Anda di halaman 1dari 17

BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta
Nama Wahana Puskesmas Serang Kota

Topik Tonsilitis Kronis

Tanggal Kasus 10 Januari 2018

Tanggal Presentasi -

Tempat Presentasi -

Pendamping

Tanda Tangan Pendamping

Objektif Presentasi :

√ Keilmuan □ Keterampilan √ Penyegaran √ Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik □ Manajemen √ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □Bayi √Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil


□ Deskripsi An. F, 5 tahun, datang ke Puskesmas Serang Kota diantar oleh orang tua
pasien dengan keluhan nyeri menelan sejak 1 minggu
□ Tujuan Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan dan memberi edukasi kepada
kelaurga pasien mengenai penyakit tonsilitis.
Bahan Bahasan □ Tinjauan Pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara Membahas √ Diskusi □ Presentasi dan □ Email □ Pos
diskusi
Data Pasien : An. F No. RM: 00001361301
Nama PKM : Puskesmas Serang Kota
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis : disfagia ec tonsilitis kronis
2. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah sering berobat ke puskesmas untuk keluhan
seperti ini tapi sering kambuh
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Riwayat keluhan serupa sudah sejak 6 bulan.
4. Riwayat Keluarga : riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal.
5. Riwayat lingkungan sosial dan fisik : sering jajan di pinggir jalan yang mengandung
pengawet dan minum es
6. Lain-lain :
Pemeriksaan Fisik :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, pernapasan 22x/menit, nadi 80x/menit, suhu 37,8°C, berat badan 12 kg.
Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan tampak tonsil membesar T3-T3
tampak detritus
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium terdapat peningkatan Leukosit (12.900)
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis : Tonsilitis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan teori.
2. Tatalaksana Pasien :
 PO Amoxillin Syr 3x1 cth
 PO Syr. Paracetamol 3 x 1 ½ cth
 PO syr. Ambroxol 3 x 1 cth
 PO Dexametasone 3x1/2 tab
 Saran : Rujuk ke Spesialis THT
3. Edukasi
 Bed rest/istirahat
 Diet Lunak
 Menjaga Kebersihan (cuci tangan sebelum makan, setelah makan, setelah
bermain)
 Makan - makanan yang bergizi
 Tidak jajan sembarangan terutama jajanan pinggir jalan dan berminyak serta
minuman dingin

I. Subjektif
ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama :
Nyeri menelan
Keluhan Tambahan :
Batuk (+) pilek (+) demam (+) tidur kadang mendengkur (+)
Riwayat Penyakit Sekarang :
7 hari sebelum pasien datang ke puskesmas, pasien merasakan nyeri menelan
terutama saat makan, keluhan dirasakan semakin parah setiap harinya . selain itu
pasien juga mengeluhkan demam tinggi yang muncul kadang-kadang, paling
sering badan terasa hangat terutama dibagian leher, mulut terasa tidak enak dan
terasa bau, Keluhan disertai adanya batuk, pilek dan menurut ibunya setiap pasien
tidur kadang terdengar mendengkur dan kesulitan untuk bernapas.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa sering dialami 6 bulan terakhir .
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Pasien konsumsi penurun panas dan sering berobat ke puskesmas namun keluhan
hanya membaik sementara
Riwayat Alergi :
Alergi obat-obatan, makanan disangkal.

I. Objektif
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM, E4V5E6
BB : 12 kg
Tanda Vital :
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 37,8C
Status Generalis :
 Kepala : normocephal
 Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtivitis anemis -/-, refleks cahaya +/+,
pupil isokor +/+
 Hidung : nafas cuping hidung -/-, darah -/-, sekret +/+
 Telinga : darah -/-, sekret -/-
 Mulut : bibir dan mukosa mulut kering (-), lidah kotor (-), faring hiperemis
(-)
 Tenggorokan : tonsil membesar T3-T3 detritus (+) kripta (-) hiperemis (+)
 Leher : pembesaran KGB (-)
 Thoraks :
o Paru :
 Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-) retraksi dinding
dada (-)
 Palpasi : fremitus taktil ka=ki, ketinggalan gerak (-)
 Perkusi : sonor di semua lapang paru
 Auskultasi : vesikular +/+, rh -/-, wh -/-
o Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : cardiomegali (-)
 Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
 Abdomen
Abdomen :
 Inspeksi : datar, massa (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani (+)
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)
 Ekstremitas : akral hangat, nadi kuat, CRT <2 detik.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hasil laboratorium tanggal 22 september 2017

HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 14.2
Leukosit 12.900
Hematokrit 41
Trombosit 197.000
Eritrosit 3,8

II. Assesment
Disfagia ec Tonsilitis Kronis
III. Plan
- PO Amoxillin Syr 3x1 cth
- PO Syr. Paracetamol 3 x 1 ½ cth
- PO syr. Ambroxol 3 x 1 cth
- PO Dexametasone 3x1/2 tab
- Saran : Rujuk ke Spesialis THT
IV. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam

V. Tinjauan Pustaka
A. Tonsilitis
a. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer.
b. Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan
10 tahun dimana penyebarannya melalui droplet infection yaitu alat makan
dan makanan. Tonsil pada anak-anak lebih sering diduga karena disebabkan
rentan terkena ispa dan umumnya anak yang menderita tonsilitis mengalami
infeksi virus.
c. Etiologi
 Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus group A,Misalnya: Pneumococcus,
staphylococcus, Haemalphilus influenza, sterptoccoccus nonhemoliticus
atau streptoccus viridens.
 Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain streptococcus B
hemoliticus grup A, streptococcus,Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus,
Virus influenza serta herpes.
 Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil
berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya
sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkanoleh
bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang,menyebabkan
tonsillitis.
d. Patofisiologi
Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,tonsil
berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya tersebut sel-sel
darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada tonsil.Hal ini akan
memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang
akan tetapi kadang-kadang tonsil sudah kelelahan menahan infeksi atau
virus.Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial
kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

 T0 : Tonsil terletak pada fossa tonsil (tidak mengalami pembesaran )


atau post tonsilektomi
 T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ antara jarak
pilar anterior - uvula atau tonsil masih terbatas dalam fossa tonsil
 T2: batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior - uvula sampai
½ jarak pilar anterior - uvula atau sudah melewati pilar anterior tetapi
belum melewati garis paramedian
 T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior - uvula sampai
¾ jarak pilar anterior - uvula atau sudah melewati garis median
 T4 : batas medial tonsil melewati ¾ atau lebih jarak pilar anterior -
uvula atau sudah melewati garis median

Gambar Pembesaran Tonsil

e. Klasifikasi
Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut,
tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.
1. Tonsillitis akut
a. Etiologi
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus β hemolitikus,
pneumokokus, streptokokus viridan, dan streptokokus pyogenes. Hemofilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif.
b. Patofisiologi
Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila kuman ini mengikis maka jaringan limfoid superficial
bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini
mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.
Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan
terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk
membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.
c. Manifestasi klinik
Gejala dan tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi
demam dengan suhu tubuh yang tinggi, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu
menelan, nafas yang berbau, rasa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu
makan, dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri ditelinga ini karena nyeri
alih (referred pain) melalui saraf n.glosofaringius (n.IX).
Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan
terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane semu.
Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
d. Komplikasi
Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsil, abses parafaring,
toksemia, septicemia, bronchitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis.
e. Pemeriksaan
1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada
dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan
demam reumatik, glomerulonefritis
2) Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan
3) Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik,
dan obat kumur yang mengandung desinfektan
f. Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan
sendiri dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasi hanya dilakukan
jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
1) Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu
hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita
banyak istirahat, minum minuman hangat.
2) Antibiotik
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotik yang akan berperan
dalam proses penyembuhan. Antibiotik oral perlu dimakan selama setidaknya
10 hari.
3) Tindakan operasi
Tonsillectomy biasanya dilakukan jika pasien mengalami tonsillitis selama
tujuh kali atau lebih dalam setahun, pasien mengalami tonsillitis lima kali
atau lebih dalam dua tahun, tonsil membengkak dan berakibat sulit bernafas,
adanya abses.
2. Tonsilitis membranosa
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa
beberapa diantaranya yaitu Tonsilitis difteri, Tonsilitis septic, serta Angina Plaut
Vincent, penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia pernisiosa,
neutropenia maligna serta infeksi mononucleosis, proses spesifik luas dan
tuberculosis, infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, serta infeksi
virus morbili, pertusis, dan skarlatina.
a. Tonsilitis difteri
1) Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah kuman Corynebacterium diphteriae yaitu
suatu bakteri gram positif pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas
yang dapat menimbulkan abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila
terinfeksi bakteriofag.
2) Manifestasi klinis
Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun.
Penularan melalui udara, benda atau makanan, dan uang terkontaminasai
dengan masa inkubasi 2-7 hari. Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan
yaitu:
a) Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebris,
nyeri menelan, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi
lambat.
b) Gejala lokal berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk
membran semu. Membran ini melekat erat pada dasar dan bila
diangkat akan timbul pendarahan. Jika menutupi laring akan
menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila menghebat akan terjadi
sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung, kelenjar limfa leher akan
membengkak menyerupai leher sapi (bull neck).
c) Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu
pada jantung berupa miokarditis sampai decompensation cordis,
mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan
otot-otot pernapasan, dan pada ginjal menimbulkan albuminuria. 2
3) Diagnosis
Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis
karena penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita.
Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody
technique yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C.
diphteriae dengan pembiakan pada media Loffler dilanjutkan tes
toksinogenesitas secara vivo dan vitro.

4) Pemeriksaan
a) Tes Laboratorium
Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan
bawah membrane semu). Medium transport yang dapat dipakai adalah
agar Mac conkey atau Loffler.
b) Tes Schick (tes kerentanan terhadap difteria)
c) Terapi
Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur
dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya
penyakit itu.

5) Pengobatan
Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin
yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit
yang terjadi minimal, mengeliminasi C.diphteria untuk mencegah penularan
serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secara umum
dapat dilakukan dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu serta
pemberian cairan.
Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian : 2

a) Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)


b) Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin
prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi
diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari
c) Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi
saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati
toksik
d) Pengobatan penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika penderita
tetap baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya
reversible
e) Pengobatan carrier : ditujukan bagi penderita yang tidak mempunyai
keluhan
6) Komplikasi
Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan
otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot
pernapasan, dan albuminuria.
7) Pencegahan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-
anak. Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT
dan pengobatan carrier.

b. Tonsillitis septic
Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu adanya
pasteurisasi sebelum mengkonsumsi susu sapi tersebut.
c. Angina Plaut Vincent
1) Etiologi
Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi
vitamin C .
2) Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nyeri
kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa
nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah.
3) Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di
atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut
berbau dan kelenjar submanibula membesar.
4) Pengobatan
Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spectrum lebar selama 1 minggu,
juga pemberian vitamin C dan B kompleks.
3. Tonsillitis kronis
a. Etiologi
Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut, namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.
b. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu:
 Rangsangan kronis (rokok, makanan)
 Higiene mulut yang buruk
 Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
 Alergi (iritasi kronis dari allergen)
 Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
c. Patofisiologi
Tonsilitis Kronis dapat juga terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat
sehingga penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan
kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau
daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa kurang
optimal,dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan
tonsil. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang
kuman berubah menjadi kuman gram negative. Jenis kuman yang sering
adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat
Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr,
bahkan virus Herpes .
Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun
untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika
daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan. Adanya infeksi berulang
pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuma
sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan
satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada
saat keadaan imun tubuh menurun . Karena proses radang berulang yang
timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini
tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul
tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula .
d. Gejala klinis
- Keluhan lokal : nyeri menelan, nyeri tenggrokan, rasa mengganjal di
tenggorokan, mulut berbau (halitosis), demam, mendengkur, gangguan
bernapas, hidung tersumbat, batuk pilek berulang
- Keluhan sistemik : rasa lemah, nafsu makan berkurang, sakit kepala, nyeri pada
sendi
e. Pemeriksaan fisik
Pembesaran tonsil, permukaan kripta tonsil melebar, detritus pada penekanan
kripta, arkus anterior atau posterior hiperemis, pembesaran kelenjar
submandibula.
f. Pemeriksaan penuunjang dan tatalaksana
1) Terapi
Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan
berkumur atau obat isap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terjadi
infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta curiga neoplasma.
2

2) Faktor penunjang
- Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.
- Pasca operasi : pemeriksaan histopatologi jaringan tpnsil (bila
curiga kegansan)
g. Komplikasi
Timbul rhinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum,
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis,
pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.

Obstructive Sleep Apneu Syndrome (OSAS)

a. Definisi
Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom dengan ditemukannya
episode apnea atau hipopnea pada saat tidur. Apnea dapat disebabkan kelainan
sentral, obstruktif jalan nafas, atau campuran. Obstruktif apnea adalah
berhentinya aliran udara pada hidung dan mulut walaupun dengan usaha nafas,
sedangkan central apnea adalah penghentian pernafasan yang tidak disertai
dengan usaha bernafas akibat tidak adanya rangsangan nafas.
Istilah OSAS dipakai pada sindrom obstruksi total atau parsial jalan nafas
yang menyebabkan gangguan fisiologis yang bermakna dengan dampak klinis
yang bervariasi. Istilah primary snoring (mendengkur primer) digunakan
untuk menggambarkan anak dengan kebiasaan mendengkur yang tidak
berkaitan dengan obstruktif apnea, hipoksia atau hipoventilasi.

b. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya OSAS pada anak antara lain sebagai akibat
hipertrofi adenoid dan tonsil, disproporsi kraniofasial, obesitas.Hipertrofi
adenoid dan tonsil merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan
OSAS pada anak.

Hipertrofi adenoid dan tonsil dapat juga menyebabkan penyulit pada


anak dengan kelainan dasar tulang. Walaupun pada sebagian besar anak OSAS
membaik setelah dilakukan adenotonsilektomi, namun sebagian kecil akan
menetap setelah dioperasi. Anak dengan anomali kraniofasial yang mengalami
penyempitan struktur saluran nafas yang nyata (mikrognasi dan midface
hypoplasia) akan mengalami OSAS.
Pada anak dengan disproporsi kraniofasial dapat menyebabkan sumbatan
saluran nafas meskipun tanpa disertai hipertrofi adenoid. Salah satu penyebab
OSAS yang lain adalah obesitas. Pada dewasa obesitas merupakan penyebab
utama OSAS sedangkan pada anak obesitas buka nsebagai penyebab utama.

c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang terbanyak adalah kesulitan bernafas pada saat
tidur yang biasanya berlangsung perlahan-lahan. Sebelum gejala kesulitan
bernafas terjadi, mendengkur merupakan gejala yang mulamula timbul.
Dengkuran pada anak dapat terjadi secara terus menerus (setiap tidur) ataupun
hanya pada posisi tertentu saja. Pada OSAS, pada umumnya anak mendengkur
setiap tidur dengan dengkuran yang keras terdengar dari luar kamar dan
terlihat episode apnea yang mungkin diakhiri dengan gerakan badan atau
terbangun Sebagian kecil anak tidak memperlihatkan dengkur yang klasik,
tetapi berupa dengusan atau hembusan nafas, noisy breathing (nafas
berbunyi). Usaha bernafas dapat terlihat dengan adanya retraksi. Posisi pada
saat tidur biasanya tengkurap, setengah duduk, atau hiperekstensi leher untuk
mempertahankan patensi jalan nafas.

Pada pemeriksaan fisis dapat terlihat pernafasan melalui mulut,


adenoidal facies, midfacial hypoplasia, retro/mikrognasi atau kelainan
kraniofasial lainnya, obesitas, gagal tumbuh, stigmata alergi misalnya allergic
shiners atau lipatan horizontal hidung. Patensi pasas hidung harus dinilai,
perhatikan adanya septum deviasi atau polip hidung, ukuran lidah, integritas
palatum, daerah orofarings, redudant mukosa palatum, ukuran tonsil, dan
ukuran uvula, mungkin ditemukan pectus excavatum. Paru-paru biasanya
normal pada pemeriksaan auskultasi. Pemeriksaan jantung dapat
memperlihatkan tanda-tanda hipertensi pulmonal misalnya peningkatan
komponen pulmonal bunyi jantung II, pulsasi ventrikel kanan. Pemeriksaan
neorologis harus dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot dan status
perkembangan
d. Pemeriksaaan penunjang
 Polisomnografi
Cara definitif untuk menegakkan diagnosis OSAS dengan pemeriksaan
polisomnografi pada saat tidur. Polisomnografi merupakan pemeriksaan baku
emas untuk menegakkan diagnosis OSAS. Pada anak, tanda dan gejala
obstructive sleep apnea lebih ringan dari pada orang dewasa; karena itu
diagnosisnya lebih sulit dan harus dipertegas dengan polisomnografi.
Polisomnografi juga akan menyingkirkan penyebab lain dari gangguan
pernafasan selama tidur. Pemeriksaan ini memberikan pengukuran yang
objektif mengenai beratnya penyakit dan dapat digunakan sebagai data dasar
untuk mengevaluasi keadaannya setelah operasi.

 Uji tapis
Mengingat bahwa polisomnografi memerlukan waktu, biaya yang mahal, dan
belum tentu tersedia di fasilitas kesehatan, maka diperlukan suatu metode lain
sebagai uji tapis. Uji tapis yang banyak digunakan adalah dengan
menggunakan kuesioner. Brouillette dkk17 menunjukkan bahwa penelitian
tidur yang abnormal dapat diprediksi dengan suatu questionnare score yang
disebut skor OSAS.
Skor OSAS = 1,42D + 1,41A + 0,71S – 3,83
D: kesulitan bernafas (0: tidak pernah, 1: sekalisekali, 2: sering, 3: selalu)
A: apnea (0: tidak ada, 1: ada)
S: snoring (mendengkur) (0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2: sering, 3: selalu)
Dengan rumus di atas, ditentukan kemungkinan OSAS berdasarkan nilai:
Skor < -1 : bukan OSAS
Skor -1 sampai 3,5 mungkin OSAS mungkin bukan OSAS
Skor > 3,5 sangat mungkin OSAS Dengan menggunakan skor di atas, dapat
diprediksi kemungkinan OSAS meskipun tetap memerlukan pemeriksaan
polisomnografi. Artinya meskipun skor >3,5 untuk diagnosis pasti tetap
memerlukan polisomnografi. Beberapa peneliti dapat menerima penggunaan
skor tersebut, tetapi banyak pula yang tidak menyetujuinya. Skoring tersebut
mempunyai nilai sensitivitas 73% dan spesifisitas 83% dibandingkan dengan
polisomnografi.
e. Pengobatan
Tatalaksana OSAS pada anak dibagi menjadi dua kelompok besar
yaitu tindakan bedah dan medis (non bedah). Tindakan bedah yang dilakukan
adalah tonsilektomi dan/atau adenoidektomi dan koreksi terhadap disproporsi
kraniofasial, sedangkan terapi medis dapat berupa diet pada anak dengan
obesitas dan pemakaian nasal CPAP (Continuous Positif Airway Pressure ).
E. INDIKASI TONSILEKTOMI
Indikasi Tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology (AAO) adalah :
a. Serangan terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
c. Sumbatan jalan napas yang berupa hiperterofi tonsil dengan sumbatan jalan napas,
sleep apneu, gangguan menelan , gangguan bicara dan cor pulmonal
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis,abses peritonsil yang tidak
berhasil dengan pengobatan
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
f. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus β
hemoliticus
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
h. Otitis media efusa/ otitis media supuratif
Indikasi Tonsilektomi menurut (HTA) adalah :
a. Gangguan naps saat tidur meliputi berbagai gangguan obstruktif yang
meningkatkan keparahan dari mendengkur sampai dengan Obstructive Sleep
Apneu (OSA) 7
b. Infeksi tenggorkan yang berulang (virus atau bakteri)

Anda mungkin juga menyukai