Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MATA KULIAH UMUM PANCASILA

“Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia: Era Pra Kemerdekaan,


Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi”

Kelompok 1
Kelas 58

Anggota Kelompok:
1. Najuwa Hana (161610101009)
2. Oksalani Cahaya R (161610101013)
3. Ananda Regina (161610101014)

Dosen Pengajar :Anis Syatul Hilmiah

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah umum Pancasila yang berjudul “Pancasila
dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia: Era Pra Kemerdekaan,
Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah umum Pancasila kelompok I pada semester
lima ini.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ibu Anis Syatul Hilmiah selaku dosen pengajar pada mata kuliah umum
Pancasila, yang telah membantu dan memberi masukan yang bermanfaat
untuk tercapainya tujuan belajar.
2. Teman-teman kelompok 2 dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalahini.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan–perbaikan agar kedepannya dapat tercipta kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jember, 9 September 2018

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

Cover ............................................................................................................................. 1

Kata Pengantar .............................................................................................................. 2

DaftarIsi......................................................................................................................... 3

Bab I Pendahuluan...................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 4

1,3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 5

Bab II Pembahasan ....................................................................................................... 6

2.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan ............................................................................... 6

2.2 Pancasila Era Kemerdekaan ...................................................................................... 8

2.3 Pancasila Era Orde Lama ........................................................................................ 11

2.4 Pancasila Era Orde Baru ......................................................................................... 12

2.5 Pancasila Era Reformasir ........................................................................................ 12

Bab III Penutup ........................................................................................................... 14

DaftarPustaka ................................................................................................................ 15

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan
dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda
dengan masa yang sebelumnya.
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh
kehidupan Negara Replubik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur
penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar
Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada
Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Pancasila dalam Era Pra Kemerdekaan?
2. Bagaimana Pancasila dalam Era Kemerdekaan?
3. Bagaimana Pancasila dalam Era Orde Lama?
4. Bagaimana Pancasila dalam Era Orde Baru?
5. Bagaimana Pancasila dalam Era Reformasi?

5
1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengetahui Pancasila dalam Era Pra Kemerdekaan?


2. Mahasiswa mampu mengetahui Pancasila dalam Era Kemerdekaan?
3. Mahasiswa mampu mengetahui Pancasila dalam Era Orde Lama?
4. Mahasiswa mampu mengetahui Pancasila dalam Era Orde Baru?
5. Mahasiswa mampu mengetahui Pancasila dalam Era Reformasi?

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan


2.2 Pancasila Era Kemerdekaan
2.3 Pancasila Era Orde Lama
Pada masa orde lama yaitu pada masa kekuasaan presiden Soekarno,
Pancasila mengalami ideologisasi. Pada masa ini Pancasila berusaha untuk
dibangun, dijadikan sebagai keyakinan, kepribadian bangsa Indonesia.
Presiden Soekarno, pada masa itu menyampaikan ideologi Pancasila
berangkat dari mitologi atau mitos, yang belum jelas bahwa pancasila dapat
mengantarkan bangsa Indonesia ke arah kesejahteraan. Tetapi Soekarno tetap
berani membawa konsep Pancasila ini untuk dijadikan ideologi bangsa
Indonesia.
Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang
berkembang pada situasi dunia yang ketika itu diliputi oleh kekacauan dan
kondisi sosial-budaya berada di dalam suasana transisional dari masyarakat
terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa pencarian bentuk
implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama.
1. Periode 1945-1950
Pada masa ini, dasar yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945
yang presidensil, namun dalam prakteknya system ini tidak dapat terwujudkan
setelah penjajah dapat diusir. Persatuan rakyat Indonesia mulai mendapatkan
tantangan, dan muncul upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar
Negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun
pada tahun 1948 dan olen DI/TII yang ingin mendirikan Negara dengan agam
Islam.
2. Periode 1950-1959
Pada periode ini, penerapan pancasila diarahkan sebagai ideologi liberal
yang pada nyatanya tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan. Walaupun
dasar Negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat tidak berjiwakan

7
musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak. Dalam bidang politik,
demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang
dianggap paling demokratis.
3. Periode 1959-1966.
Pada masa itu dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. dimana
demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat
sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada
kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan
penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi
otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi,
menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok
bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang
tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Untuk memberi arah perjalanan
bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme
ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian
nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang
memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia
internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat
ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai
ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi
rakyat sehingga dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang
terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi
dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu (Ikhsan, 2016).
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno
menghasilkan dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh
terhadap munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut yaitu mereka yang
memenuhi “anjuran” Presiden/ Pemerintah untuk “kembali ke Undang-
Undang Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam
Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara. Sedangkan pihak lainnya menyetujui
‘kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya dengan

8
Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
yang disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun,
kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante
(Anshari, 1981: 99). Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di
kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan
pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante .
Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul
dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut. Hasil pemungutan
suara menunjukan bahwa 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945 dan
119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945.
Kejadian ini menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah
Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang
kemudian dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan
diumumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00
di depan Istana Merdeka (Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden tersebut
berisi:

1. Pembubaran konstituante;

2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan

3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Dalam mengimplementasikan pancasila, presiden Soekarno melaksanakan


pemahaman pancasila dengan paradigma yang disebut dengan USDEK. Untuk
mengarahkan perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang
teguh UUD 1945, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi
terpimpin dan kepribadian nasional. Akan tetapi hasilnya terjadilah kudeta
PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Dengan adanya pertentangan
yang sangat kuat ditambah carut marutnya perpolitikan saat itu, maka Ir.
Soekarno pun dilengserkan sebagai Presiden Indonesia, melalui sidang MPRS.
2.4

9
2.4 Pancasila Era Orde Baru

Setelah jatuhnya Ir. Soekarno sebagai presiden, selanjutnya Jenderal


Soeharto yang memegang kendali terhadap negeri ini. Dengan berpindahnya
kursi kepresidenan tersebut, arah pemahaman terhadap Pancasila pun mulai
diperbaiki. Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967 Presiden Soeharto
mengatakan, “Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin
bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu, Presiden Soeharto
juga mengatakan, “Pancasila sama sekali bukan sekedar semboyan untuk
dikumandangkan, Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedar
dikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan
(Setiardja, 1994: 5).

Pancasila dijadikan sebagai political force di samping sebagai kekuatan


ritual. Begitu kuatnya Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1
Juni 1968 Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan
hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jika ada
pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah Pancasila dan menyimpang dari
Pancasila pasti digagalkan (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 42).
Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi
Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan
Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:

 Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa

 Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab

 Tiga : Persatuan Indonesia

 Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/ perwakilan

 Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968. Pada
tanggal 22 Maret 1978 dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang

10
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Pasal 4 menjelaskan, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat
dan utuh”.

Nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan


Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) tersebut meliputi 36 butir,
yaitu:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
A. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan masingmasing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
B. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina
kerukunan hidup.
C. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
D. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab

A. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban


antara sesama manusia.
B. Saling mencintai sesama manusia.
C. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan teposeliro.
D. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
E. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
F. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
G. Berani membela kebenaran dan keadilan.
H. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja
sama dengan bangsa lain.

3. Sila Persatuan Indonesia


a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

11
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan.

A. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat


B. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
C. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
D. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi olehsemangat kekeluargaan.
E. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
F. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
G. Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan
H. Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia


a Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana
b. kekeluargaan dan kegotong-royongan.
c. Bersikap adil.
d. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
e. Menghormati hak-hak orang lain.
f. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
g. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
h. Tidak bersifat boros.
i. Tidak bergaya hidup mewah.
j. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
k. Suka bekerja keras.
l. Menghargai hasil karya orang lain.
m. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

12
Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butir tersebut, kemudian pada
tahun 1994 disarikan/dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4.
Perbedaan yang dapat digambarkan yaitu: Sila Kesatu, menjadi 7 (tujuh) butir;
Sila Kedua, menjadi 10 (sepuluh) butir; Sila Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir;
Sila Keempat, menjadi 10 (sepuluh) butir; dan Sila Kelima, menjadi 11
(sebelas) butir. Sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangundangan
di negara Indonesia diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966.
Ketetapan ini menegaskan, “Amanat penderitaan rakyat hanya dapat diberikan
dengan pengamalan Pancasila secara paripurna dalam segala segi kehidupan
kenegaraan dan kemasyarakatan dan dengan pelaksanaan secara murni dan
konsekuen jiwa serta ketentuan-ketentuan UUD 1945, untuk menegakkan
Republik Indonesia sebagai suatu negara hukum yang konstitusionil
sebagaimana yang dinyatakan dalam pembukaan UUS 1945” (Ali, 2009: 37).
Ketika itu, sebagian golongan Islam menolak reinforcing oleh pemerintah
dengan menyatakan bahwa pemerintah akan mengagamakan Pancasila.
Kemarahan Pemerintah tidak dapat dibendung sehingga Presiden Soeharto
bicara keras pada Rapim ABRI di Pekanbaru 27 Maret 1980. Intinya Orba
tidak akan mengubah Pancasila dan UUD 1945, malahan diperkuat sebagai
comparatist ideology. Jelas sekali bagaimana pemerintah Orde Baru merasa
perlu membentengi Pancasila dan TAP itu meski dengan gaya militer. Tak
seorang pun warga negara berani keluar dari Pancasila (Pranoto dalam Dodo
dan Endah (ed.), 2010: 43). Selanjutnya pada bulan Agustus 1982
Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitu pengakuan
terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik harus
mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa (Pranoto dalam Dodo
dan Endah (ed.), 2010: 43-44). Dengan semakin terbukanya informasi dunia,
pada akhirnya pengaruh luar masuk Indonesia pada akhir 1990-an yang secara
tidak langsung mengancam aplikasi Pancasila yang dilakukan oleh pemerintah
Orde Baru. Demikian pula demokrasi semakin santer mengkritik praktek
pemerintah Orde Baru yang tidak transparan dan otoriter, represif, korup dan
manipulasi politik yang sekaligus mengkritik praktek Pancasila. Meski

13
demikian kondisi ini bertahan sampai dengan lengsernya Presiden Soeharto
pada 21 Mei 1998 (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed), 2010: 45).
2.5 Pancasila Era Reformasi

Kekuasaan Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto sampai tahun 1998


membawa ketatanegaraan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi
sebagaimana yang terkandung dalam Pancasila dan tidak mencerminkan
pelaksanaan demokrasi atas dasar norma-norma pasal-pasal UUD 1945. Pada
masa itu praktek kenegaraan dipenuhi oleh Korupsi, Kolusi, dan Nepolisme
(KKN). Keadaan tersebut membawa rakyat Indonesia semakin menderita.
Ekonomi Indonesia hancur, sektor riil ekonomi macet, banyaknya PHK,
meningkatnya pengangguran sehingga terjadi krisis kepercayaan dan krisis politik
(Kaelan, 2001 ; Setijo, 2006).

Antiklimaks dari keadaan tersebut ialah timbulnya berbagai gerakan


masyarakat yang dipelopori oleh generasi muda terutama oleh mahasiswa.
Gerakan tersebut sebagai gerakan moral yang memiliki kekuatan luar biasa yang
menuntut adanya reformasi di segala bidang kehidupan negara terutama bidang
politik, ekonomi, dan hukum (Asmaroini, 2017).

Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya presiden


Soeharto dari singgasana kepresidenan dan digantikan oleh wakil presiden Prof.
Dr. Bj. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Peerintahan Habibie merupakan
pemerintahan transisi yang membawa bangsa Indonesia melakukan reformasi
secara menyeluruh, terutama menata ketatanegaraan Indonesia sesuai dengan
UUD 1945 (Zulfa, 2017).

Bangsa Indonesia menilai bahwa penyimpangan atas makna UUD 1945 yang
telah dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru selain disebabkan oleh moral
penguasa negara, juga terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam
beberapa pasal UUD 1945. Oleh karena itu selain melakukan reformasi di bidang
politik yang harus melalui suatu mekanisme peraturan perundang-undangan juga
dikarenakan terdapat beberapa pasal UUD 1945 yang mudah diinterpretasikan
secara ganda, sehingga bangsa Indonesia perlu untuk mengadakan amandemen
terhadap beberapa pasal dalam UUD 1945 (Suwarno, 1993).

14
Beberapa produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam
reforasi hukum antara lain:

- UU Politik Tahun 1999, yaitu:


UU No.2 tahun 1999 tentang Partai Politik
UU No.3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
UU No.4 tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, dan DPRD
- UU Otonomi Daerah
UU No.25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintahan Pusat dan Daerah
UU No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari KKN

Atas dasar hasil reformasi tersebut, bangsa Indonesia mampu mengadakan


pemilu pada tahun 1999, yang kemudian menghasilkan MPR, DPR, serta DPRD
yang benar-benar merupakan hasilaspirasi rakyat secara demokratis (Suwarno,
1993 ; Kaelan 2001)

15
BAB III

PENUTUP

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sejatinya Pancasila


merupakan dasar negara Indonesia dan sumber dari segala sumber hukum yang
ada di Indonesia, yang didalamnya terkandung nilai-nilai positif yang dapat
membentuk kepribadian bangsa. Oleh karena itu, penerapan pancasila harus terus
dikembangkan sebagai proses penyadaran dalam hati dan pikiran, agar muncul
rasa perlindungan, persatuan, kemakmuran, dan keadilan sosial maupun hukum
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, sudah sepatutnya kita melestarikan nilai-nilai Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa (pandangan hidup, petunjuk hidup, dan pegangan
hidup) dalam menjalankan segala kebijakan dalam bernegara, sehingga pancasila
dapat dijadikan sebagai tujuan pembangunan bangsa Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. 2009. Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: Pustaka


LP3ES

Asmaroini, Ambiro Puji. 2017. Menjaga Eksistensi Pancasila Dan Penerapannya


Bagi Masyarakat Di Era Globalisasi. JPK: Jurnal Pancasila dan
Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 2, Januari 2017 E-ISSN 2527-7057, P-ISSN
2545-2683.

Anshari, Endang. 1981. Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan sejarah konsensus
nasional antara nasionalis Islami dan nasionalis `sekular` tentang dasar
negara Republik Indonesia 1945-1959 . Bandung: Pustaka Perpustakaan
Salman ITB

Dodo, S. Dan Endah (ed.). 1991. Santiaji Singkat Pancasila, Jakarta: PT. Gita
Karya

Ikhsan. 2016. Pancasila dalam Kajian Sejarah Indonesia. Surabaya: Universitas


Airlangga

Kaelan. 2001. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma

Setijo, Pandji. 2006, Pendidikan Pancasila Perspektif Pendidikan Sejarah


Perjuangan Bangsa. Jakarta: Grasondo

Suwarno, P. J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta : Kanisius

Zulfa. 2017. Filsafat Pancasila sebagai Landasan Bernegara yang Demokratis.


Padang: Jurnal Bakaba, Vol. 1 No. 2, Desember 2018. 30-38.

17

Anda mungkin juga menyukai