Anda di halaman 1dari 14

KONSEP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Pendidikan Kewarganegaraan adalah terjemahan dari istilah asing civic
education atau citizenship education. Terhadap dua istilah ini, John C. Cogan telah
membedakan dengan mengartikan civic educationsebagai “...the foundational course work in
school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult
lives” (Cogan, 1999), atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk
mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam
masyarakatnya.
Sedangkan citizenship education digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian
yang lebih luas yang mencakup
“...both these in-school experiences as well as out-of school or non-formal/informal learning
which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the
media, etc which help to shape the totality of the citizen” (Cogan, 1999).

Artinya, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman


belajar di sekolah dan luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dan dalam media.
Di sisi lain, David Kerr mengemukakan bahwa "Citizenship or Civics Education is
construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and
responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling,
teaching and learning) in that preparatory process". (Kerr, 1999). Pendapat tersebut
menjelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses
penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga
negara, dan secara khusus peran pendidikan (termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran,
dan belajar) dalam proses penyiapan warga negara tersebut.
Untuk konteks di Indonesia, citizenship education oleh beberapa pakar diterjemahkan
dengan istilah pendidikan kewarganegaraan (ditulis dengan menggunakan huruf kecil semua)
(Winataputra, 2001) atau pendidikan kewargaan (Azra, 2002).
Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa istilah citizenship education lebih luas
cakupan pengertiannya dari pada civic education. Dengan cakupan yang luas ini
maka citizenship education meliputi didalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti
khusus (civic education). Citizenship education sebagai proses pendidikan dalam rangka
menyiapkan warga negara generasi muda akan hak-hak, peran dan tanggung jawabnya sebagai
warga negara, sedang civic education adalah citizenship education yang dilakukan melalui
persekolahan.
Sementara itu, berkaitan dengan konsep Pendidikan Kewargaan, Azra (dalam ICCE,
2003) memandang bahwa secara substantif istilah Pendidikan Kewargaan tidak saja mendidik
generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibanannya
dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam
istilah Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warga negara
menjadi warga dunia (global society). Dengan demikian, orientasi Pendidikan Kewargaan
secara substantif lebih luas cakupannya daripada Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini sejalan
dengan pembedaan pengertian civic education dan citizenship education di atas.
Secara paradigmatik Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga domain, yakni 1)
domain akademik; 2) domain kurikuler; dan 3) aktivitas sosial-kultural (Winataputra, 2001).
Domain akademik adalah berbagai pemikiran tentang Pendidikan Kewarganegaraan yang
berkembang di lingkungan komunitas keilmuan. Domain kurikuler adalah konsep dan praksis
pendidikan kewarganegaraan dalam lingkup pendidikan formal dan nonformal. Sedangkan
domain sosial kultural adalah konsep dan praksis Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan
masyarakat (Wahab dan Sapriya, 2011). Ketiga komponen tersebut secara koheren bertolak
dari esensi dan bermuara pada upaya pengembangan warga negara yang baik (good citizens),
yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai, sikap dan watak
kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skill).
Menurut Zamroni ( Tim ICCE, 2005: 7) pengertian pendidikan kewarganegaraaan
adalah:
“Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis
dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru,
bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat”. Diharapakan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Rebuplik Indonesia. Hakekat NKRI adalah negara kebangsaan modern”.

Pendidikan Kewarganegaraan dijelaskan dalam Depdiknas (2006:49), Pendidikan


kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mefokuskan pada pembentukan warganegara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga
negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
UUD 1945. Lebih lanjut Somantri (2001: 154) menyatakan bahwa:
“PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasaryang berkenan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan
pendahuluan bela negara menjadi warga negara agar dapat diandalkan oleh bangsa dan
negara”.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat


membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural dan bahasa untuk menjadi warga
negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945 (Sudjana, 2003).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan
untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan,
sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk
berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (Sudjatmiko, 2008).

B. HAKIKAT, FUNGSI, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PKn


1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila
sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar
pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku
dalam kehidupan sehari-hari para mahasiswa baik sebagai individu, sebagai calon
guru/pendidik, anggota masyarakat dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Hakikat Pendidikan
Kewarganegaran adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri
yang beragam dari segi agama,sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk
menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila
dan UUD1945.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Nasional
Apabila kita kaji secara historis-kurikuler mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
tersebut telah mengalami pasang surut pemikiran. Sejak lahir kurikulum tahun 1946 di awal
kemerdekaan sampai pada era reformasi saat ini.
a. Tahun 1957
Pada tahun ini mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan. Isi pokok materinya
meliputi cara memperoleh kewarganegaraan serta hak dan kewajiban warga negara. Selain
mata pelajaran Kewarganegaraan juga diperkenalkan mata pelajaran Tata Negara dan Tata
Hukum.
b. Tahun 1959
Pada tahun ini ini muncul mata pelajaran CIVICS yang isinya meliputi sejarah nasional, sejarah
proklamasi, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, pidato-pidato kewarganegaraan presiden,
serta pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Tahun 1962
Pada tahun ini telah terjadi pergantian mata pelajaran CIVICS menjadi Kewargaan Negara.
Penggantian ini atas usul menteri kehakiman pada masa itu, yaitu Dr. Saharjo, SH. Menurut
beliau penggantian ini bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik. Materi yang
diberikan menurut keputusan menteri P dan K no. 31/1967 meliputi Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Tap MPR, dan pengetahuan PBB.
d. Tahun 1968
Pada tahun ini keluar kurikulum 1968 sehingga istilah Kewargaan Negara secara tidak resmi
diganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokoknya di Sekolah Dasar yaitu,
1. Pengetahuan kewarganegaraan
2. Sejarah Indonesia
3. Ilmu bumi
Sekolah Pendidikan Guru
1. Sejarah Indonesia
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Kemasyarakatan
4. Hak Asasi Manusia (HAM)
e. Tahun 1973
Pada tahun ini Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
bidang PKn menetapkan 8 tujuan kurikuler, yaitu:
1. Hak dan kewajiban warga negara
2. Hubungan luar negeri dan pengetahuan internasional
3. Persatuan dan kesatuan bangsa
4. Pemerintahan demokrasi Indonesia
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
6. Pembangunan sosial ekonomi
7. Pendidikan kependudukan
8. Keamanan dan ketertiban masyarakat
f. Tahun 1975
Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan misi
pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini
merupakan mata pelajaran wajib untuk Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Mata
pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya
Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975
(Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu
berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
(Winataputra dan Budimansyah, 2007).
g. Tahun 1994
Pada tahun ini mata pelajaran PMP diganti menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua
jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39).
Kurikulum Pendidikan Dasar tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut
dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau
PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan
materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep
nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan
pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba, 1967). Pendekatan ini
mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan
dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya didominasi
oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat lihat dari
materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila.
Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang
beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam
berprilaku sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007).
Sedangkan dalam kurikulum 1994 ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) meliputi :
1. nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang diharapkan terwujud dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana dimaksud dalam Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
2. kehidupan ideologi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di negara
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan luas liputan,
kedalaman dan tingkat kesukaran materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan belajar
siswa pada satuan pendidikan.
h. Tahun 2004
Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun
2004 dimana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berubah nama menjadi
Kewarganegaraan.
i. Tahun 2006
Pada tahun ini keluar kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) muncul mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menggantikan
Kewarganegaraan dan PPKn.
Berdasarkan Pemendiknas No. 22 tahun 2006, ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah secara umum meliputi aspek-aspek
sebagai berikut,
1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
2. Norma, Hukum dan Peraturan
3. Hak Asasi Manusia
4. Kebutuhan Warga Negara
5. Konstitusi Negara
6. Kekuasaan dan Pilitik
7. Pancasila
8. Globalisasi
Jadi Hakikat PKn, yaitu,
Program pendidikan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa
yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan
sehari hari. Sebuah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam
dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki fungsi
yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki
keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Numan Somantri (2001:166)
memberikan pemaparan mengenai fungsi PKn sebagai berikut:
“Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan
belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan
kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam
integritas pribadi dan perilaku sehari-hari”.

Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila
dan UUD NKRI 1945.
Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa
pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam
menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi
tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.
Menurut Branson (1999) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian,
maupun nasional. Tujuan PKn dalam Depdiknas (2006) adalah untuk memberikan kompetensi
sebagai berikut :
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995) adalah sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan
Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan
jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.”
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat
kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga
perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta
perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah
partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara
yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia.
Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan
seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan
serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu
berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat
serta perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara
yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap
bangsa dan negara, beragama, demokratis, Pancasila sejati” (Somantri, 2001).
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci
menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi :
a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori.
b. Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat,
menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai.
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui
masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis; (c) keterampilan mengumpulkan data; (d)
keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data; (e) keterampilan menguji hipotesis; (f)
keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif,
karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu
keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat
melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty
(Numan Somantri, 1975) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak
terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep
dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta
penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan,
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar
ideologi, dan pandangan hidup negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya
dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005) bahwa tujuan negara
mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga
negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics
inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan
tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar :
a. Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah.
b. Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta watak
ke-Indonesiaan.
c. Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak didik.
d. Menggugah kesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia
untuk selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup
kemungkinan bagi diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi
dan dalam rangka kompetisi dalam pasar bebas dunia.
e. Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku
sesuai dengan nilai, moral dan norma Pancasila.
f. Mempersiapkan anak didik utuk menjadi warga negara dan warga masyarakat Indonesia yang
baik dan bertanggung jawab serta mencintai bangsa dan negaranya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PKn sebagai program
pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada
aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan
psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan


Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode,
sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material
maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh
suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang
dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari Pendidikan
Kewarganegaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan warganegara baik yang empirik
maupun yang nonempirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warganegara dalam
kesatuan bangsa dan negara. Sebagai objek formalnya mencakup dua segi, yaitu segi hubungan
antara warganegara dan negara (termasuk hubungan antar warganegara) dan segi pembelaan
negara.
Mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam ruang lingkup
pembelajaran. Ruang lingkup pada materi mata pelajaran PKn sesuai Permendiknas No. 22
Tahun 2006 tentang standar isi, meliputi:
a. Persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Norma, hukum, dan peraturan.
c. Hak asasi manusia.
d. Kebutuhan warga negara.
e. Konstitusi negara.
f. Kekuasan dan Politik.
g. Pancasila.
h. Globalisasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa materi pembelajaran pada mata pelajaran
PKn terangkum dalam ruang lingkup mata pelajaran PKn yang terdiri dari beberapa
aspek, meliputi: ruang lingkup persatuan dan kesatuan bangsa, ruang lingkup norma, hukum,
dan peraturan, ruang lingkup HAM (Hak Asasi Manusia), ruang lingkup kebutuhan dan
konstitusi negara, ruang lingkup kekuasaan dan politik, ruang lingkup pancasila, serta ruang
lingkup globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka
Tunggal Ika. Makalah Disampaikan dalam Symposium Internasional Antropologi Indonesia
ke-3. Denpasar: Kajian Budaya UNUD.
Budiyanto.Pendidikan Kewarganegaraan .Yogyakarta: UNY Press. 2004.
Cogan, J.J: Howaya, Rk.K: (1999) The Foundation of education. New York: Prentice hall, Inc.
Djahiri, A. Kosasih. 1995. Dasar Umum Metodologi Pengajaran Pendidikan Nilai Moral.
Bandung: Lab. Pengajaran PMP-IKIP Bandung.
Endang Zaelani Zukarya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
Prof. DR. H. Kaelani, M.S. dan Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk Perguruan Tinggi. Penerbit Paradigma:Yogyakarta 2007
Sapriya. (2011). Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya
Soemantri. (2001). Menggagas Pembelajaran Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Sudjana (2003). Dasar-dasar proses belajar mengajar, Bandung : Sinar Baru
Sunarso, dkk.Materi dan Pembelajaran Pkn SD. Jakarta: UniversitasTerbuka. 2006.
Winarno. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Winataputra, Udin, 2001. Apa dan bagaimana pendidikan kewarganegaraan, makalah
lokakarya Civic EducationDosen IAIN/STAIN Se-Indonesia, Sawangan Depok.
Pancasila sebagai Filsafat Bangsa Indonesia
Filsafat secara harafiah berasal dari bahasa Yunani, yakni philo-sophia.
Kata philo/philein memiliki arti cinta, dan sophia/sophos memiliki arti hikmah atau
kebijaksanaan. Maka filsafat memiliki arti mencintai sesuatu hhal yang memiliki sifat
bijaksana. Filsafat sendiri merupakan ilmu atau teori yang menjadi dasar alam pikiran dalam
melakukan suatu kegiatan. Dan makna filsafat menurut D. Runes ialah sebuah ilmu yang
paling umum yang mengandung usaha untuk mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan.
(baca juga: Hakikat Ideologi sebagai Pedoman). Berikut adalah penjelasan Pancasila sebagai
Filsafat :

Menurut Kajian Ilmu Filsafat


Sebagai sebuah filsafat, di dalam Pancasila terkandung sebuah pandangan, nilai-nilai serta
suatu pemikiran yang menjadikannya inti utama dari sebuah ideologi. Pancasila sebagai
sebuah filsafat merupakan cerminan sebuah pemikiran yang kristis dan rasoinal
tentang kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa secara
mendasar dan menyeluruh. Filsafat Pancasila ditujukan untuk semua orang dan bukan hanya
untuk bangsa Indonesia saja, sebab didalamnya terkandung konsep kehidupan secara luas dan
tidak terbatas. Didalam fisafat Pancasila ada beberapa sudut pandang yang mendasarinya,
diantaranya sebagai berikut.

 Ontologi

D. Runes mengungkapkan, ontologi merupakan teori tentang suatu keberadaan atau


eksistensi. Sedangkan menurut pemikiran Aristoteles mengenai filsafat terutama, ontologi
merupakan ilmu yang menyelidiki tentang sebuah hakikat sesuatu hal yang memiliki arti
yang sama dengam metafisika. Jadi dengan pemjelasan tersebut, ontologi ialah suatu bidang
filsafat yang mendalami sebuah makna tentag sebuah keberadaan sesuatu hal (eksistensi).
Bidang ontologi meliputi keberadaan manusia, benda, dan alam semesta beserta segala isinya.
(baca juga: Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam sistem pemerintahan di Indonesia)

Dalam aspek ontologi, “keberadaan” Pancasila merupakan sesuatu hal yang nyata dan
realistis. Sebab didalam Pancasila menjelaskan tentang keberadaan Tuhan serta kehidupan
masyarakat Indonesia yang majemuk adalah sesuatu yang nyata (real). Seperti yang tertera
pada sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”. Bahwa Pancasila secara ontologi mengakui
keberadaan Tuhan yang memiliki kuasa dan sebagai pencipta alam semesta.

 Epistemologi

Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mendalami tentang dasar-dasar, asal
muasal, ketentuan, susunan metode dan kesahihan sebuah ilmu pengetahuan. Maka dari segi
epistemologi Pancasila merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan dan
memiliki dasar-dasar yang memiliki kekuatan hukum. Sebagaimana yang tercantum dalan
UUD 1945. (baca juga: Fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara)

 Aksiologi

Aksiologi merupakan ilmu filsafat yang mendalami tentang makna, sumber dan jenis sebuah
nilai serta tingkatan dan hakikat yang terkandung didalam sebuah nilai tersebut. Dilihat dari
segi aksiologi, Pancasila memiliki nilai-nilai yang mendasari terciptanya sebuah hak dan
kewajiban warga negara didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
majemuk. Nilai-nilai tersebut merupakan cerminan dari kehidupan bangsa yang memiliki
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat

Filsafat Pancasila merupakan sistem ialah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling memiliki
keterkaitan, keterikatan dan saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang dinamakan sebuah kesatuan organis.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada dasarnya menggunakan beberapa pendekatan
untuk menyelami nilai-nilai pokok yang mendasarinya, beberapa penjelasannya sebagai
berikut:

1. Dengan menggunakan pendekatan secara deduktif yakni dengan mencari hakikat serta
menganalisis isi dari Pancasila itu sendiri dan menyusunnya secara sistematis menjadi suatu
keutuhan pandangan yang komprehensif. (baca juga: Fungsi GBHN dalam Pembangunan
Nasional)
2. Dengan menggunakan pendekatan secara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala yang
timbul dalam kehidupan sosial dan budaya pada masyarakat kemudian merefleksikannya
lantas menarik arti serta makna yang hakiki dari gejala-gejala yang timbul tersebut.

Pancasila sebagai filsafat mengandung sebuah pandangan, konsep-konsep kebenaran dan cara
berpikir yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa Indonesia. Pancasila
memiliki fungsi dasar negara bagi suatu negara yang sesungguhnya ditujukan bukan hanya
untuk bangsa Indonesia nammun juga pada kehidupan manusia secara menyeluruh. Didalam
Pancasila yang terdiri dari lima sila yang pada hakikatnya merupakan sebuah sistem filsafat.
(baca juga: Peran konstitusi dalam negara demokrasi)

Prinsip Filsafat Pancasila

Pancasila memiliki lima sila didalamnya yang antara satu dengan yang lainnya memiliki
keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, artinya kelima sila didalam Pancasila merupakan
satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat berdiri sendiri. Pada prinsipnya Pancasila ditinjau
dari teori kausa (sebab) yang dikemukakan oleh Aristoteles, adalah sebagai berikut.

1. Kausa Material, yakni sebuah sebab yang memiliki hubungan dengan materi atau bahan.
Materi maupun bahan dasar Pancasila berasal dari nilai-nilai kehidupan sosial serta
kebudayaan yang telah ada dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia sendiri. (Baca
juga: Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat dan Contohnya)
2. Kausa Formalis, yakni sebuah sebab yang memiliki hubungan dengan asal-mula sebuah
bentuk. Pancasila sebagai Ideologi negara merujuk pada proses pembentukan Pancasila yang
kemudian dirumuskan hingga menjadi Pancasila yang dimuat dalam UUD 1945. (baca juga:
Manfaat UUD Republik Indonesia tahun 1945 bagi warga serta bangsa dan negara)
3. Kausa Finalis, yakni sebuah sebab yang terkait dengan asal mula sebuah tujuan. Para anggota
BPUPKI dan panitia sembilan yang menentukan tujuan perumusan Pancasila sebagai ideologi
negara dan bangsa yang merdeka.BPUPKI – Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia
4. Kausa Efisien, tentang asal mula sebuah karya. Kegiatan-kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam
melahirkan Pancasila melalui sidang bersama, merupakan kausa efisien yang membentuk
Pancasila sebagai dasar negara. (baca juga: Hubungan Negara dengan Warga Negara atau
Sebaliknya)

Pokok-pokok atau intisari (nilai esensi) sila-sila didalam Pancasila ialah, Tuhan sebagai kausa
prima(utama). Manusia sebagai makhluk individu dan juga sosial, satu merupakan kesatuan
yang memiliki kepribadian sendiri. Rakyat sebagai suatu unsur mutlak sebuah negara, harus
bekerja sama serta bergotong royong. Dan adil, yang memiliki makna memberikan keadilan
kepada diri sendiri maupun pada orang lain yang telah menjadi haknya. (baca juga: Manfaat
kehidupan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat)

Pancasila sebagai sebuah filsafat memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang sangat
berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu sila-sila dalam pancasila merupakan sebuah suatu
kesatuan sistem yang bulat, utuh dan meyeluruh (totalitas). Yang membuatnya saling
memiliki keterkaitan yang sama dan tidak dapat dipisah maupun diganti.

Anda mungkin juga menyukai