Anda di halaman 1dari 10

ABSTRAK

DERMATITIS KONTAK ALERGI AKIBAT PENGGUNAAN SARUNG


TANGAN LATEKS PADAPETUGAS LAUNDRY
RS IBNU SINA MAKASSAR

Sri Ayu Handayani, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ilmu Kesehatan Komunitas,


Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Latar belakang: Dermatitis Kontak Alergi (DKA) merupakan peradangan pada


kulit yang disebabkan oleh adanya alergen kontak dengan tubuh. Salah satu
penyebab yang umum di kalangan tenaga kesehatan, termasuk petugas laundry
adalah kandungan lateks dalam sarung tangan yang rutin digunakan sebagai alat
pelindung diri dalam aktivitas kerja di rumah sakit.Insidens dermatitis kontak
alergi akibat lateks saat ini semakin tinggi berkaitan dengan semakin
meningkatnya penggunaan alat pelindung diri tersebut dalam aktivitas kerja di
rumah sakit.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidens dermatitis kontak


alergi akibat penggunaan sarung tangan lateks pada petugas laundry RSIbnusina
Makassar.

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode walk trought survey


menggunakan checklist (daftar temuan) untuk mengetahui aspek-aspek kesehatan
dan keselamatan kerja (K3) pada instalasi laundry RSIbnusina Makassar terkait
dengan kejadian dermatitis kontak alergi pada petugas.

Hasil: Dari 9 orang karyawan yang bertugas di instalasi laundry RSIbnusina Makassar
terdapat 1 orang karyawan (11,1%) yang menderita Dermatitis Kontak Alergi akibat
penggunaan sarung tangan lateks dengan pemakaian sekitar 6 jam per hari.

Kesimpulan: Insidens Dermatitis Kontak Alergi akibat penggunaan sarung tangan lateks
di RSIbnusina Makassar pada tahun 2018 adalah 11,1% dengan karakteristik umur >25
tahun, masa kerja >1 tahun, lama penggunaan sarung tangan dalam 1 hari kerja ≥6 jam,
dan memiliki riwayat alergi dalam keluarga.

Kata kunci: dermatitis kontak alergi, sarung tangan, lateks, laundry

1
PENDAHULUAN barier perlindungan dalam praktek
Dermatitis kontak adalah perawatan kesehatan (Yip dan
peradangan akibat bahan atau Cacioli, 2002). The Center for
substansi yang menempel pada kulit. disease Control (CDC) pada tahun
Dermatitis kontak terbagi menjadi 1987 memperkenalkan penggunaan
dua jenis, yaitu dermatitis kontak sarung tangan lateks untuk mencegah
alergi dan dermatitis kontak iritan. penularan penyakit yang berkaitan
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) dengan ditemukannya penyakit
adalah suatu dermatitis yang timbul AIDS dan penyakit infeksi lainnya,
setelah kontak dengan alergen sehingga menyebabkan penggunaan
sehingga menyebabkan gejala sarung tangan lateks berkembang
sensitisasi (Siregar, 2002). Terdapat pesat (Garabrant dan Schweitzer,
dua tahap dalam terjadinya dermatitis 2002). Terjadinya Penyakit Kulit
kontak alergi, yaitu tahap sensitisasi Akibat Kerja (PKAK) akibat karet
dan tahap elisitasi. Dermatitis kontak lateks menjadi meningkat.
iritan (DKI) merupakan kerusakan Penelitian di luar negeri,
pada kulit yang disebabkan didapatkan prevalensi mengenai
terkenanya kulit dengan bahan yang alergi lateks pada tenaga kesehatan
bersifat iritan (Firdaus, 2002). 6,9% -30%. Rentang tahun 1987-
Dermatitis Kontak Akibat Kerja 2002, ada 48 jenis penelitian tentang
merupakan dermatitis pada kulit epidemiologi kejadian sensitisasi
yang disebabkan oleh oleh adanya lateks pada tenaga kesehatan, dengan
alergen atau bahan iritan dari besar prevalensi antara 0% - 30%
lingkungan kerja yang kontak dengan (Garabrant dan Schweitzer, 2002).
tubuh (Beltrani, 2006). Terdapat penelitian pada 140 tenaga
Lateks adalah bahan yang kesehatan di Florianopolis, Brazil,
sering digunakan pada beberapa dan tercatat adanya gejala alergi
produk peralatan medis dan salah lateks pada 80 tenaga kesehatan
satunya adalah sarung tangan. (57%). Dihubungkan dengan
Penyebabnya adalah karena sarung frekuensi, 31 (81%) adalah tenaga
tangan lateks sangat baik sebagai kesehatan yang frekuensi

2
penggunaan sarung tangan lateks Penyakit Akibat Kerja
paling sering (Buss dan Frode, Dalam Peraturan Menteri
2002). Penelitian oleh Sub-Bagian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Alergi-Imunologi Klinik RSCM- No.01/1981 tentang kewajiban
FKUI pada 6 rumah sakit di Jakarta melaporkan penyakit akibat kerja
didapatkan prevalensi sensitisasi disebutkan bahwa :penyakit akibat
lateks 66% (Karjadi, 2004). kerja adalah setiap penyakit yang
RumahSakitIbnusina Makassar disebabkan oleh pekerjaan atau
merupakansalahsaturumahsakit di lingkungan kerja.
Kota MakassartipeKelas B dengan Penyakit akibat dan atau
12 pelayanan dimana berhubungan dengan pekerjaan dapat
pemakaiansarungtanganlatekssebagai diakibatkan oleh pemaparan terhadap
alatperlindungandiri (APD) lingkungan pekerjaan. Telah
sangatdibutuhkandanmenjadiStandar disebutkan bahwa lingkungan kerja
d Operating Procedure (SOP) dapat dikelompokkan ke dalam
dalamtindakanmedismaupun non lingkungan sosial,fisik,kimia dan
medisyang dilakukan, sementara biologis. Apabila tidak ada
dermatitis kontak alergi terkait perlindungan bagi tenaga kerja
penggunaan APD tersebut tersebut atau tidak ada pencegahan
dapatmenurunkankinerjapadatenagak terhadap kemungkinan pemaparan
esehatansehinggaperludilakukanpeng terhadap faktor-faktor lingkungan
elolaandanpencegahanterhadappenya yang melebihi ambang batas,hal ini
kitini. dapat berakibat timbulnya penyakit
Berdasarkan keadaan di atas, atau kecelakaan akibat kerja.
penulis tertarik untuk mengetahui Telah disebutkan dalam
insidens penyakit dermatitis kontak Undang-Undang No.2 Tahun 1951
alergi akibat penggunaan sarung dinyatakan bahwa tiap-tiap penyakit
tangan lateks pada tenaga kesehatan, yang timbul karena pekerjaan
khususnya petugas instalasi laundry diangap sebagai kecelakaan.
RSIbnusinaMakassar. Sehingga tenaga kerja yang terbukti
TINJAUAN PUSTAKA menderita penyakit akibat kerja

3
berhak atas penggantian biaya tidak baik,keadaan membosankan
pengobatan dan mendapat tunjangan dan sebagainya.
kompensasi kerja. Pada dasarnya penyakit yang
Penyakit dapat terjadi akibat timbul akibat kerja dapat
dari lingkungan pekerjaan yang dikelompokkan menjadi dua
buruk. Pengaruh lingkungan kerja ini golongan yaitu penyakit umum dan
tidak hanya diderita oleh tenaga kerja penyakit akibat kerja. Penyakit
tapi dapat pula menimpa manusia umum berasal dari kondisi semula
yang ada disekelilingnya. Oleh para tenaga kerja,termasuk penyakit
karena itu karakteristik pekerja umum adalah infeksi,penyakit
sangat erat kaitannya dengan endemic dan penyakit karena
karakteristik lingkungan kerja cacing/parasit. Sedangkan penyakit
tersebut. akibat kerja ini terjadi karena
Beberapa faktor penyebab pengaruh lingkungan pekerjaan yang
penyakit yang sering dijumpai pada kurang baik di tempat kerja maupun
lingkungan kerja adalah: hasil sisa buangan yang dapat
1. Golongan fisik meliputi mempengaruhi lingkungan
suhu,tekanan,suara,penerangan,ra sekitarnya misalnya debu,racun
diasi,getaran. kimia,dan lain-lain.
2. Golongan kimia meliputi
Teori Alergi (Hipersensitivitas)
debu,uap,gas,larutan,awan/kabut
Alergi adalah suatu keadaan
3. Golongan biologis disebabkan
hipersensitivitas yang diinduksi oleh
oleh bibit penyakit seperti bakteri,
pajanansuatu antigen tertentu yang
virus, jamur, dan parasit.
menimbulkan reaksi imunologi yang
4. Golongan fisiologis disebabkan
berbahaya padapajanan berikutnya
kesalahan konstruksi mesin,sikap
(Dorland, 2002).
badan yang kurang baik dapat
World Allergy Organization
menyebabkan kelelahan fisik.
(WAO)menunjukkan prevalensi
5. Golongan mental psikologis
alergi terus meningkat dengan angka
antara lain hubungan kerja yang
30-40% populasidunia. Di Indonesia

4
sendiri, walaupun belum ada angka antigen(antigen presenting cell =
pastinya, namun beberapapeneliti APC) (Siregar, 2008).
memperkirakan bahwa peningkatan Makrofag diaktifkan oleh
kasus alergi di Indonesia berbagai rangsangan, dapat
mencapai30% per tahunnya menangkap,memakan, dan mencerna
(Mardiani, 2012). Anak usia sekolah antigen eksogen, seluruh
lebih 40% mempunyai 1gejala alergi, mikroorganisme, partikel tidaklarut
20% mempunyai asma, 6 juta orang dan bahan endogen seperti sel
mempunyai dermatitis (alergikulit). penjamu yang cedera atau
Penderita hay fever lebih dari 9 juta mati(Baratawidjaja & Rengganis,
orang (Clinical for children, 2009). 2009). Proses yang memerlukan
Alergi terjadi melalui tahap pengenalanantigen, menelan,
aktivasi sel-sel imunokompeten, mencerna, dan degradasi disebut
aktivasisel-sel struktural, aktivasi dan fagositosis (Siregar,2008). Antibodi
rekrutmen sel-sel mast, eosinofil dan seperti halnya dengan komplemen
basofil, reaksimediator dengan target (C3b) dapat meningkatkanfagositosis
organ dan tahap timbulnya gejala (Pantas, 2009). Aktivitas fagositosis
(Kapsenberg, 2003). makrofag dapat dinilai daripersentase
Alergen yang berhasil masuk makrofag yang memfagositosis
tubuh akan diproses oleh Antigen partikel lateks, dihitung dari
PresentingCells (APC). Peptida 100makrofag yang terlihat di bawah
alergen yang dipresentasikan oleh mikroskop cahaya, dan rerata jumlah
APC menginduksiaktivasi Limfosit partikellateks yang difagositosis oleh
T. Aktivasi Limfosit T oleh APC setiap makrofag (Tjahajati et al
yang memproses alergen 2004).
akanmengaktivasi Limfosit TH2 Alergi secara tidak langsung
untuk memproduksi sitokin- memberikan dampak buruk
sitokinnya (Kapsenberg,2003). seperti,menurunnya kualitas hidup
Sel makrofag berperan sebagai dan besarnya biaya pengobatan. Pada
sel yang mempresentasikan anak,pengaruhnya bahkan sampai
pada terganggunya kemampuan

5
belajar. Untuk itupencegahan efektif dengan kulit dan dapat mengaktivasi
sangat diperlukan. Pencegahan reaksi alergi (National Occupational
primer sangat efektif namunmasih Health and Safety Commision,
sulit dilaksanakan, karena 2006). Dermatitis kontak iritan
menyangkut rekayasa in-utero, adalah suatu kerusakan kulit akibat
sedangkanpencegahan sekunder, efek langsung dari bahan-bahan
misalnya diet eliminasi, tidak mudah kimia ataupun komponen lain yang
diterapkan dimasyarakat luas, karena diperantarai proses iritan (Djuanda,
setiap masyarakat atau bangsa telah 2007).
mempunyaikepercayaan kuat Penyebab terjadinya DKA
mengenai apa yang menjadi yaitu alergen, paling sering berupa
kebiasaan tentang jenis bahan kimia dengan berat molekul
makanan(Endaryanto & Harsono, kurang dari 500-1000 Da. Dermatitis
2011). yang timbul dipengaruhi oleh potensi
sensitisasi alergen, derajat pajanan,
Dermatitis Kontak
dan luasnya penetrasi di kulit.
Dermatitis kontak akibat kerja
Terjadinya DKI yaitu bahan yang
didefinisikan sebagai penyakit kulit
bersifat iritan, misalnya bahan
dimana pajanan di tempat kerja
pelarut, deterjen, minyak pelumas,
merupakan faktor penyebab yang
asam, alkali, dan serbuk (Sularsito
utama serta faktor konstributor yaitu
dan Djuanda, 2007).
berupa alergen dan iritan (HSE UK,
DKA dibagi berdasarkan
2000).
patogenesisnya merupakan reaksi
Terdapat dua jenis dermatitis
hipersensitivitas tipe lambat (IV)
kontak yaitu dermatistis kontak iritan
yang terdiri atas 2 fase, yaitu fase
(DKI) dan dermatitis kontak alergi
sensitisasi dan fase elisitasi.
(DKA) (Soebaryo, 2005). Dermatitis
kontak alergi adalah dermatitis yang Karet Lateks Alami
disebabkan oleh reaksi Lateks adalah produk yang di
hipersensitivitas tipe lambat terhadap dapat dari getah pohon Hevea
bahan-bahan kimia yang kontak brasiliensis yang berasal dari hutan

6
amazon di Negara Brazil. Getah hipersensitivitas, yaitu antigen
karet alam merupakan gabungan kimia,antigen, protein, dan serbuk
partikel yang mengandung 35% cis sarung tangan.
1,4 polysoprene (karet), 55-60% air, Bahan kimia yang utama
5-10% bahan lain. Protein yang ditambahkan dalam proses
terdapat dalam getah karet antara 1- pembuatan karet lateks yaitu
1,8%, berisi bahan karet cis-1, 4 akselator dan antioksidan yang
polyisoprene. Bahan ini terutama mencapai lebih dari 90%. Akselateor
terdiri dari cis -1,4-polyisoprene, yang ditambahkan pada NRL terdiri
polimer organik yang memberikan dari Thiuram-mix, Carba-mix,
sebagian besar kekuatan dan Mercapto-mix. Akselator merupakan
elastisitas lateks. Juga terkandung bahan kimia yang digunakan untuk
berbagai macam gula, lipid, asam mempercepat proses vulkanisasi
nukleat, dan protein yang sangat yang bekerja sebagai katalisator
alergi ( Gawchik, 2002). (Rietchel dan Fowler, 2001).
Dalam proses pembuatanya, Untuk menganalisa alergen
ditambahkan bahan dan zat-zat protein yang terdapat pada NRL
penstabil seperti ammoniak dan menggunakan 2-D elektroforesis.
bahan-bahan kimia lain pada sarung Pada NRL ditemukan lebih dari 250
tangan lateks. Penambahan bahan- jenis protein / polipeptida dan hanya
bahan sarung tangan NRL mengubah kira- kira 30 jenis yang dapat
lateks dari bentuknya yang berkaitan dengan antibodi IgE serum
awalnyacair menjadi lapisan yang penderita alergi NRL. Alergen
sangat tipis, elastis dan kuat (Ansell, protein NRL yang umumnya
2004). dijumpai pada pekerja kesehatan
yaitu Hev b 5 : 62%, Hev b 6: 65%
Antigen dalam Sarung Tangan
dan Hev b 7 : 41% (Lubis, 2008).
Lateks
Serbuk sarung tangan adalah
Terdapat beberapa kelompok
tepung jagung yang sudah
antigen dalam sarung tangan lateks
dimodifikasi dan digunakan untuk
yang dapat memicu suatu reaksi
membantu dalam mengenakan

7
sarung tangan. Serbuk digunakan menggunakan sarung tangan saat
dalam pembuatan sarung tangan kerja dan bersedia berpartisipasi
terutama untuk mencegah terjadinya dalam penelitian. Kriteria eksklusi
bloking atau lekatnya permukaan pada penelitian ini yaitu terkena atau
NRL. kontak dengan alergi dan iritan selain
sarung tangan lateks, kerusakan kulit
TUJUAN
yang sudah ada di tangan, dan tangan
Penelitian ini bertujuan untuk
yang mudah berkeringat.
mengetahui insidens dermatitis
kontak alergi akibat penggunaan HASIL
sarung tangan lateks pada petugas Deskripsi Sampel Penelitian
laundry RSIbnusina Makassar. Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitan
Karakteristik Jumlah
Jenis Kelamin
METODE PENELITIAN - Laki-laki 3 orang (33,3%)
- Perempuan 6 orang (66,7%)
Penelitian ini dilakukan dengan Umur
- <25 Tahun 2 orang (22,2%)
metode walk trought survey(WTS) - >25 Tahun 7 orang (77,8%)
Masa Kerja
menggunakan checklist (daftar - <1 tahun 3 orang (33,3%)
- >1 tahun 6 orang (66,7%)
temuan) untuk mengetahui aspek- Lama Menggunakanan
Sarung Tangan/hari
aspek kesehatan dan keselamatan - <6 jam 3 orang (33,3%)
- ≥6 jam 6 orang (66,7%)
kerja (K3) pada instalasi laundry Riwayat Alergi
- Ada 1 orang (11,1%)
RSIbnusina Makassar terkait dengan - Tidak ada 8 orang (98,9%)
Sumber: Data Primer
insidens dermatitis kontak alergi
Pada penelitian ini, terlibat 9
akibat penggunaan sarung tangan
orang sampel yang merupakan
lateks pada petugas.
petugas Laundry di
Penelitian dilakukan selama 1
RSIbnusinaMakassar dengan
hari pada tanggal 23April 2018 di
karatristik sebagai berikut: a) Jenis
Instalasi Laundry
kelamin: wanita 6 orang (66,7%),
RSIbnusinaMakassar, Jl.
Pria 3 orang (33,3%); b) Umur: <25
Uripsumoharjo Makassar.
tahun= 2 orang (22,2%) dan >25
Sampel dalam penelitian
tahun= 7 orang (77,8%); c) Masa
adalah seluruh petugas instalasi
kerja: <1 tahun= 3 orang (33,3%)
laundry RSIbnusina Makassar yang

8
dan >1 tahun= 6 orang (66,7%); >25 tahun, masa kerja >1 tahun, lama
Lama penggunaan sarung tangan penggunaan sarung tangan dalam 1 hari

dalam 1 hari kerja: <6 jam= 3 orang kerja ≥6 jam, dan memiliki riwayat
alergi dalam keluarga.
(33,3%) dan ≥6 jam= 6 orang
(66,7%); dan Riwayat alergi dalam SARAN
keluarga: Ada riwayat= 1 orang Dermatitis Kontak Alergi
(11,1%) dan Tidak ada riwayat= 8 merupakan penyakit yang dapat
orang (98,9%). diatasi dengan menghindari faktor
penyebab (alergen), oleh karena itu
Insidens Dermatitis Kontak Alergi
Hasil penelitan menunjukkan
diperlukan kebijakan dari

bahwa dari 9 orang karyawan yang manajemen Rumah Sakit untuk


bertugas di instalasi laundry RSIbnusina menyediakan sarung tangan non-
Makassar terdapat 1 orang karyawan lateks bagi para petugas yang
(11,1%) yang menderita Dermatitis memiliki riwayat alergi lateks untuk
Kontak Alergi akibat penggunaan mendukung hasil kerja yang lebih
sarung tangan lateks dengan baik dan menghindarkan petugas dari
karakteristik umur >25 tahun, masa
bahaya kesehatan di tempat kerja.
kerja >1 tahun, lama penggunaan sarung
Bagi para peneliti selanjutnya,
tangan dalam 1 hari kerja ≥6 jam, dan
diharapkan dapat menggali lebih
memiliki riwayat alergi dalam keluarga.
dalam berbagai karakteristik yang
Tabel 2.Insidens DKA Akibat Penggunaan mungkin memiliki keterkaitan
Sarung Tangan Lateks
Karakteristik Jumlah dengan kejadian dermatitis kontak
DKA 1 orang (11,1%)
Tidak DKA 8 orang (98,9%) alergi akibat penggunaan sarung
Sumber: Data Primer
tangan lateks guna mengetahui lebih
KESIMPULAN jauh langkah-langkah yang tepat
Dari hasil penelitian di atas untuk mencegah terjadinya penyakit
dapat disimpulkan bahwa Insidens tersebut terutama bagi para petugas
Dermatitis Kontak Alergi akibat kesehatan di rumah sakit yang
penggunaan sarung tangan lateks di memiliki frekuensi kontak cukup
RSIbnusina Makassar pada tahun 2018 tinggi dengan sarung tangan lateks.
adalah 11,1% dengan karakteristik umur

9
10. HSE, 2000, The Prevalence of Occupational
Dermatitis among Work in The Printing
Industry and Your Skin dalam
REFERENSI
hsebooks.co.uk,.
1. Salmon kadivar, BA, Occupational
11. Karjadi, T.H., 2004, Alergi Lateks pada
Dermatitis in Health Care Worker Evaluated
Pekerja Kesehatan, CDK, no.142, 11-13
for Suspected Allergic Contact Dermatitis ,
12. Lubis, R.D., 2009, Dermatitis Kontak Oleh
Columbia, American Contact Dermatitis
Karena Rubber,
Society.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789
2. Ansell, 2005, Pengelolaan Alergi
/3426,
Lateks(Latex and Chemical Allergy),
13. Magnavita, N., 2011, Are skin disorder
http://professional.ansell.com.au/page/defaul
relaxed to work strain in hospital workers?
t.asp?site=1&page=OC_Indonesia
A cross-sectional study, BMC Public Health;
3. Ahmed DD, Sobczak SC, Yunginger JW.,
11: 600
2003, Occupational allergies caused by
14. Pollart, S., 2009, Latex Allergy, American
latex.Immunol Allergy Clin North
Academy of Family Physicians; 80(12)
Am.;23(2):205-19.
:1413-1418, 1419-1420
4. Bernadette, M., 2010, Update on medical
and surgical gloves, Eur J Dermatol; 20(4):
434-42
5. Buss, Z.S., Frode, S.S., 2007, Latex
Allergen Sensitization and Risk Factor Due
To Glove use by Health Care Workers at
Public Health Units in Florianopolis Brazil,
J Investig Allergol Clin Immunol 2007; Vol.
17(1):27-33\
6. Cohen. DE., 1999, Occupational
Dermatosis, Handbook of Occupational
Safety and Health, second edition.
7. Dorland, W.A., 2002, Kamus Kedokteran,
EGC, Jakarta
8. Filon, F., 2006. Latex allergy: a follow up
study of 1040 healthcare workers.
OCCUPATIONAL AND
ENVIRONMENTAL MEDICINE. 63(2):
121–125
9. Garabrant, D.H., Schweitzer, S., 2002,
Epidemiology of Latex Sensitization And
Allergies In Health Care Workers, J Allergy
Clin Immunol, Vol. 110, No.2, S82-S83,
S85-S88 Gawchik SM, 2011, Latex allergy.
Mt Sinai J Med.;78(5):759-72

10

Anda mungkin juga menyukai