KIMIA FISIKA
PERCOBAAN IX
PENENTUAN PERSAMAAN LAJU
(KINETIKA KIMIA)
PENDAHULUAN
pengetahuan tentang sesuatu yang dalam proses menjadi sesuatu yang lain. Dimana
perubahan yang terjadi tidaklah tampak nyata. Perubahan yang terjadi ini yang
disebut sebagai suatu reaksi kimia, dan kemudian dipelajari oleh banyak ahli kimia.
laju reaksi dan mekanisme reaksi. Laju reaksi adalah perubahan jumlah pereaksi
dan hasil reaksi per satuan waktu, karena reaksi berlangsung kearah pembentukan
hasil, maka laju reaksi tak lain dari pengurangan jumlah pereaksi per satuan waktu,
Salah satu faktor pada persamaan laju reaksi itu kecuali suhu, keadaan zat,
katalisator, dan kepekatan pereaksi adalah tingkat reaksi atau orde reaksi. Tingkat
reaksi ini ditentukan dari hasil percobaan yang menyatakan hubungan antara laju
pelacakan tingkat reaksi suatu pereaksi, maka pereaksi-pereaksi yang lain dibuat
konstan.
dilaboratorium, serta menjadikan teori yang dimaksud lebih aplikatif dan mudah
dipahami, dilakukanlah percobaan penentuan hukum laju reaksi dari ionisasi aseton
penentuan hukum laju reaksi dengan metode kimia dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
1. Menentukan hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan berair yang
Prinsip percobaan ini yaitu penitaran larutan iod dalam larutan asam dengan
larutan natrium tiosulfat hingga larutan berubah warna dari biru menjadi tidak
dapat ditentukan jumlah iod yang tidak terikat oleh aseton yang bereaksi dengan
tiosulfat yang digunakan untuk menentukan konstanta laju reaksi dan orde reaksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mempelajari laju reaksi kimia secara kuantitatif dan juga mempelajari faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Pengukuran kinetika reaksi pertama kali
dilakukan oleh Wilhelmy pada tahun 1850. Pada waktu itu Wilhelmy melakukan
pengukuran laju inversi sukrosa. Wilhelmy menyimpulkan bahwa laju reaksi pada
setiap waktu sebanding dengan konsentrasi sukrosa yang tersisa pada waktu itu,
dc dc
secara matematik dapat ditulis k1 c , sering kali disebut sebagai
dt dt
differential rate expression dan k1 adalah konstanta laju reaksi (Bird, 1993).
stoikiometri reaksi dan mengenali setiap reaksi samping. Dengan demikian, data
dasar tentang kinetika kimia adalah konsentrasi reaktan dan produk pada waktu
yang berbeda-beda setelah reaksi dimulai. Karena laju reaksi kimia pada umumnya
peka terhadap temperatur, maka temperatur campuran reaksi harus dijaga supaya
konstan selama reaksi berlangsung. Jika tidak, maka laju yang akan diamati akan
merupakan laju rata-rata pada temperatur berbeda-beda, yang tak berarti. Syarat ini
dinilai berdasarkan kecepatan reaksi dari proses reaksi tersebut. Inti dari reaksi
antara kecepatan reaksi dan konsentrasi pereaksi kimia. Tingkat konstan yang
didefinisikan sebagai tingkat konsentrasi suatu zat yang terlibat dalam reaksi
dengan tanda negatif atau positif, tergantung pada substansi merupakan reaktan
Laju reaksi adalah jumlah mol reaktan per satuan volume yang bereaksi
dalam satuan waktu tertentu. Bentuk persamaan laju reaksi yang lebih umum
adalah laju = k[A]x [B]y [C]z ....., dan seterusnya . Sehingga dapat dikatakan bahwa
orde reaksi terhadap A adalah x, orde reaksi terhadap B adalah y, dan orde reaksi
pangkat dalam persamaan laju reaksi. Orde suatu reaksi nilainya ditentukan secara
percobaaan dan tidak dapat diturunkan secara teori, walaupun stoikiometrinya telah
matematik yang dikenal sebagai hukum laju atau persamaan laju. Perhatikan reaksi
hipotetik,
aA + bB + … → gG + hH + …
Dalam rumusan tersebut, lambang [A], [B] merupakan konsentrasi molar. Pangkat
m, n,… merupakan angka-angka bulat yang kecil, walaupun dalam beberapa kasus
dapat berupa pecahan ataupun negatif. Penting untuk diingat bahwa tidak ada
beberapa kasus keduanya identik (m = a, atau n = b), hal itu hanya suatu kebetulan,
orde reaksi. Total jumlah pangkat m + n + … merupakan orde reaksi total. Faktor k
disebut tetapan laju. Faktor tersebut merupakan sifat khas dari suatu reaksi, dan
hanya tergantung pada suhu. Laju reaksi biasa dinyatakan dalam satuan mol per
liter per satuan waktu, misalnya, mol L-1 det-1 atau mol L-1 men-1. Satuan k
diterima saat ini adalah zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tanpa dirinya
sendiri terlibat dalam reaksi secara permanent. Dengan demikian pada akhir reaksi
Iod adalah padatan hitam dengan sedikit kilap logam. Pada tekanan
atmosfer, iod menyublim tanpa meleleh. Iod segera melarut dalam pelarut
nonpolar. Pembentukan cepat dalam reaksi kering dari klorida, bromida, dan iodida
Iod terdapat sebagai ioda dalam air laut, dan sebagai iodat dalam garam
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif
beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara
langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit . Akan
tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Day dan Underwood, 1993).
Iodin hanya larut sedikit dalam air 0,00134 mol/liter pada 25 ˚C, namun larut
I2 + I- I3-
Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25 ˚C. suatu kelebihan kalium
kalium iodida berlebih dan menitrasi iodineyang dibebaskan. Karena banyak agen
laju
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aseton, larutan iod
(0,05 M dalam larutan KI), larutan Na2S2O3 0,01 M, larutan asam sulfat 1 M,
larutan CH3COONa 10%, larutan amilum 1%, akuades, tissue roll, dan aluminium
foil.
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer 300 mL,
labu erlenmeyer 100 mL, pipet volume 5 ml, pipet volume 10 ml, pipet volume 20
ml, pipet volume 25 mL, gelas piala 200 ml, gelas piala 500 mL, labu ukur 250 ml,
stopwatch, botol semprot, magnetik stirrer, dan barr, batang pengaduk, bulb, pipet
3.3.1 Percobaan A
dan diencerkan dengan akuades hingga tanda batas. Larutan tersebut dipindahkan
itu, 25 mL larutan iod 0,01 M dipipet ke dalam larutan tersebut, dan bersamaan
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 M sampai larutan berubah warna menjadi
1 21,00 300
2 17,10 600
A
3 10,00 900
4 1,00 1200
5 0,10 1500
1 24,09 300
2 18,20 600
3 11,20 900
B
4 6,10 1200
5 0,30 1500
6 0,10 1800
1 27,09 300
2 23,90 600
3 21,08 900
C
4 18,30 1200
5 15,30 1500
6 12,40 1800
7 9,00 2100
8 5,90 2400
9 2,3 2700
10 0,10 3000
4.2 Reaksi
CH3-C(OH)-CH3 → CH3-C(OH)=CH2 + H+
CH3-C(OH)=CH2 + I2 → CH3-C(OH)(I)-CH2I
CH3-C(OH)(I)-CH2I → CH3-CO-CH2I + HI
4.3 Perhitungan
n I2 = ½ x n Na2S2O3
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
a. Percobaan A
Titrasi Iodin 1
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 2
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 3
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 4
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 5
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
b. Percobaan B
Titrasi Iodin 1
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 2
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 3
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 5
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 6
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
c. Percobaan C
Titrasi Iodin 1
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 2
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 3
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 4
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 5
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = ½ x 0,01 M x 15,30 mL = 0,0765 mmol
Titrasi Iodin 6
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 7
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 8
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 9
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
Titrasi Iodin 10
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
a. Percobaan A
Titrasi Iodin 1
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,00 mL
= 57,00 mL
n I2 0,1055 mmol
[I2]1 = = = 1,8850 . 10-3 M
Vtotal 57,00 mL
Titrasi Iodin 2
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 17,10 mL
= 53,1 mL
n I2 0,0855 mmol
[I2]2 = = = 1,6101. 10-3 M
Vtotal 53,1 mL
Titrasi Iodin 3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 10,00 mL
= 46 mL
n I2 0,0500 mmol
[I2]3 = = = 1,0869. 10-3 M
Vtotal 46 mL
Titrasi Iodin 4
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 1,000 mL
= 37 mL
n I2 0,0050 mmol
[I2]5 = = = 1,3513 . 10-4 M
Vtotal 37 mL
Titrasi Iodin 5
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL
= 36,10 mL
n I2 0,0005 mmol
[I2]5 = = = 1,3850 . 10-5 M
Vtotal 36,10 mL
b. Percobaan B
Titrasi Iodin 1
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 24,09 mL
= 60,09
n I2 0,1204 mmol
[I2]1 = = = 2,0036 . 10-3 M
Vtotal 60,09 mL
Titrasi Iodin 2
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 18,20 mL
=54,2 mL
n I2 0,0920 mmol
[I2]2 = = = 1,6974. 10-3 M
Vtotal 54,2 mL
Titrasi Iodin 3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 11,20 mL
= 47,2 mL
n I2 0,1120 mmol
[I2]3 = = = 2,3728. 10-3 M
Vtotal 47,2 mL
Titrasi Iodin 4
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 6,10 mL
= 42,1 mL
n I2 0,0305 mmol
[I2]4 = = = 7,2446 . 10-4 M
Vtotal 42,1 mL
Titrasi Iodin 5
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,30 mL
= 36,3 mL
n I2 0,0015 mmol
[I2]5 = = = 3,9164 . 10-5 M
Vtotal 38,3 mL
Titrasi Iodin 6
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL
= 36,1 mL
n I2 0,0005 mmol
[I2]6 = = = 1,3850 . 10-5 M
Vtotal 36,1 mL
c. Percobaan C
Titrasi Iodin 1
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 27,09 mL
= 63,09 mL
n I2 1,3545 mmol
[I2]1 = = = 2,1469 . 10-2 M
Vtotal 63,09 mL
Titrasi Iodin 2
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 23,90 mL
=59,9 mL
n I2 0,1195 mmol
[I2]2 = = = 1,9949. 10-3 M
Vtotal 59,9 mL
Titrasi Iodin 3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,08 mL
= 57,08 mL
n I2 0,1054 mmol
[I2]3 = = = 1,8465. 10-3 M
Vtotal 57,08 mL
Titrasi Iodin 4
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 18,30 mL
= 54,3 mL
n I2 0,0915 mmol
[I2]4 = = = 1,6850 . 10-3 M
Vtotal 54,3 mL
Titrasi Iodin 5
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 15,30 mL
= 51,3 mL
n I2 0,0765 mmol
[I2]5 = = = 1,4912 . 10-3 M
Vtotal 51,3 mL
Titrasi Iodin 6
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 12,40 mL
= 48,4 mL
n I2 0,0620 mmol
[I2]6 = = = 1,2809 . 10-3 M
Vtotal 48,4 mL
Titrasi Iodin 7
= 10 mL + 1 mL + 25 mL +9,00 mL
= 45 mL
n I2 0,0450 mmol
[I2]7 = = = 1,0000 . 10-3 M
Vtotal 45 mL
Titrasi Iodin 8
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 5,90 mL
= 41,9 mL
n I2 0,0295 mmol
[I2]8 = = = 7,0405 . 10-4 M
Vtotal 41,9 mL
Titrasi Iodin 9
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 2,3 mL
= 38,3 mL
n I2 0,0115 mmol
[I2]9 = = = 3,0026 . 10-4 M
Vtotal 38,3 mL
Titrasi Iodin 10
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL
= 36,1 mL
n I2 0,0005 mmol
[I2]10 = = = 1,3850 . 10-5 M
Vtotal 36,1 mL
4 .3.3 Laju reaksi
a. Percobaan A
Titrasi Iodin 1
[I2 ]
V1 = − 2 - [I2 ]1
t2 - t1
Titrasi Iodin 2
[I2 ]
V2 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2
Titrasi Iodin 3
[I2 ]
V3 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2
Titrasi Iodin 4
[I2 ]
V4 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2
0,13850 .10-4 M – 1,3513 . 10-4 M
=-
1500 s – 1200 s
b. Percobaan B
Titrasi Iodin 1
[I2 ]
V1 = − 2 - [I2 ]1
t2 - t1
Titrasi Iodin 2
[I2 ]
V2 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2
Titrasi Iodin 3
[I2 ]
V3 = − 4 - [I2 ]3
t4 - t3
Titrasi Iodin 4
[I2 ]
V4 = − 5 - [I2 ]4
t5 - t4
c. Percobaan C
Titrasi Iodin 1
[I2 ]
V1 = − 2 - [I2 ]1
t2 - t1
Titrasi Iodin 2
[I2 ]
V2 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2
Titrasi Iodin 3
[I2 ]
V3 = − 4 - [I2 ]3
t4 - t3
Titrasi Iodin 4
[I2 ]
V4 = − 5 - [I2 ]4
t5 - t4
[I2 ]
V5 = − 6 - [I2 ]5
t6 - t5
a. Percobaan A
Tabel 2. Regresi
y = ax + b
No. x y xy x2 y2
37,2245 – 34,3551
=
18,1102 – 18,0774
= 0,8748
b = y - ax
= -5,7140 – (0,8748)(-3,0062)
= -3,0842
a = slope = 0,8748
b = intercept = -3,0842
y = 0,8748x – 3,0842
R2 = -2,6622
Grafik 1. Hubungan antara log [I2] dan log v pada Titrasi Iodin I
0
-70,000 -60,000 -50,000 -40,000 -30,000 -20,000 -10,000 0
-10,000
-20,000
y = 0,8877x - 5,9009
R² = 1
-30,000
-40,000
-50,000
-60,000
a = slope = 0,8877
b = intercept = -5,9000
y = 0,8870x – 5,9000
V = k [I2]m
m = slope = 0,8870
Tabel 4. Regresi
y = ax + b
No. x y xy x2 y2
1. -2,7552 -5,9994 16,5146 7,5911 35,9928
= -0,3748 7
5
b = y - ax ,
4
= -5,8523 – (-0,3748)(-3,0394) 3
2
= -7,0024 6
7
5
,
3
a = slope = -0,3748
b = intercept = -7,0024
y = -0,03748x - 7,0024
R2 = -0,3748
yy(Type (-23,4093)
12,1579)( – 7,0024
-23,4093/4)
equation here. (71,0212)
71,0212– ((- – 4 (34,2497)
yy(Type(547,9953)
12,1579)(-equation – 4 71,0212–
here.
23,4093/4) (34,2497)((-12,1579)(-
R2 = -1,5220
Grafik 2. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin II
-56,000
-40,000 -35,000 -30,000 -25,000 -20,000 -15,000 -10,000 -5,000 0
-56,500
-57,000
-58,500
-59,000
-59,500
-60,000
-60,500
V = K [I2]m
m = slope = -0,4100
c. Percobaan C
Tabel 6. Regresi
y = ax + b
No. x y xy x2 y2
84,9841 – 85,4805
=
43,8370 – 43,6855
= -3,2765
b = y - ax
= -5,7839 – (-3,2765)(-2,9558)
= -15,4685
a = slope = -3,2765
b = intercept = -15,4685
y = -3,2765x – 15,4685
0
-33,000 -32,000 -31,000 -30,000 -29,000 -28,000 -27,000
-10,000
-20,000
m = slope = 3,2770
4.5 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang
terkatalisis dengan asam. Proses pada percobaan ini dimulai dengan mencampur
aseton dengan larutan asam sulfat dan air. Dalam hal ini asam sulfat bertindak
dalam larutan karena reaksi antara iod dan aseton dalam air berjalan lambat.
stopwatch. Setelah itu dengan segera sebagian larutan diambil dan dimasukkan ke
dalam larutan yang terdiri dari campuran natrium asetat dan amilum. Adapun
amilum digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan titik akhir titrasi. Larutan
ini berwarna ungu sebab terbentuk kompleks iod dengan amilum. Selanjutnya
larutan dititrasi dengan natrium tiosulfat untuk mengetahui konsentrasi iod diawal
reaksi.
pertama kali penambahan iod ke dalam larutan aseton. Konsentrasi iod didalam
larutan sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus mengecil, yang ditandai
dengan berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk menitrasi
cuplikan. Oleh karenanya hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selang waktu
Sementara larutan yang terdiri dari campuran aseton dan iod, sejalan dengan
bertambahnya waktu akan mengalami perubahan warna yang semakin bening. Hal
ini dikarenakan iod yang memberikan warna pada larutan diawal, konsentrasinya
dihitung konsentrasi iod dalam larutan melalui persamaan reaksi yang terjadi.
Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan untuk
menentukan hukum laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) dan orde reaksi
menentukan hukum laju reaksi, pada percobaan ini juga ditentukan orde reaksi
terhadap berkurangnya aseton dan pengaruh katalis asam terhadap laju reaksi. Hal
inilah yang coba diuraikan pada percobaan B dan C. Dimana pada percobaan B
dan C pengerjaan yang dilakukan hampir sama, namun pada percobaan B volume
aseton yang digunakan lebih kecil dari yang digunakan sebelumnya. Sedangkan
untuk percobaan C, karena pengaruh asam sebagai katalis yang akan diamati, maka
volume asam sulfat yang digunakan dibuat lebih kecil dari sebelumnya. Metode ini
Dari hasil grafik yang diperoleh pada percobaan A, B, dan C terlihat bahwa
saat konsentrasi iod besar dalam larutan maka laju reaksi ionisasi aseton juga
semakin besar. Hal ini mengindikasikan untuk mempercepat laju reaksi dapat
dilakukan dengan memperbesar konsentrasi reaktan, dalam hal ini iod dan aseton.
Pada percobaan A diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k’) 4,9.10-8 dan b
sebagai kemiringan -0,2565. Percobaan B diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k’)
7,8271.10-8 dan a sebesar -0,5112. Pada percobaan C diperoleh nilai tetapan laju
reaksi (k’) 1,6519.10-15 dan c sebesar 24,8222. Sehingga, persamaan laju reaksinya
untuk aseton dan I2 bernilai negatif, yang berarti bersifat menurunkan laju reaksi
dengan penambahan konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana
Kesalahan ini dapat disebabkan adanya ketidaktelitian pada percobaan, baik dalam
5.1 Kesimpulan
hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalis oleh asam ialah
V = k[aseton]-0,5112[I2]-0,2565[H+]24,8222.
5.2 Saran
Saran pada percobaan ini yaitu sebaiknya pada percobaan berikutnya asisten
lebih proaktif lagi dalam menjelaskan tujuan dan perhitungan dari percobaan ini,
menyiapkan alat-alat sesuai dengan kebutuhan seperti gelas kimia yang kurang saat
Atkins, P., dan Paula, J.D., 2006, Physical Chemistry, Eighth Edition, Oxford
University Press, America.
Bird, T., 1993, Kimia Fisika Untuk Universitas, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Cotton, F.A., Wilkinson, G., dan Gaus, P.L., 1995, Basic Inorganic Chemistry,
Third Edition, John Wiley & Sons, New York.
Day, R.A., dan Underwood, A.L., 1993, Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat,
diterjemahkan oleh Soendoro, S., Erlangga, Jakarta.
Petrucci, R.H., dan Harwood, W.S., 1993, General Chemistry Principles and
Modern Aplications, Sixth Edition, Macmillan Publishing Company, New
York.
Handoko, D., S., P., 2003, Aktivitas Katalis Cr/Zeolit dalam Reaksi Konversi
Katalitik Fenol dan Metil Isobutil Keton, Jurnal Ilmu Dasar, 4 (2), 70-76.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 5 April 2010
Asisten Praktikan