Dalam kalangan orang Kristen kata “Misi” berkembang dengan pesat sejak
tahun 1950-an. Kelompok yang pertama sekali menggunakan kata “Misi” adalah
kelompok kaum Yesuit dari kalangan Katolik Roma. Hal ini bersamaan dengan
ekspansi yang dilakukan colonial di daerah jajahan mereka. Ada beberapa hal secara
teologis yang dapat diartikan sebagai misi yaitu: Pertama, para misionaris yang bekerja
di lahan pekabaran injil. Kedua, serangkaian pelayanan yang khusus dimaksudkan
untuk memperdalam atau menyebarkan iman Kristen dan ketiga, penyebaran injil di
dunia Non-Kristen
Terkadang kita memahami seseoranglah yang mengutus orang lain untuk pergi
ke suatu tempat untuk melakukan tugas pengabaran injil, tetapi dipihak lain tanpa kita
sadari Allah lah pengutus tiap-tiap orang yang menjadi misionaris. Jadi
kekuasaan seharusnya terletak pada Allah bukan pada manusia. Dalam pelaksanaan
misi begitu banyak hambatan dan tantangan yang terjadi. Dan hal ini terjadi bukan
hanya dari luar saja tetapi tidak sedikit tantangan ini berasal dari dalam (para
misionaris). Sehinggan salah satu misionaris yang bernama James Heissig (1918), dia
menulis dalam jurnal misiologi, dia menggambarkan misi Kristen sebagai “Perang yang
egois”. Dari hal ini jika teologi adalah suatu laporan refleksi tentang iman maka teologi
bertugas secara kritis mempertimbangkan misi sebagai salah satu ungkapan iman
Kristen. Gereja juga jarang menyadari bahwasanya seharusnya gereja mampu hidup
krisis, dalam artian gereja membutuhkan kegagalan-kegagalan yang mampu membuat
geraja semakin kuat dan tangguh, dan mampu benar-benar hidup untuk misinya yang
sebenarnya. Dari kekerisisan yang terjadi tersebut di tengah-tengah Gereja maka kita
harus menyadari hal itu akan membuat gereja menjadi sebuh gereja yang sejati.
Sejumlah kalangan mengkritik misi tradisional yang dilakukan ini. Dalam sebuah
konferensi Dewan Misi Internasional (IMC) di Tambaran 1938 merumuskan bahwa:
secara sempit orang harus mengatakan bahwa gereja selalu berada di dalam krisis dan
bahwa kekurangannya yang paling besar adalah bahwa hanya kadang-kadang saja
gereja menyadari hal tersebut. Hal ini menyatakan bahwa jika gereja mengalami krisis
berarti juga mengalami kemungkinan untuk menyadari gereja yang sejati.