Anda di halaman 1dari 8

ETIKA

Oleh Riris Aria Dewanti


a. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (kata tunggal) yang berarti: tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya
adalah ta, etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertianya
dengan moral. Moral berasal dari kata latin: Mos (bentuk tunggal), atau mores (bentuk
jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup.1
Menurut Bertens, ada dua pengertian etika: sebagai praktis dan sebagai refleksi.
Sebagai praktis, etika berarti nilai- nilai dan norma-norma moral yang baik yang
dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika
sebagai praktis sama artinya dengan moral atau moralitas yaitu apa yang harus dilakukan,
tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dan sebgainya. Etika sebagai refleksi adalah
pemikiran moral.2
Adapun menurut Burhanuddin Salam, istilah etika berasal dari kata latin, yakni
“ethic, sedangkan dalam bahasa Greek, ethikos yaitu a body of moral principle or value
Ethic, arti sebenarnya ialah kebiasaan, habit. Jadi, dalam pengertian aslinya, apa yang
disebutkan baik itu adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat (pada saat itu).
Lambat laun pengertian etika itu berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan manusia. Perkembangan pengertian etika tidak lepas dari substansinya
bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku
manusia, mana yang dinilai baik dan mana yang jahat. Istilah lain dari etika, yaitu moral,
asusila, budi pekerti, akhlak. Etika merupakan ilmu bukan sebuah ajaran. Etika dalam
bahasa arab disebut akhlak, merupakan jamak dari kata khuluq yang berarti adat
kebiasaan, perangai, tabiat, watak, adab, dan agama.3 Istilah etika diartikan sebagai suatu
perbuatan standar (standard of conduct) yang memimpin individu, etika adalah suatu studi
mengenai perbuatan yang sah dan benar dan moral yang dilakukan seseorang.4
Menurut Webster Dictionary, secara etimologis, etika adalah suatu disiplin ilmu
yang menjelaskan sesuatu yang baik dan yang buruk, mana tugas atau kewajiban moral,
tau bisa juga mengenai kumpulan prinsip atau nilai moral.5
Etika adalah cabang filosofi yang berkaitan dengan pemikiran dengan pemikiran
tentang benar dan salah. Simorangkir menilai etika adalah hasil usaha yang sistematik
yang menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individu dan untuk
menetapkan aturandalam mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang berbobot
untuk bisa dijadikan pedoman hidup. Satyanugraha mendefenisikan etika sebagai nilai-
nilai dan norma moral dalam suatu masyarakat.Sebagai ilmu, etika juga bisa diartikan
pemikiran moral yang mempelajari tentang apa yang harus dilakukan atau yang tidak
boleh dilakukan.6

b. Macam-macam Etika
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia,
serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang
bernilai. Artinya, etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa
adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait
dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang
kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang
dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai si-kap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan
apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi, etika normatif merupakan norma-norma yang
dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng-hindarkan hal-hal yang
buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.7
c. Fungsi Etika
Etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap seuatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,
terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian, etika tersebut berperan sebagai kon-
septor terhadap sejumlah perilaku yangdilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu
kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
“I Gede A.B. Wiranata dalam bukunya menuliskan beberapa pendapat para ahli
tentang fungsi etika, di antaranya adalah Rohaniawan Franz Magnis-Suseno, ia
menyatakan bahwa etika berfungsi untuk membantu manu-sia mencari orientasi secara
kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang mem-bingungkan”.8
d. Penerapan Etika dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Etika Ketika Berbeda Pendapat
a. Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda
pendapat.
b. Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
c. Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan
Sunnah. Karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Dan
jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Kitab) dan Rasul". (An-Nisa: 59).
d. Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak
menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
e. Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu dengan
cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan
kepadanya dengan tafsiran yang baik.
f. Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali
sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang. Berlapang dada di
dalam menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau catatan-catatang yang
dialamatkan kepada Anda.
g. Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
h. Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah
membantah dan kasar menghadapi lawan.

2. Etika Ketika Bercanda


a. Hendaknya percandaan tidak mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah
rasul-Nya atau syi`ar-syi`ar Islam. Karena Allah telah berfirman tentang orang-
orang yang memperolok-olokan shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam,
yang ahli baca al-Qur`an yang artimya: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka
(tentang apa yang mereka lakukan), tentulah mereka menjawab: "Sesungguh-nya
kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah
dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak
usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman". (At-Taubah: 65-
66).
b. Hendaknya percandaan itu adalah benar tidak mengandung dusta.
Dan hendaknya pecanda tidak mengada-ada cerita-cerita khayalan supaya orang
lain tertawa. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Celakalah bagi
orang yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi tertawa.
Celakalah baginya dan celakalah". (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
c. Hendaknya percandaan tidak mengandung unsur menyakiti perasaan salah
seorang di antara manusia. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah seorang di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya
canda atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil tongkat temannya,
maka ia harus mengembalikannya kepadanya". (HR. Ahmad dan Abu Daud;
dinilai hasan oleh Al-Albani).
d. Bercanda tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih tua darimu, atau
terhadap orang yang tidak bisa bercanda atau tidak dapat menerimanya, atau
terhadap perempuan yang bukan mahrammu.
e. Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi tabiatmu, dan
jatuhlah wibawamu dan akibatnya kamu mudah dipermainkan oleh orang lain.
3. Etika Bergaul dengan Orang Lain
a. Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
b. Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu
pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
c. Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka
diberi hak dan dihargai.
d. Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah
keadaan mereka.
e. Bersikap tawadhu'lah kepada orang lain dan jangan merasa lebih tinggi atau
takabbur dan bersikap angkuh terhadap mereka. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Tidak akan masuk jannah (surga) barang siapa di dalam
hatinya terdapat setitik kesombongan. Ada seseorang yang berkata:
“Sesungguhnya orang itu menyukai pakaian yang bagus, sandal yang bagus.”
Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah menyukai keindahan,
sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”9

4. Etika Bertamu

a. Beri’tikad yang Baik


Di dalam bertamu hendaknya yang paling penting untuk diperhatikan adalah
memiliki i’tikad dan niat yang baik. Bermula dari i’tikad dan niat yang baik ini
akan mendorong kunjungan yang dilakukan itu senantiasa terwarnai dengan rasa
kesejukan dan kelembutan kepada pihak yang dikunjungi.
b. Beritahu Lebih Dahulu
Di kota besar seperti Jakarta, di mana banyak penghuni rumah sibuk bekerja,
sebaiknya beritahu dulu lewat telepon bila ingin bertamu. Bagi orang yang
dikunjungi, ini jadi semacam pemberitahuan, dan dia akan merasa dihargai bila
ditanya lebih dulu. Bisa saja pada waktu Anda datang, dia ada acara lain atau
tidak mau diganggu tamu. Bagi Anda, akan mendapat kepastian, apakah si
penghuni ada di rumah dan siap Anda kunjungi.
c. Tepat Waktu
Bila Anda berjanji datang jam sekian, usahakan tepat waktu. Ini akan memberi
kesan yang baik kepada tuan rumah. Dan memudahkan tuan rumah mengatur
waktu. Bisa saja ia punya kegiatan yang amat sangat padat, sehingga ketika
menyetujui Anda datang pada waktu tertentu, hanya itu waktu yang ia punya
untuk Anda.
d. Memilih Waktu Berkunjung
Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu juga memperhatikan dengan cermat
waktu yang tepat untuk bertamu. Karena waktu yang kurang tepat terkadang
bisa menimbulkan perasaan yang kurang baik dari tuan rumah bahkan
tetangganya.
e. Tidak Memberatkan Bagi Tuan Rumah
Hendaknya bagi seorang tamu berusaha untuk tidak membuat repot atau
menyusahkan tuan rumah, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah:
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya yang
kemudian saudaranya itu terjatuh ke dalam perbuatan dosa. Para shahabat
bertanya: “Bagaimana bisa dia menyebabkan saudaranya terjatuh ke dalam
perbuatan dosa?” Beliau menjawab: “Dia tinggal di tempat saudaranya, padahal
saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.”
(HR. Muslim)
f. Meminta Izin Kepada Tuan Rumah
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat.”
(An Nur: 27). “Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka
janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan
kepadamu: Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih
bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (An-Nur 27-28).
Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya
sebagaimana pakaian itu sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu
meminta izin kepada penghuni rumah terlebih dahulu, maka ada kesempatan
bagi penghuni rumah untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya
tersebut. Sehingga tidaklah dibenarkan ia melihat ke dalam rumah melalui suatu
celah atau jendela untuk mengetahui ada atau tidaknya tuan rumah sebelum
dipersilahkan masuk.
Bagaimana Tata Cara Meminta Izin?
1. Mengucapkan salam
Diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu, sebagaimana ayat di
atas (An Nur: 27). Pernah salah seorang shahabat beliau dari Bani ‘Amir
meminta izin kepada Rasulullah yang ketika itu beliau sedang berada di
rumahnya. Orang tersebut mengatakan: “Bolehkah saya masuk?” Maka
Rasulullah pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya: “Keluarlah,
ajari orang ini tata cara meminta izin, katakan kepadanya: Assalamu ‘alaikum,
bolehklah saya masuk? Sabda Rasulullah tersebut didengar oleh orang tadi,
maka dia mengatakan: “Akhirnya Nabi pun mempersilahkannya untuk masuk
rumah beliau.” (HR. Abu Dawud)
2. Meminta izin sebanyak tiga kali
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata, Abu Musa telah meminta izin tiga kali
kepada Umar untuk memasuki rumahnya, tetapi tidak ada yang menjawab, lalu
dia pergi, maka sahabat Umar menemuinya dan bertanya, “Mengapa kamu
kembali?” Dia menjawab, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, Barangsiapa
meminta izin tiga kali, lalu tidak ada jawaban, maka hendaklah kembali.
(Shahih HR. Ahmad)
g. Tidak menghadap ke arah pintu masuk, namun di sisi kanan atau kirinya.
Ketika tamu tiba di depan rumah, hendaknya tidak menghadap ke arah pintu. Tetapi
hendaknya dia berdiri di sebelah pintu, baik di kanan maupun di sebelah kiri.
Hal ini dicontohkan Rasululloh SAW.Dari Abdulloh bin Bisyer ia
berkata,“Adalah Rasululloh SAW apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau
tidak menghadapkan wajahnya ke depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan
atau kirinya dan mengucapkan”Assalamu ‘alaikum … assalamu ‘alaikum
…”(Shahih HR. Abu Dawud)
h. Mengenalkan Identitas Diri
Ketika Rasulullah menceritakan tentang kisah Isra’ Mi’raj, beliau bersabda
(artinya) : “Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk
dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril menjawab: “Jibril.”
Kemudian ditanya lagi: “Siapa yang bersama anda?” Jibril menjawab:
“Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan
seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril menjawab:
“Jibril.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Saya datang kepada Rasulullah untuk membayar hutang ayahku. Lalu aku
mengetuk pintu rumahnya. Lalu beliau bertanya, “Siapa itu?” Lalu aku
menjawab, “Saya.” Nabi berkata, “Saya?… Saya? … seakan-akan beliau tidak
menyukainya. (HR. Bukhari)
i. Dilarang Mengintai Ke Dalam Bilik
Jika kita hendak bertamu dan telah sampai di halaman rumah, tidak diizinkan
mengintip melalui jendela atau bilik, walaupun tujuannya ingin mengetahui
penghuninya ada atau tidak. Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ada seorang
laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi, lalu Nabi berdiri menuju kepadanya
dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar,
dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang untuk menusuk orang itu.
(HR. Bukhari)
j. Tidak Masuk Rumah Walaupun Terbuka Pintunya.
Dari ayat 27 An Nuur, sebagaimana telah ditulis di atas, kita baru boleh masuk
rumah orang lain harus mendapatkan izin dari pemilik rumah.
k. Bila diminta pulang, hendaknya pulang
Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu
kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (lihat ayat diatas)

5. Etika Makan dan Minum


6. Etika Berbicara
7. Etika Pergaulan Suami Isteri
8. Etika Menjenguk Orang Sakit
9. Etika Bertetangga
DAFTAR PUSTAKA
1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia,( Jakarta: Raja Grafindo, 2012), h.75
2
K. Bertenz, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 22
3
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 17
4
Hamzah Ya’kub, Etika Islam: Pembinaan Akhlakul Karimah, (Suatu Pengantar),
(Bandung: CV, Diponegoro, 1993), h. 12
5
Sofyan S Harahap, Op Cit, h. 15
6
Ibid
7
Jurnal Ta’dib. Pentingnya Etika dalam Pendidikan. Volume 17, No. 2 (Desember 2014)
8
Istighfarotur Rahmaniyah. 2009. Pendidikan Etika. Aditya Media. Malang
9
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar Volume 2 Nomor 1 Juni 2015 p-ISSN 2355-
1925

Anda mungkin juga menyukai