Oleh:
Umamul Faqih Nurul Yaqin
NIM 122310101044
Klasifikasi
1. Berdasarkan sifat fraktur
a) Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar. Tidak menyebabkan
robeknya kulit.
b) Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar. Merupakan fraktur dengan luka
pada kulit atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki. Fraktur terbuka terbagi atas
tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
a. Luka < 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
c. Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringa
d. Kontaminasi minimal
2) Derajat II
a. laserasi > 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
c. Fraktur kominutif sedang
d. Kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh
trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
b. Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi
massif. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
2. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser
dari posisi normal)
b. Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Misal : Hair line fraktur,
Green stick(fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain
membengkok)
3. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma
a. Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
b. Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari
trauma langsung
c. Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
d. Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
4. Istilah lain
a. Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
b. Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
c. Fraktur patologi
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis
tulang).
d. Fraktur avulse
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
e. Fraktur Greensick
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
f. Fraktur Epfiseal
Fraktur melalui epifisis
g. Fraktur Impaksi
Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya
.
b. Etiologi
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
1) Cedera traumatik
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara
spontan.
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya
jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2) Fraktur patologi
Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya
struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh
kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang
menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada
penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan. Dalam hal ini kerusakan tulang
akibat proses penyakit, dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat
juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas).
b. Infeksi seperti osteomielitis.
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3) Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
c. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini
merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena kecelakaan
bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau putusnya kontinuitas jaringan
tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti Osteoporosis yang menyebabkan densitas
tulang menurun, tulang rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan
kedua penyebab di atas dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf sehingga
dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade menurut
kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit, Grade II fraktur terbuka yang
disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada
kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan
sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam
pembuluh darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat
pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak
jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya
terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi.
Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan, mengakibatkan kehilangan
fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit
pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan
syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang
kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan
susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses
penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut
dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien dengan fraktur, diantaranya:
a) Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
b) Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c) Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang mengikuti
fraktur.
d) Deformitas/kelainan bentuk.
e) Rigiditas tulang/ kekakuan
f) Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang akibat
gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g) Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan
perubahan warna.
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c) Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainnya. ( uji kripitasi dapat membuat kerusakan jaringan lunak lebih berat).
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah bebebrapa
jam atau hari setelah cedera
Menurut Mansjoer,dkk, (2000), daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak,
ditemukan tanda functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas
angulasi ke lateral atau angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai
bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula
kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut.
Selain itu periksa juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis
e. Komplikasi
Menurut Sylvia and Price (2001), komplikasi yang biasanya ditemukan antara lain :
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema
atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah
yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan
dan reimobilisasi yang baik
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai
perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh
meresap dilakukan:
a) Pembersihan luka
b) Exici
c) Hecting situasi
d) Antibiotik
3. a. Pohon masalah
Fraktur femur
Sedangkan menurut Doenges (2000), data dasar pengkajian pada pasien dengan post op
fraktur femur berhubungan dengan intervensi bedah umum yang mengacu pada
pengkajian fraktur, yaitu:
1) Aktivitas/istirahat:keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
2) Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, pucat pada
bagian yang tekena, pembengkakan jaringan.
3) Neurosensori: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas local.
4) Nyeri/kenyamanan: nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera, spasme/keram otot.
5) Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan local
4. Diagnosis keperawatan (minimal 5 diagnosa keperawatan)
Diagnosa keperawatan pre operasi fraktur femur yaitu :
1) Nyeri berhubungan dengan pembengkakan dan imobilisasi.
2) Resiko Perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah vena atau arteri.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur
pembedahan, serta adanya imobilisasi, bidai, traksi, gips.
5) Perubahan citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak muskuloskeletal.
Sedangkan Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post operasi fraktur
meliputi:
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2) Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak
adekuatan oksigenisasi.
3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang
mengikat, dan ganguan peredaran darah.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, tyerdapat jaringan nekrotik.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi
5. Rencana tindakan keperawatan (masing masing diagnosa minimal 5 rencana tindakan)
Black, J.M.,et al. 1995. Luckman and Sorensens Medical Nursing : A Nursing Process
Approach . Philadelphia : W.B. Saunders Company.
Carpenito, L J.2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ahli Bahasa Eka
Anisa Mardella Edisi 9. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
FKUI.
Nanda International. Diagnosa Keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. Alih bahas :
made sumarwati dan Nike budi Subekti. Editor : Herman T heather. EGC. Jakarta.
Noer H. M Sjaifullah.1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga.Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Price Sylvia Andersen & Lorraine M. Wilson. 2001. Pathofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Alih bahas : Peter Anugerah. Editor : Caroline Wijaya. Buku 1. Cetakan
I. Edisi 4. EGC. Jakarta.
Smeltzer,S.C. & Bare, B.G.2000.Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
nursing. 8th edition. Alih bahasa : Waluyo,A. Jakarta : EGC.