Anda di halaman 1dari 10

Perspektif Vol. 11 No. 2 /Des 2012.

Hlm 103 - 99
ISSN: 1412-8004

PENGENDALIAN HAMA UTAMA KAKAO ( Conopomorpha cramerella dan


Helopeltis spp.) DENGAN PESTISIDA NABATI DAN AGENS HAYATI
Control of Cocoa main pest (Conomorpoha cramerella and Helopeltis spp.) Using
Botanical Pesticide and Biological Agents.

SISWANTO dan ELNA KARMAWATI


Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Indonesian Center for Estate Crops Research and Development
Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111. Telp. (0251) 8313083. Faks. (0251) 8336194
e-mail : siswantos2002@yahoo.com

Diterima : 6 Maret 2012; Disetujui : 30 November 2012

ABSTRAK cramerella and Helopeltis spp. and the control efforts


that environmentally friendly.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kakao di
Keywords: cacao, C. cramerella, Helopeltis spp.,
Indonesia adalah serangan organisme pengganggu
botanical pesticides, biological agents
tanaman. Banyak jenis hama dan penyakit yang
menyerang tanaman kakao. Hama utama tanaman
kakao di Indonesia antara lain penggerek buah kakao PENDAHULUAN
(Conopomorpha cramerella) dan kepik pengisap buah
Kakao merupakan salah satu tanaman
(Helopeltis spp.). Untuk mengendalikan hama tersebut,
perkebunan penting di Indonesia, karena kakao
pada umumnya petani menggunakan insektisida
kimiawi yang berdampak negatif terhadap sebagai penghasil devisa Negara, sebagai sumber
lingkungan. Salah satu upaya mengurangi dampak penghasilan bagi petani maupun masyarakat
negatif dalam Pengendalian hama tersebut yaitu lainnya. Indonesia merupakan salah satu
dengan memanfaatkan pestisida nabati dan agens produsen kakao utama di dunia setelah Pantai
hayati seperti parasitoid, predator dan pathogen yang Gading dan Ghana. Indonesia mempunyai
bersifat ramah terhadap lingkungan. Tulisan ini tanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar
menguraikan beberapa aspek terkait hama utama 1.462.000 ha. yang terdiri dari 90% perkebunan
tanaman kakao yaitu C. cramerella dan Helopeltis spp.
rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan
dan upaya pengendaliannya yang berwawasan
negara, dengan produksi mencapai 1.315.800
lingkungan.
ton/th. (Karmawati et al., 2010).
Kata kunci: kakao, C. cramerella, Helopeltis spp., Sentra kakao di Indonesia tersebar di
pestisida nabati, agens hayati
Sulawesi (63,8%), Sumatera (16,3%), Jawa (5,3%),
Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan
ABSTRACT
Bali (4,0%), Kalimantan (3,6%), Maluku dan
The low productivity of cocoa in Indonesia such Papua (7,1%)(Anonymous, 2010). Berdasarkan
caused by pests and diseases. Many species of pests data sebaran luas tanaman kakao tersebut,
and diseases attack the cocoa plant. The major pest of
Sulawesi merupakan daerah penghasil kakao
cocoa in Indonesia, among others are cacao fruit borer
terbesar di Indonesia saat ini yaitu mencapai
(Conopomorpha cramerella) and fruit-sucking bugs
(Helopeltis spp.). To control these pests, farmers sekitar 63 % produk kakao di Indonesia. Luas
generally use chemical insecticides that have a negative pertanaman kakao di Sulawesi Selatan sampai
impact on the environment. One effort to reduce the tahun 2002 mencapai 240.785 ha dan sebagian
negative impact of the pest control is to use botanical besar (98%) dalam bentuk perkebunan rakyat.
pesticides and biological agents such as parasitoids, Produksi kakao Sulawesi Selatan sampai tahun
predators and pathogens that are friendly to the 2002 mencapai 213.754 ton dengan volume
environment. This paper describes some relevant ekspor 204.366 ton (Nasaruddin, 2002). Produk-
aspects of the major pest of cocoa plant such as C.
tivitas kakao kemudian menurun drastis antara

Pengendalian Hama Utama Kakao dengan Pestisida Nabati dan Agens Hayat (SISWANTO dan ELNA KARMAWATI) 103
lain disebabkan serangan Helopeltis antonii. penanganan OPT merupakan tanggung jawab
(Handoko dan Sundahri, 2004). pemerintah dan masyarakat yang dilaksanakan
Produktivitas kakao Indonesia hingga saat ini dengan menerapkan sistem pengendalian hama
rata-rata masih rendah yaitu sekitar 900 kg/ha. terpadu (PHT). PHT atau yang dikenal dengan
Beberapa penyebabnya adalah bahan tanaman Integrated Pest Management (IPM), merupakan
yang kurang baik, teknologi budidaya yang suatu konsep atau paradigma yang dinamis,
kurang optimal, tanaman sudah berumur tua, tidak statis, yang selalu menyesuaikan dengan
serta masalah serangan organism pengganggu dinamika ekosistem pertanian dan sistem sosial
tanaman (OPT). Diperkirakan rata-rata ekonomi dan budaya masyarakat setempat. PHT
kehilangan hasil akibat OPT mencapai 30% setiap mendorong kemandirian dan keberdayaan dalam
tahunnya bahkan ada penyakit penting yang pengambilan keputusan daripada
dapat mengakibatkan kematian tanaman ketergantungan pada pihak-pihak lain (Untung,
(karmawati, et. al, 2010), sehingga dalam 2003). Berdasarkan hal tersebut maka petani yang
budidaya kakao pada umumnya sekitar 40 % dari langsung berhubungan dengan kegiatan
biaya produksi dialokasikan untuk biaya pertanian tersebut diharapkan dapat berperan
pengendalian OPT (Sulistyowati et al, 2003). sebagai manager di kebunnya sendiri , yang
Beberapa hama dan penyakit banyak ditemukan mampu mengambil keputusan dan melakukan
pada tanaman kakao diantaranya hama tindakan untuk mengatasi masalah OPT . Untuk
Penggerek Buah Kakao (Conopomopha cramerella) itu petani harus mempunyai bekal pengetahuan
dan kepik pengisap buah (Helopeltis spp.), dan ketrampilan yang memadai untuk dapat
merupakan hama utama pada tanaman kakao. mengelola kebunnya dengan baik yang dapat
Pengendalian hama pada tanaman kakao diperoleh melalui pelatihan atau pembelajaran di
pada umumnya petani masih menggunakan lapangan.
insektisida kimiawi. Penggunaan insektisida Beberapa paket teknologi budidaya kakao
kimiawi yang tidak tepat akan membawa yang benar telah dihasilkan dan disampaikan
dampak yang buruk, lebih merugikan dibanding kepada petani, tetapi belum sepenuhnya
manfaat yang dihasilkan antara lain dapat diadopsi oleh petani. Demikian juga dalam
menyebabkan timbulnya resistensi hama, pengendalian hama dan penyakit, petani belum
munculnya hama sekunder, pencemaran sepenuhnya mengadopsi teknologi yang telah
lingkungan dan ditolaknya produk karena dihasilkan untuk pengendalian hama dan
masalah residu yang melebihi ambang batas penyakit. Umumnya petani kakao masih
toleransi. Penggunaan insektisida kimiawi secara mengandalkan penggunaan insektisida kimiawi
intensif, juga memberikan berbagai dampak yang untuk pengendalian hama dan penyakit tersebut.
tidak diinginkan, terkait dengan kerusakan Berbagai cara pengendalian telah diketahui
ekosistem lahan pertanian, terganggunya dan diuji pada kedua jenis hama tersebut
eksistensi flora dan fauna di sekitar lahan termasuk cara pengendalian yang sederhana,
pertanian dan kesehatan petani pekerja murah dan ramah lingkungan, antara lain
(Regnault-Roger, 2005). Organisasi Kesehatan dengan penggunaan pestisida nabati yang
Dunia (WHO) mencatat bahwa di seluruh dunia memanfaatkan tumbuhan, penggunaan musuh
setiap tahunnya terjadi keracunan pestisida alami seperti parasitoid, predator dan patogen
antara 44.000 - 2.000.000 orang dan dari angka serangga, serta penggunaan senyawa/bahan
tersebut yang terbanyak terjadi di negara penolak serangga. Tujuan dari penulisan ini
berkembang (Sintia, 2006). adalah untuk menguraikan aspek-aspek penting
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terkait dengan hama utama tanaman kakao yaitu
perlu dilakukan pembenahan cara budidaya C. cramerella dan Helopeltis spp. serta upaya
tanaman yang lebih berwawasan lingkungan pengendaliannya yang berwawasan lingkungan.
termasuk dalam pengendalian OPT. UU no. 12
tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah no. 6 Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha
tahun 1995, menyatakan bahwa kegiatan cramerella

104 Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 103 - 112


A B C D
Gambar 1. Larva (A); Imago penggerek buah kakao (C.cramerella) (B); Gejala serangan hama PBK pada
buah kakao: penampilan buah dari luar, warna buah tidak merata (C); dan penampilan buah
terserang yang dibelah (D).

PBK, Conopomorpha cramerella (Famili menetas. Stadium telur berlangsung 2-7 hari.
Gracillariidae: Ordo Lepidoptera) menyerang Telur diletakkan pada permukaan kulit buah
tanaman kakao hampir di seluruh daerah utama pada lekukan buah. Setelah menetas larva
penghasil kakao di Indonesia. Hama ini menggerek masuk ke dalam buah.
menyerang buah yang masih muda sampai Larva berwarna putih kekuningan atau
dengan buah yang sudah masak. Serangan hama kehijauan dengan panjang maksimum 11 mm
ini dapat menyebabkan penurunan produksi terdiri dari 5 instar. Lama stadia larva berkisar
buah kakao hingga lebih dari 80% dan relatif sulit antara 14 – 18 hari. Menjelang berpupa, larva
dikendalikan (Sulistyowati et al, 2003). Selain keluar dari buah dan berpupa pada permukaan
menurunkan produksi serangan hama ini juga buah, pada daun, serasah atau di tempat lain
menyebabkan kualitas biji menjadi rendah (Lim, yang agak tersembunyi, bahkan pada kendaraan
1992; Anshary, 2003). Pada tahun 2000 dilaporkan yang digunakan untuk mengangkut hasil panen
bahwa serangan hama ini mencapai 60.000 ha (Wardojo, 1980).
dengan kehilangan hasil sebesar Rp Pupa berwarna coklat dengan ukuran
405.643.680.000,-/tahun (Ditjenbun, 2000). panjang berkisar antara 6-7 mm dan lebar 1-1,5
Penyebaran hama PBK di Sulawesi dimulai di mm terbungkus dalam kokon berwarna
Sulawesi Tengah pada tahun 1991 kemudian transparan dan kedap air. Stadium pupa
menyebar ke seluruh areal pertanaman kakao di berlangsung 5-8 hari.
Sulawesi (Mardy, 1994). Tahun 1995, hama ini Imago atau serangga dewasa berupa ngengat
mulai ditemukan di Sulawesi Tenggara berwarna hitam dengan bercak kuning
(Suwondo, 2001). berukuran panjang 7 mm, lama hidup berkisar
Stadium yang menimbulkan kerusakan dari antara 7-8 hari. Imago aktif pada malam hari dan
hama ini adalah berupa larva/ulat (Gambar 1 A di siang hari berlindung di tempat teduh. Seekor
dan B) yang menyerang buah kakao berukuran 3 betina mampu meletakkan telur antara 50-100
cm sampai menjelang masak. Larva merusak butir selama hidupnya.
buah dengan memakan daging buah, membuat Buah yang terserang ditandai dengan
saluran ke biji menyebabkan biji saling melekat memudarnya warna kulit buah, muncul warna
(Gambar 1 B dan C), berwarna kehitaman, belang hijau kuning atau merah jingga. Buah
ukuran mengecil dan berukuran kecil sehingga yang sudah tua apabila diguncang tidak berbunyi
kualitas biji menjadi rendah. karena bijinya saling melekat.
Siklus hidup
Kepik Pengisap Buah (Helopeltis spp.)
Telur berbentuk oval dengan panjang 0,4-0,5
Selain PBK, hama yang sering dijumpai pada
mm dan lebar 0,2-0,3 mm, berwarna orange pada
pertanaman kakao adalah Helopeltis spp. (Famili
saat diletakkan dan menjadi kehitaman bila akan

Pengendalian Hama Utama Kakao dengan Pestisida Nabati dan Agens Hayat (SISWANTO dan ELNA KARMAWATI) 105
Miridae: Ordo Hemiptera). Helopeltis spp. pucuk dengan bagian ujung telur yang ada
merupakan salah satu hama utama kakao yang benangnya menyembul keluar. Stadium telur
banyak dijumpai hampir di seluruh provinsi di berlangsung antara 6-7 hari.
Indonesia. Jenis Helopeltis yang menyerang Nimfa mempunyai bentuk yang sama
tanaman kakao diketahui lebih dari satu spesies, dengan imago tetapi tidak bersayap, terdiri dari 5
yaitu H. antonii, H. theivora dan H. claviver instar dengan 4 kali ganti kulit. Stadium nimfa
(Karmawati et al., 2010). Stadium yang merusak berkisar antara 10-11 hari.
dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan Imago berupa kepik dengan panjang tubuh
imagonya. Nimfa dan imago menyerang buah kurang lebih 10 mm. Seekor imago betina
muda dengan cara menusukkan alat mulutnya ke mampu meletakkan telur hingga 200 butir selama
dalam jaringan, kemudian mengisap cairan di hidupnya (gambar 3).
dalamnya. Sambil mengisap cairan, kepik
tersebut juga mengeluarkan cairan yang bersifat Pengendalian PBK (Conopomorpha cramerella)
racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan dan Kepik Pengisap Buah (Helopeltis spp).
yang ada di sekitar tusukan. Selain buah, hama
ini juga menyerang pucuk dan daun muda. Penggerek Buah Kakao
Pengendalian hama PBK dapat dilakukan
dengan beberapa cara antara lain dengan sanitasi,
pemangkasan, panen sering, pemupukan dan
sarungisasi serta pengendalian secara biologi
(Karmawati et al. 2010; Widodo, 2010; Sudarto et
al., 2010; Anonymous, 2010)
Sanitasi dilakukan pada buah terserang yang
baru dipanen dengan cara menimbun buah–buah
Gambar 3. Gejala serangan Helopeltis spp. pada terserang tersebut ke dalam lobang tanah
buah kakao (kiri) dan imago H. kemudian ditutup tanah setebal 20 cm. Hal ini
theivora (kanan) dilakukan agar PBK yang ada pada buah tersebut
mati.
Serangan pada buah muda akan Pemangkasan dilakukan untuk mengatur
menyebabkan terjadinya bercak yang akan kondisi lingkungan pertanaman kakao agar tidak
bersatu sehingga kulit buah menjadi retak, buah terlalu lembab sehingga tidak mendukung
menjadi kurang berkembang dan menghambat perkembangan populasi PBK. Pemangkasan
pekembangan biji. Serangan pada buah tua dilakukan terhadap tanaman kakao maupun
menyebabkan terjadinya bercak-bercak cekung tanaman penaung pada awal musim hujan.
berwarna coklat muda, yang selanjutnya akan Pemotongan cabang tanaman kakao dilakukan
berubah menjadi kehitaman (Gambar 3). terhadap cabang yang arahnya ke atas, diluar
Serangan pada daun menyebabkan daun timbul batas 3-4 m. Luka bekas potongan harus ditutupi
bercak-bercak berwarna coklat atau kehitaman. dengan obat penutup luka.
Sedangkan serangan pada pucuk menyebabkan Panen sering dilakukan dengan tujuan untuk
terjadinya layu, kering dan kemudian mati. memutus siklus perkembangan hama PBK. Panen
dilakukan seminggu sekali terhadap buah yang
Siklus Hidup sudah masak baik masak sempurna maupun
masak awal, kemudian segera dipecah atau
Serangga ini mempunyai tipe metamorfosa
diproses.
sederhana, terdiri dari telur, nimfa dan imago.
Pemupukan dilakukan setelah pemangkasan,
Telur berbentuk lonjong, berwarna putih, pada
untuk meningkatkan ketahanan tanaman
salah satu ujungnya terdapat sepasang benang
terhadap serangan PBK dengan jenis, dosis dan
yang tidak sama panjangnya. Telur diletakkan
waktu yang tepat. Sarungisasi dilakukan untuk
pada permukaan buah atau pucuk dengan cara
mencegah serangan PBK, dengan menggunakan
diselipkan di dalam jaringan kulit buah atau

106 Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 103 - 112


kantong plastik yang dilobangi bagian bawahnya Sulistyowati et al (2003) berdasarkan luas
agar air bisa keluar dan tidak lembab sehingga serangan yang hampir terjadi di seluruh provinsi
tidak terjadi pembusukan. Penyarungan penghasil kakao di Indonesia, maka strategi
dilakukan pada saat buah berukuran 8-10 cm. pengendalian yang sesuai adalah dengan
Pengendalian secara biologi dapat dilakukan pengendalian hama terpadu (PHT). Peran faktor
dengan menggunakan semut predator, jamur lingkungan dalam PHT sangat menentukan
Beauveria bassiana dan parasitoid telur keberhasilan pengendalian Helopeltis spp
Trichogrammatoidea spp. Peningkatan populasi (Karmawati, 2006).
semut khususnya semut hitam dapat dilakukan
dengan memasang lipatan daun kelapa kering Potensi pestisida nabati dan agens hayati untuk
atau daun kakao kering dan koloni kutu putih. pengendalian hama utama kakao
Penyemprotan jamur B. bassiana sebaiknya
Pemanfaatan pestisida nabati yang berasal
dilakukan pada buah kakao muda dengan dosis
dari senyawa sekunder tanaman telah banyak
50-100gram spora/ha sebanyak 5 kali.
digunakan untuk pengendalian OPT tanaman
pertanian termasuk tanaman perkebunan. Lebih
Kepik Pengisap Buah (Helopeltis spp.)
dari 1500 jenis tumbuhan di dunia telah
Untuk mengendalikan Helopletis spp. dapat dilaporkan dapat berpengaruh buruk terhadap
dilakukan beberapa cara telah dilakukan antara serangga (Grainge & Ahmed, 1988). Indonesia
lain dengan menggunakan semut hitam, diperkirakan memiliki kawasan hutan tropis
Dolichoderus thoracicus (=D.bituberculatus). Semut terbesar di Asia-Pasifik yaitu sekitar 1,15 juta
hitam mengganggu Helopeltis spp. semut ini pada kilometer persegi dengan keanekaragaman jenis
permukaan buah menyebabkan Helopeltis pohon yang paling beragam di dunia (Albar,
sehingga tidak bisa meletakkan telur atau 1997). Tingginya keanekaragaman hayati
mengisap buah karena diserang oleh semut- Indonesia, sehingga menempatkan Indonesia
semut tersebut. Peningkatan populasi semut sebagai salah satu negara di dunia yang
dapat dilakukan dengan meletakkan lipatan mempunyai jumlah keanekaragaman hayati
daun kelapa kering yang berfungsi sebagai terbesar. Untuk pulau Jawa saja, jumlah spesies
sarang semut. setiap 10.000 km2 antara 2000 – 3000 spesies,
Selain dengan semut hitam, pengendalian banyak diantaranya berpotensi sebagai bahan
hama ini dapat juga dilakukan dengan baku pestisida (Kardinan 2002). Lebih dari 40
menggunakan semut rangrang (Oecophylla jenis tumbuhan dari berbagai provinsi di
smaragdina) yang berwarna merah coklat. Untuk Indonesia yang telah dilaporkan berpotensi
menghadirkan semut rangrang dapat dilakukan sebagai pestisida nabati (Ditjenbun, 1994). Hamid
dengan menempatkan atau memindahkan koloni & Nuryani (1992) menyatakan bahwa di
semut rangrang dari tempat lain atau dengan Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil
menaruh bangkai binatang pada pohon untuk racun. Famili tumbuhan yang potensial sebagai
menarik semut rangrang. Pemanfaatan semut pestisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae,
hitam dan semut rangrang dalam pengendalian Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae (Arnason, et
Helopeltis spp telah diaplikasikan pada tanaman al., 1993). Melimpahnya kekayaan flora Indonesia
jambu mete dan hasilnya cukup memuaskan berpotensi sebagai sumber pestisida nabati.
(Karmawati et al., 2004). Pemanfaatan pestisida nabati di Indonesia sangat
Pengendalian hama ini dapat juga dilakukan potensial untuk dikembangkan. Pemanfaatan
dengan menggunakan jamur B. bassiana. Isolat pestisida nabati untuk mengendalikan Helopeltis
yang digunakan adalah Bby – 725 dengan dosis spp mudah diaplikasikan oleh petani dan bersifat
25-50 gram spora/ha. Dengan penyemprotan ini ramah lingkungan (Karmawati, 2010).
Helopeltis akan mati setelah 2-5 hari Sulistyowati Pestisida nabati merupakan senyawa kimia
et al (2003). Untuk mengendalikan Helopeltis spp., yang berasal dari tumbuhan yang digunakan
umumnya petani maupun perkebunan besar untuk mengendalikan organisme pengganggu
masih menggunakan insektisida kimia. Menurut tumbuhan berupa hama dan penyakit tumbuhan

Pengendalian Hama Utama Kakao dengan Pestisida Nabati dan Agens Hayat (SISWANTO dan ELNA KARMAWATI) 107
maupun tumbuhan pengganggu (gulma). dapat merusak system syaraf, juga mampu
Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian mengendalikan Helopeltis spp. (Djam’an, 2002
dari tumbuhan baik dari daun, bunga, buah, biji dalam Waisanjani, 2011) sedang daun, kulit
atau akar. Biasanya bagian tumbuhan tersebut batang dan akar Tithonia diversifolia mengandung
mengandung senyawa atau metabolit sekunder saponin, polyferol dan Flavonoid (Arnety et al.,
dan memiliki sifat racun terhadap hama dan 2006 dalam Waisanjani, 2011).
penyakit tertentu. Saat ini senyawa sekunder yang berasal dari
Pemanfaatan pestisida nabati untuk tanaman telah banyak dikaji potensinya sebagai
pengendalian OPT mempunyai kelebihan bahan baku pestisida nabati. Pengkajian yang
dibandingkan dengan pestisida kimia terutama telah dilakukan untuk mengevaluasi tingkat
dari segi keamanannya. Pestisida nabati terbuat toksisitas, daya tolak, daya tarik, daya hambat
dari bahan alami/nabati maka pestisida ini makan, dan daya hambat reproduksi hama
mudah terurai (bio-degradable) sehingga relatif (Schmidt et al. 1991). Disamping itu analisis biaya
tidak berbahaya bagi kehidupan. Selain itu pokok pestisida nabati terutama formula biji
pestisida nabati mempunyai beberapa kelebihan jarak pagar telah dipelajari, diperoleh bahwa
lain disamping kekurangan dibanding pestisida biaya pokok biopestisida jarak pagar dengan
kimia yaitu: sinergis minyak cengkeh jauh lebih rendah bila
Kelebihan: dibandingkan dengan sinergis PBO dan pestisida
1. Mudah dan cepat terdegradasi oleh sinar kimia (Ardana et al, 2010)
matahari Selain pestisida nabati, cendawan
2. Memiliki spektrum pengendalian yang luas entomopatogen juga sangat potensial
(racun perut dan syaraf) dan bersifat selektif mengendalikan serangga hama tanaman kakao
3. Dapat digunakan untuk mengendalikan OPT seperti Helopeltis spp. dan PBK. Bioinsektisida
yang telah resisten terhadap pestisida kimia cendawan entomopatogen memiliki kelebihan
4. Fitotoksisitas rendah dalam keamanan penggunaannya. Cendawan ini
5. Aman terhadap manusia, hewan dan memiliki spektrum inang dari yang sangat luas
lingkungan seperti Metharizium anisopliae sampai yang sangat
6. Relatif murah dan mudah dibuat oleh petani sempit dan spesifik seperti Aschersonia spp., yang
hanya menyerang lalat putih (Malsam et al. 1997).
Kelemahannya:
Beberapa kelebihan lain penggunaan produk
1. Cepat terurai dan daya tahannya relatif
bioinsektisida cendawan entomopatogen yaitu
lambat sehingga perlu aplikasi lebih sering
memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri
2. Daya racunnya rendah (tidak langsung
sehingga petani pengguna tidak perlu
mematikan serangga)
membelinya secara berkala. Produk ini juga
3. Kurang praktis dibanding dengan pestisida
memiliki keunggulan dari segi kesehatan karena
kimia yang sudah siap dalam kemasan
sifatnya yang spesifik pada serangga tertentu.
4. Tidak ada keseragaman bahan
Selain itu cendawan entomopatogen aman
5. Tidak tahan lama disimpan
terhadap tanaman pertanian dan manusia.
Kekurangan dari penggunaan cendawan
Beberapa pestisida nabati yang dapat
entomopatogen ialah ketahanannya yang kurang
digunakan untuk mengendalikan PBK dan
di lapangan. Penggunaan cendawan ini mungkin
Helopeltis spp. antara lain daun tembakau
tidak dapat bertahan sampai menyerang
(Handoko dan Sundari 2004), sirih hutan,
serangga inang karena faktor seperti adanya
biji/daun mimba (Pakih, 1999; Wilis et al., 2009),
hujan yang dapat menghanyutkan spora
umbi gadung, biji srikaya/nona sebrang daun
cendawan sebelum sempat menempel pada
gamal, biji jarak (Wiryadiputra dan Atmawinata,
kutikula inang.
1989). Daun suren (Toona sureni) dan Tithonia
Beberapa jenis agens hayati berupa
(Tithonia diversifolia) juga dapat digunakan untuk
cendawan diketahui efektif terhadap hama PBK
mengendalikan Helopeltis spp. pada kakao. Daun
antara lain Beauveria bassiana, Spicaria sp.,
suren (Toona sureni) yang mengandung piretrin,

108 Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 103 - 112


Fusarium sp. Verticilium sp., Acrostalagmus sp. sedangkan perbanyakan massal dengan media
dan Penicillium sp. (Sulistyowati, 2002) dan jagung adalah sebagai berikut:
Paecilomyces fumosoroseus (Nugraha et al., 2010). Jagung ditimbang sebanyak 1 kg dicuci,
Sedangkan untuk Helopeltis spp. cendawan yang kemudian dicacah. Jagung dimasak selama 30
diketahui efektif yaitu Beauveria bassiana dan menit kemudian dikering-anginkan selama 1 jam.
Spicaria sp. (Anonymous/Balai Proteksi Tanaman Jagung dimasukkan ke dalam bungkusan plastik
Perkebunan, 2007). masing-masing 100 g. Jagung disterilkan dengan
menggunakan auto clave selama 2 jam dalam 1
Pemanfaatan agens hayati untuk pengendalian atm. Jagung dipindahkan ke dalam laminar air
PBK dan Kepik pengisap Buah Kakao flow untuk siap diinokulasikan B.bassiana.
B.bassiana dalam media jagung diinkubasi selama
Diantara agens hayati yang diketahui efektif
3 hari dan siap untuk dipanen dan diaplikasikan
terhadap PBK dan kepik pengisap buah kakao,
untuk pengendalian hama.
cendawan entomopatogen B. bassiana adalah
Cara aplikasi cendawan B. bassiana
patogen yang paling efektif dan paling banyak
menggunakan isolat Bby – 725 atau yang lain
digunakan. Terdapat kurang lebih 175 jenis
dengan dosis 25-50 gram spora/ha, Helopeltis akan
serangga hama yang menjadi inang jamur B.
mati 2-5 hari setelah aplikasi.
bassiana.

Cendawan B. bassiana
Beberapa Keunggulan cendawan B. bassiana
sebagai pestisida alami
1. Selektif terhadap hama sasaran, sehingga
tidak membahayakan serangga lain bukan
sasaran seperti predator, parasitoid, serangga
penyerbuk dan serangga berguna lebah
madu
2. Tidak meninggalkan residu beracun pada
hasil pertanian, dalam tanah maupun pada
Gambar 3. Imago Helopeltis sp. yang terinfeksi
aliran air alami
cendawan B. bassiana
3. Tidak menyebabkan fitotoksik (keracunan)
pada tanaman Semut Predator
4. Mudah diproduksi dengan teknik sederhana Untuk pengendalian PBK dan Helopeltis spp.
semut predator yang digunakan dapat berupa
5. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang
semut hitam (D. thoracicus) atau semut rangrang
efektif, penyemprotan sebaiknya dilakukan
(O. smaragdina). Semut hitam bersimbiose dengan
sore hari (pukul 15.00 – 18.00) untuk
kutu putih yang menghasilkan cairan yang
mengurangi kerusakan oleh sinar matahari
mengandung banyak gula. Kutu sendiri
6. Formulasi B. bassiana sebaiknya disimpan di mengisap cairan dari tanaman yang mengandung
tempat sejuk untuk mempertahankan gula dan mengeluarkan sebagian gula tersebut
efektifitasnya dan sedapat mungkin bersama kotorannya.
dihindarkan dari pengaruh panas secara Semut memerlukan gula yang dihasilkan
langsung. kutu tersebut sehingga melindungi kutu dari
serangan serangga lain. Populasi semut hitam
Cara Perbanyakan yang dapat dilakukan dapat dipelihara dan ditingkatkan dengan
adalah: 1) Pencarian kadaver serangga yang menempatkan lipatan daun kelapa kering dan
terinfeksi oleh B. bassiana , 2) Pemurnian isolat B. dapat ditambah dengan gula merah dalam
bassiana dan 3) Perbanyakan massal B. bassiana, sepotong bambu. Untuk memindahkan koloni

Pengendalian Hama Utama Kakao dengan Pestisida Nabati dan Agens Hayat (SISWANTO dan ELNA KARMAWATI) 109
semut dari satu pohon ke pohon lainnya dapat biodiversity. Available:
dilakukan dengan memindahkan bambu yang http://www.geocities.com/RainForest/44
telah berisi semut. Koloni semut tersebut akan 66/biodiver.htm. Last visited: June 7th,
menetap dan berkembang jika ada kutu putih. 2007.
Penempatan kutu putih dapat dilakukan dengan Anonymous, 2007. Teknik Perbanyakan Agens
memindahkan dari tanaman lain. Hayati. Balai Proteksi Tanaman
Semut rangrang berwarna coklat ke merah- Perkebunan, Jawa Barat.
merahan, panjang 5 -10 mm. Biasanya membuat Anonymous, 2010. Perbanyakan dan Teknik
sarang di antara daun pohon yang ditempelkan Aplikasi Beauveria bassiana. Fakultas
dengan selaput lilin. Semut ini sangat ganas, Pertanian, Universitas Hasanudin.
menyerang siapa saja yang mengganggunya, Anonymous , 2010. Peta Penyebaran OPT Utama
sehingga serangga hama seperti PBK dan Kakao. 3 hal.
Helopeltis tidak dapat mendekat. Untuk menarik Anshary, A. 2003. Potensi klon kakao tahan
kehadiran semut rangrang pada tanaman dapat penggerek buah Conopomorpha cramerella
dilakukan dengan meletakkan bangkai binatang dalam pengendalian hama terpadu.
atau serangga pada tanaman tersebut. Risalah Simposium Nasional penelitian
Selanjutnya setelah semut tersebut menetap, PHT Perkebunan Rakyat. Bogor, 17-18
dapat disebar ke tanaman lainnya dengan September 2002. Pp. 177-186.
meletakkan sepotong bambu, kayu atau tali Ardana.I.K., Karmawati dan W. Rumini. 2010.
sebagai jembatan diantara tanaman-tanaman Pengendalian hama tanaman
tersebut. perkebunan dengan biopestisida jarak
pagar. Prosiding Seminar Nasional
KESIMPULAN DAN SARAN Inovasi Perkebunan 2010, Jakarta, 12-14
November 2010 h. 67-71.
PBK dan Helopeltis spp. merupakan hama
Ditjenbun, 2000. Statistik Perkebunan Indonesia
utama tanaman kakao yang banyak dijumpai
1998-2000. Jakarta: Departemen
hampir di setiap sentra pertanaman kakao di
Pertanian, Direktorat Jenderal
Indonesia. Beberapa cara pengendalian telah
Perkebunan.
dilakukan, salah satu cara pengendalian yang
Grainge M, Ahmed S. 1988. Handbook of Plants
relatif murah dan mudah serta aman terhadap
with Pest Control Properties. New York.
lingkungan adalah pengendalian dengan
470 p: John Wiley and Sons. 470 p
menggunakan pestisida nabati dan agensia
Handoko dan Sundahri, 2004. Potensi Nikotin
hayati. Beberapa pestisida nabati telah diketahui
Tembakau sebagai Pestisida Nabati
efektif untuk mengendalikan hama tersebut yaitu
untuk Pengendalian Helopaltis antonii
daun tembakau, sirih hutan, biji/daun mimba,
Pada Tanaman Kakao. 8 hal.
umbi gadung, biji srikaya/nona sebrang, daun
Hamid, A., Y. Nuryani. 1992. Kumpulan Abstrak
gamal, biji jarak, daun suren (Toona sureni) dan
Seminar dan Lokakarya Nasional
Tithonia (Tithonia diversifolia). Agensia hayati
Etnobotani, Bogor. P.1. Dalam S. Riyadi,
yang efektif untuk pengendalian Helopeltis spp.
A. Kuncoro, dan A.D.P. Utami.
yaitu B. bassiana dan Spicaria sp., semut hitam
Tumbuhan Beracun. Malang: Balittas.
(D.thoracicus) dan semut rangrang
Kardinan A. 2002. Botanical Pesticide; Formulasi
(O.smaragdina). Sedang agensia untuk
dan aplikasi. Jakarta, Indonesia. : PT.
pengendalian PBK adalah Beauveria bassiana,
Penebar Swadaya. 88 p.
Spicaria sp.,Fusarium sp. Verticilium sp.,
Karmawati, E. 2006. Peranan faktor lingkungan
Acrostalagmus sp. dan Penicillium sp semut hitam
terhadap populasi Helopeltis spp dan
dan semut rangrang.
Sanunus indecora pada jambu mete.
Jurnal Littri 12 (4) : 129-134
DAFTAR PUSTAKA
Karmawati, E., Siswanto dan E.A. Wikardi. 2004.
Albar, 1997. Albar I. 1997. Indonesian National
Peranan semut (Occophylla smaragdina
Parks Homepage: Indonesian

110 Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 103 - 112


dan Dolichoderus sp) dalam Regnault-Roger C. 2005. New insecticides of plant
pengendalian Helopeltis spp dan Sanunus origin for the third millenium?. In:
indecora pada jambu mete. Jurnal Littri Regnault-Roger , Philogene C, Vincent.
10 (1) : 1-40. C, editors. Biopesticides of plant Origin. :
Karmawati, E., Z. Mahmud, M. Syakir, J. Lavoisier Publishing Inc. . p 17-35
Munarso, K. Ardana dan Rubiyo. 2010. Schmidt GH, Risha EM, El-Nahal AKM. 1991.
Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Reduction of progeny of some stored-
Penelitian dan Pengembangan product Coleoptera by vapours of
Perkebunan. 92 hal. Acorus calamus oil. Journal of Stored
Karmawati, E. 2010. Pengendalian hama Products Research 27(2):121-127.
Helopeltis spp pada tanaman jambu mete Sintia,M. 2006. mengenal-pestisida-nabati-skala-
berdasarkan ekologi; Strategi dan rumah-tangga-untuk-mengendalikan-
implementasinya. Pengembangan hama-tanaman.
Inovasi Pertanian 3 (2) : 102-119. http://www.kebonkembang.com/serba-
Lim, G.T.1992 Biology, ecology, and control of serbi-rubrik-44/161-mengenal-pestisida-
cocoa podborer Conopomorpha cramerella nabati-skala-rumah-tangga-untuk-
(Snellen). In: Keane P.J. Putter CAJ. mengendalikan-hama-tanaman.html
Editors. Cocoa Pest and Disease Sudarto, I M. Wisnu dan I. Basuki. 2010. Inovasi
Management in Southeast Asia and Teknologi Budidaya Tanaman kakao di
Australasia. FAO Plant Production and Laboratorium Agribisnis Prima tani
Protection Paper. Pp. 85-100. Kabupaten Lombak Barat. Balai
Madry, B. 1994. Perkembangan hama penggerek Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.
buah kakao PBK dan upaya Sulistyowati, E., Y.D. Junianto, Sri-Sukamto, S.
penanggulangannya di Indonesia. Gelar Wiryadiputra, L. Winarto dan N.
Teknologi Regional Pengendalian Hama Primawati. 2003. Analisis status
Kakao. Polmas, Sulsel. penelitian dan pengembangan PHT
Malsam O, Kilian M, Hain R, Berg D. 1997. pada pertanaman kakao. Risalah
Biological Control. Di dalam: Anke T, Simposium Nasional Penelitian PHT
editor. Fungal Biotechnology. Weinhem: Perkebunan Rakyat. Bogor, 17-18
Chapman dan Hall. September 2002. Pp. 161-176.
Nasaruddin, 2002. Kakao, Budidaya dan Beberapa Suwondo, 2001. Upaya pengendalian hama PBK
Aspek Fisiologisnya. Jurusan Budidaya di Sulawesi Tenggara. Pertemuan
Pertanian Fakultas Pertanian dan Teknis Pengendalian Hama PBK.
Kehutanan Universitas Hasanuddin. Kendari.
Makassar. Untung, K. 2003. Strategi implementasi PHT
Nugraha, I., G. Kusumawardhani dan A.R. dalam pengembangan perkebunan
Fitriani, 2010. Potensi cendawan rakyat berbasis agribisnis. Risalah
entomopatogen di Indonesia. Institut Simposium Nasional Peneltian PHT
Pertanian Bogor. 8 hal. Perkebunan Rakyat. Bogor, 17-18
Pakih, J.S. 1999. Penggunaan pestisida nabati September 2002. Pp. 1-18.
dalam upaya penerapan pengendalian Waisanjani, W. 2011. Efektivitas ekstrak daun
hana terpadu (PHT) organisme suren (Toona sureni) dan Tithonia
pengganggu tanaman (OPT) diversifolia) dalam pengendalian hama
perkebunan di Jawa Barat. Dalam buah kakao.Skripsi Fakultas Pertanian
Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor 9- Wardojo, 1980. The cocoa pod borer. A major
10 Nopember. Pusat Penelitian Tanaman hidrance to cocoa development.
Perkebunan, Bogor, hal 337-347. Indonesia Agricultural Research
Development of Journal. 2: 1-4.

Pengendalian Hama Utama Kakao dengan Pestisida Nabati dan Agens Hayat (SISWANTO dan ELNA KARMAWATI) 111
Widodo, D. 2010. Hama Penggerek Buah kakao Dana Bantuan Sosial Peneliti dan/atau
(PBK). BBPP Ketindan. Perekayasa th. 2009.26 p.
Wilis, M., Michelia dan M. Asaad, 2009. Pestisida Wiryadiputra, S. Dan O. Atmawinata. 1998.
nabati berbasis tanaman atsiri yang Kakao (Theobroma cacao L.) dalam
efektif menekan Conopomorpha cramerella Pedoman Pengendalian Hama Terpadu
dan Helopeltis sp. pada tanaman kakao Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian
(40-50%) dan aman terhadap serangga Tanaman Industri. Badan Litbang
bermanfaat. Laporan Akhir Kegiatan Pertanian, Bogor, hal 44-52.

112 Volume 11 Nomor 2, Des 2012 : 103 - 112

Anda mungkin juga menyukai