Anda di halaman 1dari 2

trobos.

com/detail-berita/2013/11/15/15/4206/aplikasi-budidaya-lele-sistem-bioflok-secara-tepat

Oleh: Ikhsan Khasani


Peneliti Balai Penelitian Pemuliaan Ikan
Mahasiswa Program Doktor IPB

Budidaya lele bagi sebagian masyarakat dianggapmudah. Walaudemikian, tak sedikit keluhan pembudidaya
lele bila menjalankan sistem budidaya intensif, terkait kiantingginya harga pakan. Setidaknya
begitulahkeluhan para pembudidaya pada sejumlah acara pelatihan budidaya ikan di Subang, Bandung,dan
Karawang.

Tidak demikian dengan para pembudidaya lele yang tergabung dalam Paguyuban Mina Pantura (Pantai
Utara), di kawasan Pantura Pemalang–Pekalongan, Jawa Tengah.Mereka melakukan pembesaran lele super
intensifdenganaplikasi teknologi bioflok, manajemen pakan yang baik, pemilihan strain ikan yang tepatdan
pemilihan probiotik yang handal.

Hasilnya,dengan luas tanah tidak lebih dari 100 m2 mampu diproduksi lele konsumsi sebanyak 4 ton per
bulan. Keuntungan kotor mencapai Rp 8–10juta. Berikut adalah kiat-kiatnya.

Teknologi Bioflok
Intensifikasi budidaya melalui peningkatan padat tebar benih dan penggunaan pakan berprotein tinggi
dilakukan guna meningkatkan produksi benih per satuan luas. Kegiatan tersebut cukup berisiko jikakurang
tepat dalam pengelolaannya, karena menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar yang memacu
peningkatan kadar senyawa toksik seperti amonia dan nitrit, serta perkembangan bakteri patogen. Limbah
organik, baik dalam bentuk terlarut (dissolved) maupun padatan ( suspended) tersebut juga berpotensi
menurunkan daya dukung perairan bagi kehidupan organisme akuatik dan masyarakat jikatidak dikelola
dengan baik.

Limbah cair akuakultur memiliki kandungan unsur nitrogen terlarut sangat tinggi, dalam bentuk amonia,
nitrit,dan nitrat. Jika dibuang langsung ke perairan umum atau digunakan kembali ke kolam budidaya
bisamenyebabkan kematian ikan serta eutrofikasi yang menyebabkan gangguan ekosistem.

Di sisi lain, nutrien yang terkandung tersebut berpotensi sebagai media bagi pengembangan pakan alami
yang bisa menambah nilai ekonomis limbah tersebut.Selain itu, populasi mikroorganisme yang ada dalam
limbah cair merupakan potensi besar karena bisamenjadi makanan alami bagi sejumlah spesies ikan
budidaya seperti nila, udang vannamei, dan udang galah. Dan ternyata, lele pun memakan bioflok sehingga
kebutuhan pakan bisaditekan.

Terkait hal ini beberapa hal yang perlu dipahami mengenai konsep teknologi bioflok adalah sebagai berikut. 1)
Pemberian pakan berprotein tinggi mengakibatkan peningkatan kadar nitrogen (N) organik, seperti amonia
dan nitrit, karena hanya 20–25% protein pakan yang terkonversi menjadi protein ikan, 2) amonia dan nitrit
toksik bagi ikan sehingga menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian, 3) penambahan sumber
karbon (C) organik, dalam bentuk molase (tetes tebu), tepung tapioka, tepung terigu, meningkatkan rasio C:N
diatas 10 sehingga bakteri heterotrof berkembang, 4) bakteri heterotrof lebih efektif mengkonversi N di air
media menjadi biomassa sel dibandingkan fitoplankton, 5) densitas bakteri heterotrof yang tinggi membentuk
flok “bioflok” yang bisadimanfaatkan sejumlah spesies ikan sebagai sumber pakan tambahan, 6) agar sistem
bioflok berjalan baik maka suplai oksigen (minimum 5 mg/L) dan pengadukan harus dilakukan.

Selain itu, pemilihan jenis bakteri sangat utama terhadap keberhasilan sistem bioflok, karena tidak semua
bakteri mampu membentuk flok. Bakteri positif—yangselama ini dikenal sebagai probiotik—merupakanpilihan
tepat dalam penerapan budidaya sistem bioflok, satu di antaranya Bacillus subtillis.

Budidaya ala Mina Pantura


Pemilihan jenis bakteri.Mikroba dengan kemampuan remediasi tinggi merupakan kunci utama keberhasilan
penerapan sistem bioflok. Dengan waktu pembelahan diri yang cepat (generation time 10–12jam) maka
populasi bakteri heterotrof akan sangat cepat.

Bakteri yang dikenal handal sebagai remediator bahan organik adalah Bacillus sp. Tanpa mengkultuskan
jenis probotik yang dipakan (gambar 4), namun berdasarkan komposisi bakteri penyusunnya maka sangat
logis kalau produk tersebut efektif digunakan sebagai agensia perombaklimbah organik dalam sistem bioflok.

Manajemen pakan. Selain pemilihan jenis pakan yang tepat, ada teknik tertentudalam pengolahan pakan
sebelum digunakan. Yaitu melalui penerapan sistem fermentasi pakan sehingga nilai kecernaan pakan
meningkat.

1/2
Fermentasi dilakukan dengan menambahkan probiotik sebanyak 4 ml/Kg pakan, dibiarkan selama 2–7hari
dalam tempat oksigen terbatas (an aerob). Pada hari ke-3 fermentasi,ternyata pakan sudah ditumbuhi
mikroba sehingga berwarna keputihan.

Berdasarkan pengalaman, pakan yang telah difermentasi tersebut memberikan hasil positif, berupa ikan yang
sehat. Kebalikannya pemberian pakan tanpa difermentasi berakibat pada banyaknya ikan yang luka.
Alhasilterciptalah sistem budidaya lele hemat pakan, karena FCR-nya 0,7 – 0,8.

Untuk menghemat biaya pakan dilakukan beberapa langkah khusus. Yaitu 1) penggunaan pakan dengan
kadar protein tinggi (28–31) dihentikan dan diganti dengan pakan dengan kadar protein rendah, 22–24 setelah
flok terbentuk dan 2) pemuasaan sehari tiap minggu setelah flok terbentuk (kandungan flok 150 mL/L media).

Manajemen air. Sistem bioflok bukan berarti tanpa ganti air, karena jikadensitas flok terlalu tinggi berbahaya
bagi keseimbangan sistem, khususnya kadar oksigen terlarut akan sangat rendah, sehingga ikan rawan stres
dan kematian.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada beberapa bak pemeliharaan ikan lele, diketahui bahwa sistem
tersebut cukup ideal, dengan level pH 8,0 – 8,1; oksigen terlarut 1,8 mg/L (bagian atas) dan 2,1 mg/L (bagian
tengah); kadar nitrit 0 mg/L, dan kadar nitrat 0 mg/L.

2/2

Anda mungkin juga menyukai