Anda di halaman 1dari 8

Halusinasi

1. Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2007), terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya halusinasi diantaranya,

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon


neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatanotak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi


yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak
kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).

2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
4. Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu,
maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
5. Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini.

2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a. Biologis. Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan. Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping. Mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3. Mekanisme dan Sumber Koping

- Mekanisme Koping

a. Regresi  malas melakukan aktivitas sehari-hari

b. Proyeksi  menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha mengalihkan


tanggung jawab kepada orang lain

c. Menarik diri  sulit mempercayai orang lain dan asik dengan stimulus internal

- Sumber Koping: dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang
untuk mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress mengadopsi koping yang
efektif

4. Proses Terjadinya Halusinasi


Menurut Stuart dan Laraia (2005) terdapat empat tahap intensitas halusinasi, yaitu:

a. Fase 1 Comforting
Fase ini klien mengalami perasaan yang mendalam seperti ansietas tingkat sedang.
Pengalaman halusinasi menunjukkan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah,
takut dan mencoba memfokuskan pada penenangan pikiran untuk mengurangi
ansietas.Individu mengetahui bahwa pikiran dan pengalaman sensorinya dapat dikontrol
jika ansietasnya bisa diatasi. Perilaku individu tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, penggerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat bila sedang
asik.
b. Fase 2 Condeming
Fase ini mengalami ansietas tingkat berat. Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Individu mungkin merasa malu terhadap
pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain. Kondisi ini masih
memungkinkan untuk mengembalikan individu ke dunia realitas. Perilaku individu
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan
denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, rentang perhatian menyempit,
menyalahkan, menarik diri dari orang lain
c. Fase III Controlling
Pada Fase ini merupakan, ansietas tingkat berat. Individu yang mengalami halusinasi
menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan
halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan. Individu
mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensorinya berakhir. Perilaku individu
mempunyai kemauan yang dikendalikan halusinasi yang dilebih diikuti, mengalami
kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain, adanya tanda-tanda fisik ansietas berat
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah, isi halusinasi menjadi atraktif,
perintah halusinasi ditaati, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
d. Fase 4 Conquering
Fase IV merupakan ansietas tingkat panik. Pengalaman sensorik mungkin menjadi
menakutkan dan mengancam jika individu tidak mengikuti perintah. Halusinasi dapat
berlangsung beberapa jam atau beberapa hari jika tidak ada intervensi terapeutik. Perilaku
individu panik, resiko tinggi mencederai.

5. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis untuk klien skizofrenia dengan harga diri rendah, halusinasi dan
waham menurut Townsend (2014), yaitu:

a. Amitriptyline

- Klasifikasi: antidepresan
- Indikasi: menghilangkan gejala depresi
- Mekanisme kerja: menghambat mekanisme pompa membran yang bertanggung jawab
untuk proses pengambilan norepinefrin dan serotonin pada neuron andregenik dan
serotonergik.
- Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap obat antidepresan, jangan diberikan bersama-
sama dengan obat penghambat monoamin-oksidase.
- Efek samping: infark miokard, stroke, hipotensi ortostatik, mengantuk, pusing, lemah,
sakit kepala, ruam kulit.
b. Haloperidol (HP)
- Klasifikasi: antipsikotik, neuroleptik, dan butirofenon
- Indikasi: penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan
masalah perilaku berat
- Mekanisme kerja: menekan SSP pada tingkat subkortikal formasi retikular otak,
mesenfalon dan batang otak.
- Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap obat depresi SSP dan sumsum tulang,
penyakit parkinson, dan anak di bawah tiga tahun.
- Efek samping: sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering, dan
anoreksia.
c. Trihexylpenidil (THP)
- Klasifikasi: antiparkinson
- Indikasi: semua penyakit parkinson, gejala ekstrapiramidal berkaitan dengan
antiparkinson
- Mekanisme kerja: mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamin dan kelebihan
asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk mengurangi
efek kolinergik berlebihan.
- Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap obat ini, glaukoma, hipertrofi prostat
- Efek samping: mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual, muntah
d. Risperidone
- Klasifikasi: antipsikotik
- Indikasi: menangani skizofrenia dan mengurangi perilaku agresif
- Mekanisme kerja: berkaitan dengan reseptor adrenergik yang tidak memiliki afinitas
terhadap reseptor kolinergik. Risperidone memperbaiki gejala positif skizofrenia dan
menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik.
- Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap risperidone
- Efek samping: pusing, mengantuk, mual, gangguan pencernaan, gemetar atau gelisah.

Asuhan Keperawatan Halusinasi

a. Pengkajian

Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor
presipitasi penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien, cara ini yang akan dipakai pada uraian berikut.

1. Faktor Predisposisi
- Faktor genetik dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat
keluarga atau keturunan.
- Teori agresif menyerang menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah
yang ditunjukkan pada diri sendiri.
- Teori kehilangan obyek merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda
atau yang sangat berarti.
- Teori organisasi kepribadian menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan
harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap
stressor.
- Model kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang
didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang
dan masa depan seseorang.
- Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukkan bahwa bukan semata – mata
trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinann bahwa seseorang tidak mempunyai
kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya.
- Model perilaku mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan
positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
2. Faktor Presipitasi
- Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta
seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.
- Peristiwa besar dalam kehidupan.
- Peran dan ketegangan peran.
- Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat – obatan atau berbagai penyakit fisik.
- Sumber - sumber koping meliputi status sosial ekonomi, keluarga,jaringan
interpersonal dan organisasi yang dianungio oleh lingkungan sosial yang lebih luas.

b. Diagnosa Keperawatan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

c. Pohon masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan sensori core problem


- persepsi : halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Risiko Perilaku Kekerasan


Asuhan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
a. Pengkajian : Pengkajian dilakukan fokus pada tanda dan gejala perilaku kekerasan, faktor
yang menyebabkan perilaku Kekerasan, dan mekanisme koping klien.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya perilaku kekerasan adalah:
- Psikologis
Kegagalan yang sering dialami dapat menimbulkan frustrasi kemudian terjadi
perilaku agresif dan amuk. Perilaku sering mengobservasi lingkungan sehingga
dapat menstimulus perilaku kekerasan.
- Sosial budaya
Kontrol sosial yang tidak pasti akan menciptakan perilaku kekerasan
- Neurobiologis
Terjadi kerusakan sistem limbik lobus frontalis, lobus temporal dan
ketidakseimbangan sistem neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang menyebabkan perilaku kekerasan adalah:
- Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri kurang
- Interaksi: kritikan, penghinaan, kekerasan orang lain, kehilangan orang yang
dicintai, provokatif dan konflik
- Lingkungan yang padat dan ribut
3. Mekanisme dan Sumber Koping
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi. Perilaku
kekerasan biasanya diawali dengan situasi berdukan berkepenjangan dari seseorang
karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya, Bila
kondisi tersebut tidak teratasi akan membuat seseorang renda diri, sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain. Bila kemampuan bergaul dengan orang ini tidak diaasi akan
memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk
melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya
dan orang lain. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi
perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentu menyebabkan klien
sering keluar masuk RS atau kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal
(regimen terapeutik inefektif).
b. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
c. Pohon Masalah
Mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial

Harga diri rendah kronik

Referensi
Keliat, B.A, Akemat, Daulima, N. Nurhaeni. (2011). keperawatan kesehatan komunitas, CMHN
(Basic course).Jakarta : EGC.

Stuart dan Laraia. (2007). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis:
Mosby Year Book.

Stuart GW & Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. Philadelphia:
Elsevier Mosby.

Stuart GW & Laraia.(2005). Principles and practice of psychiatric nursing. Philadelphia:


Elsevier Mosby.

Townsend, M.C. (2014). Psychiatric nursing: Assessment, care plans, and medications. 9th ed.
Philadelphia: F.A. Davis Company

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar KeperawatanJiwa (Psychiatric MentalHealth Nursing).


Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai