Anda di halaman 1dari 11

Infeksi Jamur berupa Bercak pada Lipatan Paha

Ellon Julian Emus Akasian


102016194
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax :
(021) 563-1731

Abstrak

Tinea Kruris merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur akibat kurangnya kebersihan diri
sendiri dari penderitanya. Penyakit karena infeksi jamur ini terkadang memiliki gejala-gejala yang sama
pada beberapa jenis penyakit kulit lainnya. Oleh karena itu pemeriksaan penunjang sangat dibutuhkan
untuk mengetahui penyakit infeksi jamur ini seperti pemeriksaan kerokan pada kulit yang mengalami
kelainan, pemeriksaan dengan lampu Wood, dan sebagainya. Pengobatan pada penyakit infeksi jamur ini
dapat dilakukan dengan cara medikamentosa, seperti pemberian salep dan juga bisa dengan non-
medikamentosa seperti pemberian edukasi pada pasien untuk lebih memperhatikan dan menjaga
kebersihan diri sendiri serta lingkungan tempat ia tinggal.

Kata kunci : Tinea kruris, infeksi jamur, penatalaksaan.

Abstrack

Tinea Kruris is one of the diseases caused by the fungus due to lack of personal hygiene from the sufferer.
Diseases due to this fungal infection sometimes have the same symptoms in some other types of skin
diseases. Therefore investigation is needed to determine the disease of this fungal infection such as
examination kerokan on the skin that experienced abnormalities, examination with Wood lamps, and so
forth. Treatment of fungal infections can be done by medicamentosa, such as ointment and also non-
medicament such as giving education to the patient to pay more attention and keep the personal hygiene
and the environment in which he lives.

Keywords: Tinea cruris, fungal infections, management.


Pendahuluan

Pada infeksi kulit karena jamur selain gatal gejalanya, dapat pula muncul bercak putih
bersisik halus atau bintil merah. Tanda awal kulit terinfeksi jamur adalah rasa gatal yang hebat
saat kulit berkeringat. Gejala penyakit jamur pada kulit juga bergantung pada bagian kulit yang
terkena serta jenis jamur penyebabnya. Pada dasarnya jamur paling sering menyerang lokasi
yang lembab dan orang yang kurang menjaga kebersihannya.
Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita, antara lain Tricophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Tinea kruris adalah
dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut
atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit
dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus
dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada
tepi lebih nyata dari pada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang
primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam
disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris
merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia.1

Anamnesis
Berdasarkan kasus diatas didapatkan identitas pasien adalah laki-laki berusia 30 tahun
dengan keluhan utama bercak coklat pada kedua lipatan pahanya yang terasa gatal, gatal
bertambah saat cuaca panas dan berkeringat. Keadaan ini sudah berlangsung 4 minggu. Dari
kasus diatas juga didapatkan riwayat pemakaian salep hidrokortison, tertapi tidak terdapat
perbaikan dan kelainan kulit meluas

Pemeriksaan fisik
Untuk pemeriksaan kulit, pemeriksaan dilakukan pada rambut di kepala, akar rambut, kulit
wajah, tubuh, ekstremitas atas dan bawah, kuku, dan sela antar jari tangan dan kaki. Untuk
pemeriksaan kulit yang baik dibutuhkan penerangan yang baik dengan bantuan sinar matahari
ataupun dengan sinar lampu yang berwarna alami/day light Lalu dibutuhkan juga senter, kaca
pembesar, spidol untuk memberi tanda, bulu peraba dan paku tajam tumpul palu refleks.
Saat memeriksa kulit, pertama-tama tentukan warna kulit, suhu kulit, kelembapan kulit, dan
tekstur kulit. Lalu periksa lesi kulit dan sebutkan efloresensinya, baik warna, ukuran, susunan
kelainan atau bentuk, batas, lokasi dan penyabaran. Lalu lakukan pemeriksaan lesi kulit apabila
diperlukan, seperti dengan kaca pembesar untuk melihat ada tidaknya achromia, atrofi dan
alopecia, lalu melakukan tes anestesi atau anhidrosis. Lalu pemeiksaan dapat dilanjutkan ke
bagian lain seperti kuku, dan rambut
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan tinea cruris akan ditemukan lesi berbatas tegas atau
sirkumskirp, dengan peradangan pada bagian tepi lebih nyata dibandingkan dengan bagian
tengah. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila
penyakit ini sudah menahun akan ditemukan bercak hitam disertai sedikit sisik. Infeksi sekunder
dapat ditemukan karena adanya garukan berupa erosi dan keluarnya cairan. Tanda-tanda ini
dapat ditemukan di daerah lipatan paha, daerah perineum, dan sekitar anus atau bahkan meluas
ke perut bagian bawah dan bagian tubuh yang lain.2

Gambar 1 : Tinea kruris


Download dari : https://www.google.com/search?q=tinea+cruris&client=firefox

Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan kasus diatas pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakan diagnosis
adalah pemeriksaan mikologi, yang terdiri dari pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan.
Bahan klinis yang diperlukan untuk pemeriksaan mikologi sesuai kasus di atas berupa kerokan
kulit yang mengalami kelainan yang sebelumnya dibersihkan dengan spiritus 70% dan diperiksa
dengan lampu Wood. Lalu bahan kerokan tadi dapat diperiksa langsung menggunakan
mikroskop sebagai sediaan basah dengan ditambahkan KOH dengan konsentrasi 20%.

Hasilnya akan nampak hifa yang terdiri dari dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, bercabang,
ataupun dapat ditemukan spora berderet (antrospora). Lalu pembiakan yang dilakukan untuk
menentukan spesies jamur dapat dilakukan di medium agar buatan dekstrosa Sabouraud.2

Working diagnosis

Tinea cruris

Adalah penyakit kulit akibat jamur dermatofita (dermatofitosis) pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan kelainan yang berlangsung seumur hidup. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
pada tinea kruris ditemukan lesi berbatas tegas atau sirkumskirp, dengan peradangan pada bagian
tepi lebih nyata dibandingkan dengan bagian tengah. Efloresensi terdiri atas macam-macam
bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini sudah menahun akan ditemukan
bercak hitam disertai sedikit sisik.

Difrential diagnosis

1. Kandidiasis
Atau Kandidosis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh
spesies Candida. Penyakit ini dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau
paru. Berdasarkan kasus diatas, diagnosis banding mengarah ke kandidosi intertriginosa
dengan tempat predileksi daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat
payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus dengan lesi berupa
bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa.
Lesinya dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau
bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan
berkembang seperti lesi primer. Pada pemeriksaan penunjang dengan larutan KOH atau
pewarnaan gram ditemukan blastospora atau hifa semu dengan koloni jamur seperti ragi.3
Gambar 2 : Kandidiasis pada mukosa mulut dan intergluteal

Download dari : https://www.google.com/search?q=kandidiasis&client=firefox

2. Eritrasma
Ialah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minitussismum, ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama
halus pada daerah ketiak atau lipat paha dan dengan pemeriksaan lampu Wood biasanya
akan ditemukan efloresensi merah membara (coral-red).4

3.

Gambar 3 : Eritrhasma pada ketiak dan lipatan paha


Download dari : https://www.google.com/search?q=eritrasma&client=firefox
3. Psoriasis
merupakan penyakit kulit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang
kasar, berlapis-lapis dan transparan.5

Gambar 4 : Psoriasis disertai skuama pada bagian ekstensor


Download dari : https://www.google.com/search?q=psoriasis&client=firefox

4. Dermatitis Intertriginosa
Adalah klasifiksasi dermatitis berdasarkan lokasinya, yaitu di daerah lipatan kulit
ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans
penis, dan umbilikus. Dermatitis atau ekzem adalah peradangan kulit, bagian
epidermis dan dermis, sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau
faktor endogen.
Respon ini menimbulkan reaksi klinis berupa efloresensi poliformik, berupa
eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi, dan menyebabkan keluhan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligoformik) dan cenderung residif dan kronis.6
Gambar 5 : Dermatitis intertriginosa pada neonatus
Download dari : https://www.google.com/search?q=dermatitis+intertriginosa&client=firefox
Etiologi

Tinea cruris yang merupakan dermatofitosis pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur golongan tersebut mempunyai sifat
mencerna kreatin dan termasuk pada kelas Fungi imperfecti, yang terbagi kedalam 3 genus, yaitu
Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton. Morfologi jamur ini memiliki koloni atau
filamen yang terdiri dari sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa. Sporanya
merupakan spora aseksual yaitu artrospora, spora yang dibentuk langsung dari hifa.
Epidemiologi

Tinea cruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di Indonesia.
Infeksi umumnya terjadi pada laki-laki post pubertas, namun perempuan juga dapat terkena.
Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang padat atau pada tempat dengan pemakaian
fasilitas bersama seperti asrama dan di rumah tahanan. Pemakaian baju ketat, keringat, dan baju
mandi yang lembap dalam waktu yang lama merupakan faktor predisposisi tinea kruris. Faktor
risiko yang lain adalah obesitas dan diabetes mellitus.6

Patogenesis

Jamur golongan dermatofita yang mencerna kreatin akan memanfaatkan kreatin pada
stratum korneum kulit kita untuk berkembang biak dengan baik dibagian-bagian tubuh yang
lembab, habitat pendukung pertumbuhan jamur. Aktivitas jamur membuat penderita mengalami
pruritus. Pruritus merupakan sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk
menggaruk dengan kata lain pruritus adalah rasa gatal. Garukan yang dilakukan terus menerus
akan menimbulkan efloresensi sekunder yang menyebabkan lesi semakin buruk
Gejala Klinis

Kelainan yang disebabkan Trichophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum bersifat kronik
dan relatif tanpa peradangan. Lesi hanya tampak sebagai eritema ringan dengan daerah tepi yang
tampak tidak begitu aktif. Kelainan oleh Trichophyton mentagrophytes terlihat akut dengan
peradangan, bagian tepi lesi tampak aktif disertai vesikel dan seringkali disertai rasa gatal yang
hebat.

Pada akhirnya, lesi membentuk bercak berbatas tegas, tidak teratur dan bilateral dengan
bagian tengah hiperpigmentasi dan berskuama. Pada beberapa kasus, terutama infeksi dengan T.
mentagrophytes, reaksi radang lebih berat dan infeksi dapat meluas ke regio kruris. Penis
biasanya tidak terkena infeksi, hal ini yang membedakan lesi ini dengan kandidosis. Gatal dapat
berat pada awalnya tetapi menghilang setelah reaksi radang menghilang. Tinea kruris lebih
sering pada orang gemuk, orang yang berkeringat banyak dan memakai pakaian ketat

Manfestasi klinis
Penderita merasa gatal dengan kelainan berbatas tegas, terdiri atas bermacam-macam
efloresensi kulit (polimorfik), dan bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda
peradangannya) dari pada bagian tengah . Pada tinea cruris ditemukan lesi berbatas tegas atau
sirkumskirp, dengan peradangan pada bagian tepi lebih nyata dibandingkan dengan bagian
tengah. Bila penyakit ini sudah menahun akan ditemukan bercak hitam disertai

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tinea cruris bisa dengan terapi medika mentosa, untuk terapi medika mentosa
dapat digunakan preparat antijamur topikal :

1. Imidazol
Antijamur golongan imidazol memiliki spectrum yang luas. Mekanisme kerjanya adalah
Mikonazol masuk ke dalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga
permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat.
Obat ini tersedia dalam bentuk krim 2% dan bedak tabur yang dipakai 2 kali sehari
selama 2-4 minggu. Krim 2% untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada
malam hari selama 7 hari. Efek samping dari obat ini berupa iritasi, rasa terbakar, dan
maserasi.

2. Klotrimazol
Mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme kerja mirip mikonazol dan
secara topikal digunakan untuk pengobatan tinea pedis, cruris, dan corporis yang
disebabkan oleh Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, Epidermohyton
floccosum, dan Microsporum canis. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan larutan
dengan kadar 1% untuk dioleskan dua kali sehari. Efek samping pada pemakaian topikal
bisa rasa terbakar, eritema, edema, gatal, dan urtikaria.

3. Griseofulvin
Griseofulvin efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit seperti Tricophyton,
Epidermohyton, dan Microsporum. Preparat ini dimetabolisme di hati dan metabolit
Waktu paruhnya kira-kira 24 jam.
Obat ini akan dikumpulkan dalam sel pembentuk keratin, lalu muncul bersama sel
yang baru berdiferensiasi, terikat kuat dengan keratin sehingga sel baru ini akan resisten
terhadap serangan jamur. Keratin yang telah mengandung jamur akan terkelupas dan
diganti oleh sel yang normal. Efek samping Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi
fotosensitivitas, eritema multiforme, vesikula dan erupsi menyerupai morbili.

4. Ketokonazol
Merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip mikonazol dan klotrimazol.
Obat ini meurpakan antijamur sistemik per oral yang penyerapannya bervariasi antar
individu. Obat ini menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas
berbagai jenis jamur.
Penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada pasien dengan pH lambung
yang tinggi, pengaruh makanan tidak begitu nyata terhadap penyerapan ketokonazol
Efek sampingnya antara lain mual, muntah, sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik,
fotofobia, pruritus, parestesia, gusi berdarah, erupsi kulit.7
Komplikasi

Tinea cruris dapat mengalami infeksi sekunder oleh Candida atau bakteri lain. Area
tersebut dapat mengalami likenifikasi dan hiperpigmentasi pada infeksi jamur yang kronis.
Kesalahan pengobatan tinea cruris dengan steroid topikal dapat menyebabkan perburukan
penyakit. Walaupun pasien dapat menyadari gejala yang mereda, tapi infeksi dapat berlanjut dan
menyebar

Prognosis

Prognosis tinea cruris umumnya baik apabila segera ditangani dan penderita menghindari
faktor-faktor pencetus dan teratur meminum obat atau memberi obat. Tetapi tidak sedikit
penderita yang mengalami penyakit ini bertahun-tahun atau bahkan seumur hidupnya.2

Pencegahan

Tinea cruris dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan. Dapat
juga menggunakan bedak yang mengandung mikonazol atau tolnaftat pada daerah yang rentan
terhadap infeksi jamur setelah mandi

Kesimpulan

Tinea cruris adalah penyakit kulit akibat jamur dermatofita (dermatofitosis) pada lipat paha,
daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan kelainan yang berlangsung seumur hidup. Pada tinea cruris ditemukan lesi berbatas
tegas atau sirkumskirp, dengan peradangan pada bagian tepi lebih nyata dibandingkan dengan
bagian tengah. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Bila
penyakit ini sudah menahun akan ditemukan bercak hitam disertai sedikit sisik.
Daftar pustaka
1. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran: bagaimana dokter berpikir, bekerja, dan
menampilkan diri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2006
2. Budimulja U. Mikosis dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin. ed.6. Jakarta: Falkutas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010
3. Kuswadji. Kandidosis dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin. ed.6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010
4. Budimulja U. Eritrasma dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin. ed.6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010
5. Djuanda A. Psoriasis dalam: Dermatosis eritroskuamosa dalam Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. ed.6. Jakarta: Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010
6. Mulyati, K. Pudji, Susilo, J. Dermatofitosis. Dalam: Sutanto, I., Ismid, I. S., Sjarifuddin, P.K.,
Sungkar, S., editor. Buku ajar parasitologi kedokteran. ed.4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008
7. Setiabudy, R. Bahry, B. Obat jamur. Dalam: Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi,
Elysabeth. Farmakologi dan terapi. ed.5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009

Sasaran belajar
1. Mahsiswa mampu menjelaskan dan memahami etiologi penyakit !
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami epidemologi penyakit pada kasus !
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pathogenesis !
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelskan gejala klinis yang ada timbul !
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dari penyakit !
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis dari penyakit yang dibahas !
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan edukasi pada pasien !
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fisisk dan pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakuakan !

Anda mungkin juga menyukai