Anda di halaman 1dari 4

Penanganan Terkini Hemofilia

Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan
faktor pembekuan darah. Hemofilia A timbul jika ada kelainan pada gen yang
menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (FVII). Sedangkan, hemofilia B
disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (FIX). Hemofilia A dan B tidak dapat
dibedakan karena mempunyai tampilan klinis yang mirip dan pola pewarisan gen yang
serupa. Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik tertua yang pernah dicatat.

Kelainan perdarahan yang diturunkan yang terjadi pada seorang laki-laki tercatat dalam berkas
Talmud pada Abad Kedua. Sejarah modern dari hemofilia dimulai pada tahun 1803 oleh John
Otto yang menerangkan adanya anak yang menderita hemofilia. Pada tahun 1820, untuk
pertama kalinya dilakukan ulasan tentang hemofilia oleh Nasse. Pembuktian adanya kecacatan
pada proses pembekuan darah pada hemofilia dilakukan oleh Wright pada tahun 1893. Namun,
faktor VIII (FVIII) belum teridentifikasi hingga tahun 1937 ketika Patek dan Taylor berhasil
mengisolasi faktor pembekuan dari darah, yang saat itu disebut sebagai faktor antihemofilia
(AHF). Suatu bioasai dari faktor VIII diperkenalkan pada tahun 1950. Walaupun hubungan
antara FVIII dan faktor von Willbrad (vWF) telah diketahui, namun hal ini tidak disadari saat
itu. Pada tahun 1953, kurangnya faktor VIII pada pasien dengan defisiensi vWF pertama kali
dijelaskan. Penelitian berikutnya oleh Nilson dan kawan-kawan mengindikasikan adanya
interaksi antara 2 faktor pembekuan sebelumnya.

Pada tahun 1952, penyakit christmas pertama kali dideskripsikan dan nama penyakit tersebut
diambil dari nama keluarga pasien pertama yang diteliti secara menyeluruh. Penyakit ini sangat
berbeda dari hemofilia karena pencampuran plasma pasien penyakit christmas dengan plasma
pasien hemofilia menormalkan masa pembekuan (clotting time/CT) karena itu hemofilia A dan
B kemudian dibedakan. Pada awal tahun 1960an, kriopresipitat adalah konsentrat yang pertama
kali ada untuk terapi hemofilia. Pada tahun 1970an, lyophilized intermediate-purity
concentrates atau konsentrat murni liofil menengah pertama kali dibuat dari kumpulan darah
donor. Sejak saat itu terapi hemofilia secara dramatis berhasil meningkatkan harapan hidup
penderitanya dan dapat memfasilitasi mereka untuk pembedahan dan perawatan di rumah Pada
tahun 1980an, risiko tertular penyakit yang berasal dari konsentrat FVII pertama kali diketahui.
Kebanyakan pasien dengan hemofilia berat terinfeksi oleh penyakit hepatitis B dan hepatitis C.
Pada akhir tahun 1980an hampir semua pasien hemofilia berat terinfeksi hepatitis A, hepatitis
B, hepatitis C, dan HIV. Teknik virisidal terbaru kemudian ditemukan dan efektif membunuh
virus-virus tersebut. Standar terbaru tatalaksana hemofilia sekarang menggunakan konsentrat
FVIII rekombinan sehingga dapat menghilangkan risiko tertular virus.

Hemofilia adalah suatu penyakit yang menyebabkan gangguan perdarahan karena kekurangan
faktor pembekuan darah. Akibatnya, perdarahan berlangsung lebih lama saat tubuh mengalami
luka. Dalam keadaan normal, protein yang menjadi faktor pembeku darah membentuk jaring
penahan di sekitar platelet (sel darah) sehingga dapat membekukan darah dan pada akhirnya
menghentikan perdarahan. Pada penderita hemofilia, kekurangan protein yang menjadi faktor
pembeku darah tersebut mengakibatkan perdarahan terjadi secara berkepanjangan.

Hemofilia merupakan penyakit bawaan yang umumnya dialami pria. Penyakit ini dapat
diturunkan karena mutasi gen yang mengakibatkan perubahan dalam untaian DNA
(kromosom) sehingga membuat proses dalam tubuh tidak berjalan dengan normal. Mutasi gen
ini dapat berasal dari ayah, ibu, atau kedua orang tua. Terdapat banyak jenis hemofilia, namun
jenis yang paling banyak terjadi adalah hemofilia A dan B. Tingkat keparahan yang dialami
penderita hemofilia tergantung dari jumlah faktor pembekuan dalam darah. Semakin sedikit
jumlah faktor pembekuan darah, semakin parah hemofilia yang diderita. Meski tidak ada obat
yang dapat menyembuhkan hemofilia, penderitanya dapat hidup dengan normal
selama penanganan gejala dilakukan dan menghindarkan diri dari semua kondisi yang memicu
perdarahan.

 Gejala utama hemofilia adalah perdarahan yang sulit berhenti atau berlangsung lebih
lama, termasuk perdarahan pada hidung (mimisan), otot, gusi, atau sendi. Tingkat
keparahan perdarahan tergantung dari jumlah faktor pembeku dalam darah.
 Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan berkisar antara 5-50%. Gejala berupa
perdarahan berkepanjangan baru muncul saat penderita mengalami luka atau pasca
prosedur medis, seperti operasi.
 Pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar antara 1-5%. Gejala yang
dapat muncul meliputi: Kulit mudah memar. Perdarahan di area sekitar sendi.
Kesemutan dan nyeri ringan pada lutut, siku dan pergelangan kaki.
 Jenis hemofilia yang terakhir adalah hemofilia berat dengan jumlah faktor pembekuan
kurang dari 1%. Penderita biasanya sering mengalami perdarahan secara spontan,
seperti gusi berdarah, mimisan, atau perdarahan sendi dan otot tanpa sebab yang jelas.
Gejala perdarahan yang perlu diwaspadai adalah perdarahan di dalam tengkorak kepala
(perdarahan intrakranial).
 Gejala tersebut ditandai dengan sakit kepala berat, muntah, leher kaku, kelumpuhan di
sebagian atau seluruh otot wajah, dan penglihatan ganda. Penderita hemofilia yang
mengalami perdarahan intrakranial butuh penanganan darurat.

Penyebab

 Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur dalam darah, seperti platelet dan
protein plasma darah.
 Di dalam kasus hemofilia, terdapat mutasi gen yang menyebabkan tubuh kekurangan
faktor pembekuan tertentu dalam darah. Penyebab hemofilia A adalah mutasi gen yang
terjadi pada faktor pembekuan VIISedangkan hemofilia B disebabkan oleh mutasi yang
terjadi pada faktor pembekuan IX (9) dalam darah.
 Mutasi gen pada hemofilia A dan B terjadi pada kromoson X dan bisa diturunkan dari
ayah, ibu, atau kedua orang tua. Sebagian besar wanita dapat menjadi pembawa gen
abnormal ini dan menurunkannya pada anaknya, tanpa dirinya sendiri mengalami
gejala hemofilia. Sedangkan pria dengan gen abnormal ini cenderung akan menderita
penyakit hemofilia. Di sisi lain, mutasi gen ini juga dapat terjadi secara spontan pada
penderita hemofilia yang tidak memiliki riwayat keluarga penderita hemofilia.

 Diagnosa pasti hemofilia atas dasar pemeriksaan generasi tromboplastin.


 Apabila tidak ada riwayat keluarga yang menderita hemofilia, biasanya kondisi ini
terdiagnosis dari gejala-gejala yang terlihat. Anak-anak biasanya dicurigai menderita
penyakit ini pada saat mereka mulai merangkak atau berjalan yang ditandai
dengan kulit yang mudah memar atau perdarahan sendi. Sebagian lainnya ada yang
terdeteksi saat memasuki usia dewasa ketika mereka menjalani prosedur gigi atau
prosedur lainnya.
 Pemeriksaan sebelum kehamilan, yang terdiri dari tes darah dan sampel jaringan
untuk meneliti tanda-tanda mutasi gen penyebab hemofilia pada kedua orang tua.
 Pemeriksaan selama kehamilan. Dalam pemeriksaan ini, dokter akan mengambil
sampel plasenta dari rahim (chronionic villus sampling) untuk melihat apakah janin
memiliki penyakit hemofilia. Tes ini biasanya dilakukan pada minggu ke-11 hingga
ke-14 masa kehamilan. Pemeriksaan lainnya adalah amniocentesis, yaitu uji sampel
air ketuban pada minggu ke-15 hingga ke-20 masa kehamilan.
 Pemeriksaan setelah kelahiran anak. Dalam hal ini dokter akan melakukan
pemeriksaan darah secara lengkap dan tes fungsi faktor pembekuan,termasuk faktor
pembekuan VIII (8) dan IX (9). Selain itu, darah dari tali pusat bayi pada saat mereka
lahir juga dapat diuji untuk memastikan adanya hemofilia.

 Terapi akibat perdarahan akut adalah pemberian F VIII. Sekarang sudah ada F VIII
yang dapat di berikan secara intra vena, dan apabila tidak mempunyai F VIII maka
dapat diberikan kriopresipitat (plasma yang didinginkan) atau diberikan transfusi
darah segar.
 Menghindari obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit seperti aspirin dan
ibuprofen.
 Penanganan hemofilia dikelompokkan menjadi dua, yaitu penanganan untuk mencegah
timbulnya perdarahan (profilaksis) dan penanganan pada saat terjadi perdarahan (on-
demand).
 Untuk mencegah terjadinya perdarahan, penderita biasanya diberikan suntikan faktor
pembekuan darah. Suntikan yang diberikan untuk penderita hemofilia A adalah octocog
alfa yang dirancang untuk mengontrol faktor pembekuan VIII (8). Pemberian suntikan
ini dianjurkan tiap 48 jam. Efek samping yang mungkin timbul, di antaranya adalah
gatal, ruam kulit, serta nyeri dan kemerahan pada area yang disuntik. Sementara itu,
penderita hemofiilia B dengan kekurangan faktor pembekuan IX (9) akan mendapat
suntikan nonacog alfa. Penyuntikan obat ini biasanya dilakukan 2 kali dalam seminggu.
Efek samping yang mungkin timbul berupa mual, pembengkakan pada area yang
disuntik, pusing, dan rasa tidak nyaman. Suntikan untuk mencegah perdarahan ini
biasanya diberikan seumur hidup, dan perkembangan kondisi pasien yang akan terus
dipantau melalui jadwal pemeriksaan rutin.
 Tujuan penanganan yang kedua adalah untuk menghentikan terjadinya perdarahan
secara berkepanjangan. Dalam hal ini, obat yang diberikan pada saat terjadinya
perdarahan hampir sama seperti obat yang diberikan untuk mencegah
perdarahan Untuk menghentikan perdarahan pada kasus hemofilia A, dokter akan
memberikan suntikan octocog alfa atau desmepressin. Sedangkan untuk kasus
hemofilia B, dokter akan memberikan suntikan nonacog alfa. Penderita yang mendapat
suntikan ini harus melakukan pemeriksaan kadar inhibitor secara teratur, karena obat
faktor pembekuan darah terkadang dapat memicu pembentukan antibodi sehingga obat
menjadi kurang efektif.

Komplikasi

 Kerusakan sendi yang berpotensi merusak jaringan halus sendi atau tulang rawan dan
lapisan tipis di dalam sendi (synovium).
 Perdarahan internal. Perdarahan ini dapat terjadi di dalam otot dan menyebabkan
tungkai membengkak.
 Infeksi. Penderita hemofilia berisiko mengalami infeksi, terutama jika melakukan
transfusi darah.
Pencegahan Perdarahan

 Menjaga kebersihan gigi agar terhindar dari penyakit gigi dan gusi yang dapat
menyebabkan perdarahan.
 Menghindari olahraga yang melibatkan kontak fisik. Lakukan olahraga yang
direkomendasikan oleh dokter guna menguatkan otot dan sendi.
 Melindungi diri dari luka. Misalnya adalah dengan menggunakan helm atau sabuk
pengaman ketika
 Menghindari penggunaan obat pengencer darah yang dapat menghambat pembekuan
darah.
 Menghindari obat nyeri yang berpotensi meningkatkan perdarahan

Anda mungkin juga menyukai