Resusitasi Jantung Paru: Referat
Resusitasi Jantung Paru: Referat
Pembimbing:
Disusun Oleh :
110.2007.060
1|Page
KATA PENGANTAR
Assalamua`alaikum, Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tugas referat
yang berjudul “Resusitasi Jantung Paru”. Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik
isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ruby Satria
Nugraha, Sp.An, Mkes dan dr. Uus Rustandai, Sp.An sebagai pembimbing dalam penyusunan
referat ini.
Wassalamu`alaikum, Wr. Wb
Penulis,
2|Page
DAFTAR ISI
Judul Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
2.6.1 Menekankan pada RJP yang berkualitas dan secara terus menerus 16
3|Page
2.6.2 Perubahan dari A-B-C menjadi C-A-B ............................................ 17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 23
4|Page
BAB I
PENDAHULUAN
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian penyelamatan hidup pada henti jantung.
Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung penyelamat, korban, dan
keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih dini,
lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya, pengenalan akan adanya henti jantung dan
tindakan segera yang harus dilakukan menjadi prioritas dari tulisan ini.1
Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa Negara. Terjadi baik di luar
rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan 350.000 orang meninggal per tahunnya
akibat henti jantung di Amerika dan Kanada. Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang
diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan tidak sempat di resusitasi. Walaupun usaha
untuk melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak
dilakukannya resusitasi. 1,2
Sebagian besar korban henti jantung adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayi dan anak juga
mengalaminya setiap tahun. Henti jantung akan tetap menjadi penyebab utama kematian yang
premature, dan perbaikan kecil dalam usaha penyelamatannya akan menjadi ribuan nyawa yang
dapat diselamatkan setiap tahun. 1,2
Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam
bidang kesehatan. Ini bermaksud bahwa RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para
medis dan juga orang awam. 1,2
Menurut American Heart Associaton, rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengan
tindakan jantung paru, karena penderita yang diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat
besar untuk data hidup kembali . 1
5|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital
seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung
dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal. Resusitasi mencegah agar
supaya sel-sel tidak rusak akibat kekurangan oksigen. Bantuan hidup dasar (Basic Life Support)
atau resusitasi ABC atau resusitasi kardiopulmoner berarti menjaga jalan napas tetap paten (A),
membuat napas buatan (B) dan membuat sirkulasi buatan dengan pijatan jantung (C). Tindakan
ini dilakukan tanpa alat atau dengan alat yang sederhana dan harus dilakukan dengan cepat
dalam waktu kurang dari 4 menit pada suhu normal secara baik dan terarah.3
(circulation).
b. Fase II : Advance Life Support (ALS), yaitu BLS ditambah dengan D (drug) dan E
(EKG)
fibrilasi ventrikel.
6|Page
c. Fase III : Prolonged Life Support (PLS), yaitu penambahan dari BLS dan ALS, G
dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat
pH, pCO2 bila diperlukan dan tunjangan sirkulasi mengedalikan jika terjadinya
kejang.1,7
Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
pasien/korban, yaitu:
c. Meminta pertolongan
Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta
7|Page
pergunakan alat komunikasi yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang
Tindakan BHD yang efektif bila pasien/korban dalam posisi telentang, berada
cedera/komplikasi.
Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada ssat
memberikan batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak
pergerakan.
8|Page
2.1.1 A (Airway) Jalan Nafas
Jika diagnosis henti jantung telah ditegakkan, maka resusitasi harus segera dimulai.
Letakkan pasien pada posisi telentang pada alas keras ubin atau selipkan papan jika pasien
diatas kasur. Jika tonus otot pasien hilang, lidah aan menyumbat faring dan epiglottis akan
menyumbat laring. Lidah dan epiglottis penyebab utama tersumbatnya jalan napas pada
pasien tidak sadar.3 Untuk menghindari hal ini, maka dilakukan beberapa tindakan atau
parasat misalnya:
Parasat ini dilakukan jika tidak ada traumapada leher. Satu tangan penolong
mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu
dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglottis terbuka,
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorongkedepan pada
sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. Karena lidah melekat pada rahang bawah,
Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit: letakan pasien dalam posisi
terlentang, lakukan ‘manuever triple airway’ (kepala tengadah, rahang didorong kedepan,
mulut dibuka) dan jika mulut ada cairan, lender atau benda asing lainnya, bersihkan
9|Page
(a) (b)
Gambar 2. Pembebasan Jalan Nafas teknik Head tilt chin lift (a) dan tehnik jaw thrust manuver (b)
Pasien dengan henti napas, tidurkan dalam posisi terlentang. Napas buatan tanpa alat
dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut (the kiss of life, mouth-to-mouth), mulut ke
hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup
muka. 3
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik nafas
pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.Volume udara yang
10 | P a g e
b. mulut ke hidung (mouth-to-nose),
laringotomi.3
11 | P a g e
2.1.3 C (CIRCULATION) bantuan sirkulasi
Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua
atau tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser ke
arah penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selam 5 – 10 detik. Bila teraba penolong
harus memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12 kali/menit. Bila
Jika dipastikan tidak ada denyut jantung berikan bantuan sirkulasi atau kompresi jantung
- Tiga jari penolong ( telunjuk,tengan dan manis) menelusuri tulang iga pasien/korban
yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang dada (sternum).
- Dari tulang dada (sternum) diukur 2- 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat
- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan
pasien/korban.
- Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban dengan tenaga
dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan
12 | P a g e
- Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang kembali ke
posisi semula setiap kali kompresi.Waktu penekanan dan melepaskan kompresi harus
- Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong maupun dua
dan diastolik yang sangat rendah.Selang waktu mulai dari menemukan pasien/korban sampai
13 | P a g e
2.1.4 D (DEFIBRILATION) terapi listrik
Terapi dengan memberikan energi listrik Dilakukan pada pasien/korban yang penyebab henti
jantung adalah gangguan irama jantung. Penyebab utama adalah ventrikel takikardi atau
- Nyalakan AED
- Ikuti petunjuk
PENILAIAN ULANG
- Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan ratio 30 : 2
- Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi sisi mantap
- Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas sebanyak 12
Gambar 8. Defibrilasi
14 | P a g e
2.2 Panduan RJP 2005
AHA Guidelines for CPR and ECC 2010 mengutamakan kebutuhan RJP yang berkualitas
a. Kecepatan kompresi paling sedikit 100 x/menit (perubahan dari ”kurang lebih” 100
x/menit)
b. Kedalaman kompresi paling sedikit 2 inchi (5 cm) pada dewasa dan paling sedikit
sepertiga dari diameter anteroposterior dada pada penderita anak-anak dan bayi (sekitar
1,5 inchi [4cm] pada bayi dan 2 inchi [5cm] pada anak-anak)
Batas antara 1,5 hingga 2 inchi tidak lagi digunakan pada dewasa, dan kedalaman mutlak
pada bayi dan anak-anak lebih dalam daripada versi sebelumnya dari AHA Guidelines for
c. Memberi kesempatan daya rekoil dada (chest recoil) yang lengkap setiap kali selesai
kompresi
Tidak ada perubahan dalam rekomendasi untuk rasio kompresi-ventilasi yaitu sebanyak
30:2 untuk dewasa, anak-anak, dan bayi (tidak termasuk bayi yang baru lahir). AHA Guidelines
for CPR and ECC 2010 meneruskan rekomendasi untuk memberikan nafas buatan sekitar 1
detik. Begitu jalan nafas telah dibebaskan, kompresi dada dapat dilakukan secara terus menerus
(dengan kecepatan paling sedikit 100 x/menit) dan tidak lagi diselingi dengan ventilasi. Nafas
15 | P a g e
buatan kemudian dapat diberikan sekitar 1 kali nafas setiap 6 sampai 8 detik (sekitar 8-10 nafas
pemberian kompresi dada yang cepat dan efektif. Mengamankan jalan nafas sebagai prioritas
utama merupakan sesuatu yang memakan waktu dan mungkin tidak berhasil 100%, terutama
Mayoritas besar henti jantung terjadi pada dewasa dan penyebab paling umum adalah
Ventricular Fibrilation atau pulseless Ventricular Tachycardia. Pada penderita tersebut, elemen
paling penting dari Basic Life Support adalah kompresi dada dan defibrilasi yang segera. Pada
rangkaian A-B-C, kompresi dada seringkali tertunda ketika penolong membuka jalan nafas untuk
memberikan nafas buatan, mencari alat pembatas (barrier devices), atau mengumpulkan
peralatan ventilasi. Setelah memulai emergency response system hal berikutnya yang penting
yaitu untuk segera memulai kompresi dada. Hanya RJP pada bayi yang merupakan perkecualian
dari protokol ini, dimana urutan yang lama tidak berubah. Hal ini berarti tidak ada lagi look,
Dengan merubah urutan menjadi C-A-B kompresi dada akan dimulai sesegera mungkin
dan ventilasi hanya tertunda sebentar (yaitu hingga siklus pertama dari 30 kompresi dada
terpenuhi, atau sekitar 18 detik). Sebagian besar penderita yang mengalami henti jantung diluar
rumah sakit tidak mendapatkan pertolongan RJP oleh orang-orang disekitarnya. Terdapat banyak
alasan untuk hal tersebut, namun salah satu hambatan yang dapat timbul yaitu urutan A-B-C,
16 | P a g e
yang dimulai dengan prosedur yang paling sulit, yaitu membuka jalan nafas dan memberikan
nafas buatan. Memulai pertolongan dengan kompresi dada dapat mendorong lebih banyak
Sebaiknya dilakukan kira – kira minimal 100 kali/ menit. Jumlah kompresi dada yang
dilakukan per menit selama RJP sangat penting untuk menentukan kembalinya sirkulasi spontan
(return of spontaneous circulation [ROSC]) dan fungsi neurologis yang baik. Jumlah yang tepat
untuk memberikan kompresi dada per menit ditetapkan oleh kecepatan kompresi dada dan
jumlah serta lamanya gangguan dalam melakukan kompresi (misalnya, untuk membuka jalan
nafas, memberikan nafas buatan, dan melakukan analisis AED [Automated Electrical
Defibrilator]). 7,8,9
Pada sebagian besar studi, kompresi yang lebih banyak dihubungkan dengan tingginya
rata-rata kelangsungan hidup, dan kompresi yang lebih sedikit dihubungkan dengan rata-rata
kelangsungan hidup yang lebih rendah. Kesepakatan mengenai kompresi dada yang adekuat
membutuhkan penekanan tidak hanya pada kecepatan kompresi yang adekuat, tapi juga pada
meminimalkan gangguan pada komponen penting dari CPR tersebut. Kompresi yang inadekuat
atau gangguan yang sering (atau keduanya) akan mengurangi jumlah total kompresi yang
Untuk dewasa kedalaman kompresi telah diubah dari jarak 1½ - 2 inch menjadi minimal
2 inch (5 cm). Kompresi yang efektif (menekan dengan kuat dan cepat) menghasilkan aliran
darah dan oksigen dan memberikan energi pada jantung dan otak. Kompresi menghasilkan aliran
darah terutama dengan meningkatkan tekanan intrathorakal dan secara langsung menekan
17 | P a g e
jantung. Kompresi menghasilkan aliran darah, oksigen dan energi yang penting untuk dialirkan
Secara teknis terdapat perubahan dari petunjuk RJP 2005, namun AHA mengesahkan
tehnik ini pada tahun 2008. Untuk penolong yang belum terlatih diharapkan melakukan RJP pada
korban dewasa yang pingsan didepan mereka. Hands Only CPR (hanya dengan kompresi) lebih
mudah untuk dilakukan oleh penolong yang belum terlatih dan lebih mudah dituntun oleh
penolong yang ahli melalui telepon. Kompresi tanpa ventilasi (Hands Only CPR) memberikan
hasil yang sama jika dibandingkan kompresi dengan menggunakan ventilasi. 7,8
18 | P a g e
2.6.6. Identifikasi pernafasan agonal oleh pengantar (Dispatcher Identification of Agonal
Gasps)
Penolong diajarkan untuk memulai RJP jika korban tidak bernafas atau sulit bernafas.
Penyedia layanan kesehatan seharusnya diajarkan untuk memulai RJP jika korban tidak bernafas
atau pernafasan yang tidak normal. Pengecekan kecepatan pernafasan seharusnya dilakukan
Penekanan krikoid adalah suatu teknik dimana dilakukan pemberian tekanan pada
kartilago krikoid penderita untuk menekan trakea kearah posterior dan menekan esophagus ke
vertebra servikal. Penekanan krikoid dapat menghambat inflasi lambung dan mengurangi resiko
regurgitasi dan aspirasi selama ventilasi dengan bag-mask namun hal ini juga dapat menghambat
ventilasi. Saat ini penggunaan rutin penekanan krikoid tidak lagi direkomendasikan. Penelitian
menunjukkan bahwa penekanan krikoid dapat menghambat kemajuan airway dan aspirasi dapat
penderita dan pernafasan, namun seharusnya tidak ditunda. Menurut panduan tahun 2005,
aktivasi segera dari sistem kegawatdaruratan dilakukan setelah korban yang tidak merespon. Jika
penyedia pelayanan kesehatan tidak merasakan nadi selama 10 detik, RJP harus segera dimulai
19 | P a g e
2.6.9 Tim Resusitasi
Dibutuhkan suatu tim agar resusitasi berjalan dengan baik dan efektif. Misalnya : satu
kompresi dada, penolong ketiga membantu ventilasi atau memakaikan bag mask untuk
Tabel perbandingan dasar BLS pada dewasa, anak-anak dan bayi (termasuk RJP pada neonatus).
20 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
Resusitasi jantung paru adalah usaha yang dilakukan untuk apa-apa yang
mengindikasikan terjadinya henti nafas atau henti jantung. Kompresi dilakukan terlebih dahulu
dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau henti jantung karena setiap detik yang tidak
dilakukan kompresi merugikan sirkulasi darah dan mengurangkan survival rate korban. Prosedur
RJP terbaru adalah kompresi dada 30 kali dengan 2 kali napas buatan. Fase-fase pada RJP adalah
Bantuan Hidup Dasar, Bantuan Hidup Lanjut dan Bantuan terus-menerus. Sistem RJP yang
dilakukan sekarang adalah adaptasi dan pembahauan dari pedoman yang telah diperkenalkan
oleh Peter Safar dan kemudiannya diadaptasi oleh American Heart Association.
21 | P a g e
Daftar Pustaka
1. American Heart Association. 2010. Part 4 Adult Basic Life Support in Circulation
Journal.
2. American Heart Association. 2005. Part 4 Adult Basic Life Supprt in Circulation Journal
3. Latief S.A. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
dasar.
5. Siahaan, Olan SM. Resusitasi Jantung Paru dan Otak. Cermin Dunia Kedokteran. 1992.
http://itja.wordpress.com/2010/10/07/resusitasi-jantung-paru/.
dasar.
http://en.wikipedia.org/wiki/ABC_(medicine)
22 | P a g e