Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, atas berkat dan
anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah Pendidikan agama
khatolik dengan judul “PERAN AGAMA BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DI
KABUPATEN TTU”.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Agam Kristen Khatolik dan mengajak orang kristen yang belum mengenal
kasih Allah dan taat kepada firmanNya, mengetahui peran agama dalam masyarakat serta
dapat memiliki iman yang teguh dan kokoh dalam melewati hari-harinya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis makalah ini masih terbatas dan jauh
dari sempurna, hal ini disebabkan keterbatsan pengetahuan, pengalaman, dan waktu yang
dimiliki. Namun demikian penulis telah berusaha agar makalah ini bermanfaat bagi penulis,
dan bagi pembaca sekalian untuk menjadi manusia yang memiliki iman yang teguh dan
kokoh.

Kupang, Desember 2014

penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 1

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN :

1.1 Latar belakang................................................................................................. 3


1.2 Rumusan masalah............................................................................................ 6
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan......................................................................... 7
1.4 Metode penulisan............................................................................................ 7
1.5 Sistematika penulisan...................................................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA :

2.1 Pengertian leksikal........................................................................................... 8

2.2 Pendapat para ahli............................................................................................ 8

2.3 Pendapat penulis.............................................................................................. 10

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Masyarakat dan agama.................................................................................... 12

3.2 Peran dan fungsi agama dalam kehidupan masyarakat................................... 20

3.3 Kendala-kendala yang mempengaruhi peranan agama bagi masyarakat di


kabupaten TTU...................................................................................................... 27

3.4 Upaya-upaya yang dilakukan pemimpin agama untuk meningkatkan


kesejahteraan......................................................................................................... 29

BAB IV. PENUTUP :

4.1 Kesimpulan dan saran...................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 33

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk mahasiswa menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak mulia
serta peningkatan potensi spiritualnya. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan
moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual
mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual
tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki
manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan.

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana


dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk
memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain
dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional. Dari pengalaman dapat dilihat bahwa apa yang diketahui
(pengetahuan, ilmu) tidak selalu membuat hidup seseorang sukses dan bermutu. Tetapi
kemampuan, keuletan dan kecekatan seseorang untuk mencernakan dan
mengaplikasikan apa yang diketahui dalam hidup nyata, akan membuat hidup
seseorang sukses dan bermutu. Demikian pula dalam kehidupan beragama. Orang tidak
akan beriman dan diselamatkan oleh apa yang ia ketahui tentang imannya, tetapi
terlebih oleh pergumulannya bagaimana ia menginterpretasikan dan mengaplikasikan
pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Seorang beriman yang sejati
seorang yang senantiasa berusaha untuk melihat, menyadari dan menghayati kehadiran
Allah dalam hidup nyatanya, dan berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah bagi
dirinya dalam konteks hidup nyatanya. Oleh karena itu Pendidikan Agama Katolik di
Perguruan Tinggi merupakan salah satu usaha untuk memampukan mahasiswa
menjalani proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman dalam konteks hidup

3
nyatanya di berbagai bidang seperti politik, moral, kesenian, ilmu pengetahuan,
budaya, 4rgan, berbagai keprihatinan di masyarakat, termasuk kerukunan umat
beragama. Dengan demikian proses ini mengandung 4rgani pemahaman iman,
pergumulan iman, penghayatan iman dan hidup nyata. Proses semacam ini diharapkan
semakin memperteguh dan mendewasakan iman mahasiswa sehingga menjadi saksi
Kristus di tengah masyarakat.

Konsili Vatikan ke II dalam dokumen Gaudium et Spes (“Gereja dalam


Dunia Modern”) menegaskan: “Para awam yang di dalam seluruh kehidupan memiliki
peranan aktif yang harus dijalankan, bukan saja berkewajiban meresapi dengan
semangat Kristen, akan tetapi juga dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di dalam
segala hal, justru di tengah pergaulan hidup manusia” (GS 43). Bagaimana seorang
sarjana Katolik dapat meresapi dunia sekitarnya dengan semangat kristiani apabila ia
sendiri tidak tahu akan inti ajaran agamanya? Atau bagaimana mungkin agama dapat
berperan sebagai motivator dan dinamisator serta pengarah pembangunan, kalau para
penganut agama kurang faham akan agama itu sendiri?

Pendidikan nasional yang bertujuan untuk membentuk manusia seutuhnya searah


dengan upaya Gereja Katolik yang antara lain melalui pendidikan agama untuk
membentuk pribadi mahasiswa menjadi pribadi yang dewasa dalam berpikir dan
bertindak serta bersama semua komponen bangsa membangun negeri ini sesuai cita- cita
bangsa yaitu mencapai kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera baik jasmani
maupun rohani.

Kalau menurut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi agama adalah
4rgani yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia
serta lingkungannya.

Diketahui, bahwa sebenarnya kata agama berasal dari bahasa


sanskerta āgama yang berarti “tradisi”. Istilah lain yang memiliki makna identik dengan
agama adalah religi yang berasal dari bahasa latin religio dan berakar pada kata kerja re-
ligare yang berarti “mengikat kembali”. Mengikat di sini maksudnya adalah dengan ber-
religi maka seseorang akan mengikat dirinya kepada tuhan.

4
Meskipun di dunia ini jumlah agama adalah sangat banyak, namun di 5rganism5
pemerintah hanya mengakui 6 agama saja. Diantaranya adalah Islam, Katolik, Protestan,
Hindhu, Budha, dan Kong Hu Cu.

Agama mayoritas di 5rganism5 adalah Islam dengan jumlah pemeluknya yang


mencapai 87,18% dari total populasi penduduk 5rganism5. Disusul protestan sebanyak
6,96%; katolik sebanyak 2,9%; hindu sebanyak 1,69%; 5rgani sebanyak 0,72%; kong
hucu sebanyak 0,05%; agama lainnya sebanyak 0,13% serta 0,38% tidak diketahui. Data
ini adalah berdasarkan kepada hasil sensus tahun 2010. Di tahun 2013 ini data tersebut
5rga saja sudah mengalami sedikit perubahan. Dengan banyaknya agama maupun aliran
kepercayaan yang ada di Indonesia, pemerintah berusaha menyatukan itu semua dengan
semboyan Bhinneka Tungga Ika yang artinya adalah berbeda-beda akan tetapi tetap satu
jua. Dengan semboyan ini maka meskipun dengan banyaknya agama dan aliran
kepercayaan yang ada di 5rganism5 akan tetapi pada hakekatnya bangsa 5rganism5 tetap
satu kesatuan.

Agama dapat juga dikatakan sebagai sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan,
5rgani budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan
tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci

5
yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul
kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia,
orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut
beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia. Banyak agama yang mungkin telah
mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau
keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktek agama juga dapat mencakup
ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival,
pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, 6rgan, seni,
tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin
mengandung mitologi.

Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus


meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna
kesuciannya. Sebuah jejak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi
dunia adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan
penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih
6rganism6 daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa
prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip
agama mereka mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk terjadi
6rgani sinkretisme.

1.2. Rumusan masalah

Untuk mengkaji dan mengulas tentang peran dan fungsi agama dalam kehidupan
manusia, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga
penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa sesungguhnya masyarakat dan agama.
2. Bagaimana peran dan fungsi agama dalam kehidupan masyarakat.
3. Apakah ada kendala-kendala yang mempengaruhi perananan agama bagi masyarkat
di kabupaten Timor Tengah Utara.
4. Upaya-upaya apa yang dilakukan oleh pimpinan agama di kabupaten TTU untuk
menigkatkan kesejahteraan.

6
1.3. Tujuan dan manfaat penulisan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Agama Khatolik dan
menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penyusun
dan pembaca tentang peran dan fungsi agama dalam kehidupan manusia.

1.4. Metode Penulisan

Penyusun memakai metode kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi


makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti e-
book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil dari internet.

1.5. Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab
penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan
dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab
pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan manusia dalam
pandangan Khatolik serta fungsi dan tanggung jawab manusia dalam Khatolik. Terakhir,
bab penutup terdiri atas kesimpulan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN LEKSIKAL

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 805) Leksikal adalah berkaitan dengan
kata; berkaitan dengan leksem; berkaitan dengan kosa kata. Jadi, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Makna Leksikal adalah makna yang berkaitan dengan kata, leksem,
ataupun kosakata. Sedangkan menurut Abdul Chaer (20012: 60) makna leksikal adalah
bentuk ajektif yang diturunkan dengan bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata,
perbendaharaan kata). Kemudian dalam beberapa buku pelajaran bahasa sering dikatakan
bahwa makna leksikal adalah makna seperti yang terdapat dalam kamus. Makna leksikal
biasanya dipertentangkan atau diaposisikan dengan makna gramatikal. Kalau makna
leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya,
maka makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses
gramatikal seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan proses komposisi.
Jadi, makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil
observasi alat indera / makna yg sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh:
Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit
(Tikus itu mati diterkam kucing).

2.2. PENDAPAT PARA AHLI

 Pengertian agama menurut para ahli :


1. Menurut Durkheim definisi Agama adalah merupakan suatu 8rgani yang terpadu
terdiri atau kenyakinan dan praktek yang berhubungan dengan hal-hal yang suci dan
menyatukan semua penganutnya dalamsuatu komunitas moral yang di namakan
umat.
2. Menurut prof Dr.m. Drikarya definisi Agama adalah kenyakinan adanya suatu
kekuatan supranatural yang mengatur dan menciptakan alam dan isinya.

8
3. Menurut H. Moenawar Chalil definisi Agama adalah perlibatan yang merupakan
tingkah laku manusia dalam berhubungandengan kekuatan supranatural tersebut
sebagai konsekuensi otos pengakuannya.
4. Menurut Hendro Puspito definisi Agama adalah 9rgani nilai yang mengatur
hubungan manusia dan alam semesta yangberkaitan dengan keyakinan.
5. Menurut Jappy Pellokild definisi Agama adalah percaya adanya tuhan yang maha-
esa dan 9rgan-hukumnya.
6. Menurut Anthony F.C. Wallace defenisi agama adalah seperangkat upacara yang
diberi yang diberi rasionalisasi lewat mitos dan menggerakan kekuatan supernatural
dengan maksud untuk mencapai terjadinya perubahan keadaan pada manusia dan
semesta.

 Pengertian masyarakat menurut para ahli :


g. Emile Durkheim
Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individuindividu yang merupakan anggota-
anggotanya.

b. Karl Marx
Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun
perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-
pecah secara ekonomis.

c. Max Weber
Masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh
harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.

d. Koentjaraningrat
Masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh
suatu 9rgani adat istiadat tertentu.

e. Mayor Polak

9
Masyarakat adalah wadah segenap antarhubungan social yang terdiri dari banyak sekali
kolektivitas serta kelompok, dan tiap-tiap kelompok terdiri lagi atas kelompok-
kelompok yang lebih kecil (subkelompok).

f. Roucek dan Warren


Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa dan kesadaran bersama, di
mana mereka berdiam (bertempat tinggal) dalam daerah yang sama yang sebagian besar
atau seluruh warganya memperlihatkan adanya adat istiadat serta aktivitas yang sama
pula.

g. Paul B. Horton
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relative mandiri, yang hidup
bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki
kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.
Pada bagian lain Horton mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu organisasi
manusia yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

2.3. PENDAPAT PENULIS

Pendapat penulis tentang agama dan masyarakat :


1. Menurut Gilbert Brianto Pattipeilohy
 Agama adalah system yang mengatur tata keimanan dan kepercayaan
manusia.
 Masyarakat adalah sekelompok individu/orang banyak yang menetap di suatu
tempat.
2. Menurut Christian Talalab
 Agama adalah Agama adalah kemampuan 10rganism manusia untuk
mengangkat alam biologisnya melalui pembentukan alam-alam makna yang
objektig, memiliki daya ikat moral dan serba meliputi.
 Masyarakat adalah sekelompok manusia berkumpul dimana mereka akan
melakukan suatu kegiatan.
3. Menurut Emanuel Naiola

10
 Agama adalah adalah tingkat yang paling tinggi dan paling umum dari
budaya manusia.
 Masyarakat adalah sekelompok orang yang ada dalam suatu daerah dimana
daerah itu sudah ada pemimpin.

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 MASYARAKAT DAN AGAMA

A. Pengertian Masyarakat dan Agama


Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono
Soekanto, 1983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepadaTuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau
nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan
kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam
kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif
terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, 240.271.522 penduduk Indonesia
terbagi dalam berbagai penganut agama, yaitu :

 Islam : 86,1%
 Protestan : 5,7%
 Katolik : 3%
 Hindu : 1,8 %
 Budha : 3,4%

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan


untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan
kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah,
bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan,
Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia,
konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis
Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun
golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah
konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama
keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang

12
dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah
sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia.

Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang


Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang
dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan
Khong Hu Cu (Confusius)”.

 Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia,


dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim
dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya
agama islam ke Indonesia melalui perdagangan.
 Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi,
bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasil
kansejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
 Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad
keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah
Hindu.
 Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada
bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15
telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat
kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang
rempah-rempah.
 Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa
kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk
paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham
Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20,
yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di
Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
 Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para
pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang
Tionghoa tiba di kepulauanNusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu
lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.

13
B. Fungsi-Fungsi Agama Tentang Agama
Agama bukanlah suatu entitas independen yang berdiri sendiri. Agama terdiri
dari berbagai dimensi yang merupakan satu kesatuan. Masing-masingnya tidak dapat
berdiri tanpa yang lain. seorang ilmuwan barat menguraikan agama ke dalam lima
dimensi komitmen. Seseorang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi seorang
penganut agama tertentu dengan adanya perilaku dan keyakinan yang merupakan
wujud komitmennya. Ketidakutuhan seseorang dalam menjalankan lima dimensi
komitmen ini menjadikannya religiusitasnya tidak dapat diakui secara utuh.
Kelimanya terdiri dari perbuatan, perkataan, keyakinan, dan sikap yang
melambangkan (lambang=simbol) kepatuhan (=komitmen) pada ajaran agama.
Agama mengajarkan tentang apa yang benar dan yang salah, serta apa yang baik dan
yang buruk.
Agama berasal dari Supra Ultimate Being, bukan dari kebudayaan yang
diciptakan oleh seorang atau sejumlah orang. Agama yang benar tidak dirumuskan
oleh manusia. Manusia hanya dapat merumuskan kebajikan atau kebijakan, bukan
kebenaran. Kebenaran hanyalah berasal dari yang benar yang mengetahui segala
sesuatu yang tercipta, yaitu Sang Pencipta itu sendiri. Dan apa yang ada dalam agama
selalu berujung pada tujuan yang ideal. Ajaran agama berhulu pada kebenaran dan
bermuara pada keselamatan. Ajaran yang ada dalam agama memuat berbagai hal
yang harus dilakukan oleh manusia dan tentang hal-hal yang harus dihindarkan.
Kepatuhan pada ajaran agama ini akan menghasilkan kondisi ideal.

Mengapa ada yang Takut pada Agama?


Mereka yang sekuler berusaha untuk memisahkan agama dari kehidupan
sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali melarang agama. Mengapa mereka
melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya adalah karena kebanyakan dari
mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang tuntunan apa yang datang dari
Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan, atau
mereka memang menutup diri dari segala hal yang berhubungan dengan Tuhan.

Alasan yang seringkali mereka kemukakan adalah agama memicu perbedaan.


Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka memiliki orientasi yang terlalu
besar pada pemenuhan kebutuhan untuk bersenang-senang, sehingga mereka tidak

14
mau mematuhi ajaran agama yang melarang mereka melakukan hal yang menurutnya
menghalangi kesenangan mereka, dan mereka merasionalisasikan perbuatan irasional
mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka menganggap segi intelektual
ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan yang lebih. Akibatnya, mereka menutup
indera penangkap informasi yang mereka miliki dan hanya mengandalkan
intelektualitas yang serba terbatas.

Mereka memahami dunia dalam batas rasio saja. Logika yang mereka miliki
begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita yang bersifat supra-rasional tidak mereka
akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara dalam realitas yang serba empiri. Semua harus
terukur dan terhitung. Walaupun mereka sampai sekarang masih belum memahami
banyaknya fungsi alam yang bekerja dalam mekanisme supra rasional, keterbatasan
kerangka berpikir yang mereka miliki menegasikan semua hal yang tidak dapat
ditangkap secara inderawi.

Padahal, pembatasan diri dalam realita yang hanya bersifat empiri hanya akan
membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal ini menegasikan tujuan hidup yang
selama ini diagungkan para penganut realita rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan
segala potensinya.

Agama, dengan sandaran yang kuat pada realitas supra rasional, membebaskan
manusia untuk mengambil segala hal yang terbaik yang dapat dihasilkannya dalam
hidup. Semua-apakah hal itu bersifat empiri-terukur, maupun yang belum dapat
diukur. Empirisme bukanlah suatu hal yang ditolak agama. Agama yang benar, yang
bersifat universal, mencakup segi intelektual yang luas, yang diantaranya adalah
empirisme. Agama tidak mereduksi intelektualitas manusia dengan membatasi
kuantitas maupun kualitas suatu idea. Agama yang benar, memberi petunjuk pada
manusia tentang bagaimana potensi manusia dapat dikembangkan dengan sebesar-
besarnya. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut.
Kesalahan yang dibuat para penilai agama-lah yang kemudian menyebabkan
realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk. Beberapa peristiwa sejarah yang
menonjol mereka identikan sebagai kesalahan karena agama. Karena keyakinan pada
ajaran agama. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan adalah justru karena jauhnya
orang dari ajaran agama. Kerusakan itu timbul saat agama-yang mengajarkan

15
kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia pelaksananya untuk mencapai tujuan yang
terlepas dari ajaran agama itu sendiri, terlepas dari pelaksanaan keseluruhan
dimensinya.

Pelembagaan Agama
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama? Kami mengupamakan sebagai
sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat telepon, maka agama adalah
media perantara seperti kabel telepon untuk dapat menghubungkan pesawat telepon
kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan. Lembaga agama adalah suatu
organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang
dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada umumnya telah menjadi
penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang diakui pemerintah. Lembaga-
lembaga keagamaan patut bersyukur atas kenyataan itu. Namun nampaknya belum
bisa berbangga. Perpindahan penganut agama suku ke salah satu agama resmi itu
banyak yang tidak murni.

Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa.


Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga
kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman
sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau
lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar
agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama
tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang
baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa
baru.

Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada
umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai diperkenalkan.
Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde
Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah
pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut
agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah.

16
Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang
menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak
keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat besar. Para
penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih banyak
mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama barunya.
Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan
prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah dicap
sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama suku
ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya
tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin
berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa - desa.

Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku


pariwisata, maka upacarav-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku
mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama sukuyang selama ini
ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang
mendapat siraman air dan pupuk yang segar.

Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang
menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di
kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kotapun sering
ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar dalam agama suku. Misalnya
pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu
upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu pada umumnya merupakan
pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama monoteis bahkan pejabat atau
pimpinan agama.

Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga


bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus
diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.

17
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat
dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya
secara utuh.

a. Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral


Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya
menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat
dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam
kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
1. Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat
secara mutlak.
2. Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan
dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan
persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang
belum berkembang.

b. Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang


Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi
arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama,
lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan
sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak
memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya
memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.

Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan


mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan
teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur
rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan
unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat
symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru
sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat
bagi kehidupan manusia.

18
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia
untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam
perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan
yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem
kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek
kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari
bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal
penting bersifat keagamaan.

Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan


spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan
ekspresif dan adatif.

Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan


melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi
keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan
melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan
struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan
terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah
memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan
refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya. Lembaga keagamaan pada puncaknya
berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai
asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya
organisasi keagamaan.

Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-
nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya
adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan
symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan
sebagainya.organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari
pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.

Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji
Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-

19
Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk
mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah
diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah
perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)

Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola


ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau
organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat
pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi. Tampilnya organisasi agama adalah akibat
adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan
masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya.
Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil
bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.

3.2 PERAN DAN FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

A. PERAN AGAMA
1. Masyarakat Beradab dan Sejahtera.
Masyarakat beradab dan sejahtera ditandai baik oleh yang bersifat batiniah
maupun lahiriah, Batiniah berarti manusia perlu meningkatkan keimanan dan
ketakwaannya dengan mengembangkan iman Katolik seturut ajaran Gereja Katolik,
Lahiryah merupakan kesatuan dengan yang batiniah, Perwujudan batiniah yang sejati
seyogianya nampak dalam hidup yang lahirnya, Demikian sebaliknya, Orang tidak
bisa memisahkan secara tegas begitu saja antarkeduanya, Demikian menjadi anggota
Gereja Katolik juga tidak berarti lepas menjadi anggota masyarakat, Mereka tetap
warga masyarakat, warga bangsa yang juga dipanggil untuk membangun
kesejahteraan bersama. Gereja itu tidak diperdirikan oleh Yesus, tetapi ia berdasarkan
pada “peristiwa Yesus”, Ia bertitik tolak dari pewartaan dan perbuatan Yesus,
terlebih kematian dan kebangkitan-Nya, Gereja perlahan-lahan terbentuk oleh karya
Roh, terdiri dari mereka yang menjadi pengikut-pengikut-Nya yang kemudian
dengan gigih mewartakan kematian dan kebangkitan-Nya, Kelompok pengikut-Nya
ini akhirnya menjadi suatu persekutuan iman yang hidup dalam kasih persaudaraan
menjadi Gereja, Gereja tumbuh dan berkembang di masyarakat Yahudi Palestina,
Anggota Gereja itu adalah orang-orang itu yang tinggal di masyarakat pada waktu

20
itu. Dalam perjalanan sejarah Gereja (dan berarti sejarah suatu masyarakat Gereja)
selanjutnya kelompok ini selalu menyesuaikan diri dengan situasi zaman, Kelompok
ini selalu menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi dalam masyarakat, Mereka
menjadi pembaharu di dalam dan di luar dirinya demi terwujudnya suatu masyarakat
yang beradab dan sejahtera baik lahir maupun batin, Kelemahan dan kekurangan
manusiawi turut melekat seiring dengan menyejarahnya orang Katolik, Namun,
dalam kelemahan dan kekurangan manusiawi itu ternyata Roh Allah tetap berkarya
di dalam-Nya, Gereja merupakan suatu misteri

2. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi


Pendahulu-pendahulu kita telah membuat sejarah, baik itu sebagai umat
beriman membuat “sejarah Gereja” maupun sebagai warga masyarakat membuat
“sejarah bangsa dan negara”, Iman mereka telah dihayati secara konkret dalam kedua
seginya yang tak terpisahkan, yaitu dalam tuntutan hidup sebagai jemaat umat
beriman dan sebagai warga masyarakatnya, Mereka telah mengalami perkembangan
Gereja dengan segala suka-dukanya, mulai dari nol sampai menjadi Gereja mandiri
pada tahun 1961, Mereka telah mengalami Gereja yang tumbuh dan mekar
bersamaan dengan tumbuh dan mekarnya kita dalam proses menjadi bangsa dan
negara yang merdeka, Gereja terlibat dalam pengembangan dan penegakan hak-hak
asasi dan demokrasi sesuai dengan kadar dan kemampuannya. Kita sekarang sedang
melanjutkan sejarah yang telah dibuat pendahulu-pendahulu kita tadi, Kita pun
dipanggil dan ditantang untuk menghayati iman kita dalam kedua segi kehidupan
kita, yaitu segi kehidupan sebagai Umat Allah, warga paroki dan Keuskupan,
maupun segi kehidupan sebagai Umat Allah yang menjadi warga masyarakat. Kita
berharap bahwa iman kita makin mantap dan semakin dapat merasuki seluruh realitas
kehidupan kita, Situasi kita sekarang memang lain, Tetapi dengan pengenalan akan
apa yang telah dijumpai para pendahulu kita dalam menghayati iman dalam situasi
zamannya, dapat pula menjadi pelajaran ataupun peringatan bagi kita, Paling tidak
pengenalan tersebut dapat menjadi bahan refleksi yang dapat ditimba manfaatnya
bagi kita sendiri, yang hidup dalam zaman ini.

B. FUNGSI AGAMA
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memiliki fungsi yang vital, yakni
sebagai salah satu sumber hukum atau dijadikan sebagai norma dan sebagai sesuatu

21
yang menjadi dasar kita mempercayai Allah (iman). Agama telah mengatur
bagaimana gambaran kehidupan sosial yang ideal, yang sesuai dengan fitrah
manusia. Agama juga telah meberikan contoh yang konkret mengenai kisah-kisah
kehidupan sosio-kultural manusia pada masa silam, yang dapat dijadikan contoh
yang sangat baik bagi kehidupan bermasyarakat di masa sekarang. Kita dapat
mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan
kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan
pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang
akan datang.

Seperti yang kita semua ketahui, sekarang banyak terdengar suara-suara


miring mengenai Islam. Banyak orang kafir yang memanfaatkan situasi ini untuk
memojokkan umat Islam di seluruh dunia dengan cara menyebarkan kebohongan-
kebohongan. Menghembuskan fitnah yang deras ke dalam tubuh masyarakat Islam,
sehingga membuat umat Islam itu sendiri merasa tidak yakin dengan keimanannya
sendiri.

Kasus terhangat baru-baru ini adalah mengenai pernikahan antara seorang kyai
berusia 40 tahunan yang dikenal sebagai Syeh Puji yang menikahi gadis berusia 12
tahun! Dalam pandangan Islam, hal ini sah-sah saja. Karena, Rasulullah SAW sendiri
menikahi Aisyah RA saat Aisyah masih berumur 9 tahun! Tetapi bagaimana
pandangan masyarakat umum saat ini tentang kasus pernikahan ’unik’ ini? Banyak
versi pendapat yang menghiasinya. Ada masyarakat umum yang memandang
peristiwa ini sebagai peristiwa yang menghebohkan. Bagaimana ini bisa terjadi?
Disinilah sebenarnya fungsi agama sebagai sumber hukum yang utama dapat
diterapkan. Kita boleh saja berbeda pandangan mengenai peristiwa ini. Tetapi sekali
lagi, agama lah yang harus kita jadikan rujukan.

Ketika orang bertanya, ”Apa kepercayaan Anda?”, misalnya, yang mereka


maksudkan adalah agama atau aliran kepercayaan yang kita anut. Pemikiran
semacam ini mengaburkan pengertian ”iman” yang mengandung dinamika hubungan
yang dilandasi oleh kepercayaan. Pemikiran semacam itulah yang mengurangi
hubungan dengan Sang Pencipta yang Mahakuasa menjadi sekedar serangkaian
peraturan dan parameter.

22
Berusaha menulis tentang iman adalah sebuah tugas yang menggetarkan. Iman
adalah topik yang sangat besar, namun sekaligus sangat pokok dan mendasar. Iman
adalah blok-blok bangunan dasar kehidupan kekristenan. Iman merupakan
keseluruhan perjalanan hidup kita bersama dengan Allah. Keseluruhan kehidupan
kekristenan kita adalah tentang iman yang bekerja oleh kasih. Iman adalah sesuatu
hal yang sangat dibutuhkan untuk semua masyarakat agar mereka tetap mempercayai
Allah sebagai Tuhan dan tetap menjauh dari hal-hal yang tidak berkenan di mata
Allah.

Namun, iman ini bukan iman kepada iman kita atau iman kepada kemampuan
kita. Iman ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kemampuan kita untuk
percaya. Iman pada dasarnya berarti menjadi seperti anak kecil di hadapan Allah,
memercayakan diri kepada-Nya dan berserah sepenuhnya. Kita menantikan Dia
melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang telah Dia janjikan dan kita hidup
di dalam pengharapan karena itulah panggilan Allah bagi kita.

Iman itu nyata, kita bisa berharap dan berdoa minta sesuatu dari Tuhan, tetapi
bagaimana kita dapat merasa yakin bahwa kita akan menerima. Kita dapat memiliki
jaminan bahwa kita akan menerima hal-hal yang kita minta jika kita memiliki iman
Allah, karena iman adalah bukti dari hal-hal yang tidak terlihat dan dasar yang kita
harapkan.

Iman tidak datang dari Logika atau pikiran, atau dari intelek kita atau perasaan
kita. Kita tidakdapat menghasilkan iman, sebab iman ditaruhkan Allah dalam hati
kita, jika kita menggunakan logika, kita tidak akan memperoleh” iman Allah “.
Bahkan Tuhan Yesus yang datang dari Naseret sebagai Jurusalamat Atau Mesias,
kerena orang Farisi menggunakan Logika tentang Keberadaan Tuhan Yesus anak dari
seorang Tukang Kayu, Yusuf dan datang dari Nasaret. Oleh karena itu iman tidak
mengalir dalam hati Orang Farisi Itu Karena menggunakan Logika. Karena itu “
Iman sejati adalah sebuah pemberian dari Allah sendiri Bukan berasal dari Manusia “
Iman tidak datang kepada orang pasif. Kita tahu jelas segala sesuatu yang kita
cari dan kita butuhkan harus diaplikasikan dengan bekerja. Demikian juga dengan
memperoleh iman. Hanya orang-orang rajin mencari iman yang menerima iman dan

23
jawaban-jawaban yang mereka perlukan. Untuk memahami segala sesuatu harus
dilakukan Misalnya, Jika kita ingi lulus ujian kita harus berdoa untuk meminta
petunjuk Tuhan tentang hal-hal yang akan kita pelajari. Selesai berdoa barulah kita
belajar. Tidak mungkin hanya dengan berdoa kita memperoleh nilai yang bagus.

Rasul Paulus mengatakan bahwa iman kita kepada Yesus Kristus


memampukan kita untuk ”mengalahkan” artinya ”telah mengalahkan” dunia. Saat ini
Anda dapat memandang ke cermin dan berkata ”Imanku telah mengalahkan dunia,
karena imanku ada di dalam Anak Allah, Tuhan Yesus”.

Iman bukan sesuatu yang dapat kita ”usahakan”. Iman adlah karunia yang
diberikan kepada kita oleh Allah sewaktu kita percaya kepada Anak-Nya, Yesus.
Suatu karunia yang dinerikan karena anugrah-Nya yang besar terhadap kita.
Memahami anugrah Allah ini sangat penting bagi kita agar kita dapat memahami cara
kerja iman.

Anugrah Allah adalah konsep yang kerap kali sulit dipahami, khususnya bagi
orang-orang yang baru mulai hidup Kristen. Tabiat manusiawi kita cenderung
mengarahkan kita untuk berpikir bahwa kekristenan itu hanyalah sesuatu agama dan
bukan suatu hubungan dengan Allah yang hidup. Pandangan semacam ini membuat
kekristenan hanya dipatuhi dan dijalankan guna memuaskan Allah yang perfeksionis
dan tidak pribadi nun jauh di langit sana.

Hasil dari menganut agama yang berorientasi kepada ”peraturan dan


kewajiban” selalu usaha sendiri. Artinya, kita terus-menerus berusaha menggapai
estándar yang mustahil dan secara tak terelakan terus-menerus gagal pula. Sungguh
ironis, padahal yang kita perlukan hanyalah iman yang diberikan secara Cuma-Cuma
oleh Allah melalui Anak-Nya Yesus Kristus, kepada setiap orang yang menyerahkan
kehidupanya kepada Dia.

Karena itu, Allah mempersiapkan satu anugerah. Anugrah itu adalah Allah
sendiri, datang sebagai manusia untuk melunasi utang kita dengan mati di kayu salib,
mencurahkan darah-Nya bagi anda dan saya.

24
Yesus membayar harga atas dosa-dosa kita untuk menawarkan kepada kita
anugrah keselamatan secara Cuma-Cuma, aslkan kita mau mempercayai Dia. Yang
perlu Anda lakukan hanyalah menerima anugrah yang Cuma-Cuma ini dari Allah.

Pada saat Jemaat Kristen mula-mula terbentuk, sewaktu Roh Kudus pertama
kali dicurahkan, orang-orang percaya mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang-
orang yang mengandalkan kemampuan Allah tidak mengandalkan usaha pribadi
mereka. Kita perlu diingatkan secara terus menerus akan ketergantungan kita kepada
Allah karena kita cenderung untuk mengandalkan kemampuan kita sendiri. Kita perlu
mengulanginya berkali-kali karena kita cenderung tergelincir kembali ke dalam
kehidupan Kristen yang mengandalkan kekuatan diri – menetapkan peraturan bagi
diri sendiri, berusaha untuk berperilaku baik, dan mengira bahwa hal-hal ini diamini
oleh Allah.

Pada waktu-waktu kelemahan itu, ketika anda mengatakan, ”Ya Tuhan,


biarlah Engkau yang bekerja malam ini karena aku tidak memiliki apa-apa untuk
diberikan,” Tuhan mengatakan, ”Baik. Kita akan punya kebaktian yang luar biasa.”
sekalipun kita telah melakukan persiapan dengan baik dan merasa siap untuk
menyampaikan sesuatu, kita harus belajar untuk berserah kepada-Nya dan
membiarkan Dia bertindak dengan kehendak-Nya. Perlahan-lahan saya mulai
memahami fakta bahwa betapapun baiknya persiapan kita, hal itu sama sekali tidak
berkaitan dengan kemurahan yang Allah berikan kepada kita. Semakin kita berserah
kepada-Nya, semakin banyak berkat yang kita alami.

Saya ingin memastikan bahwa saya tidak berbicara tentang iman yang buta,
atau sikap naif yang terlepas dari realitas. Kita dapat memercayai Allah, bukan
karena kekuatan tertentu yang kita miliki, melainkan semata-mata karena kuasa hebat
dan menakjubkan yang Dia miliki. Hadirat dan kuasa Allah itu nyata dan pasti.
Pengertian akan kemahacukupan dan kuasa Allah ini akan meyakinkan kita dan
menolong kita untuk menjangkau dan berpegang pada-Nya dalam iman.
Paulus mengatakan,”Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak
kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan
akan kekuatan roh, supaya iman kamu jangan tergantung pada hikmat manusia, tetapi
pada kekuatan Allah.”

25
Sewaktu orang menyaksikan kuasa Allah dinyatakan, ada suatu keyakinan
supernatural yang melanda mereka. Mereka bukan ”diyakinkan” oleh khotbah yang
cerdas atau argumentasi yang meyakinkan. Mereka terpesona oleh kuasa Roh Kudus,
yang sungguh-sungguh meyakinkan mereka akan kuasa Allah. Setiap kali terjadi
mukjizat di tengah-tengah kebaktian kami, orang selalu menanggapi tantangan
mimbar. Mereka menyaksikan sesuatu yang benar-benar menempelak mereka dan
berkata ”Wah ! Allah benar-benar ada ditempat ini!” Orang-orang yang sebelumnya
bersikap skeptis dan tidak yakin, tiba-tiba diyakinkan ketika mereka melihat
demonstrasi kuasa Roh Kudus.

Kita berjalan di musim baru. Tantangan besar ada di depan kita, memang.
Namun ketika kita mengenal apa yang Allah rencanakan dan sediakan di musim
baru, semua tantangan itu ternyata merupakan “sarana bagi kemenangan” yang
lebih besar untuk kita alami. Ada rancangan Allah yang besar yang sedang turun bagi
kita di tahun yang baru ini. Hal itu akan terwujud di dalam kita ketika kita mau
berjalan dalam iman senantiasa.

Tuhan memberikan kekuatan baru bagi kita yang berjalan dalam iman.
Imanlah yang membuat kita jadi kuat dan berkemenangan. Sebaliknya, tanpa iman,
kita tidak dapat meraih kekuatan yang Allah sediakan. Dengan iman yang aktif, kita
berjalan dari kemenangan kepada kemenangan yang semakin besar. Kita
menaklukkan wilayah yang semakin luas. Ketika masalah kita taklukkan, iman kita
makin teguh, dan makin berkembang. Kita mengembangkan potensi yang semakin
besar dan semakin berdaya guna bagi Kerajaan Allah. Iman timbul karena percaya
PribadiNya. Apa yang Dia katakan kita percayai. Karena kita memegang firmanNya
di hati, maka Allah menyukai hati kita. Karena itu bangunlah gaya hidup yang
senantiasa mencari wajah Tuhan. Mengenal Tuhan lebih dalam lagi. Membangun
pergaulan yang bersahabat dengan Allah membuat iman kita tumbuh dan kuat.
Dengan merawat hati yang haus akan Tuhan dan murni, kita akan semakin mendalam
dan jadi semakin peka mengalami hadiratNya.

26
3.3 KENDALA-KENDALA YANG MEMPENGARUHI PERANAN AGAMA BAGI
MASYARAKAT DI KABUPATEN TTU

1. Rendahnya Sikap Toleransi


salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, di Indonesia
khususnya di kabupaten TTU, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy
tolerance). Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung
(indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang
sensitif. Sehingga kalangan umat beragama di Kabupaten TTU merasa enggan
mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam
tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga
jarak satu sama lain. Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi
kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan
masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan
perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara
beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.

2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala
dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di
Kabupaten TTU, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa
saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama
bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun
hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah
petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang
sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak
hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang
mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-
mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur
dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik
juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.

27
3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Kabupaten TTU telah tumbuh dan
berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal
dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik
keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan
dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam
adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia.
Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang
non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.

Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-


masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-
agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando
dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam
yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya
dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok
eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan
utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan
dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini,
hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau
keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte
dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.

28
3.4 UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN PEMIMPIN AGAMA UNTUK
MENIGKATKAN KESEJAHTERAAN

1. Meningkatkan Kualitas Kehidupan Beragama


Upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-
cita dari pembangunan agama. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir
batin, material dan spiritual. Lebih dari itu agama menghendaki agar pemeluknya
menjalani kehidupan yang aman dan damai. Oleh karena itu pembangunan agama
diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang
aman, damai, dan sejahtera. Sejalan dengan realitas kehidupan beragama yang
berkembang di masyarakat, maka pengembangan nilai-nilai keagamaan serta
peningkatan kerukunan umat beragama menjadi tema pokok dalam rencana kerja
pemerintah (RKP) tahun 2007.

Pembangunan agama di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan kualitas


kehidupan beragama yang belum memadai. Ajaran agama sebagai sistem nilai
seharusnya dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan nyata seharí-hari.
Realitas yang berkembang dimasyarakat menunjukkan bahwa perilaku negatif dan
menyimpang dari nilai-nilai ajaran agama serta norma dan etika, masih sering terjadi,
antara lain seperti perilaku asusila, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba,
pornografi, pornoaksi dan berbagai perilaku yang melanggar nilai-nilai agama.

Disamping itu, permasalahan pembangunan agama juga tampak pada peserta


didik baik disekolah umum maupun disekolah keagamaan. Pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan belum dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini antara lain
karena muatan kurikulum kurang komprehensif (lebih menitikberatkan kepada
masalah-masalah ritual keagamaan), keterbatasan sarana dan prasarana, lemahnya
penguasaan materi dan metodologi pengajaran, belum optimalnya kegiatan belajar
mengajar, serta belum memadainya jumlah dan mutu tenaga kependidikan.
Pendidikan agama juga dinilai belum optimal bagi pengembangan pribadi, watak,
dan akhlak mulia peserta didik, karena belum sepenuhnya diarahkan pada latihan
pengamalan secara nyata, serta pada pembentukan sikap dan perilaku yang berakhlak
mulia. Pengembangan pribadi, watak, dan akhlak mulia, selain dilakukan oleh

29
lembaga pendidikan formal, juga oleh keluarga, lembaga-lembaga sosial keagamaan
dan lembaga pendidikan tradisional keagamaan serta tempat-tempat ibadah.

2. Meningkatkan Pelayanan dan Pemahaman Agama Serta Kehidupan Beragama


a. Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran
agama bagi masyarakat, termasuk peserta didik di semua jalur, jenis dan
jenjang pendidikan, sehingga pemahaman dan pengamalan ajaran agama
dapat tercermin dalam perilaku keseharian;
b. Peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan
masyarakat sebagai bentuk pemenuhan hak-hak dasar rakyat dalam memeluk
agamanya serta beribadat sesuai agama dan kepercayaan masing-masing;
c. Penyediaan sarana dan prasarana keagamaan khususnya didaerah terpencil
dan peningkatan peranan tempat-tempat peribadatan sebagai pusat bagi
pendalaman dan pemahaman nilai-nilai ajaran agama serta pengembangan
kegiatan-kegiatan keagamaan baik yang bersifat ritual keagamaan maupun
sosial kemasyarakatan;
d. Peningkatan kualitas pelayanan KUA sesuai tugas pokok dan fungsi KUA
sebagai lini terdepan pelayanan keagamaan bagi masyarakat;
e. Peningkatan kualitas pengelolaan dana sosial keagamaan (zakat, derma,
wakaf, infak, shodaqoh, kolekte, dana punia, dan dana paramita), serta
peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam rangka memenuhi
kewajiban agama pada aspek sosial kemasyarakatan dalam rangka
memberdayakan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial di
masyarakat;
f. Peningkatan kualitas pelayanan ibadah haji dalam rangka meningkatkan
efisiensi, pencegahan korupsi, dan mengurangi indirect cost yang dibebankan
kepada jamaah haji; serta
g. Peningkatan kapasitas dan peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga
pendidikan agama dan keagamaan sebagai agen pembangunan dan agen
perubahan sosial dalam rangka meningkatkan daya tahan masyarakat dalam
menghadapi berbagai krisis, serta memberikan solusi dalam menghadapi
berbagai tantangan dan persoalan kemasyarakatan.

30
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan dan Saran

 Kesimpulan
 Masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang
terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu.
Agama adalah merupakan suatu sistem yang terpadu terdiri atau kenyakinan
dan praktek yang berhubungan dengan hal-hal yang suci dan menyatukan
semua penganutnya dalamsuatu komunitas moral yang di namakan umat.
 Peran agama :
 Manjadikan masyarakat beradab dan sejahtera
 Sebagai pendamping hukum tentang Hak Asasi Manusia dan
Demokrasi
Fungsi agama :
agama memiliki fungsi yang vital, yakni sebagai salah satu sumber hukum
atau dijadikan sebagai norma dan sebagai sesuatu yang menjadi dasar kita
mempercayai Allah (iman).
 kendala-kendala yang mempengaruhi perananan agama bagi masyarkat di
kabupaten Timor Tengah Utara :
 rendahnya sikap toleransi
 kepentingan politik
 sikap fanatisme
 Upaya-upaya yang dilakukan oleh pimpinan agama di kabupaten TTU untuk
menigkatkan kesejahteraan :
 Meningkatkan kualitas kehidupan beragama
 Meningkatkan pelayanan dan pemahaman agama serta kehidupan
beragama
 Saran
Dengan dibuat nya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa
memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.

31
Masyarakat juga diharapkan selalu memiliki iman yang kuat agar selalu percaya
kepada Tuhan Allah dan tidak berpaling dari agama masing-masing.

32
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Mubarrak, Zakky, 2008. MPKT Buku Ajar II: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan
Masyarakat. Depok: Penerbit FEUI

Kaelany, DR, 2009. Islam Agama Universal. Jakarta: Midada Rahma Press

Sinaga, Julfrinson, (2005), Pertumbuhan Rohani yang Berkembang, Bandung.

Sumber Internet:

http://www.google.co.id

http://www.wikipedia.or.id/islam

http://www.cmm.or.id

http://www.alrasikh.wordpress.com

33

Anda mungkin juga menyukai