Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

PERCOBAAN IX
PENENTUAN PERSAMAAN LAJU
(KINETIKA KIMIA)

NAMA : YUNITA PARE ROMBE


NIM : H311 12 012
KELOMPOK : III (TIGA)
HARI, TANGGAL PERCOBAAN : SELASA, 18 NOVEMBER 2014
ASISTEN : ERWIN WIYANTO

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi banyak ahli falsafah Yunani, tidak mungkin memiliki suatu

pengetahuan tentang sesuatu yang dalam proses menjadi sesuatu yang lain. Dimana

perubahan yang terjadi tidaklah tampak nyata. Perubahan yang terjadi ini yang

disebut sebagai suatu reaksi kimia, dan kemudian dipelajari oleh banyak ahli kimia.

Reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan kinetika.

Termodinamika memberi informasi kearah mana reaksi atau perubahan kimia

secara spontan dapat berlangsung. Sedangkan kinetika membahas permasalahan

laju reaksi dan mekanisme reaksi. Laju reaksi adalah perubahan jumlah pereaksi

dan hasil reaksi per satuan waktu, karena reaksi berlangsung kearah pembentukan

hasil, maka laju reaksi tak lain dari pengurangan jumlah pereaksi per satuan waktu,

atau pertambahan jumlah hasil reaksi persatuan waktu.

Salah satu faktor pada persamaan laju reaksi itu kecuali suhu, keadaan zat,

katalisator, dan kepekatan pereaksi adalah tingkat reaksi atau orde reaksi. Tingkat

reaksi ini ditentukan dari hasil percobaan yang menyatakan hubungan antara laju

reaksi dengan kepekatan pereaksi tersebut masing-masing. Metode yang umum

digunakan adalah melakukan pengubahan konsentrasi awal pereaksi, dimana pada

pelacakan tingkat reaksi suatu pereaksi, maka pereaksi-pereaksi yang lain dibuat

konstan.

Untuk mengamati kesesuaian antara teori dengan aplikasi hasil percobaan

dilaboratorium, serta menjadikan teori yang dimaksud lebih aplikatif dan mudah

dipahami, dilakukanlah percobaan penentuan hukum laju reaksi dari ionisasi aseton

dalam air yang terkatalisis oleh suatu asam.


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud percobaan ini adalah untuk megetahui dan mempelajari metode

penentuan hukum laju reaksi dengan metode kimia dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan ini yaitu:

1. Menentukan hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan berair yang

terkatalisis dengan asam.

2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi iodinasi aseton

dalam larutan berair yang terkatalisis dengan asam.

1.1 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini yaitu penitaran larutan iod dalam larutan asam dengan

larutan natrium tiosulfat hingga larutan berubah warna dari biru menjadi tidak

berwarna dengan pengambilan cuplikan dalam selang waktu tertentu sehingga

dapat ditentukan jumlah iod yang tidak terikat oleh aseton yang bereaksi dengan

larutan natrium tiosulfat dengan menggunakan indikator amilum. Selanjutnya,

penentuan konsentrasi zat penyusun cuplikan berdasarkan volume larutan natrium

tiosulfat yang digunakan untuk menentukan konstanta laju reaksi dan orde reaksi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kinetika kimia dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu kimia yang

mempelajari laju reaksi kimia secara kuantitatif dan juga mempelajari faktor-faktor

yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Pengukuran kinetika reaksi pertama kali

dilakukan oleh Wilhelmy pada tahun 1850. Pada waktu itu Wilhelmy melakukan

pengukuran laju inversi sukrosa. Wilhelmy menyimpulkan bahwa laju reaksi pada

setiap waktu sebanding dengan konsentrasi sukrosa yang tersisa pada waktu itu,

dc dc
secara matematik dapat ditulis   k1 c , sering kali disebut sebagai
dt dt

differential rate expression dan k1 adalah konstanta laju reaksi (Bird, 1993).

Tahap pertama dalam analisis kinetika tentang reaksi adalah menentukan

stoikiometri reaksi dan mengenali setiap reaksi samping. Dengan demikian, data

dasar tentang kinetika kimia adalah konsentrasi reaktan dan produk pada waktu

yang berbeda-beda setelah reaksi dimulai. Karena laju reaksi kimia pada umumnya

peka terhadap temperatur, maka temperatur campuran reaksi harus dijaga supaya

konstan selama reaksi berlangsung. Jika tidak, maka laju yang akan diamati akan

merupakan laju rata-rata pada temperatur berbeda-beda, yang tak berarti. Syarat ini

menyebabkan tuntutan yang keras pada perancangan eksperimen (Atkins, 1997).

Kinetika kimia berdasarkan dinamika reaksi kimia, reaksi berlangsung dan

dinilai berdasarkan kecepatan reaksi dari proses reaksi tersebut. Inti dari reaksi

tersebut adalah mekanisme reaksi hukum laju, yang menggambarkan hubungan

antara kecepatan reaksi dan konsentrasi pereaksi kimia. Tingkat konstan yang

didefinisikan sebagai tingkat konsentrasi suatu zat yang terlibat dalam reaksi
dengan tanda negatif atau positif, tergantung pada substansi merupakan reaktan

atau produk (Seoud, 2010).

Laju reaksi adalah jumlah mol reaktan per satuan volume yang bereaksi

dalam satuan waktu tertentu. Bentuk persamaan laju reaksi yang lebih umum

adalah laju = k[A]x [B]y [C]z ....., dan seterusnya . Sehingga dapat dikatakan bahwa

orde reaksi terhadap A adalah x, orde reaksi terhadap B adalah y, dan orde reaksi

terhadap C adalah z. Dan orde reaksi keseluruhan merupakan jumlah semua

pangkat dalam persamaan laju reaksi. Orde suatu reaksi nilainya ditentukan secara

percobaaan dan tidak dapat diturunkan secara teori, walaupun stoikiometrinya telah

diketahui (Bird, 1993).

Untuk beberapa reaksi, laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan

matematik yang dikenal sebagai hukum laju atau persamaan laju. Perhatikan reaksi

hipotetik,

aA + bB + … → gG + hH + …

di mana a, b, … merupakan koefisien reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai l

laju reaksi = k[A]m[B]n..

Dalam rumusan tersebut, lambang [A], [B] merupakan konsentrasi molar. Pangkat

m, n,… merupakan angka-angka bulat yang kecil, walaupun dalam beberapa kasus

dapat berupa pecahan ataupun negatif. Penting untuk diingat bahwa tidak ada

hubungan antara pangkat m, n… dengan koefisien reaksi a, b,…. Bila dalam

beberapa kasus keduanya identik (m = a, atau n = b), hal itu hanya suatu kebetulan,

dan tidak dapat diharapkan. Pangkat-pangkat dalam persamaan laju dinamakan

orde reaksi. Total jumlah pangkat m + n + … merupakan orde reaksi total. Faktor k

disebut tetapan laju. Faktor tersebut merupakan sifat khas dari suatu reaksi, dan
hanya tergantung pada suhu. Laju reaksi biasa dinyatakan dalam satuan mol per

liter per satuan waktu, misalnya, mol L-1 det-1 atau mol L-1 men-1. Satuan k

tergantung dari orde reaksi (Petrucci, 1999).

Zeolit berperan penting sebagai katalis. Definisi katalis yang umum

diterima saat ini adalah zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tanpa dirinya

sendiri terlibat dalam reaksi secara permanent. Dengan demikian pada akhir reaksi

katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi (Handoko, 2003).

Iod adalah padatan hitam dengan sedikit kilap logam. Pada tekanan

atmosfer, iod menyublim tanpa meleleh. Iod segera melarut dalam pelarut

nonpolar. Pembentukan cepat dalam reaksi kering dari klorida, bromida, dan iodida

biasanya diperlukan suhu yang tinggi (Cotton dkk., 1995).

Iod terdapat sebagai ioda dalam air laut, dan sebagai iodat dalam garam

chili (guano). Berbagai bentuk kehidupan laut mengkonsentrasikan iod. Produksi I2

menyangkut baik mengoksidasi I- ataupun mereduksi iodat menjadi I- diikuti oleh

oksidasi, MnO2 dalam larutan asam biasanya digunakan sebagai pengoksidasi

(Cotton dkk., 1995).

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi

(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif

beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara

langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit . Akan

tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion

iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida

ditambahkan dengan pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan


iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara

iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Day dan Underwood, 1993).

Iodin hanya larut sedikit dalam air 0,00134 mol/liter pada 25 ˚C, namun larut

cukup banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida. Iodin

membentuk kompleks triiodida dan iodida,

I2 + I-  I3-

Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25 ˚C. suatu kelebihan kalium

iodida ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan

keatsirian iodin (Day dan Underwood, 1998).

Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan

kalium iodida berlebih dan menitrasi iodineyang dibebaskan. Karena banyak agen

pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin,

natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya. Iodin mengoksidasi

tiosulfat menjadi ion tetrationat (Day dan Underwood, 1998) :

I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-

laju
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aseton, larutan iod

(0,05 M dalam larutan KI), larutan Na2S2O3 0,01 M, larutan asam sulfat 1 M,

larutan CH3COONa 10%, larutan amilum 1%, akuades, tissue roll, dan aluminium

foil.

3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer 300 mL,

labu erlenmeyer 100 mL, pipet volume 5 ml, pipet volume 10 ml, pipet volume 20

ml, pipet volume 25 mL, gelas piala 200 ml, gelas piala 500 mL, labu ukur 250 ml,

stopwatch, botol semprot, magnetik stirrer, dan barr, batang pengaduk, bulb, pipet

tetes, statif, klem, buret 50 ml.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Percobaan A

Dimasukkan 25 mL aseton dan 10 mL H2SO4 1 M ke dalam labu ukur 250 mL

dan diencerkan dengan akuades hingga tanda batas. Larutan tersebut dipindahkan

ke dalam erlenmeyer 300 mL dan dihomogenkan dengan magnetik stirrer. Setelah

itu, 25 mL larutan iod 0,01 M dipipet ke dalam larutan tersebut, dan bersamaan

dengan itu stopwatch dijalankan. Kemudian dipipet kembali 25 mL larutan tersebut

dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 10 mL larutan


CH3COONa 10 % dan 1 mL larutan amilum 1 %. Campuran itu selanjutnya

dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 M sampai larutan berubah warna menjadi

bening. Cuplikan-cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 5 menit sampai

larutan sudah tidak berwarna lagi.

3.3.2 Prosedur Percobaan B

Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 20 mL aseton dan 10

mL H2SO4 1 M. Cuplikan-cuplikan diambil tiap selang waktu 5 menit.

3.3.3 Prosedur Percobaan C

Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 25 mL aseton dan 5 mL

H2SO4 1 M. Cuplikan-cuplikan diambil tiap selang waktu 5 menit.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Tabel Pengamatan Titrasi Iodinasi Aseton


Volume Na2S2O3
Percobaan Titrasi Waktu (s)
0,01 M (ml)

1 21,00 300

2 17,10 600
A
3 10,00 900

4 1,00 1200

5 0,10 1500

1 24,09 300

2 18,20 600

3 11,20 900
B
4 6,10 1200

5 0,30 1500

6 0,10 1800

1 27,09 300

2 23,90 600

3 21,08 900
C
4 18,30 1200

5 15,30 1500

6 12,40 1800
7 9,00 2100

8 5,90 2400

9 2,3 2700

10 0,10 3000

Ket : A : 25 ml aseton, 10 ml H2SO4 diambil setiap 5 menit


B : 20 ml aseton, 10 ml H2SO4 diambil setiap 5 menit
C : 10 ml aseton, 10 ml H2SO4 diambil setiap 5 menit

4.2 Reaksi

4.2.1 Reaksi Iodinasi aseton

CH3-CO-CH3 + H+ → CH3-C(OH)-CH3 + H2O

CH3-C(OH)-CH3 → CH3-C(OH)=CH2 + H+

CH3-C(OH)=CH2 + I2 → CH3-C(OH)(I)-CH2I

CH3-C(OH)(I)-CH2I → CH3-CO-CH2I + HI

4.2.2 Reaksi iodometri

2Na2S2O3 + I2 → Na2S4O6 + 2NaI

4.3 Perhitungan

4.3.1 Perhitungan mol I2

1 mol I2 2 mol Na2S2O3

n Na2S2O3 = M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x n Na2S2O3

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

a. Percobaan A

 Titrasi Iodin 1
n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 21,00 mL = 0,1050 mmol

 Titrasi Iodin 2

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 17,10 mL = 0,0855 mmol

 Titrasi Iodin 3

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 10,00 mL = 0,0500 mmol

 Titrasi Iodin 4

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 1,00 mL = 0,0050 mmol

 Titrasi Iodin 5

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 0,10 mL = 0,0005 mmol

b. Percobaan B

 Titrasi Iodin 1

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 24,09 mL = 0,12045 mmol

 Titrasi Iodin 2

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 18,20 mL = 0,0910 mmol

 Titrasi Iodin 3

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 11,20 mL = 0,1120 mmol


 Titrasi Iodin 4

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I21 = ½ x 0,01 M x 6,10 mL = 0,0305 mmol

 Titrasi Iodin 5

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 0,30 mL = 0,0015 mmol

 Titrasi Iodin 6

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 0,10 mL = 0,0005 mmol

c. Percobaan C

 Titrasi Iodin 1

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 27,09 mL = 1,3545 mmol

 Titrasi Iodin 2

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 23,90 mL = 0,1195 mmol

 Titrasi Iodin 3

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 21,08 mL = 0,1054 mmol

 Titrasi Iodin 4

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I21 = ½ x 0,01 M x 18,30 mL = 0,0915 mmol

 Titrasi Iodin 5

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = ½ x 0,01 M x 15,30 mL = 0,0765 mmol
 Titrasi Iodin 6

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 12,40 mL = 0,0620 mmol

 Titrasi Iodin 7

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 9,00 mL = 0,0450 mmol

 Titrasi Iodin 8

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 5,90 mL = 0,0295 mmol

 Titrasi Iodin 9

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 2,3 mL= 0,0115 mmol

 Titrasi Iodin 10

n I2 = ½ x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = ½ x 0,01 M x 0,10 mL = 0,0005 mmol

4.3.2 Perhitungan konsentrasi I2

a. Percobaan A

 Titrasi Iodin 1

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,00 mL

= 57,00 mL

n I2 0,1055 mmol
[I2]1 = = = 1,8850 . 10-3 M
Vtotal 57,00 mL
 Titrasi Iodin 2

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 17,10 mL

= 53,1 mL

n I2 0,0855 mmol
[I2]2 = = = 1,6101. 10-3 M
Vtotal 53,1 mL

 Titrasi Iodin 3

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 10,00 mL

= 46 mL

n I2 0,0500 mmol
[I2]3 = = = 1,0869. 10-3 M
Vtotal 46 mL

 Titrasi Iodin 4

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 1,000 mL

= 37 mL

n I2 0,0050 mmol
[I2]5 = = = 1,3513 . 10-4 M
Vtotal 37 mL

 Titrasi Iodin 5

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL

= 36,10 mL

n I2 0,0005 mmol
[I2]5 = = = 1,3850 . 10-5 M
Vtotal 36,10 mL
b. Percobaan B

 Titrasi Iodin 1

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 24,09 mL

= 60,09

n I2 0,1204 mmol
[I2]1 = = = 2,0036 . 10-3 M
Vtotal 60,09 mL

 Titrasi Iodin 2

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 18,20 mL

=54,2 mL

n I2 0,0920 mmol
[I2]2 = = = 1,6974. 10-3 M
Vtotal 54,2 mL

 Titrasi Iodin 3

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 11,20 mL

= 47,2 mL

n I2 0,1120 mmol
[I2]3 = = = 2,3728. 10-3 M
Vtotal 47,2 mL

 Titrasi Iodin 4

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 6,10 mL

= 42,1 mL

n I2 0,0305 mmol
[I2]4 = = = 7,2446 . 10-4 M
Vtotal 42,1 mL
 Titrasi Iodin 5

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,30 mL

= 36,3 mL

n I2 0,0015 mmol
[I2]5 = = = 3,9164 . 10-5 M
Vtotal 38,3 mL

 Titrasi Iodin 6

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL

= 36,1 mL

n I2 0,0005 mmol
[I2]6 = = = 1,3850 . 10-5 M
Vtotal 36,1 mL

c. Percobaan C

 Titrasi Iodin 1

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 27,09 mL

= 63,09 mL

n I2 1,3545 mmol
[I2]1 = = = 2,1469 . 10-2 M
Vtotal 63,09 mL

 Titrasi Iodin 2

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 23,90 mL

=59,9 mL

n I2 0,1195 mmol
[I2]2 = = = 1,9949. 10-3 M
Vtotal 59,9 mL
 Titrasi Iodin 3

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,08 mL

= 57,08 mL

n I2 0,1054 mmol
[I2]3 = = = 1,8465. 10-3 M
Vtotal 57,08 mL

 Titrasi Iodin 4

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 18,30 mL

= 54,3 mL

n I2 0,0915 mmol
[I2]4 = = = 1,6850 . 10-3 M
Vtotal 54,3 mL

 Titrasi Iodin 5

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 15,30 mL

= 51,3 mL

n I2 0,0765 mmol
[I2]5 = = = 1,4912 . 10-3 M
Vtotal 51,3 mL

 Titrasi Iodin 6

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 12,40 mL

= 48,4 mL

n I2 0,0620 mmol
[I2]6 = = = 1,2809 . 10-3 M
Vtotal 48,4 mL
 Titrasi Iodin 7

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL +9,00 mL

= 45 mL

n I2 0,0450 mmol
[I2]7 = = = 1,0000 . 10-3 M
Vtotal 45 mL

 Titrasi Iodin 8

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 5,90 mL

= 41,9 mL

n I2 0,0295 mmol
[I2]8 = = = 7,0405 . 10-4 M
Vtotal 41,9 mL

 Titrasi Iodin 9

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 2,3 mL

= 38,3 mL

n I2 0,0115 mmol
[I2]9 = = = 3,0026 . 10-4 M
Vtotal 38,3 mL

 Titrasi Iodin 10

Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL

= 36,1 mL

n I2 0,0005 mmol
[I2]10 = = = 1,3850 . 10-5 M
Vtotal 36,1 mL
4 .3.3 Laju reaksi

-d[I2 ] [I2 ]x - [I2 ]0


v= =-
dt tx - t0

a. Percobaan A

 Titrasi Iodin 1

[I2 ]
V1 = − 2 - [I2 ]1
t2 - t1

1,6101 .10-3 M – 1,8850 . 10-3 M


=-
600 s – 300 s

= 9,1633 x 10-6 M/s

 Titrasi Iodin 2

[I2 ]
V2 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2

1,0869 .10-3 M – 1,6101 . 10-3 M


=-
900 s – 600 s

= 1,7440 x 10-6 M/s

 Titrasi Iodin 3

[I2 ]
V3 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2

0,13513 .10-3 M – 1,0869 . 10-3 M


=-
1200 s – 900 s

= 3,1725 x 10-6 M/s

 Titrasi Iodin 4

[I2 ]
V4 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2
0,13850 .10-4 M – 1,3513 . 10-4 M
=-
1500 s – 1200 s

= 4,0426 x 10-8 M/s

b. Percobaan B

 Titrasi Iodin 1

[I2 ]
V1 = − 2 - [I2 ]1
t2 - t1

1,6974 .10-3 M – 2,0036. 10-3 M


=-
600 s – 300 s

= 1,0206 x 10-6 M/s

 Titrasi Iodin 2

[I2 ]
V2 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2

2,3728 .10-3 M – 1,6974 . 10-3 M


=-
900 s – 600 s

= -2,2151 x 10-6 M/s (sampai d sni bru z krja)

 Titrasi Iodin 3

[I2 ]
V3 = − 4 - [I2 ]3
t4 - t3

9,4595 .10-4 M – 1,3928. 10-3 M


=-
900 s – 600 s

= 1,4895 x 10-6 M/s

 Titrasi Iodin 4

[I2 ]
V4 = − 5 - [I2 ]4
t5 - t4

3,0026 .10-4 M – 9,4595 . 10-4 M


=-
1200 s – 900 s
= 2,1523 x 10-6 M/s

c. Percobaan C

 Titrasi Iodin 1

[I2 ]
V1 = − 2 - [I2 ]1
t2 - t1

1,7093 .10-3 M – 1,9336 . 10-3 M


=-
300 s – 0 s

= 7,4767 x 10-7 M/s

 Titrasi Iodin 2

[I2 ]
V2 = − 3 - [I2 ]2
t3 - t2

1,4912 .10-3 M – 1,7093 . 10-3 M


=-
600 s – 300 s

= 7,2700 x 10-7 M/s

 Titrasi Iodin 3

[I2 ]
V3 = − 4 - [I2 ]3
t4 - t3

1,2185 .10-3 M – 1,4912 . 10-3 M


=-
900 s – 600 s

= 9,0900 x 10-7 M/s

 Titrasi Iodin 4

[I2 ]
V4 = − 5 - [I2 ]4
t5 - t4

9,8214 .10-4 M – 1,2185 . 10-3 M


=-
1200 s – 900 s

= 7,8787 x 10-7 M/s


 Titrasi Iodin 5

[I2 ]
V5 = − 6 - [I2 ]5
t6 - t5

5,4455 .10-4 M – 9,8214 . 10-3 M


=-
1500 s – 1200 s

= 3,0923 x 10-5 M/s

4.4 Grafik Penentuan Hukum Kecepatan Reaksi

a. Percobaan A

Tabel 1. Penentuan Hukum Laju Reaksi

[I2] (M) log [I2] v (M/s) log v v regresi

1,3415 x 10-3 -2,8724 1,8143 x 10-6 -5,7413 -8,1066

7,2447 x 10-4 -3,1400 2,0568 x 10-6 -5,6868 -8,0590

Tabel 2. Regresi

y = ax + b

No. x y xy x2 y2

1. -2,8724 -5,7413 16,4913 8,2506 32,9625

2. -3,1400 -5,6868 17,8565 9,8596 32,3397

Σ -6,0124 -11,4281 34,3478 18,1102 65,3022

Σxy - (x) (y) /n 


a = x - (x) /n
2 2
 
34,3478– (-6,0124)(-11,4281/2)
=
18,1102 – 18,0744

37,2245 – 34,3551
=
18,1102 – 18,0774
= 0,8748

b = y - ax

= -5,7140 – (0,8748)(-3,0062)

= -3,0842

a = slope = 0,8748

b = intercept = -3,0842

y = 0,8748x – 3,0842

R2 = tetapan kelurusan grafik

a(∑y)+ b(∑xy)- n(y̅)2


R2 =
∑(y)2 - n(y̅)2
0,2287(-11,4281)+(-3,0842)(34,3478) – 2 (32,6503)
R2 =
(-11,4281)2 − 2 (32,6503)
= -2,6622

Persamaan garis y = 0,8748x – 3,0842

R2 = -2,6622

Grafik 1. Hubungan antara log [I2] dan log v pada Titrasi Iodin I
0
-70,000 -60,000 -50,000 -40,000 -30,000 -20,000 -10,000 0

-10,000

-20,000

y = 0,8877x - 5,9009
R² = 1
-30,000

-40,000

-50,000

-60,000

a = slope = 0,8877

b = intercept = -5,9000

y = 0,8870x – 5,9000

V = k [I2]m

log V = log k + m log [I2]

jika x = log [I2] dan y = log V, maka :

log k = intercept = -5,9000

K = 10-5,9000 = 1,2590 x 10-6

m = slope = 0,8870

sehingga persamaan laju reaksinya adalah :

V = 1,2590 x 10-6 [I2]0,8870


b. Percobaan B

Tabel 3. Penentuan Hukum Laju Reaksi

[I2] (M) Log [I2] V (M/s) Log V V regresi

1,7568 x 10-3 -2,7553 1,0013 x 10-6 -5,9994 -4,7538

1,3928 x 10-3 -2,8561 1,2133 x 10-6 -5,9160 -4,7850

9,4595 x 10-4 -3,0241 1,4895 x 10-6 -5,8270 -4,8184

3,0026 x 10-4 -3,5225 2,1532 x 10-6 -5,6669 -4,8784

Tabel 4. Regresi

y = ax + b

No. x y xy x2 y2
1. -2,7552 -5,9994 16,5146 7,5911 35,9928

2. -2,8561 -5,9160 16,8966 8,1573 34,9990

3. -3,0241 -5,8270 17,6214 9,1451 33,9539

4. -3,5225 -5,6669 19,9616 12,4080 32,1137

Σ -12,1579 23,4093 71,0212 37,3015 137,0594

Σxy - (x) (y) /n 


a=

x 2 - (x) 2 /n 
71,0212– ((-12,1579)(-23,4093/4)
=
37,3015 – (147,8145/4)

= -0,3748 7
5
b = y - ax ,
4
= -5,8523 – (-0,3748)(-3,0394) 3
2
= -7,0024 6

7
5
,
3
a = slope = -0,3748

b = intercept = -7,0024

y = -0,03748x - 7,0024

R2 = tetapan kelurusan grafik


a(∑y) + b (∑xy) n (y)2
R2 =
∑(y)
yy( 2 equation
+ n (y)2 here.71,0212– ((-
Type

R2 = -0,3748
yy(Type (-23,4093)
12,1579)( – 7,0024
-23,4093/4)
equation here. (71,0212)
71,0212– ((- – 4 (34,2497)

yy(Type(547,9953)
12,1579)(-equation – 4 71,0212–
here.
23,4093/4) (34,2497)((-12,1579)(-

23,4093/4)yy(Type equation here.71,0212– ((-12,1579)(-


= -1,5220

Persamaan garis : 23,4093/4)


y = -0,3748x - 7,0024

R2 = -1,5220

Grafik 2. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin II

-56,000
-40,000 -35,000 -30,000 -25,000 -20,000 -15,000 -10,000 -5,000 0
-56,500

-57,000

y = -0.41x - 70985 -57,500


R² = 0.9633
-58,000

-58,500

-59,000

-59,500

-60,000

-60,500

V = K [I2]m

Log V = log K + m log [I2]

Jika x = log [I2] dan y = log V, maka

Log k = intercept = -7,0985


K = 10-7,0985 = 7,9707 x 10-8

m = slope = -0,4100

sehingga persamaan laju reaksinya adalah :

V = 7,9707 x 10-8 [I2]-0,4100

c. Percobaan C

Tabel 5. Penentuan Hukum Laju Reaksi

[I2] (M) Log [I2] V (M/s) Log V V regresi

1,7093 x 10-3 -2,7672 7,4767 x 10-7 -6,1262 4,6039

1,4912 x 10-3 -2,8265 7,2700 x 10-7 -6,1385 4,6442

1,2185 x 10-3 -2,9142 9,0900 x 10-7 -6,0414 4,3261

9,8214 x 10-4 -3,0078 7,8787 x 10-7 -6,1035 4,5296

5,4455 x 10-4 -3,2640 3,0923 x 10-5 -4,5097 -0,6924

Tabel 6. Regresi

y = ax + b

No. x y xy x2 y2

1. -2,7671 -6,1262 16,9518 7,6568 37,5303

2. -2,8264 -6,1385 17,3498 7,9885 37,6811

3. -2,9141 -6,0414 17,6052 8,4919 36,4985

4. -3,0078 -6,1035 18,3581 9,0468 37,2527

5. -3,2639 -4,5097 14,7192 10,6530 20,3373

Σ -14,7793 -28,9193 84,9841 43,8370 169,2999

Σxy - (x) (y) /n 


a=

x 2 - (x) 2 /n 
84,9841– ((-14,7793)(-28,9193)/5)
=
43,8370 – 43,6855
. -26,9998

84,9841 – 85,4805
=
43,8370 – 43,6855

= -3,2765

b = y - ax
= -5,7839 – (-3,2765)(-2,9558)
= -15,4685
a = slope = -3,2765

b = intercept = -15,4685

y = -3,2765x – 15,4685

R2 = tetapan kelurusan grafik

R2 = a(∑y) + b (∑xy) n (y)2


∑(y)2 + n (y)2
R2 = -3,2765 (-28,9193) – 15,4685 (84,9841) – 4181,6295
yy(yy( Type
Type equation
equation here.
here. 71,0212–
71,0212– ((-((-
836,3259 - 4181,6295
12,1579)( -23,4093/4)
12,1579)(-23,4093/4)
= 1,6146
Persamaanyy( Type: equation
garis here.–71,0212–
y = -3,2765x 15,4685 ((-12,1579)(-
2 Type equation here.71,0212– ((-12,1579)(-
Ryy(
23,4093/4) = 1,6146
23,4093/4)
Grafik 3. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin III

0
-33,000 -32,000 -31,000 -30,000 -29,000 -28,000 -27,000
-10,000
-20,000

y = -3.277x - 1,5471 -30,000


R² = 0.800 -40,000
-50,000
-60,000
-70,000
V = K [I2]m

Log V = log K + m log [I2]

Jika x = log [I2] dan y = log V, maka

Log k = intercept = -1,5471

K = 10-1,5471 = 2,8372 x 10-2

m = slope = 3,2770

sehingga persamaan laju reaksinya adalah :

V = 2,8372 x 10-2 [I2]3,2770

4.5 Pembahasan

Pada percobaan ini, dilakukan reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang

terkatalisis dengan asam. Proses pada percobaan ini dimulai dengan mencampur

aseton dengan larutan asam sulfat dan air. Dalam hal ini asam sulfat bertindak

sebagai katalis yang mempercepat ionisasi aseton dengan memberikan ion H+ ke

dalam larutan karena reaksi antara iod dan aseton dalam air berjalan lambat.

Larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan sejumlah iod, serta menjalankan

stopwatch. Setelah itu dengan segera sebagian larutan diambil dan dimasukkan ke

dalam larutan yang terdiri dari campuran natrium asetat dan amilum. Adapun

natrium asetat berfungsi untuk memastikan reaksi berjalan sempurna, sedangkan

amilum digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan titik akhir titrasi. Larutan

ini berwarna ungu sebab terbentuk kompleks iod dengan amilum. Selanjutnya

larutan dititrasi dengan natrium tiosulfat untuk mengetahui konsentrasi iod diawal

reaksi.

Cuplikan-cuplikan selanjutnya diambil dalam selang waktu 5 menit sejak

pertama kali penambahan iod ke dalam larutan aseton. Konsentrasi iod didalam

larutan sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus mengecil, yang ditandai
dengan berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk menitrasi

cuplikan. Oleh karenanya hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selang waktu

tersebut memiliki hubungan berbanding terbalik dengan volume natrium tiosulfat.

Sementara larutan yang terdiri dari campuran aseton dan iod, sejalan dengan

bertambahnya waktu akan mengalami perubahan warna yang semakin bening. Hal

ini dikarenakan iod yang memberikan warna pada larutan diawal, konsentrasinya

semakin berkurang sejalan dengan berlangsungnya proses reaksi dengan aseton.

Dengan mengetahui volume natrium tiosulfat untuk titrasi, maka dapat

dihitung konsentrasi iod dalam larutan melalui persamaan reaksi yang terjadi.

Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan untuk

menentukan hukum laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) dan orde reaksi

yang dapat ditentukan.

Selain menentukan orde reaksi terhadap berkurangnya iod untuk

menentukan hukum laju reaksi, pada percobaan ini juga ditentukan orde reaksi

terhadap berkurangnya aseton dan pengaruh katalis asam terhadap laju reaksi. Hal

inilah yang coba diuraikan pada percobaan B dan C. Dimana pada percobaan B

dan C pengerjaan yang dilakukan hampir sama, namun pada percobaan B volume

aseton yang digunakan lebih kecil dari yang digunakan sebelumnya. Sedangkan

untuk percobaan C, karena pengaruh asam sebagai katalis yang akan diamati, maka

volume asam sulfat yang digunakan dibuat lebih kecil dari sebelumnya. Metode ini

dikenal metode laju awal.

Dari hasil grafik yang diperoleh pada percobaan A, B, dan C terlihat bahwa

saat konsentrasi iod besar dalam larutan maka laju reaksi ionisasi aseton juga
semakin besar. Hal ini mengindikasikan untuk mempercepat laju reaksi dapat

dilakukan dengan memperbesar konsentrasi reaktan, dalam hal ini iod dan aseton.

Pada percobaan A diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k’) 4,9.10-8 dan b

sebagai kemiringan -0,2565. Percobaan B diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k’)

7,8271.10-8 dan a sebesar -0,5112. Pada percobaan C diperoleh nilai tetapan laju

reaksi (k’) 1,6519.10-15 dan c sebesar 24,8222. Sehingga, persamaan laju reaksinya

dapat dituliskan sebagai V = k[aseton]-0,5112[I2]-0,2565[H+]24,8222.

Persamaan laju yang diperoleh memiliki kejanggalan, dimana orde reaksi

untuk aseton dan I2 bernilai negatif, yang berarti bersifat menurunkan laju reaksi

dengan penambahan konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana

penambahan konsentrasi pereaksi seharusnya dapat meningkatkan laju reaksi.

Kesalahan ini dapat disebabkan adanya ketidaktelitian pada percobaan, baik dalam

menghitung waktu, memindahkan cairan, menitrasi, maupun dalam pembacaan

skala pada buret.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalis oleh asam ialah

V = k[aseton]-0,5112[I2]-0,2565[H+]24,8222.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Percobaan

Saran pada percobaan ini yaitu sebaiknya pada percobaan berikutnya asisten

lebih proaktif lagi dalam menjelaskan tujuan dan perhitungan dari percobaan ini,

agar praktikan lebih baik dalam memahami percobaan ini.

5.2.2 Saran Untuk Laboratorium

Saran untuk laboratorium yaitu sebaiknya sebelum praktikum telah

menyiapkan alat-alat sesuai dengan kebutuhan seperti gelas kimia yang kurang saat

praktikum, sehingga tidak menghambat jalannya praktikum dan untuk menghindari

kontaminasi larutan dengan larutan lain karena dipakai bergantian.


DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P., dan Paula, J.D., 2006, Physical Chemistry, Eighth Edition, Oxford
University Press, America.

Bird, T., 1993, Kimia Fisika Untuk Universitas, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Cotton, F.A., Wilkinson, G., dan Gaus, P.L., 1995, Basic Inorganic Chemistry,
Third Edition, John Wiley & Sons, New York.

Day, R.A., dan Underwood, A.L., 1993, Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat,
diterjemahkan oleh Soendoro, S., Erlangga, Jakarta.

Petrucci, R.H., dan Harwood, W.S., 1993, General Chemistry Principles and
Modern Aplications, Sixth Edition, Macmillan Publishing Company, New
York.

Seoud, A.L.A., dan Abdallah, L.A.M., Two Optimization Methods to Determine


the Rate Constants of a Complex Chemical Reaction using FORTRAN and
MATLAB, American Journal of Applied Sciences (online), 7 (4), 510-517,
(http://www.scipub.org/fulltext/ajas/ajas74509-517.pdf, diakses pada
tanggal 29 April 2014 pukul 04.47 WITA).

Handoko, D., S., P., 2003, Aktivitas Katalis Cr/Zeolit dalam Reaksi Konversi
Katalitik Fenol dan Metil Isobutil Keton, Jurnal Ilmu Dasar, 4 (2), 70-76.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 5 April 2010

Asisten Praktikan

Tiur Mauli Syadza Firdausiah

Anda mungkin juga menyukai