BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan sinistra, yang
berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae. Arteria coronariae dan
cabang-cabang utamanya terdapat di permukaan jantung, terletak di dalam
jaringan ikat subepicardium.15
Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aortae dari aorta
ascendens. Ateri ini berjalan ke bawah di dalam sulcus atrioventrikularis dextra
dan pada pinggir anterior jantung kemudian lanjut ke posterior untuk berastomosis
dengan arteria coronaria sinistra. Pembuluh darah ini memperdarahi atrium
kanan dan ventrikel kiri, sebagian atrium kiri dan ventrikel kiri dan septum
atrioventriculare.15
2.2.1 Defenisi
2.2.2 Klasifikasi
- Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada
elevasi segmen ST pada EKG.18
2.2.3 Patofisiologi
Infark miokardium, atau “serangan jantung”, terjadi ketika salah satu arteri
koroner tersumbat seluruhnya. Daerah miokardium yang dipasok oleh arteri
koroner tersebut kehilangan pasokan darahnya dan mati karena kekurangan
oksigen dan nutrien lain. Patogenesis yang mendasari hampir semua kasus adalah
penyempitan progresif arteri koroner oleh proses aterosklerosis yaitu dimulai dari
terbentuknya fatty streak, lalu pertumbuhan plak dan terjadinya ruptur plak.19,20
Fatty streak merupakan penanda paling awal lesi atherosklerosis yang tampak
dimana akan didapati perubahan warna menjadi kekuningan pada permukaan
bagian dalam arteri namun tidak menonjol pada lumen arteri dan tidak
menghalangi aliran darah. Fatty streak timbul akibat adanya stressor kimia dan
fisika terhadap endotelium normal yang akan mempengaruhi homeostatis endotel,
sehingga akan mengganggu fungsi endotel sebagai barier permeabilitas. Hal ini
memungkinkan terjadinya modifikasi lipid serta masuknya lipid ke lapisan
subintima yang akan memicu pelepasan sitokin inflamasi. Lingkungan yang kaya
akan lemak dan sitokin ini akan memicu ditariknya leukosit (khususnya monosit
dan limfosit T) ke subintima sehingga menyebabkan terbentuknya foam cell.20
Endotel yang rusak akan menyebabkan teraktivasinya platelet da
dikeluarkannya berbagai substansi, seperti platelet derived growth factor, sitokin
dll. Akibat dari terlepasnya substansi tersebut, akan terjadi proliferasi dan migrasi
sel otot polos dari arterial media ke intima yang akan mempengaruhi sintesis dan
degradasi dari matriks ekstraseluler dan mengakibatkan terbentuknya fibrous cap
yang mengandung inti lipid. Proses inilah yang berpran dalam perubahan fatty
streak menjadi plak ateroma.20
Proses sintesis dan degradasi matriks dapat terjadi puluhan tahun namun hal
tersebut bukan tanpa konsekuensi. Sel-sel otot polos dan foam cell yang mati baik
akibat stimulasi inflamasi yang berlebihan atau aktivasi proses apoptosis akan
membebaskan isi sel yang berkontribusi terhadap lipid dan sel-sel debris pada inti
lipid yang terus bertumbuh. Ukuran dari inti lipid akan secara biomekanik
berpengaruh terhadap stabilitas plak. Akibat dari stress mekanik akan terjadi
akumulasi foam cell dan limfosit T secara lokal pada area tersebut. Hal ini
menyebabkan terjadinya dekstruksi dari fibrous cap dan mempercepat terjadinya
degradasi matriks ekstraseluler yang menyebabkan rentannya plak mengalami
ruptur.20
Integritas plak sangat dipengaruhi oleh net deposition dan distribusi dari
fibrous cap. Plak yang stabil (ditandai fibrous cab yang tebal dan inti lemak yang
kecil) dapat menimbulkan penyempitan arteri, tetapi kecil kemungkinan untuk
terjadinya ruptur, sedangkan plak yang tidak stabil (ditandai dengan fibrous cab
yang tipis, inti lemak yang besar, infiltrasi makrofag yang luas dan sedikit otot
polos) lebih rentan untuk mengalami ruptur.20
Rupturnya fibrous cab dari plak atherosklerosis tersebut tidak selalu
menyebabkan kejadian klinis mayor seperti infark miokard dan stroke. Hal
tersebut sangat tergantung pada keseimbangan potensi trombogenik dan
fibrinolitik plak tersebut serta fase cair darah yang menentukan apakah rupturnya
fibrous cab tersebut akan menyebabkan trombus yang transien atau bekuan
peghambat total.20
2.2.4 Komplikasi
1. Gangguan Hemodinamik
a. Gagal Jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis,
perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas
transmural dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding anterior,
dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling
patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir
dengan gagal jantung kronik. Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai
konsekuensi dari aritmia yang berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis.4
b. Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 90
mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga
disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis. Bila
berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular necrosis
da berkurangnya urine output.4
c. Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada roentgen dada dan
perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.4
d. Keadaan output rendah
Keadaan output rendah menggabungkan tanda perfusi perifer yang buruk
dengan hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produksi urin.
Sinus bradikardi sering terjadi dalam beberapa jam awal STEMI, terutama
pada infark inferior. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh karena opioid.
Sinus bradikardi seringkali tidak memerlukan pengobatan. Bila disertai dengan
hipotensi berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan atropin. Bila gagal dengan
atropin, dapat dipertimbangkan penggunaan pacing sementara.4
Blok AV terkait infark dinding inferior biasanya terjadi di atas bundle of HIS,
dan menghasilkan bradikardia transien dengan escape rhythm QRS sempit dengan
laju lebih dari 40 detak per menit, dan memiliki mortalitas yang rendah. Blok ini
biasanya berhenti sendiri tanpa pengobatan. Blok AV terkait infark dinding
anterior biasanya terletak di bawah HIS (di bawah nodus AV) dan menghasilkan
QRS lebar dengan low escape rhythm, serta laju mortalitas yang tinggi (hingga
80%) akibat nekrosis miokardial luas. Terjadinya bundle branch block baru atau
blok sebagian biasanya menunjukkan infark anterior luas, dan kemudian dapat
terjadi blok AV komplit atau kegagalan pompa.4
2. Komplikasi Kardiak
a. Regurgitasi katub mitral
Regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase subakut akibat dilatasi
ventrikel kiri, gangguan m. Papilaris, atau pecahnya ujung m. Papilaris atau
chordae tendinae. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perburukan
hemodinamis dengan dispnea akut, kongesti paru dan murmur sistolik baru,yang
biasanya tidak terlalu diperhatikan dalam konteks ini. Diagnosis ini dicurigai
dengan pemeriksaan klinis dan perlu segera dikonfirmasi dengan ekokardiografi
darurat. Edema paru dan syok kardiogenik dapat terjadi dengan cepat.4
b. Komplikasi mekanik
Komplikasi mekanik disebabkan oleh iskemik dan nekrosis pada jaringan
jantung. Komplikasi mekanik darin infark miokard akut antara lain rupturnya otot
pappilary, rupturnya dinding ventrikel kiri, rupturnya septum ventrikel dan true
aneurisma ventrikel.20
c. Infark ventrikel kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurang-
kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark
terbatas pada ventrikel kanan.18 Biasanya gejalanya muncul sebagai triad
hipotensi, lapangan paru yang bersih serta peningkatan tekanan vena jugularis.
Elevasi segmen ST ≥1 mV di V1 dan V4R merupakan ciri infark ventrikel kanan
dan perlu secara rutin dicari pada pasien dengan STEMI inferior yang disertai
dengan hipotensi. Ekokardiografi Doppler biasanya menunjukkan dilatasi
ventrikel kanan, tekanan arteri pulmonal yang rendah, dilatasi vena hepatika dan
jejas dinding inferior dalam berbagai derajat.4
d. Perikarditis
Insidensi perikarditis setelah STEMI semakin berkurang dengan semakin
majunya terapi reperfusi yang modern dan efektif. Gejala perikarditis antara lain
nyeri dada berulang, biasanya khas yaitu tajam dan, bertentangan dengan iskemia
rekuren, terkait dengan postur dan pernapasan.4 Perikarditis akut dapat terjadi
pada periode post infark miokard akibat perluasan infark mulai dari miokard
hingga perikardium sekitarnya.20
e. Tromboemboli
Frekuensi terjadinya trombus ventrikel kiri telah berkurang terutama karena
kemajuan dari terapi reperfusi, penggunaan obat-obatan antitrombotik dalam
STEMI, dan berkurangnya ukuran infark miokardium akibat reperfusi
miokardium yang segera dan efektif. 4
Trombus terbentuk akibat statisnya aliran darah pada area ventrikel kiri yang
mengalami gangguan kontraksi setelah infark miokard, khususnya ketika infark
melibatkan apeks dari ventrikel kiri atau ketika true aneurisma terbentuk. 20
2.2 Kejadian Kardiovaskular Mayor
KKM merupakan suatu kejadian komplikasi kardiovaskular selama fase
perawatan, meliputi diantaranya kejadian gagal jantung kongestif, syok
kardiogenik, aritmia dan kematian.6 Berdasarkan penelitian, didapatkan kejadian
KKM pada pasien infark miokard akut sebanyak 63,4%.7
2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi KKM
Tingginya mortalitas pada pasien sindroma koroner akut, telah mendorong
para peneliti untuk meneliti faktor prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada
sindroma koroner akut.
Pada penelitian Hidayat didapatkan hasil bahwa faktor prediktor KKM
diantaranya adalah anemia dengan RR (Relative Risk )2,093 (CI 95%, 1,273-