Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode
terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan
manfaat. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak
lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat.
Di negara barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini terlihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial
yang semakin menurun.
Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi
dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan
bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua
dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu
melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa
hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang
dan bertekad berbakti .
Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang
berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan
keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan
demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Orang yang makin menua (menjadi tua, seksual intercourse masih juga
membutuhkannya; tidak ada batasan umur tertentu fungsi seksual seseorang
berhenti; frekwensi seksual intercourse cenderung menurun secara bertahap tiap
tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.

1
Seksualitas pada usia lanjut selalu mendatangkan pandangan yang bias
bahkan pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukan bahwa :
 Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang
cukup lanjut dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan
ketiadaan pasangan.
 Aktivitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat
berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
 Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria,
seorang wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk
menemukan pasangan hidup.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih dari 90% gangguan seksual
disebabkan oleh faktor psikologis (psikoseksual). Walaupun pengaruh psikologis
cukup besar, ternyata faktor fisik semakin tinggi pada lansia. Semakin tua usia
seseorang, penyebab fisik dapat lebih besar daripada penyebab psikologis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa defenisi masa usia lanjut ( Late Adulthood) ?
2. Apa masalah seksual pada masa usia lanjut ?
3. Perubahan seksualitas apa yang terjadi pada pria lansia ?
4. Perubahan seksualitas apa yang terjadi pada wanita lansia ?
5. Apa hambatan aktivitas seksual pada usia lanjut ?
6. Apa masalah seksual yang terjadi pada lansia ?
7. Bagaimana upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi masa usia lanjut ( Late Adulthood).
2. Untuk mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut.
3. Untuk mengetahui perubahan seksualitas pada pria lansia.
4. Untuk mengetahui perubahan seksualitas wanita lansia.
5. Untuk mengetahui hambatan aktivitas seksual pada usia lanjut.
6. Untuk mengetahui masalah seksual yang terjadi pada lansia.
7. Untuk mengetahui upaya mengatasi permasalahan seksual pada lansia.

2
BAB II
ISI

2.1 Definisi
Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode
terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan
manfaat. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN
1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk usia lanjut
lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari
pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia
seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek
pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis,
karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang
usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber datakependudukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4
yaitu usia pertengahan (middle age) 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74
tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua(very old) diatas 90
tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap
orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun
keatas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk
keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.

3
Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun
merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium, pada tahap ini akan
mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan
psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang
No. 4 Tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa
yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun keatas.
Dengan demikian dalam undang – undang tersebut menyakatakan bahwa
lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat
perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan
ke dalam penduduk lanjut usia.

2.2 Masalah Seksual pada Masa Usia Lanjut


Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang
tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan
akan berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal
sampai ketakutan akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana yang meliputi
berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada
alat kelamin sewaktu masturbasi.
Disfungsi seksual merupakan masalah yang umum dialami oleh kelompok usia
lanjut, baik pria maupun wanita. Banyak kelompk usia lanjut yang merasa
terganggu dengan disfungsi seksual yang dialaminya. Di pihak lain, mereka
mengalami hambatan psikis untuk berupaya mengatasi masalah itu. Hambatan
psikis antara lain muncul karena sikap masyarakat yang menganggap tidak layak
lagi pada usia lanjut mempermasalahkan fungsi seksual. Padahal sebagai manusia
seksual, walaupun berusia lanjut, wajar saja mereka mempermasalahkan keluhan
seksual yang meraka rasakan mengganggu.
Masalah seksual memang dapat dialami oleh siapa saja dari kelompok usia
manapun, dan mereka sangat memerlukan penganganan.

4
Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik
yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara
bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan
neurologiknya. Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila
ditinjau dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
1. Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan
kultural, kesemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin
menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk
meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron
menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2. Fase arousal
a. Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan
flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-
otot; iritasi uretra dankandung kemih.
b. Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang
begitu kuat; penurunan produksi sperma sejak usia 40 tahun akibat
penurunan testoteron; elevasitestis ke perineum lebih lambat.
3. Fase orgasmic
a. Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit
konstraksi kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
b. Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan
dan jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
4. Fase pasca orgasmic
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai
timbulnya faseorgasme berikutnya lebih sukar terjadi.

Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja,
terdapat banyak penyebab lainnya seperti:
1. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin
membuat adekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi
seksual.

5
2. Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau
tidak dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual
psikogenik.

 Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia
adalah sebagai berikut :
 Gangguan hasrat
 Tahap pemanasan
 Orgasme
 Rasa nyeri
 Sakit fisik
 Obat dan alkohol
 Gangguan yang tidak khusus

 Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain :
 Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan
untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
 Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena
pasien mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya
kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan
atau rasa bersalah dan malu atassituasi.
Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke
sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang
aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang
mengalami kerusakan pada stroke, maka responseksual mungkin tidak
terpengaruh. Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi
hemiplegi permanentmaka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual.
Perubahan penglihatan mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-
benda, dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar
untuk menggunakan area yang tidak mengalamikerusakan.

6
Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat
diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif. Kehilangan
kemampuan bicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk
berkomunikasi.
 Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ
seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat
menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu
saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
 Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan
neuropatiautonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan
disfungsi vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya
disfungsi seksual.
 Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau
kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai.
Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik
sebelum aktivitas seksual.
 Rokok dan alkohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual,
khususnya bilaterjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme
testoteron. Merokok jugamungkin mengurangi vasokongesti respon seksual
dan mempengaruhi kemampuan untuk mengalami kenikmatan.
 Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena
adanya kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual
mungkin dapat menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan
jiwa.
 Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara
lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.

7
2.3 Perubahan Seksualitas pada Pria Lansia
Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitasi juga akan mengalami
penurunan. Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia
lanjut bergantung hanya pada beberapa faktor yaitu kesehatan fisik dan mental,
dan eksistensi yang aktif serta pasangan yang menarik. Perubahan perilaku
sekspada pria yang memasuki masa tua meliputi berkurangnya respon erotis
terhadap orgasme, ejakulasi premature, dan sakit pada alat kelamin sewaktu
masturbasi.

 Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
1. Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga
akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan
kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan
ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah
sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum.
2. Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi
pada 50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan
hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi.
3. Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang
sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung
skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot
sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada
sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan
stimulasi alat kelamin secara langsung untuk menimbulkan respon.
Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama
sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi
berkurang bahkan tidak terjadi.
4. Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas
sensasi orgasmemenjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan
sperma berkurang.

8
Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-
kadang dirasakan pada lansia priadisebut sebagai ejakulasi dini atau
prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolanyang
berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter
memanjang padalansia pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk
selama tidur.
5. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksternal
yang tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
6. Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada
umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda
yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
7. Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. hal ini
tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh
karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran
yang dapat dipercaya tentang potensiseksual pada seorang pria. Penelitian
Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05
perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun
menjadi 0,50 perminggu. Meski demikian, berdasarkan penelitian, banyak
golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktivitas tersebut hanyadibatasi oleh status kesehatan.

2.4 Perubahan Seksualitas pada Wanita Lansia


Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya
usia :
1. Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
2. Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
3. Cerviks yang menyusut ukurannya
4. Dinding vagina atropi ukurannya memendek
5. Berkurangnya pelumas vagina
6. Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
7. Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir
kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot perinael

9
2.5 Hambatan Aktivitas Seksual pada Usia Lanjut
Pada usia lanjut terdapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas
seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal yang datang dari lingkungan
dan hambatan internal yang terutama berasal dari subyek lansianya sendiri.
Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial ,yang mengaggap bahwa
aktivitas sosial tidak layak. Pada lansia yang berada diinstitusi, misalnya di panti
wreda hambatan terutama adalah karena peraturan dan ketiadaan privasi di
institusi tersebut. Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara
jelas degan hambatan eksternal. Obat-obatan yang sering diberikan pada penderita
usia lanjut dengan patologi multipel juga sering menyebabkan berbagai gangguan
fungsi seksual pada usia lanjut.

2.6 Masalah Seksual Yang Terjadi Pada Lansia


1. Impotensi atau Disfungsi Ereksi pada Pria Lansia
a. Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Impotensi atau Disfungsi Ereksi (DE) adalah ketidakmampuan secara
konsisten untuk mencapai dan/ atau mempertahankan ereksi sedemikian
rupa sehingga mencapai aktivitas seksual yang memuaskan (Vinik, 1998).
Secara umum impotensia dibedakan menjadi impotensia coendi
(ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual), impotensia
erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi
(tidak mampu menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar 52% pada
pria di antara 40-70 tahun dan bahkan lebih besar pada pria yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari
rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan)
dan rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur
kortiko-talamikus, limbik maupun talamo-retikularis dan sebaliknya
kemudian akan diteruskan ke susunan saraf otonom (parasimpatis) akan
menyebabkan vasodilatasi korpus kavernosa penis. Setelah aktivitas
seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi. Dari
gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa proses ereksi menyangkut
berbagai fungsi diantaranyasaraf, vascular, hormonal, psikologik dan
kimiawi.

10
b. Etiologi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut:
1) DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin,
neurogenik,vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
a) DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM (Androgen
Deficiencyin the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme
pada lansia. DE tipe ini disebabkan oleh gangguan testicular baik
primer maupun sekunder. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia, hipertiroid,
hipotiroid dan Cushing’s disease.
b) DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls
terjadinya ereksi. Lesi dilobus temporalis sebagai akibat trauma
atau multiple scelrosisstroke, gangguan atau rusaknya jalur asupan
sensorik misalnya pada polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau
penyakit ganglia radiks dorsalis medulla spinalis, juga pada
gangguan nervus erigentes akibat pasca prostatektomi total atau
operasi rektosigmoid.
c) DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang
mungkin berhubungan erat dengan prevalensi penyakit
aterosklerosis yang tinggi pada lansia. Gangguan aliran darah
arteri ke korpus kavernosus seperti bekuan darah, aterosklerosis
atau hilangnya kelenturan dinding pembuluh darah dapat
menyebabkan DE. Selain itu DE bisa terjadi pada penyakit Leriche,
yaitu obstruksi di pangkal bifurkasio a. iliaka di daerah
a.abdominalis. Serta penyakit Peyronie mengakibatkan pengisian
darah tidak sempurna yang akan menyebabkan DE.
2) DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama
DE, namun menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab
utama DE pada lansia gangguan organik, walaupun faktor psikogenik
ikut memegang peranan. DE jenis ini yang berpotensi reversible
potensial biasanya yang disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa
bersalah, masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan
gagal dalam hubungan seksual. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
impotensi merupakan akibat masturbasi yang dahulu atau karena
terlalu sering ejakulasi atau sebaliknya karena terlalu lama menahan
dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian
membuktikan bahwa ejakulasi atau tidak ejakulasi dalam waktu yang
lama tidak langsung mengganggu kesehatan. Masters dan Johnson
mengatakan bahwa ereksi dan ejakulasi tidak dapat dipelajari karena
hal ini terjadi secara reflektoris. Selain yang telah disebutkan diatas,
sekitar 25% DE disebabkan oleh obat-obatan terutama obat
antihipertensi (Reserpin, β blocker, guanethidin, antipsikotik,
antidepresan, lithium, hipnotik sedative, dan hormon-hormon seperti
estrogen dan progesteron.

11
c. Diagnosa impotensia atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari
pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan adalah
memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan menjelaskan bahwa
disfungsi ereksi merupakan hal biasa yang dialami oleh para lansia pria dan
berusaha mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan menenangkan
diri pasien. Setiap pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan
apakah pasien ingin mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya,
namun cara yang terbaik bersama pasangan. Karena pandangan serta
dukungan dari pasangan seksual mereka sangat berharga dan dapat
mengembalikankepercayaan diri pasien untuk kembali memulai lagi fungsi
seksualnya dan secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah
disfungsi ereksi.Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi
ereksi yang terjadi murni disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit lain
yang menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau
kelainan yang mendasari terjadinya disfungsi ereksi maka perlu ditangani
penyakit serta kelainan yang mendasarinya. Peninjauan terhadap obat-
obatan yang selama ini dikonsumsi oleh pasien juga perlu diperhatikan.
Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk
mengetahui ada tidaknya disfungsi ereksi:
1) Apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan
perifer berkurang atau terdengar bruit.
2) Adakah perubahan kulit, turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi
kurang elastis.
3) Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan parasimpatis)
seperti adanya reflek bulbo kavernosus dan kremaster.
4) Adakah gejala hipotensi ortostatik.
5) Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan
vitamin B1, dan lain-lain.
6) Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronie’s
disease. Peyronie’s disease adalah keadaan dimana terjadi kelainan
anatomis penis, berupa tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak
biasa pada jaringan penis sehingga aliran darah dalam badan kavernosa
penis terganggu untuk mencapai ereksi.
7) Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
8) Pemeriksaan laboratorium untuk diperlukan untuk menentukan adanya
kondisi medis penyerta, faktor resiko vaskular atau endokrin yang
abnormal.
9) Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.

d. Terapi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia


1) Phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitor merupakan terapi pilihan utama
untuk disfungsi ereksi. Obat ini berpotensi untuk mendorong terjadinya
ereksi karena menghambat PDE5. Namun obat ini menjadi kontra
indikasi pada pasien yang mendapat terapi nitrogliserin atau golongan
nitrat lainnya karena menyebabkan tekanan darah turun drastis.
2) Salah satu obat yang sangat popular untuk mengatasi DE adalah
sildenafil sitrat (Viagra). Obat ini bekerja dengan mempertahankan
vasodilatasi corpora kavernosa, tetapi obat ini hanya bisa diberikan bila

12
keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5 obat ini juga
menjadikontraindikasi pada pemakaian obat-obatan golongan nitrat
karena dapat menyebabkanhipotensi bahkan syok (Vinik, 1998)
3) HRT (hormon replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan
hipogonadal. Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi intra
muscular jangka panjang, namun transdermal testosteron gel.
Testosteron oral sebaiknya dihidari karena kemungkinan toksik hepatik
pada penggunaan jangka lama. Semua pria yang menggunakan terapi
testosterone replacement perlu mendapatkan pemeriksaan rectal digital
dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali. Pemberian testoteron dapat
menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :
4) Pada laki – laki : testis mengecil, produksi sperma berkurang,
pembesaran prostat
5) Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di bagian muka
dan volume suara membesar
6) Cara lain seperti alat vakum maupun protesa. Alat vakum meningkatkan
pembesaran penis dengan membuat keadaan vakum yang menarik
darah ke dalam penis. Protesa pada penis mungkin membantu ketika
cara lainti dak berhasil. Pembedahan revaskularisasi penis relatif
bersifat eksperimental dan belumada kesuksesan yang tinggi.

2. Andropause pada Pria Lansia


a. Definisi Andropause pada pria lansia
Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan “pause = istirahat”.
Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat proses menua pada
sistem reproduksi pria mungkin di dalamnya termasuk perubahan pada jaringan
testis, produksi sperma dan fungsi ereksi. Ada yang memberi istilah andropause
sebagai klimakterium laki-laki yang berarti seorang laki-laki sedang berada pada
tingkat kritis fase kehidupannya, dimana terjadi perubahan fisik, hormon, dan
psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan-perubahan ini biasanya
terjadi secara bertahap. Tingkah laku, stress psikologik alkohol, trauma, ataupun
operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi dapatmemberikan kontribusi pada
onset terjadinya andropause ini.

b. Etiologi andropause pada pria lansia


Mulai usia 30 tahun, kadar testosterone dalam tubuh menurun kurang lebih 10%
setiap dekadenya. Pada saat yang sama Sex Biding Hormone Globulin (SHBG)
meningkat. SHBG ini akan menangkap banyak testosterone yang bersirkulasi dan
membuat testosterone tidak tersedia untuk digunakan pada jaringan tubuh
khususnya untuk terjadinya perilaku seksual yang normal dan terjadinya ereksi.

13
c. Gejala dan efek yang ditimbulkan
 Andropause berhubungan erat dengan kadar testosterone yang rendah.
Beberapa gejala yang timbul seperti :
 Depresi
 Kelelahan
 Iritabilitas
 Libido menurun
 Sakit dan nyeri
 Berkeringat dan flushing
 Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
 Sulit berkonsentrasi
 Pelupa
 Insomnia

d. Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause yaitu dengan testosterone
replacement therapy baik secara injeksi maupun oral.

3. Klimakterium pada Wanita Lansia


Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium.
Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir 6-7 tahun setelah
menopause.
 Tanda-tanda Klimakterium adalah:
 Menstruasi tidak lancar atau tidak teratur
 Haid banyak ataupun sangat sedikit
 Sakit kepala terus menerus
 Berkeringat
 Neuralgia

 Gejala Psikologis pada masa klimakterimum :


 Kemurungan
 Mudah tersinggung/ mudah marah
 Mudah curiga
 Insomia
 Tertekan
 Kesepian
 Tidak sabar
 Tegang dan cemas

 Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :


 Berhentinya menstruasi, makin jarang dan makin sedikit
 Mengalami atropi pada sistem reprosuksi
 Penampilana kewanitaan menurun
 Keadaan fisik kurang nyaman
 Kemerah-merahan pada leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat, pusing
dan iritasi
 Perubahan berat badan
 Perubahan kepribadian

14
 Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum
 Merasa tua
 Tidak menarik lagi
 Rasa tertekan karena takut menjadi tua
 Mudah tersinggung
 Mudah kaget
 Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami
 Rasa takut karena suami menyeleweng

 Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada wanita lansia


 Ketakutan
 Ketergantungan fisik dan ekonomi
 Sakit-sakitan yang kronis
 Kesepian
 Kebosanan karena tidak diperlukan
 Perubahan mental
 Kurang mampu belajar yang baru
 Terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan alasan
 Berkurangnya kreatifitas
 Berkurangnya rasa humor
 Gangguan mental
 Kemarahan dan rasa tidak senang yang kuat
 Kecemasan yang tidak berobyektif
 Sedih dan pesimis
 Rasa sakit yang tidak berpenyebab

4. Menopause pada Wanita Lansia


a. Definisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup
seorang perempuan dan suatu prose salami sejalan dengan bertambahnya usia.
Seorang wanita yang sudah menopause akan mengalami berkentinya haid. Fase
ini terjadi karena ia tidak lagi menghasilkan esterogen yang cukup untuk
mempertahankan jaringan yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.
b. Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan hormon ovarium yang
berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan seksual yang
menurun wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001). Seseorang disebut
menopause jika tidak lagi menstruasi selama 12 bulan atausatu tahun.
Menopause umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48 hingga 52
tahun (Rachmawati, 2006). Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon
estrogen mengakibatkan penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler
di bawah permukaan kulit juga a kan terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina
menjadi atrofi dan tidak adanya darah kapiler berakibat permukaan vagina
menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae (kerut) vagina akan jauh berkurang yang
mengakibatkan permukaannya menjadi licin, akibatnya sering sekali wanita
mengeluhkan dispareunia (nyeri sewaktu senggama), sehingga malas
berhubungan seksual.

15
c. Gejala dan efek menopause
Menopause dianggap sebagai masyarakat sebagai awal dari kemunduran
fungsi kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap
menopause sebagai bencana di usia senja. Banyak perempuan menopause
merasa menjadi tua, yang diasosiasikan dengan ketidakmenarikan dan
kehilangan hasrat seksual (Rachmawati, 2006).
Ada empat kemungkinan mengapa para suami enggan berhubungan
seksual lagi dengan istrinya yaitu tidak tertarik lagi, ada anggapan salah bahwa
menopause berarti padamnya dorongan seksual, kesulitan berhubungan intim
akibat perlendiran vagina kurang, dan penolakan istri karena merasa sakit saat
berhubungan (Pangkahila, 1998). Perubahan yang terjadi pada organ tubuh
wanita menopause disebabkan oleh bertambahnya usia dan juga faktor fisik,
faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Gejala psikologis yang
menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan,
gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan merasa kehilangan daya tarik
fisik dan seksual, sehingga ia takut ditinggalkan suaminya (Purwoastuti, 2008).

d. Upaya pencegahan tergadap keluhan/masalah menopause yang dapat dilakukan


1) Pemeriksaan alat kelamin
2) Pap smear
3) Perabaan payudara
4) Penggunaan bahan makanan yang mengandung fito-estrogen seperti
kedelai( tahu, tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
5) Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
6) Menghindari makanan yang banyak mengandung lemak, kopi dan alkohol.

5. Senium Pada Wanita Lansia


Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya
keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan
vegetative maupun psikis.

2.7 Upaya Mengatasi Permasalahan Seksual pada Lansia

Untuk mengatasi masalah seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu.
Proses penanganan ini memerlukan waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan
kerjasama antara pasien dengan konselor. Masalah seksual merupakan masalah yang
penangannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa
masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual
adalah masalah yang tabu.

16
 Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual
pada lansia adalah sebagai berikut :
 Anamnesa riwayat seks. Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan
memuaskan
 Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
 Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah
 Uraikan dengan panjang lebar permasalahannya
 Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang obat
obatan yang dikonsumsi oieh pasien.

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese harus


rinci, meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan yang dirasakan. Juga anamneses
tentang gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan tentang
gangguan psikologik, kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan.
Pemeriksaan fisik meliputi head to toe. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi
keadaan jantungm hati, ginjal dan paru-paru. Status endokrin dan metabolik meliputi
keadaan gula darah, status gizi dan status hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai
disfungsi ereksi pada pria, pemeriksaan khas juga meliputi pemeriksaan dengan snap
gauge atau nocturnal peniletumescence testing (Hadi-Martono, 1996).

17
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup


seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang
penuh dengan manfaat.
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual
pada lansia adalah gangguan hasrat, tahap pemanasan, orgasme, rasa nyeri,
sakit fisik, obat dan alcohol, serta gangguan yang tidak khusus. Beberapa hal
yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual yaitu infark miokard,
pasca stroke, kanker, DM, arthritis, rokok dan alcohol, penyakit paru obstruktif
kronik, serta obat-obatan.
Perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah
produksi testoteron menurun secara bertahap, kelenjar prostat membesar,
respon seksual terutama fase penggairahan menjadi lambat, fase orgasme lebih
singkat, penurunan tonus otot, ereksi pagi hari (morning erection) jarang
terjadi.
Perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada wanita lansia adalah
penurunan sekresi estrogen setelah menopause, hilangnya
kelenturan/elastisitas jaringan payudara, ukuran serviks menyusut, ukuran
dinding vagina atropi memendek, berkurangnya pelumas vagina, matinya
steroid seks secara tidak Iangsung, perubahan “ageing” (penipisan bulu
kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan
kelemahan utot perinael).
Hambatan aktivitas seksual pada usia lanjut yaitu hambatan eksternal,
biasanya berupa pandangan sosial ,yang mengaggap bahwa aktivitas sosial
tidak layak dan hambatan internal, psikologik seringkali sulit dipisahkan secara
jelas degan hambatan eksternal.

18
Masalah seksual yang terjadi pada lansia adalah impotensi atau disfungsi
ereksi dan andropause pada Pria Lansia serta klimakterium, menopause, dan
senium pada wanita lansia.
Upaya untuk mengatasi masalah seksual pada lansia yaitu anamnesa
riwayat seks, gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan terutup,
mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah,
uraikan dengan panjang lebar permasalahannya dan dapatkan latar belakang
medis mencakup daftar lengkap tentang obat obatan yang dikonsumsi oieh
pasien.

19

Anda mungkin juga menyukai