pada
tanggal 22 Maret 1978 dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang
10
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Pasal 4 menjelaskan, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat
dan utuh”.
11
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
12
Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butir tersebut, kemudian pada
tahun 1994 disarikan/dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4.
Perbedaan yang dapat digambarkan yaitu: Sila Kesatu, menjadi 7 (tujuh) butir;
Sila Kedua, menjadi 10 (sepuluh) butir; Sila Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir;
Sila Keempat, menjadi 10 (sepuluh) butir; dan Sila Kelima, menjadi 11
(sebelas) butir. Sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangundangan
di negara Indonesia diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966.
Ketetapan ini menegaskan, “Amanat penderitaan rakyat hanya dapat diberikan
dengan pengamalan Pancasila secara paripurna dalam segala segi kehidupan
kenegaraan dan kemasyarakatan dan dengan pelaksanaan secara murni dan
konsekuen jiwa serta ketentuan-ketentuan UUD 1945, untuk menegakkan
Republik Indonesia sebagai suatu negara hukum yang konstitusionil
sebagaimana yang dinyatakan dalam pembukaan UUS 1945” (Ali, 2009: 37).
Ketika itu, sebagian golongan Islam menolak reinforcing oleh pemerintah
dengan menyatakan bahwa pemerintah akan mengagamakan Pancasila.
Kemarahan Pemerintah tidak dapat dibendung sehingga Presiden Soeharto
bicara keras pada Rapim ABRI di Pekanbaru 27 Maret 1980. Intinya Orba
tidak akan mengubah Pancasila dan UUD 1945, malahan diperkuat sebagai
comparatist ideology. Jelas sekali bagaimana pemerintah Orde Baru merasa
perlu membentengi Pancasila dan TAP itu meski dengan gaya militer. Tak
seorang pun warga negara berani keluar dari Pancasila (Pranoto dalam Dodo
dan Endah (ed.), 2010: 43). Selanjutnya pada bulan Agustus 1982
Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitu pengakuan
terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik harus
mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa (Pranoto dalam Dodo
dan Endah (ed.), 2010: 43-44). Dengan semakin terbukanya informasi dunia,
pada akhirnya pengaruh luar masuk Indonesia pada akhir 1990-an yang secara
tidak langsung mengancam aplikasi Pancasila yang dilakukan oleh pemerintah
Orde Baru. Demikian pula demokrasi semakin santer mengkritik praktek
pemerintah Orde Baru yang tidak transparan dan otoriter, represif, korup dan
manipulasi politik yang sekaligus mengkritik praktek Pancasila. Meski
13
demikian kondisi ini bertahan sampai dengan lengsernya Presiden Soeharto
pada 21 Mei 1998 (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed), 2010: 45).
2.5 Pancasila Era Reformasi
Bangsa Indonesia menilai bahwa penyimpangan atas makna UUD 1945 yang
telah dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru selain disebabkan oleh moral
penguasa negara, juga terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam
beberapa pasal UUD 1945. Oleh karena itu selain melakukan reformasi di bidang
politik yang harus melalui suatu mekanisme peraturan perundang-undangan juga
dikarenakan terdapat beberapa pasal UUD 1945 yang mudah diinterpretasikan
secara ganda, sehingga bangsa Indonesia perlu untuk mengadakan amandemen
terhadap beberapa pasal dalam UUD 1945 (Suwarno, 1993).
14
Beberapa produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam
reforasi hukum antara lain:
15
BAB III
PENUTUP
16
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang. 1981. Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan sejarah konsensus
nasional antara nasionalis Islami dan nasionalis `sekular` tentang dasar
negara Republik Indonesia 1945-1959 . Bandung: Pustaka Perpustakaan
Salman ITB
Dodo, S. Dan Endah (ed.). 1991. Santiaji Singkat Pancasila, Jakarta: PT. Gita
Karya
17