Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila
dan UUD NKRI 1945.
Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa
pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam
menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi
tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.
Menurut Branson (1999) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian,
maupun nasional. Tujuan PKn dalam Depdiknas (2006) adalah untuk memberikan kompetensi
sebagai berikut :
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995) adalah sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan
Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan
jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.”
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat
kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga
perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta
perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah
partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara
yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia.
Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan
seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan
serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu
berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat
serta perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara
yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap
bangsa dan negara, beragama, demokratis, Pancasila sejati” (Somantri, 2001).
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci
menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi :
a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori.
b. Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat,
menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai.
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui
masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis; (c) keterampilan mengumpulkan data; (d)
keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data; (e) keterampilan menguji hipotesis; (f)
keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif,
karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu
keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat
melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty
(Numan Somantri, 1975) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak
terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep
dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta
penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan,
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar
ideologi, dan pandangan hidup negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya
dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005) bahwa tujuan negara
mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga
negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics
inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan
tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar :
a. Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah.
b. Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta watak
ke-Indonesiaan.
c. Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak didik.
d. Menggugah kesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia
untuk selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup
kemungkinan bagi diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi
dan dalam rangka kompetisi dalam pasar bebas dunia.
e. Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku
sesuai dengan nilai, moral dan norma Pancasila.
f. Mempersiapkan anak didik utuk menjadi warga negara dan warga masyarakat Indonesia yang
baik dan bertanggung jawab serta mencintai bangsa dan negaranya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PKn sebagai program
pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada
aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan
psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka
Tunggal Ika. Makalah Disampaikan dalam Symposium Internasional Antropologi Indonesia
ke-3. Denpasar: Kajian Budaya UNUD.
Budiyanto.Pendidikan Kewarganegaraan .Yogyakarta: UNY Press. 2004.
Cogan, J.J: Howaya, Rk.K: (1999) The Foundation of education. New York: Prentice hall, Inc.
Djahiri, A. Kosasih. 1995. Dasar Umum Metodologi Pengajaran Pendidikan Nilai Moral.
Bandung: Lab. Pengajaran PMP-IKIP Bandung.
Endang Zaelani Zukarya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
Prof. DR. H. Kaelani, M.S. dan Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk Perguruan Tinggi. Penerbit Paradigma:Yogyakarta 2007
Sapriya. (2011). Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya
Soemantri. (2001). Menggagas Pembelajaran Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Sudjana (2003). Dasar-dasar proses belajar mengajar, Bandung : Sinar Baru
Sunarso, dkk.Materi dan Pembelajaran Pkn SD. Jakarta: UniversitasTerbuka. 2006.
Winarno. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Winataputra, Udin, 2001. Apa dan bagaimana pendidikan kewarganegaraan, makalah
lokakarya Civic EducationDosen IAIN/STAIN Se-Indonesia, Sawangan Depok.
Pancasila sebagai Filsafat Bangsa Indonesia
Filsafat secara harafiah berasal dari bahasa Yunani, yakni philo-sophia.
Kata philo/philein memiliki arti cinta, dan sophia/sophos memiliki arti hikmah atau
kebijaksanaan. Maka filsafat memiliki arti mencintai sesuatu hhal yang memiliki sifat
bijaksana. Filsafat sendiri merupakan ilmu atau teori yang menjadi dasar alam pikiran dalam
melakukan suatu kegiatan. Dan makna filsafat menurut D. Runes ialah sebuah ilmu yang
paling umum yang mengandung usaha untuk mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan.
(baca juga: Hakikat Ideologi sebagai Pedoman). Berikut adalah penjelasan Pancasila sebagai
Filsafat :
Ontologi
Dalam aspek ontologi, “keberadaan” Pancasila merupakan sesuatu hal yang nyata dan
realistis. Sebab didalam Pancasila menjelaskan tentang keberadaan Tuhan serta kehidupan
masyarakat Indonesia yang majemuk adalah sesuatu yang nyata (real). Seperti yang tertera
pada sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”. Bahwa Pancasila secara ontologi mengakui
keberadaan Tuhan yang memiliki kuasa dan sebagai pencipta alam semesta.
Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mendalami tentang dasar-dasar, asal
muasal, ketentuan, susunan metode dan kesahihan sebuah ilmu pengetahuan. Maka dari segi
epistemologi Pancasila merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan dan
memiliki dasar-dasar yang memiliki kekuatan hukum. Sebagaimana yang tercantum dalan
UUD 1945. (baca juga: Fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara)
Aksiologi
Aksiologi merupakan ilmu filsafat yang mendalami tentang makna, sumber dan jenis sebuah
nilai serta tingkatan dan hakikat yang terkandung didalam sebuah nilai tersebut. Dilihat dari
segi aksiologi, Pancasila memiliki nilai-nilai yang mendasari terciptanya sebuah hak dan
kewajiban warga negara didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
majemuk. Nilai-nilai tersebut merupakan cerminan dari kehidupan bangsa yang memiliki
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Filsafat Pancasila merupakan sistem ialah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling memiliki
keterkaitan, keterikatan dan saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang dinamakan sebuah kesatuan organis.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada dasarnya menggunakan beberapa pendekatan
untuk menyelami nilai-nilai pokok yang mendasarinya, beberapa penjelasannya sebagai
berikut:
1. Dengan menggunakan pendekatan secara deduktif yakni dengan mencari hakikat serta
menganalisis isi dari Pancasila itu sendiri dan menyusunnya secara sistematis menjadi suatu
keutuhan pandangan yang komprehensif. (baca juga: Fungsi GBHN dalam Pembangunan
Nasional)
2. Dengan menggunakan pendekatan secara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala yang
timbul dalam kehidupan sosial dan budaya pada masyarakat kemudian merefleksikannya
lantas menarik arti serta makna yang hakiki dari gejala-gejala yang timbul tersebut.
Pancasila sebagai filsafat mengandung sebuah pandangan, konsep-konsep kebenaran dan cara
berpikir yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa Indonesia. Pancasila
memiliki fungsi dasar negara bagi suatu negara yang sesungguhnya ditujukan bukan hanya
untuk bangsa Indonesia nammun juga pada kehidupan manusia secara menyeluruh. Didalam
Pancasila yang terdiri dari lima sila yang pada hakikatnya merupakan sebuah sistem filsafat.
(baca juga: Peran konstitusi dalam negara demokrasi)
Pancasila memiliki lima sila didalamnya yang antara satu dengan yang lainnya memiliki
keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, artinya kelima sila didalam Pancasila merupakan
satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat berdiri sendiri. Pada prinsipnya Pancasila ditinjau
dari teori kausa (sebab) yang dikemukakan oleh Aristoteles, adalah sebagai berikut.
1. Kausa Material, yakni sebuah sebab yang memiliki hubungan dengan materi atau bahan.
Materi maupun bahan dasar Pancasila berasal dari nilai-nilai kehidupan sosial serta
kebudayaan yang telah ada dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia sendiri. (Baca
juga: Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat dan Contohnya)
2. Kausa Formalis, yakni sebuah sebab yang memiliki hubungan dengan asal-mula sebuah
bentuk. Pancasila sebagai Ideologi negara merujuk pada proses pembentukan Pancasila yang
kemudian dirumuskan hingga menjadi Pancasila yang dimuat dalam UUD 1945. (baca juga:
Manfaat UUD Republik Indonesia tahun 1945 bagi warga serta bangsa dan negara)
3. Kausa Finalis, yakni sebuah sebab yang terkait dengan asal mula sebuah tujuan. Para anggota
BPUPKI dan panitia sembilan yang menentukan tujuan perumusan Pancasila sebagai ideologi
negara dan bangsa yang merdeka.BPUPKI – Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia
4. Kausa Efisien, tentang asal mula sebuah karya. Kegiatan-kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam
melahirkan Pancasila melalui sidang bersama, merupakan kausa efisien yang membentuk
Pancasila sebagai dasar negara. (baca juga: Hubungan Negara dengan Warga Negara atau
Sebaliknya)
Pokok-pokok atau intisari (nilai esensi) sila-sila didalam Pancasila ialah, Tuhan sebagai kausa
prima(utama). Manusia sebagai makhluk individu dan juga sosial, satu merupakan kesatuan
yang memiliki kepribadian sendiri. Rakyat sebagai suatu unsur mutlak sebuah negara, harus
bekerja sama serta bergotong royong. Dan adil, yang memiliki makna memberikan keadilan
kepada diri sendiri maupun pada orang lain yang telah menjadi haknya. (baca juga: Manfaat
kehidupan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat)
Pancasila sebagai sebuah filsafat memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang sangat
berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu sila-sila dalam pancasila merupakan sebuah suatu
kesatuan sistem yang bulat, utuh dan meyeluruh (totalitas). Yang membuatnya saling
memiliki keterkaitan yang sama dan tidak dapat dipisah maupun diganti.