Anda di halaman 1dari 9

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vaskularisasi Jantung

Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan sinistra, yang
berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae. Arteria coronariae dan
cabang-cabang utamanya terdapat di permukaan jantung, terletak di dalam
jaringan ikat subepicardium.15

Gambar 2.1 Anatomi Vaskularisasi Jantung16

Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aortae dari aorta
ascendens. Ateri ini berjalan ke bawah di dalam sulcus atrioventrikularis dextra
dan pada pinggir anterior jantung kemudian lanjut ke posterior untuk berastomosis
dengan arteria coronaria sinistra. Pembuluh darah ini memperdarahi atrium
kanan dan ventrikel kiri, sebagian atrium kiri dan ventrikel kiri dan septum
atrioventriculare.15

Arteria coronaria sinistra biasanya lebih besar dibandingkan arteria


coronaria dextra. Pembuluh nadi ini berasal dari sinus aortae posterior sinistra
dari aorta ascendens dan berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan
auricula sinistra. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventricularis

Universitas Sumatera Utara


5

dan bercabang menjadi ramus interventricularis anterior dan ramus circumflexa.


Pembuluh darah ini memperdarahi sebagian besar jantung, termasuk sebagian
besar atrium kiri, ventrikel kiri, dan septum interventriculare.15

2.2 Infark Miokard Akut

2.2.1 Defenisi

Infark Miokard Akut (IMA) merujuk terhadap kerusakan permanen pada


miokard yang menghasilkan kematian sel dari bagian miokard yang signifikan
(umumnya >1cm). Istilah “akut” menandakan infark yang terjadi kurang dari 3-5
hari lamanya, ketika infiltrat peradangan yang utama adalah neutrofil. IMA dapat
terbagi menjadi 2 tipe, yaitu: tipe nonreperfusi, ketika obstruksi terhadap aliran
darah adalah permanen atau tipe reperfusi, ketika obstruksi atau berkurangnya
aliran darah terjadi dengan durasi yang cukup lama (umumnya berjam-jam)
namun pulih setelah terjadi kematian sel miokard.17

2.2.2 Klasifikasi

Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:


- Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium,
yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.

- Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada
elevasi segmen ST pada EKG.18

2.2.3 Patofisiologi

Infark miokardium, atau “serangan jantung”, terjadi ketika salah satu arteri
koroner tersumbat seluruhnya. Daerah miokardium yang dipasok oleh arteri
koroner tersebut kehilangan pasokan darahnya dan mati karena kekurangan
oksigen dan nutrien lain. Patogenesis yang mendasari hampir semua kasus adalah
penyempitan progresif arteri koroner oleh proses aterosklerosis yaitu dimulai dari
terbentuknya fatty streak, lalu pertumbuhan plak dan terjadinya ruptur plak.19,20

Universitas Sumatera Utara


6

Fatty streak merupakan penanda paling awal lesi atherosklerosis yang tampak
dimana akan didapati perubahan warna menjadi kekuningan pada permukaan
bagian dalam arteri namun tidak menonjol pada lumen arteri dan tidak
menghalangi aliran darah. Fatty streak timbul akibat adanya stressor kimia dan
fisika terhadap endotelium normal yang akan mempengaruhi homeostatis endotel,
sehingga akan mengganggu fungsi endotel sebagai barier permeabilitas. Hal ini
memungkinkan terjadinya modifikasi lipid serta masuknya lipid ke lapisan
subintima yang akan memicu pelepasan sitokin inflamasi. Lingkungan yang kaya
akan lemak dan sitokin ini akan memicu ditariknya leukosit (khususnya monosit
dan limfosit T) ke subintima sehingga menyebabkan terbentuknya foam cell.20
Endotel yang rusak akan menyebabkan teraktivasinya platelet da
dikeluarkannya berbagai substansi, seperti platelet derived growth factor, sitokin
dll. Akibat dari terlepasnya substansi tersebut, akan terjadi proliferasi dan migrasi
sel otot polos dari arterial media ke intima yang akan mempengaruhi sintesis dan
degradasi dari matriks ekstraseluler dan mengakibatkan terbentuknya fibrous cap
yang mengandung inti lipid. Proses inilah yang berpran dalam perubahan fatty
streak menjadi plak ateroma.20
Proses sintesis dan degradasi matriks dapat terjadi puluhan tahun namun hal
tersebut bukan tanpa konsekuensi. Sel-sel otot polos dan foam cell yang mati baik
akibat stimulasi inflamasi yang berlebihan atau aktivasi proses apoptosis akan
membebaskan isi sel yang berkontribusi terhadap lipid dan sel-sel debris pada inti
lipid yang terus bertumbuh. Ukuran dari inti lipid akan secara biomekanik
berpengaruh terhadap stabilitas plak. Akibat dari stress mekanik akan terjadi
akumulasi foam cell dan limfosit T secara lokal pada area tersebut. Hal ini
menyebabkan terjadinya dekstruksi dari fibrous cap dan mempercepat terjadinya
degradasi matriks ekstraseluler yang menyebabkan rentannya plak mengalami
ruptur.20
Integritas plak sangat dipengaruhi oleh net deposition dan distribusi dari
fibrous cap. Plak yang stabil (ditandai fibrous cab yang tebal dan inti lemak yang
kecil) dapat menimbulkan penyempitan arteri, tetapi kecil kemungkinan untuk
terjadinya ruptur, sedangkan plak yang tidak stabil (ditandai dengan fibrous cab

Universitas Sumatera Utara


7

yang tipis, inti lemak yang besar, infiltrasi makrofag yang luas dan sedikit otot
polos) lebih rentan untuk mengalami ruptur.20
Rupturnya fibrous cab dari plak atherosklerosis tersebut tidak selalu
menyebabkan kejadian klinis mayor seperti infark miokard dan stroke. Hal
tersebut sangat tergantung pada keseimbangan potensi trombogenik dan
fibrinolitik plak tersebut serta fase cair darah yang menentukan apakah rupturnya
fibrous cab tersebut akan menyebabkan trombus yang transien atau bekuan
peghambat total.20
2.2.4 Komplikasi
1. Gangguan Hemodinamik
a. Gagal Jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis,
perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas
transmural dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding anterior,
dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling
patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir
dengan gagal jantung kronik. Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai
konsekuensi dari aritmia yang berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis.4
b. Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 90
mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga
disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis. Bila
berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular necrosis
da berkurangnya urine output.4
c. Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada roentgen dada dan
perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.4
d. Keadaan output rendah
Keadaan output rendah menggabungkan tanda perfusi perifer yang buruk
dengan hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produksi urin.

Universitas Sumatera Utara


8

Ekokardiografi dapat menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang buruk, komplikasi


mekanis atau infark ventrikel kanan.4
e. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan merupakan
penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit mendekati 50%.
Meskipun syok kardiogenik seringkali terjadi di fase awal setelah awitan infark
miokard akut, ia biasanya tidak didiagnosis saat pasien pertama tiba di rumah
sakit. Gejala klinis sangat beragam berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
Pasien biasanya datang dengan hipotensi, bukti output kardiak yang rendah
(takikardia saat istirahat, perubahan satatus mental, oligouria, eksteremitas dingin)
dan kongesti paru.4 Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.18
f. Aritmia pasca STEMI
Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setelah onset
gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem
saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemia, dan perlambatan konduksi di zona
iskemia miokard.18
g. Aritmia supraventrikular
Fibrilasi atrium merupakan komplikasi dari 6-28% infark miokard dan sering
dikaitkan dengan kerusakan ventrikel kiri yang berat dan gagal jantung. Fibrilasi
atrium dapat terjadi selama beberapa menit hingga jam dan seringkali berulang.
Seringkali aritmia dapat ditoleransi dengan baik dan tidak memerlukan
pengobatan selain antikoagulasi. Fibrilasi atrium tidak hanya meningkatkan risiko
stroke iskemik selama perawatan namun juga selama follow-up, bahkan pada AF
paroksismal yang telah kembali menjadi irama sinus saat pasien dipulangkan.4
h. Aritmia ventrikular
Ventricular premature beats hampir selalu terjadi dalam hari pertama fase
akut dan aritmia kompleks seperti kompleks multiform, short runs atau fenomena
R-on-T umum ditemukan. Mereka dianggap tidak dapat dijadikan prediktor untuk
terjadinya VF dan tidak memerlukan terapi spesifik.4
i. Sinus bradikardi dan blok jantung

Universitas Sumatera Utara


9

Sinus bradikardi sering terjadi dalam beberapa jam awal STEMI, terutama
pada infark inferior. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh karena opioid.
Sinus bradikardi seringkali tidak memerlukan pengobatan. Bila disertai dengan
hipotensi berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan atropin. Bila gagal dengan
atropin, dapat dipertimbangkan penggunaan pacing sementara.4
Blok AV terkait infark dinding inferior biasanya terjadi di atas bundle of HIS,
dan menghasilkan bradikardia transien dengan escape rhythm QRS sempit dengan
laju lebih dari 40 detak per menit, dan memiliki mortalitas yang rendah. Blok ini
biasanya berhenti sendiri tanpa pengobatan. Blok AV terkait infark dinding
anterior biasanya terletak di bawah HIS (di bawah nodus AV) dan menghasilkan
QRS lebar dengan low escape rhythm, serta laju mortalitas yang tinggi (hingga
80%) akibat nekrosis miokardial luas. Terjadinya bundle branch block baru atau
blok sebagian biasanya menunjukkan infark anterior luas, dan kemudian dapat
terjadi blok AV komplit atau kegagalan pompa.4
2. Komplikasi Kardiak
a. Regurgitasi katub mitral
Regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase subakut akibat dilatasi
ventrikel kiri, gangguan m. Papilaris, atau pecahnya ujung m. Papilaris atau
chordae tendinae. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perburukan
hemodinamis dengan dispnea akut, kongesti paru dan murmur sistolik baru,yang
biasanya tidak terlalu diperhatikan dalam konteks ini. Diagnosis ini dicurigai
dengan pemeriksaan klinis dan perlu segera dikonfirmasi dengan ekokardiografi
darurat. Edema paru dan syok kardiogenik dapat terjadi dengan cepat.4
b. Komplikasi mekanik
Komplikasi mekanik disebabkan oleh iskemik dan nekrosis pada jaringan
jantung. Komplikasi mekanik darin infark miokard akut antara lain rupturnya otot
pappilary, rupturnya dinding ventrikel kiri, rupturnya septum ventrikel dan true
aneurisma ventrikel.20
c. Infark ventrikel kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurang-
kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark
terbatas pada ventrikel kanan.18 Biasanya gejalanya muncul sebagai triad

Universitas Sumatera Utara


10

hipotensi, lapangan paru yang bersih serta peningkatan tekanan vena jugularis.
Elevasi segmen ST ≥1 mV di V1 dan V4R merupakan ciri infark ventrikel kanan
dan perlu secara rutin dicari pada pasien dengan STEMI inferior yang disertai
dengan hipotensi. Ekokardiografi Doppler biasanya menunjukkan dilatasi
ventrikel kanan, tekanan arteri pulmonal yang rendah, dilatasi vena hepatika dan
jejas dinding inferior dalam berbagai derajat.4
d. Perikarditis
Insidensi perikarditis setelah STEMI semakin berkurang dengan semakin
majunya terapi reperfusi yang modern dan efektif. Gejala perikarditis antara lain
nyeri dada berulang, biasanya khas yaitu tajam dan, bertentangan dengan iskemia
rekuren, terkait dengan postur dan pernapasan.4 Perikarditis akut dapat terjadi
pada periode post infark miokard akibat perluasan infark mulai dari miokard
hingga perikardium sekitarnya.20
e. Tromboemboli
Frekuensi terjadinya trombus ventrikel kiri telah berkurang terutama karena
kemajuan dari terapi reperfusi, penggunaan obat-obatan antitrombotik dalam
STEMI, dan berkurangnya ukuran infark miokardium akibat reperfusi
miokardium yang segera dan efektif. 4
Trombus terbentuk akibat statisnya aliran darah pada area ventrikel kiri yang
mengalami gangguan kontraksi setelah infark miokard, khususnya ketika infark
melibatkan apeks dari ventrikel kiri atau ketika true aneurisma terbentuk. 20
2.2 Kejadian Kardiovaskular Mayor
KKM merupakan suatu kejadian komplikasi kardiovaskular selama fase
perawatan, meliputi diantaranya kejadian gagal jantung kongestif, syok
kardiogenik, aritmia dan kematian.6 Berdasarkan penelitian, didapatkan kejadian
KKM pada pasien infark miokard akut sebanyak 63,4%.7
2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi KKM
Tingginya mortalitas pada pasien sindroma koroner akut, telah mendorong
para peneliti untuk meneliti faktor prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada
sindroma koroner akut.
Pada penelitian Hidayat didapatkan hasil bahwa faktor prediktor KKM
diantaranya adalah anemia dengan RR (Relative Risk )2,093 (CI 95%, 1,273-

Universitas Sumatera Utara


11

3,440, p=0,003)dan leukositosis dengan RR 2,208 (CI 95%, 1,267-3,847,


p=0,004).8 Beberapa mekanisme dapat menjelaskan hal ini, seperti resistensi
terhadap obat trombolitik akibat perubahan mikrosirkulasi, hiperkoagulabilitas
yang meningkat, fenomena no reflow akibat leukosit, kardiotoksisitas indirek
yang dimediasi oleh sitokin proinflamasi, meningkatnya daerah cedera iskemia
reperfusi dan ekspansi miokard infark akut.21
Penelitian Martalena dkk mengatakan bahwa hiperglikemia merupakan faktor
prediktor terhadap kejadian KKM dengan HR (Hazard Ratio) 2,42(CI 95%, 1,04-
5,58) untuk gula darah admisi 141-200 mg/dl dan HR 3,59 (CI 95%, 1,03-12,46)
untuk gula darah admisi >200 mg/dl.6 Peran hiperglikemia terhadap SKA dan
kaitannya terhadap KKM belum diketahui. Namun, hiperglikemia menginduksi
inflamasi, memodulasi metabolisme nitrit oksida, meningkatkan stress oksidatif
memperburuk fungsi endotel, meningkatkan aktivasi platelet, dan meningkatkan
respon imun inflamatori.22
Rampengan dkk, dalam penelitiannya mengatakan bahwa mieloperoksidase
>204,9 µg/dl merupakan faktor prediktor kuat terhadap terjadinya kejadian
kardiovaskular pada pasien infark miokard akut dengan HR 6,76 (CI 95%, 3,37-
13,56, p<0,001).7 Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena peningkatan
mieloperoksidase mengidentifikasi pemebentukan plak aterosklerosis yang tidak
stabil.23
Pada penelitiannya, Adeline melihat hubungan antara kadar natrium dengan
MACE pada pasien miokard infark akut. Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa
hiponatremi merupakan faktor prediktor terjadinya KKM pada pasien miokard
infark akut.10 Hal ini kemungkinan terjadi akibat aktivasi neurohumoral yang
berhubungan dengan pelepasan dari atrial natriuretic peptide dan katekolamin
serta aktivasi sistem renin angiotensin.20
Penelitian Putri menyatakan bahwa hipotensi dan takikardi merupakan faktor
prediktor KKM pada pasien Sindrom Koroner Akut dengan OR (Odd Ratio)
hipotensi sebesar 6,80 (CI 95% 3,53-13,09) dan OR takikardi sebesar 3,80 (CI
95% 1,90-6,63).9 Pada pasien Sindrom Koroner Akut, penurunan tekanan darah
menunjukkan curah jantung dan resistensi perifer yang tidak dapat dipertahankan,
hal ini berkaitan dengan semakin luasnya jaringan otot jantung yang akan

Universitas Sumatera Utara


12

mengalami nekrosis sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kelainan


pada sistem konduksi. Peningkatan denyut jantung menyebabkan meningkatnya
jumlah ATP yang digunakan selama kontraksi, hal ini akan menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen. Di samping itu, peningkatan denyut jantung juga
dapat menurunkan durasi fase diastolik pada jantung yang akan menyebabkan
menurunnya perfusi miokard. Peningkatan konsumsi oksigen dan penurunan
perfusi miokard dapat menyebabkan terjadinya iskemia miokard.20
Penelitian Danny dkk yang menyebutkan bahwa faktor prediktor terjadinya
KKM pada wanita adalah Diabetes Melitus dengan HR 2,293 (CI 95%, 1,099-
4,783, p=0,027) dan lesi koroner 3 vessel dengan HR 4,217 (CI 95%, 1,099-4,783,
p=0,027).11 Hal tersebut dimungkinkan karna DM sepertinya meniadakan efek
proteksi hormonal pada wanita.24
Penelitian Wahyuni menyatakan bahwa usia merupakan faktor prediktor
terjadinya KKM dengan RR sebesar 1,6 (CI 95% 1,04-2,64; p=0,03) sedangkan
jenis kelamin (RR 1,49; CI 95% 0,98-2.28; p=0,06) dan riwayat keluarga PJK
(RR 0,60; CI 95% 0,03-1,23; p=0,15) bukan merupakan faktor terjadinya KKM.
Hal tersebut dikarenakan perubahan fungsi endotel vaskular dan thrombogenecity
pada orang tua sehingga akan meningkatkan kejadian KKM.25

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai